‘Konglomerat generasi ketiga keluarga Herakles diam-diam membeli perhiasan untuk seorang wanita.’ Leher Adeline menegang saat membaca tajuk berita terkini di ponselnya.Tatapannya semakin tajam ketika melihat foto seorang wanita yang menggandeng lengan River.Ya, tanpa River ketahuai, rupanya malam itu ada paparazzi yang tak sengaja melihatnya bersama Bianca dan langsung menerbitkan artikel tak masuk akal.‘Siapa wanita ini? Apa River diam-diam memiliki kekasih?’ batin Adeline kesal.Sayangnya foto di situs berita itu tidak menampakkan wajah si wanita, hingga membuat Adeline kian dongkol dengan pikirannya. Adeline menyubit layar ponselnya untuk memperbesar foto tadi, tapi hatinya semakin panas.Dia bangkit lalu mendengus pelan, “aish, sialan! Mengapa mereka terlihat mesra? Apa mereka menjalin hubungan serius?!”Adeline menyugar belahan rambutnya dengan frustasi. “Aku tahu kita tidak boleh ikut campur urusan pribadi, tapi ….”Belum sempat wanita itu menuntaskan decaknya, tiba-tiba Rive
“Brengsek! Kau mengacaukan malamku!” Lelaki bertato ular tadi pergi sambil mengumpat. “Ya, pergilah dan jangan muncul lagi. Dasar, sialan!” Amber memekik sinis. Dia bahkan mengacungkan jari tengah karena saking kesalnya. Sementara itu, pria yang menolong mereka tadi bertanya, “apa kalian baik-baik saja?” Adeline mengangguk seraya menjawab, “kami tidak apa-apa. Terima kasih atas bantuan Anda.” “Di tempat ini memang sering berkeliaran orang brengsek. Jadi kalian harus lebih berhati-hati,” tukas pria itu mengingatkan. Amber sedari tadi merasa tidak asing dengan pria itu. Setelah mengingat-ingat, dia akhirnya sadar. “Tunggu, bukankah Anda pria yang ikut pertandingan selancar siang tadi?” tuturnya menebak. Pria itu tersenyum sambil mengangguk. “Ternyata Nona mengenali saya.” Ya, dia adalah pria bertubuh atletis kecolekatan yang pertama kali mencuri perhatian Amber saat tiba di pantai Madonna. “Wah, hebat! Anda memenangkan juara pertama ‘kan? Siapa yang tidak ingat?” sahut Amber le
*** Masih di bar resort pantai Madonna, River dan Adeline terlibat percekcokan ringan. Adeline kukuh tak mau melepaskan botol alkohol saat River hendak merebutnya.“Apa yang kau lakukan? Mengapa kau ingin mencuri minumanku?!” Adeline menyentak dengan tatapan tajam.Dan itu membuat Nacho yang sedang mengantar bir ke dekat meja mereka menjadi curiga. Pria itu memandangi Adeline dan River sembari membatin, ‘apa pria itu ingin menyakitinya?’Kecurigaan Nacho membumbung saat Adeline memukul dada River. “Pergilah, aku sedang ingin sendiri!” decak wanita itu memicing.Dan saat itulah, Nacho mendekati mereka, lalu merengkuh pundak River. “Kau tuli? Dia bilang pergi!”River berpaling dengan tatapan setajam manik elang. Auranya sangat gelap begitu Nacho berani ikut campur urusannya.“Siapa kau?!” tukasnya penuh tekanan.Nacho berpikir sesaat, lalu menyambar dengan percaya diri. “Aku kekasihnya!”Sontak, dinding es di wajah River retak. Rahangnya mengeras karena menahan amukan.“Kekasih?!” de
Adeline menarik diri dengan tatapan membunuh, tapi River justru menyeringai tipis.“Bukankah kau mau bukti? Ini buktinya, istriku,’ tutur pria itu tanpa ragu.Meski kepalanya masih pusing karena mabuk, tapi Adeline menyambar sinis. “Tuan Reiner, aku serius.”