“Brengsek! Kau mengacaukan malamku!” Lelaki bertato ular tadi pergi sambil mengumpat. “Ya, pergilah dan jangan muncul lagi. Dasar, sialan!” Amber memekik sinis. Dia bahkan mengacungkan jari tengah karena saking kesalnya. Sementara itu, pria yang menolong mereka tadi bertanya, “apa kalian baik-baik saja?” Adeline mengangguk seraya menjawab, “kami tidak apa-apa. Terima kasih atas bantuan Anda.” “Di tempat ini memang sering berkeliaran orang brengsek. Jadi kalian harus lebih berhati-hati,” tukas pria itu mengingatkan. Amber sedari tadi merasa tidak asing dengan pria itu. Setelah mengingat-ingat, dia akhirnya sadar. “Tunggu, bukankah Anda pria yang ikut pertandingan selancar siang tadi?” tuturnya menebak. Pria itu tersenyum sambil mengangguk. “Ternyata Nona mengenali saya.” Ya, dia adalah pria bertubuh atletis kecolekatan yang pertama kali mencuri perhatian Amber saat tiba di pantai Madonna. “Wah, hebat! Anda memenangkan juara pertama ‘kan? Siapa yang tidak ingat?” sahut Amber le
*** Masih di bar resort pantai Madonna, River dan Adeline terlibat percekcokan ringan. Adeline kukuh tak mau melepaskan botol alkohol saat River hendak merebutnya.“Apa yang kau lakukan? Mengapa kau ingin mencuri minumanku?!” Adeline menyentak dengan tatapan tajam.Dan itu membuat Nacho yang sedang mengantar bir ke dekat meja mereka menjadi curiga. Pria itu memandangi Adeline dan River sembari membatin, ‘apa pria itu ingin menyakitinya?’Kecurigaan Nacho membumbung saat Adeline memukul dada River. “Pergilah, aku sedang ingin sendiri!” decak wanita itu memicing.Dan saat itulah, Nacho mendekati mereka, lalu merengkuh pundak River. “Kau tuli? Dia bilang pergi!”River berpaling dengan tatapan setajam manik elang. Auranya sangat gelap begitu Nacho berani ikut campur urusannya.“Siapa kau?!” tukasnya penuh tekanan.Nacho berpikir sesaat, lalu menyambar dengan percaya diri. “Aku kekasihnya!”Sontak, dinding es di wajah River retak. Rahangnya mengeras karena menahan amukan.“Kekasih?!” de
Adeline menarik diri dengan tatapan membunuh, tapi River justru menyeringai tipis.“Bukankah kau mau bukti? Ini buktinya, istriku,’ tutur pria itu tanpa ragu.Meski kepalanya masih pusing karena mabuk, tapi Adeline menyambar sinis. “Tuan Reiner, aku serius.”“Aku juga tidak bercanda!” sahut River menatap intens.Sungguh, Adeline tak mengerti. Jelas sekali kalau di berita itu River membeli perhiasan untuk seorang wanita, bahkan muncul di situs resmi. Sangat konyol jika itu hanya editan. Dengan leher tegang, Adeline pun menarik dasi River hingga pria itu kembali membungkuk. Wajah mereka sangat dekat, bahkan River bisa merasakan napas Adeline yang panas.“Kalau begitu katakan, siapa wanita itu?” tukas Adeline penasaran, tapi entah mengapa pandangannya mulai kabur.“Wanita itu ….”Sial, Adeline hanya bisa melihat samar-samar bibir River menggumamkan sesuatu. Dirinya terlanjur pingsan karena mabuknya sangat parah. River pun menahan tubuh Adeline, lalu membaringkannya ke ranjang agar istri
