Pukul setengah delapan malam, Henry Giordano memasuki country & club terbaik di London, Vaugn Olhemer club milik hotel Olhemer yang luar biasa megah.Suasana club sedikit hiruk pikuk dengan alunan musik musik dan beberapa orang yang terlihat mengobrol. Hanya sederetan orang-orang kaya yang menghabiskan uangnya disana.Mata Henry berkeliling mencari rekan bisnis yang akan di temuinya disana ketika tanpa sengaja iris matanya menangkap sosok Aaron Xavier dan oh ya Tuhan Henry hampir kehilangan pijakan kakinya ketika adik perempuannya Ayana Giordano tengah duduk di samping Aaron, mereka terlihat sedang mengobrol dan sial, mereka tertawa. Bersama?Sejenak Henry lupa untuk apa ia kesini, langkah kaki nya yang buru-buru tadi dari bandara ke tempat ini langsung sirna begitu saja karena melihat keberadaan Aaron dan Ayana.Demi Tuhan Aaron bisa menggaet wanita manapun di dunia ini tapi tidak dengan Ayana. Seluruh hati Henry menolak dengan keras.“Ayana? Aaron?” Henry menarik kursi di depannya t
“Menurut Henry pun Felix pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari ku.” Ujar Ayana tiba-tiba memecah keheningan yang sejak tadi tercipta dalam perjalanan pulang mereka. Sorot mata wanita itu masih berada pada pemandangan diluar kaca jendela mobil.Tidak ada jawaban, di sampingnya Aaron menoleh padanya sejenak lalu kembali membuang pandangannya pada jalanan di depannya. Rasa geram memenuhinya melihat Ayana terlihat menyedihkan menyalahkan dirinya sendiri yang kurang sempurna untuk Felix. Sial, Felix sangat brengsek! Sepupu kurang ajarnya itu pasti merasa paling dicintai.“Kau juga setuju dengannya?” Ayana berbalik menatap Aaron dengan serius.Masih tidak ada jawaban, di persimpangan depan, Aaron mengambil jalur kiri memasuki kawasan taman kota yang tidak begitu ramai karena cuaca dingin. Semua orang sepertinya lebih memilih untuk bersembunyi didalam rumah.Aaron menghentikan mobilnya pada area timur yang terlihat kosong, tidak ada satu pun manusia yang berlalu lalang disana.CEO t
Hari senin pagi yang paling sibuk bagi semua orang dimuka bumi ini membawa langkah kaki Aaron Xavier, pria tampan dengan kharisma paling dicari seluruh stasiun televisi London bertapak sempurna diruang tamu keluarga Giordano. Wajah dingin Aaron tanpa senyum menjadi pembuka pagi itu. “Aaron, kau pasti bercanda, haha.” Suara tawa Henry pecah saat membaca tuntutan keluarga Xavier pada perusahaan milik keluarganya. “Proyek yang kau kerjakan untuk keluarga ibu ku memakan banyak korban di Guanabara. Banyak keluarga korban yang melaporkan perusahaan kami pada pemerintah. “Aaron, bukan pertama kali ini kau bekerja sama dengan ku. Kejadian seperti ini sering terjadi, kita bisa…” “Jika yang kau maksud adalah membayar keluarga para korban, perusahaan ku sudah mengalami kerugian yang teramat besar untuk membayar mereka. Perusahaan mu harus bertanggung jawab untuk ini.” “Tapi Aaron…” “Aku ingin kerja sama ini dibatalkan, tarik orang-orang mu kembali ke London! Atau yang kedua… Bayarkan sem
Senyum smirk yang terukir jelas diwajah Aaron kian melebar saat menatap wajah pucat Ayana. Gadis itu bagai diterjang angin topan paling dashyat tahun ini, ia berdiri terdiam kaku menatap Aaron. Ayana kehilangan kata-katanya. “Ayana, naiklah ke atas biar aku yang mengurus ini!” Henry menahan napasnya demi tidak menerjang Aaron saat ini. Harga dirinya seolah dipermainkan Aaron, orang yang sudah ia anggap sebagai teman terbaiknya. Henry tidak sanggup melihat Ayana yang masih berdiri di sebelahnya, sedang ia tidak mampu melakukan apapun untuk melindungi adik perempuannya. Kedua tangan Henry terangkat menyentuh pundak Ayana demi menarik gadis itu keluar dari keterkejutan yang baru saja menerpanya. Dari sisa kesadarannya kaki jenjang Ayana bergerak untuk mengambil langkah berbalik menuju kamarnya yang berada dilantai dua rumah itu. “Jangan dipikirkan.” Bisik Henry pelan sambil mengusap lembut pundak Ayana. “Sebaiknya kau pikirkan baik-baik. Tawaran ini akan sangat menguntungkan untuk