“Aku juga tidak bercanda!” sahut River menatap intens.Sungguh, Adeline tak mengerti. Jelas sekali kalau di berita itu River membeli perhiasan untuk seorang wanita, bahkan muncul di situs resmi. Sangat konyol jika itu hanya editan. Dengan leher tegang, Adeline pun menarik dasi River hingga pria itu kembali membungkuk. Wajah mereka sangat dekat, bahkan River bisa merasakan napas Adeline yang panas.“Kalau begitu katakan, siapa wanita itu?” tukas Adeline penasaran, tapi entah mengapa pandangannya mulai kabur.“Wanita itu ….”Sial, Adeline hanya bisa melihat samar-samar bibir River menggumamkan sesuatu. Dirinya terlanjur pingsan karena mabuknya sangat parah. River pun menahan tubuh Adeline, lalu membaringkannya ke ranjang agar istri
“Maaf, apa saya mengganggu Anda?” Nacho bertanya saat melihat wajah Adeline yang terkejut.Ya, lelaki itu datang dengan tatapan sulit diterka.“Tidak. Ada perlu apa Anda ke sini?” Adeline menjawab bingung.“Ah … tidak. Saya hanya khawatir karena Anda tadi malam minum sangat banyak.”Adeline langsung melebarkan maniknya seraya menyahut, “a-apa semalam saya membuat keributan di bar?”“Sebenarnya saya melihat Anda bertengkar dengan seorang pria saat mabuk. Saya jadi cemas dan—”“Untuk apa kau mencemaskan istriku?!” Belum tuntas ucapan Nacho, River tiba-tiba menyambar dari belakang.Ekspresi Nacho berubah muram, jelas sekali dia tak senang dengan kedatangan suami Adeline.“River?” Adeline menatap suaminya.Alih-alih menimpali sang istri, River malah memicing ke arah Nacho seraya mendengus lebih tajam. “Enyahlah!”“Apa yang kau katakan? Nacho tamuku, dia sudah membantuku dan Amber saat di bar,” sahut Adeline yang mencium bau permusuhan.“Tamu macam apa yang mengaku sebagai kekasihmu?!” dec
‘A-apa ini? Bunga mawar lagi?! Jangan-jangan yang mengirim ….” Adeline tertegun dengan manik gemetar.“Nyonya?” Sang Kurir kembali memanggil karena Adeline tak kunjung menerima mawar itu.Adeline buyar dari lamunan dan segera mengambil bunga tadi. Dia was-was saat meraih kartu ucapan yang tersemat di antara mawar. Dan ya, sesuai dugaannya bunga ini dikirim oleh Mr. F!Adeline buru-buru menyembunyikan kartu yang bertuliskan ucapan selamat ulang tahun. Namun, tentunya menimbulkan rasa curiga sang suami.“Siapa yang mengirimnya?” River bertanya.“Ah? Ti-tidak ada nama pengirimnya. Mungkin dari Amber, dia bilang ingin mengirimkan hadiah,” jawab Adeline berdalih.Mendengar itu, River malah menarik sebelah bibirnya ke atas. Dia tahu Adeline berbohong.“Bunga ini sama seperti waktu itu, tapi sebelumnya kau bilang bunganya untuk acara hotel. Apa yang kau sembunyikan, istriku?” Suara pria itu berubah dingin dan rendah.“A-apa maksudmu? Tentu saja bunga waktu itu untuk acara hotel,” sahut Adeli
‘Apa dia begitu kedinginan?’ Siegran membatin canggung.Meski sempat menolak, tapi akhirnya lelaki itu memeluk Amber. Selama ini Siegran hanya mengabdikan hidupnya untuk melayani River, jadi dia tak pernah punya hubungan spesial dengan wanita dan tak tahu harus bagaimana menghadapi Amber.Diam-diam dia memandangi wajah Amber yang terlelap di dadanya. ‘Wanita ini … kenapa dia bisa langsung tidur padahal sedang bersama orang asing?’Tanpa sadar, tatapan Siegran turun dan terpaku pada bibir Amber. Ya, bibir yang kemarin malam dengan panas menciumnya. Lipstik merah yang dibuat berantakan saat dia membalas ciuman wanita itu.‘Tidak! Apa yang aku pikirkan?!’ batin Siegran buyar dari lamunan.Perlahan, dia pun meregangkan pelukan. Dia menyandarkan Amber di kursi dan melangkupkan jasnya lebih tinggi untuk menyelimuti wanita itu.‘Aku harus segera memperbaiki mobil ini,’ gemingnya yang lantas kembali berkutik dengan mesin.Hampir satu jam, akhirnya Siegran berhasil membuat mobil itu menyala. B