“Maaf, apa saya mengganggu Anda?” Nacho bertanya saat melihat wajah Adeline yang terkejut.Ya, lelaki itu datang dengan tatapan sulit diterka.“Tidak. Ada perlu apa Anda ke sini?” Adeline menjawab bingung.“Ah … tidak. Saya hanya khawatir karena Anda tadi malam minum sangat banyak.”Adeline langsung melebarkan maniknya seraya menyahut, “a-apa semalam saya membuat keributan di bar?”“Sebenarnya saya melihat Anda bertengkar dengan seorang pria saat mabuk. Saya jadi cemas dan—”“Untuk apa kau mencemaskan istriku?!” Belum tuntas ucapan Nacho, River tiba-tiba menyambar dari belakang.Ekspresi Nacho berubah muram, jelas sekali dia tak senang dengan kedatangan suami Adeline.“River?” Adeline menatap suaminya.Alih-alih menimpali sang istri, River malah memicing ke arah Nacho seraya mendengus lebih tajam. “Enyahlah!”“Apa yang kau katakan? Nacho tamuku, dia sudah membantuku dan Amber saat di bar,” sahut Adeline yang mencium bau permusuhan.“Tamu macam apa yang mengaku sebagai kekasihmu?!” dec
‘A-apa ini? Bunga mawar lagi?! Jangan-jangan yang mengirim ….” Adeline tertegun dengan manik gemetar.“Nyonya?” Sang Kurir kembali memanggil karena Adeline tak kunjung menerima mawar itu.Adeline buyar dari lamunan dan segera mengambil bunga tadi. Dia was-was saat meraih kartu ucapan yang tersemat di antara mawar. Dan ya, sesuai dugaannya bunga ini dikirim oleh Mr. F!Adeline buru-buru menyembunyikan kartu yang bertuliskan ucapan selamat ulang tahun. Namun, tentunya menimbulkan rasa curiga sang suami.“Siapa yang mengirimnya?” River bertanya.“Ah? Ti-tidak ada nama pengirimnya. Mungkin dari Amber, dia bilang ingin mengirimkan hadiah,” jawab Adeline berdalih.Mendengar itu, River malah menarik sebelah bibirnya ke atas. Dia tahu Adeline berbohong.“Bunga ini sama seperti waktu itu, tapi sebelumnya kau bilang bunganya untuk acara hotel. Apa yang kau sembunyikan, istriku?” Suara pria itu berubah dingin dan rendah.“A-apa maksudmu? Tentu saja bunga waktu itu untuk acara hotel,” sahut Adeli
‘Apa dia begitu kedinginan?’ Siegran membatin canggung.Meski sempat menolak, tapi akhirnya lelaki itu memeluk Amber. Selama ini Siegran hanya mengabdikan hidupnya untuk melayani River, jadi dia tak pernah punya hubungan spesial dengan wanita dan tak tahu harus bagaimana menghadapi Amber.Diam-diam dia memandangi wajah Amber yang terlelap di dadanya. ‘Wanita ini … kenapa dia bisa langsung tidur padahal sedang bersama orang asing?’Tanpa sadar, tatapan Siegran turun dan terpaku pada bibir Amber. Ya, bibir yang kemarin malam dengan panas menciumnya. Lipstik merah yang dibuat berantakan saat dia membalas ciuman wanita itu.‘Tidak! Apa yang aku pikirkan?!’ batin Siegran buyar dari lamunan.Perlahan, dia pun meregangkan pelukan. Dia menyandarkan Amber di kursi dan melangkupkan jasnya lebih tinggi untuk menyelimuti wanita itu.‘Aku harus segera memperbaiki mobil ini,’ gemingnya yang lantas kembali berkutik dengan mesin.Hampir satu jam, akhirnya Siegran berhasil membuat mobil itu menyala. B
“Benar, Nyonya. Usia kandungan Anda sekarang mencapai minggu ketiga,” tutur Dokter menjelaskan.Adeline membeku mendengar fakta ini. Sungguh, dia tak pernah membayangkan bahwa akan mengandung seorang bayi. Dengan manik gemetar, Adeline meraba perut. ‘D-di sini, di sini ada bayi? Jika sudah tiga minggu … maka ini terjadi ketika River mabuk malam itu?’Ya, itu saat River kehilangan bukti dan saksi dalam kasus Freya. Pria tersebut sangat mabuk dan tak sengaja menghabiskan malam panas bersama Adeline.‘Aish, sial! Mengapa aku sangat ceroboh? Kami melakukannya tanpa persiapan dan aku tidak minum pil kontrasepsi!’ batin Adeline tegang.“Masa awal kehamilan sangat rentan, Nyonya. Anda bisa mudah kelelahan dan mual jika melihat makanan tertentu. Namun, Anda tidak perlu khawatir. Jika Anda memperhatikan kesehatan, maka bayi Anda tentu akan sehat.” Dokter itu bicara dengan wajah binar. Namun, agaknya Adeline tidak menyimak penjelasan hingga dokter tadi menyentuh bahunya.“Nyonya? Anda baik-ba