Aaron mencoba berkonsentrasi pada apa yang harus di lakukannya pada Ayana, tapi gadis itu membuatnya jadi lebih sulit. Ayana hanya mendongak sebentar ke langit-langit kamar dan leher jenjangnya membuat Aaron sudah kehilangan konsentrasinya. Sial, Ayana bahkan belum melakukan apapun tapi ia sudah tidak tahan untuk menyentuh gadis itu. “Kau mau wine?” Tanya Aaron basa-basi, mungkin saja Ayana perlu Alkohol untuk lebih bisa memberanikan dirinya melewati malam panas mereka. Ya, Aaron menyukai wanita yang agresif. Ayana menggeleng pelan membawa pandangannya pada Aaron. “Aku tidak minum alkohol.” Ucap Ayana jujur. Sejak memasuki masa remaja, Ayana didiagnosa punya beberapa alergi pada makanan dan minuman termasuk alkohol. Aaron nyaris tertawa mendengar ucapan Ayana. Ia tidak percaya ada orang di London seusia Ayana yang tidak minum alkohol, oh demi Tuhan gadis ini ingin terlihat polos di hadapannya. Mengabaikan ucapan Ayana, Aaron mengisi gelas lainnya dengan sedikit wine dan melangkah
Wajah pucat, rambut berantakan dengan bekas ruam merah menghiasi permukaan kulit leher serta bagian dada dan perut ratanya, sangat sempurna untuk menjadi pemandangan pertama yang dilihat Ayana pagi ini begitu ia bangun. Bibir bengkak dengan tepiannya yang berhiaskan beberapa luka. Tangan Ayana gemetar saat gadis muda itu mengangkat tangan kanannya dan menyentuh pipi mulusnya. Dua bola mata indahnya berhasil mengeluarkan air mata yang kembali membasahi pipinya. Ayana sungguh berantakan. “Dad… a-aku, aku sudah menghancurkan arti nama yang kau berikan.” Ayana meringis dengan sisa tenaga yang ada, gadis itu berteriak sekencang mungkin dengan sisa tenaga yang ia punya. Ayana Giordano, gadis muda dengan dua bola mata indah itu merangkak turun dengan tubuh gemetar dan mulai mencari satu per satu pakaiannya. Namun lagi-lagi Ayana harus kembali menekuk kedua kakinya dan menangis didekat ranjang saat tak menemukan pakaiannya yang ia kenakan tadi malam. “Dad ampuni aku, hanya ini yang bis
“Kau yakin tidak akan berubah pikiran lagi, Aaron?” Tanya Henry menatap tidak percaya pada Aaron yang berdiri di hadapannya. Ditangan Henry, sebuah dokumen dengan tanda tangan emas milik Aaron Xavier membuat pria itu mengulas senyum lebarnya seolah masih berada dalam mimpi. Aaron mengangguk singkat, iris matanya terlepas dari Ayana yang berdiri tidak jauh dari mereka. “Kau urus sisanya, tapi ingat jangan sampai terburu-buru lagi seperti kemarin. Kau hampir membuat banyak karyawan mu kehilangan pekerjaan.” Tandas Aaron membuat Ayana yang mendengarnya nyaris menumpahkan seluruh isi perutnya. Oh pria itu bertingkah seolah ia adalah penyelamat seluruh umat. Bahkan lebih baik dari seorang pendeta. Ayana memegang erat ujung gaunnya selama perbincangan Aaron dan Henry berlangsung. Seluruh tubuhnya sakit, namun ia masih harus memastikan bahwa apa yang dijanjikan Aaron benar-benar ditepati oleh pria itu. Sekian detak jantung perbincangan Aaron dan Henry terkait kerjasama bisnis antara
Sepanjang hidupnya, ini kali pertama Ayana benar-benar sangat kesal pada kakaknya, Henry. Tidak hanya menjamu Aaron dengan makan malam, Henry juga mengajak Aaron mengobrol santai didekat kolam dibelakang rumah mereka yang mengarah ke jembatan kota yang mewah. Dan yang paling menyebalkan adalah mau tidak mau ia harus ikut. Ia duduk disana seperti orang bodoh yang tidak mengerti apa-apa. Ketiga orang itu terlibat percakapan bisnis yang sedikit sulit dipahami Ayana. Ayana hampir menguap lebar saat panggilan suara dari Mattew seperti utusan dari surga yang baru saja menyelamatkan nyawanya. “Halo Mattew,” Jawab Ayana sengaja mengeraskan suaranya demi bisa berjalan menjauh dari ketiga orang yang sekarang sedang menatapnya itu. Baiklah mereka pasti akan mengerti ia sedang menjawab telepon masuk bukan? “Mattew, kau memang benar-benar menyelamatkan ku…” Ayana menghembuskan napas panjang dengan perasaan lega dan baru saja ingin kembali bersuara ketika suara panik Mattew terdengar menyambut