“Benar, Nyonya. Usia kandungan Anda sekarang mencapai minggu ketiga,” tutur Dokter menjelaskan.Adeline membeku mendengar fakta ini. Sungguh, dia tak pernah membayangkan bahwa akan mengandung seorang bayi. Dengan manik gemetar, Adeline meraba perut. ‘D-di sini, di sini ada bayi? Jika sudah tiga minggu … maka ini terjadi ketika River mabuk malam itu?’Ya, itu saat River kehilangan bukti dan saksi dalam kasus Freya. Pria tersebut sangat mabuk dan tak sengaja menghabiskan malam panas bersama Adeline.‘Aish, sial! Mengapa aku sangat ceroboh? Kami melakukannya tanpa persiapan dan aku tidak minum pil kontrasepsi!’ batin Adeline tegang.“Masa awal kehamilan sangat rentan, Nyonya. Anda bisa mudah kelelahan dan mual jika melihat makanan tertentu. Namun, Anda tidak perlu khawatir. Jika Anda memperhatikan kesehatan, maka bayi Anda tentu akan sehat.” Dokter itu bicara dengan wajah binar. Namun, agaknya Adeline tidak menyimak penjelasan hingga dokter tadi menyentuh bahunya.“Nyonya? Anda baik-ba
***Malam itu River dan Adeline menghadiri pesta kemenangan di I&S Hotel. Presiden baru San Pedro itu mengundang keluarga Herakles secara khusus, sebab berhasil memenangkan pemilihan berkat andil besar River.Sebuah limosin hitam mewah berhenti di depan I&S Hotel. Dan itu menarik perhatian banyak tamu di sana. Terlebih saat River muncul menawan dengan balutan jas hitamnya. Meski mulai berumur, tapi ketampanan pria itu tetap paripurna.Dia menjulurkan tangan pada Adeline yang baru keluar dari limosinnya. Semua pasang mata juga tertuju pada wanita itu, yang tampil anggun dengan dress hitam elegan.“Astaga, mereka pasti pasangan paling serasi sepanjang abad. Meski sudah memiliki tiga anak remaja, tapi Tuan River dan Nyonya Adeline tetap bersinar!” bisik seorang perempuan yang memegang gelas wine.Teman di sebelahnya pun membalas pelan. “Kau benar. Aku benar-benar iri melihat mereka. Kapan aku punya suami seperti Tuan River? Aku sudah lelah dengan status lajang bertahun-tahun.”“Ehei! Kau
“Saya mohon maaf, Tuan. Saya bersalah karena menempatkan Tuan Muda Johan dalam bahaya,” tukas Siegran dengan leher tegang.Dia bersiap menerima hukuman dari River. Padahal Siegran sendiri tahu seberapa cemasnya River dengan putranya yang satu itu.Namun, alih-alih menyahut dengan kata-kata, River malah bangkit dan menatap Siegran yang diserang tegang sejak tadi.“Baguslah!” katanya yang sontak memicu Siegran mengernyit.“Ma-maaf?” Siegeran menyahut bingung.Dia mengira telinganya salah dengar, tapi saat melihat raut wajah River, agaknya tuannya tersebut memang memujinya.“Aku percaya pada penilaianmu,” tukas River yang lantas memasukan kedua tangan ke saku celananya. “Johan memang berbeda dengan Jenson. Sejak kecil, dia tumbuh di dunia yang keras, penuh darah dan beragam senjata mematikan untuk bertahan hidup. Karena itu aku tak heran kalau dia tidak bisa diam saja saat ada situasi genting.”Siegran terdiam, tapi alisnya berangsur mendapuk saat melihat seringai tipis di bibir River.