‘Sial! Apa yang harus aku lakukan? Ini bukan situasi bagus untuk berciuman.’Adeline menatap River tanpa kedip. Ekspresinya tampak tegang, jelas sekali dirinya tak nyaman dengan posisi ini. Akan tetapi, Adeline tak bisa menyerah atau River akan tahu kalau dia berbohong.Wanita itu akhirnya mengangkat dagu dengan angkuh, tangannya mulai menyusup ke belakang leher River dengan belaian yang menggelitik Hasrat. Dengan berani, Adeline pun mengikis jarak dan berniat memanggut bibir pria itu.Namun, belum sempat berciuman, River langsung melengos. Dia kembali melirik Adeline yang bingung, dan itu membuat seringai tipisnya terkuar.“Aku tidak ingin melakukannya jika kau terpaksa, istriku,” bisik River pelan, tapi Adeline bisa merasakan napasnya yang hangat.Pria itu pun bangkit, lalu mengacungkan jepit rambut Adeline yang dirampasnya tadi.“Pergilah dengan rambut terurai, aku tidak mau orang lain melihat punggungmu!” decaknya tegas.“A-apa?” Sang wanita menyambar dengan manik lebar.“Bersiapl
“Rachel, tidurmu jadi terganggu, ya?” Rose berujar sambil mendekati gadis rambut pirang tersebut.“Mommy, apa yang terjadi?” Rachel melangkah ke arah pelukan Rose.Matanya memicing pada Ashley. Alisnya pun mendapuk, seolah jijik dengan penampilan Ashley yang berantakan. Apalagi pipinya tampak merah, bekas tamparan keras Derek.“Dia siapa, Mommy?” Rachel bertanya heran.“Ah … d-dia Ashley. Saudara—”“Dia adik tirimu!” Derek menyambar sebelum ucapan Rose tuntas.Namun, kalimat singkat itu sontak memicu Ashley membelalak bingung. Dia bahkan bungkam beberapa saat, berharap salah dengar. Akan tetapi raut wajah sang ayah tak menunjukkan candaan.“Hah! Apa yang Ayah katakan? Adik tiri?!” Ashley memastikan dengan leher tegang.Belum sampai Derek membenarkan, Rose dengan hati-hati berkata, “maaf, Ashley. Ibu terlambat memberitahumu, ya? Ini Rachel, kakak tirimu. Karena kita sudah menjadi keluarga, jadi Rachel akan tinggal di sini juga.”Mendengar itu, dada Ashley langsung berkobar. Satu siluma
“Asley, bagaimana kau bisa jadi seliar ini? Sejak kapan ayah mengajarimu minum alkohol? Apalagi main bersama lelaki berandalan, hah?!” Derek memberang penuh amarah.Sang putri yang tak mengerti dengan sikapnya, kini tertegun.“A-ayah … sepertinya Ayah salah paham. Aku memang ada di bar untuk ker—”“Kau masih berani membantah?!” Derek langsung menyambar sebelum ucapan Ashley tuntas.Gadis itu melangkah lebih dekat, berusaha menjelaskan agar ayahnya jadi tenang. Namun, Derek dengan geramnya menyambar beberapa lembar foto dari nakas belakangnya, lalu melemparkan pada Ashley.Manik Ashley sontak berubah selebar cakram saat melihat potret dirinya yang tengah pingsan, sedang berada di antara dua pria yang memegang botol alkohol.“Hah! A-apa ini?!” Ashley menegang.Dia tahu foto itu rekayasa. Pasti Rose yang membuatnya. Tapi tetap saja Ashley sangat merinding sebab pria-pria tadi adalah dua orang yang sebelumnya menyekap Ashley di gedung tua. Sial, sensasi empedu seperti naik ke tenggorokan