***Berita kematian Sabrina Daniester sampai ke telinga Sebastian sehari sebelum pemilihan. Seorang asisten yang baru melaporkan berita itu, malah dilempar asbak oleh calon presiden tersebut.“Apa maksudmu, hah? Tidak mungkin Nyonya ma … tidak! Kau tidak tahu Sabrina Daniester orang seperti apa. Di wanita hebat yang punya segalanya. Ada banyak pengawal berkemampuan tinggi yang mengurusnya. Dan aku baru saja menemui Nyonya beberapa hari lalu. Mana mungkin? Mana mungkin sekarang dia mati?!” Sebastian mendengus tak percaya.Memang tak ada berita yang tersebar ke media, sebab secara resmi Sabrina Daniester masihlah tawanan yang ada di penjara.“Mo-mohon maaf, Tuan. Laporan dari penjaga yang tersisa, ada seorang pria yang menyerang Rather Hall kemarin malam,” tutur Asisten Sebastian ragu-ragu.Lawan bincangnya memicing kian berang dan lantas menimpali. “Apa kau bilang? Seorang pria? Maksudmu satu orang?!”“Be-benar, Tuan. Orang itu datang membawa jasad Tuan Frederick, lalu menghabisi beber
Alih-alih kembali ke mansion Devante, River malah membawa mayat Frederick ke mobilnya. Dia memacu kendaraan itu amat kencang menembus jalanan malam yang sepi.‘Sekarang aku akan mengakhiri semuanya. Dendam masa lalu itu harus selesai, demi Adeline dan anak-anakku!’ batin pria tersebut menatap tajam.Maniknya melirik Frederick yang tergeletak di kursi belakang.‘Dia pasti sudah lama merencanakan pembalasan dendam. Kali ini aku yang akan menyelesaikan segalanya!’ sambung River yang lantas menginjak gas kian dalam.Hingga setelah lama mengemudi, River bisa melihat bangunan megah yang dikelilingi tembok besar. Di pintu masuknya ada gerbang yang tertutup. Akan tetapi River tak peduli. Dia terus melesatkan mobilnya dan menabrak gerbang yang ada di depan. Suara gubrakan keras terdengar saat bemper mobil River menghantam gerbang itu. Hal ini membuat beberapa penjaga di sana tersentak kaget.“Sial! Orang gila mana yang berani masuk sembarangan?!” tukas salah satu penjaga di sana.Rekannya yang
“Hah, sial!” Fredercik mengumpat tajam.Alisnya mendapuk dengan seringai miring saat River menahan mata tajam belatinya dengan sebelah tangan. Ya, tanpa peduli telapak tangannya berlumuran darah, River tetap mencengkeramnya seolah itu bukanlah apa-apa.“Aku tidak akan mengampunimu!” cecarnya yang lantas memutar tangan Frederick hingga belatinya berbalik arah.Tanpa ragu, River semakin menekannya hingga benda tajam itu menusuk dada Frederick. Namun, sialnya sang sepupu dengan keras mendorongnya menjauh, hingga River tak sampai menekan belatinya terlalu dalam.“Argh, brengsek!” Frederick mengumpat keras sambil mencabut belati itu dari dadanya.Akan tetapi dirinya tak menduga bahwa di depan sana River sudah mengeluarkan pistol dan mengacungkan padanya.“Hah … aku terlalu meremehkanmu. Rupanya kau masih gesit meskipun sudah tua!” Frederick mencecar geram.Tapi tanpa menjawab apapun, River langsung melesatkan peluru pada paha Frederick. Lelaki tersebut mengernyit sambil berdiri dengan tump