*** “Buka pintunya!” titah seorang lelaki berbadan gempal yang membawa nampan makanan. Rekannya yang memiliki tato ular di lehernya, melirik bubur di nampan itu.“Apa dia bisa memakannya?” tanyanya.Lelaki gempal tadi menaikkan sebelah alisnya seraya menimpali, “siapa yang peduli? Yang penting kita sudah memberinya makanan. Kalau dia tidak mau makan, ya sudah. Mati saja sana. Itu lebih memudahkan pekerjaan kita.”Temannya tadi menarik seringai miring dan lantas membuka kunci pintu ruangan Ashley disekap. Di sana, gadis itu tampak pucat sebab sudah sehari dua malam ini perutnya tidak terisi makanan atau minuman. Dia memicing tajam saat dua lelaki mendatanginya. Lelaki bertato ular tadi melepas tali yang mengikat tangan dan kaki Ashley pada pilar. Begitu bebas, gadis itu seketika ambruk karena seluruh tubuhnya lemas. Lelaki gempal pun menyodorkan nampan makanan pada Ashley. “Makanlah jika kau masih mau hidup!”Alih-alih senang, Ashley justru menampik nampan tadi hingga mangkok bubu
“Putraku. Golongan darah putraku dan River sama,” ujar Adeline diliputi tegang. Tenaga medis di hadapannya pun menimpali, “mohon maaf, apa maksudnya putra Anda yang juga terluka dan datang bersama Tuan River? Kondisinya tidak memungkinkan jika melakukan tranfusi darah saat terluka, Nyonya.” “Tidak. Adiknya, saudara kembar Jenson. Aku akan membawa saudara kembar putraku ke sini,” sahut Adeline menjelaskan. Ya, tak ada pilihan lain yang cepat selain meminta bantuan Johan. Akhirnya Adeline menghubungi pemuda tersebut dan memintanya datang ke rumah sakit. Usai menunggu beberapa waktu, Johan pun tiba. Dia bergegas mengikuti perawat untuk mendonorkan darahnya pada River. “Johan,” tutur Adeline memanggil sang putra yang baru datang. “Mommy, bagaimana keadaan Daddy dan Jenson?” tanya pemuda tersebut. Dengan ekspresi tegang, Adeline pun menimpali, “mereka baru saja memindahkan Jenson ke ruang rawat, tapi Daddy sangat membutuhkanmu sekarang.” “Mommy tenang saja, saya sudah di sini. Daddy
Jennifer menoleh ke belakang saat suara langkah itu tak lagi terdengar. ‘Apa tadi hanya perasaanku?’ gemingnya mengerutkan kening. Tatapannya terus waspada, lalu kembali melangkah menuju lokernya. Namun, ketika dia berjalan beberapa langkah, suara tadi kembali menggema seakan mengikutinya. Jennfer terhenti dan detik itu juga tiba-tiba seseorang menepuk bahunya. “Hah!” Jennifer tersentak. Gadis itu dengan cepat berbalik dan langsung memukul lengan orang yang menyentuhnya. Dia hendak merengkuh punggung orang tersebut, lalu membantingnya. Akan tetapi, orang tadi malah mencekal tangan Jennifer, bahkan meraih pinggang gadis itu dan merapatkan pada tubuhnya. “Reflek yang bagus, gadisku,” bisik suara seorang pemuda. Jennifer mendongak. Di tengah kegelapan itu, dia menajamkan pandangan dan baru mengenali wajah orang di hadapannya. “Lionel?” katanya. “Apa aku mengejutkanmu?” sahut pemuda tersebut. “Ck!” Jennifer mendecak dan lantas mendorong Lionel menjauh darinya. Tapi pemuda itu kem
‘Hah! A-apa yang aku dengar?!’ batin Adeline tertegun.Ponsel yang digenggamnya pun jatuh. Dia nyaris tak percaya dengan pendengarannya, tapi suara yang memanggilnya sangatlah jelas. “Tidak mungkin! I-ini … tidak mungkin. Bajingan itu kembali?” gumamya terserang tegang.Bayangan wajah pria pemilik suara itu memenuhi kepala, hingga membuat napas Adeline tercekat. Sementara Johan yang semula berdiri di dekat jendela, kini langsung menghampiri sang ibu di tepi ranjang. Dia tampak cemas melihat Adeline terserang panik.“Mommy? Ada apa? Mommy baik-baik saja?” Pemuda itu bertanya.Adeline tak langsung menyahut. Bahkan dia seperti tak mendengar ucapan putranya. Johan pun menyentuh bahu wanita itu seraya berujar, “Mommy?”“Ah?!” Adeline akhirnya tersadar. “Johan, Mommy tidak apa-apa.” Wanita itu melanjutkan disertai senyum.Akan tetapi Johan tahu sang ibu tersenyum paksa. Dia melirik layar ponsel yang terjatuh ke ranjang, tapi Adeline buru-buru meraihnya dan membalik layarnya agar sang pu
S2: Aku Harus Memastikannya “Tuan River!” Terdengar suara lelaki memekik kencang. Itu anak buah River. Dia bergegas naik ke tangga dan menghampiri sang tuan. “Tuan River!” Lelaki itu membelalak saat melihat luka tembak dan darah yang mengalir dari perut River. “Tuan, bertahanlah. Kami akan membawa Anda ke rumah sakit!” Anak buah tersebut merengkuh River karena api dari ledakan di lantai dua mulai menyebar. Alih-alih langsung menurut, River malah menahan tangan anak buahnya tersebut. Dengan tatapan gemetar, pria itu bertanya, “Jenson. D-di mana Jenson? Apa kalian menemukannya?” “Ya, Tuan. Kami menemukan Tuan Muda Jenson jatuh dari atap,” sahut anak buah tersebut yang sontak memicu River melebarkan maniknya. “Tapi Anda tenang saja, Tuan Muda Jenson akan baik-baik saja. Beliau tidak terluka parah.” Mendengar itu, kecemasan River tak terkikis banyak. Dia tak akan lega sampai melihat kondisi sang putra dengan mata kepalanya sendiri. “Aku harus memastikannya!” tukas River penuh tekad
“Kau?!” Sorot Mata River bertambah tajam saat melihat sosok di balik masker hitam itu.Dia nyaris tak percaya, tapi wajah lelaki di hadapannya benar-benar jelas.“Apa kabar, Sepupu?!” ujar Frederick tersenyum miring.Ya, laki-laki itu memanglah Frederick Chen. Sepupu River yang lama koma akibat kecelakaan hebat sembilan belas tahun lalu. River tak tahu kapan Frederick sadar. Sudah lama dia tak mendengar kabarnya, karena Leah-nenek River telah memindahkan Frederick ke rumah sakit lain tanpa sepengetahuan orang lain.“Padahal aku merindukan Princess, tapi kau malah datang dengan tikusmu. Aku benar-benar kecewa!” Frederick melanjutkan sambil menaikkan kedua alisnya.Alih-alih langsung menyambar, River justru menekan cengkeraman lebih kuat di leher Frederick. Amukannya seketika membengkak saat sepupunya itu menyinggung sang istri.“Ugh ….” Napas Frederick sangat tercekat, tapi River tak peduli.“Kau! Berani sekali muncul di hadapanku lagi. Harusnya saat itu aku membunuhmu!” tukas River de
“Argh ….” Wanita yang bersama River mengerang saat dada kirinya tertembak.Gelenyar darah mengalir deras dari titik anak timah tenggelam. Wajahnya pun mulai pucat disertai keringat dingin karena menahan sakit.River merengkuhnya. Dengan alis bertaut, dia pun berkata, “bertahanlah, aku akan memanggil bantuan!”Baru saja selesai berujar, River merasakan tatapan tajam dari sebelah. Dengan sigap, dia mengacungkan pistol dan langsung melesatkan pelurunya. Akan tetapi tembakannya hanya mengenai pilar besar di sana.‘Brengsek!’ batinnya mengumpat saat menyadari beberapa orang berpakaian hitam mengelilingnya.Mereka semua membawa senjata. Dan itu membuat posisi River amat sulit karena dirinya kalah jumlah.Detik berikutnya dia dikejutkan oleh tepukan tangan yang menggema. Perhatian River sekejap teralih pada lelaki bermasker hitam yang berdiri di lantai atas.“River Reiner!” tukasnya penuh tekanan.Matanya memicing tajam pada wanita yang tertembak tadi dan lantas melanjutkan. “Apa kau sudah s