‘Sial! Bajingan yang membawa Adeline benar-benar Frederick!’ batin River dengan amukan membengkak.Tanpa ragu, dia langsung menginjak gas dan membanting setir untuk memotong jalan. Nyaris saja mobil dari arah depan menghantamnya, tapi sang pengemudi mati-matian menginjak rem sebelum menabrak mobil River.“Dasar, bajingan sialan! Jika tidak bisa menyetir, jangan bawa mobil!” cecar pengemudi itu mengeluarkan kepala dari jendela.River tak meggubris. Di kepalanya hanya ada Adeline. Ya, River tahu seberapa gilanya Frederick. Dia sudah menyaksikan Jenson yang tergantung di atap, lantas apa yang akan dilakukan pria itu pada istrinya sekarang?“Brengsek! Aku akan membunuhnya jika menyentuh Adeline seujung rambut saja!” tukas River menatap amat tajam.Sial sekali mobil Frederick melaju amat cepat, hingga dia ketinggalan jauh. Namun, itu bukan masalah. River menginjak gas amat dalam, melaju kencang menyalip beberapa mobil yang menghalangi jalannya.‘Aish, sial! Dia pasti mau membawa Adeline k
‘Adeline, apa yang terjadi? Apa itu kecelakaan?’ batin River ragu-ragu.Dia coba menghubungi sopir yang mengemudi mobil wanita itu, sialnya tetap nihil. Anteknya tersebut tidak mengangkat panggilan juga.Tanpa buang waktu, River pun melacak ponsel Adeline. Dari system, gawai sang istri berada tak jauh dari Picasso Hotel.Kening pria itu mengernyit ketika perasaan buruk menyerangnya. Dia tahu anteknya yang bersama Adeline bukan orang ringkih. Hingga tanpa ragu, dia pun beranjak pergi ke lokasi wanita tersebut.Baru masuk mobilnya, River pun menghubungi Siegran yang sudah berada di depan vila sekitar hutan La Daga.“Siegran, jika situasi terlalu berbahaya, kau cukup awasi sekitar. Kita tunda penyerangan. Aku tidak bisa datang karena Adeline dalam bahaya!” tukasnya disertai tatapan tajam.Dari seberang, tangan kanannya itu pun menjawab, “Tuan, orang kita sudah menyusup ke dalam. Tapi Frederick tidak ada di markas. Dari perbincangan anak buahnya, Frederick masih ada di pusat San Pedro!”
“Jadi mereka semua bekerja sama?!” tukas River menyeringai tajam.Tanpa mengangkat pandangan, pria itu lantas berkata, “Siegran, segera bongkar kebusukan Sebastian dan Howard Company!”Ya, dia langsung mengambil keputusan, setelah mengetahui calon presiden itu bertemu Frederick di Rather Hall. River tahu betul bahwa tempat itu property pribadi keluarga Daniester yang disembunyikan. Jadi sudah pasti Sabrina Daniester ada di sana juga.“Lakukan itu sehari sebelum pemilihan. Dengan begitu, mereka tidak punya waktu untuk memperbaiki citranya,” sambung River meletakkan tab tadi ke meja.“Saya mengerti, Tuan. Lalu bagaimana dengan Frederick dan Sabrina? Mereka pasti merencanakan penyerangan lagi. Anak-anak Anda akan dalam bahaya, terutama Nona Jennifer. Sejak insiden penculikan Tuan Muda Jenson, Frederick selalu mengawasi akademi balet La Huerta.” Siegran berkata cemas.River menyatukan alisnya dengan tatapan garang.“Aku tahu. Sampai hari pemilihan, anak-anak tidak akan keluar dari mansion
“Apa ini? Tidak disangka Calon Presiden ikut dalam pertemuan seperti ini,” ujar Frederick dengan tatapan sinis.Ya, orang yang datang memanglah Sebastian Howard. Alih-alih menjawab, lelaki dengan perut buncit itu malah melangkah ke dekat Sabrina.“Nyonya, apa maksudnya ini? Saya pikir ini pertemuan privat, tapi kenapa ada orang lain di sini?” katanya protes.Mendengar sindiran tersebut, Frederick seketika menyeringai sinis. Dia mengepulkan asap rokoknya, lalu mematikan dengan kasar ke asbak yang ada di meja.“Sabrina, Sebenarnya siapa yang ‘orang lain’ di sini?” decaknya memicing berang.Sabrina melirik Sebastian seraya berkata tegas. “Diam dan duduklah. Waktu kita tidak banyak. Kalian sendiri tahu, siapa orang yang kita hadapi!”“Tapi, Nyonya—”“Kau berani menentangku?!” sentak Sabrina lebih tajam sebelum Sebastian menyelesaikan perkataannya.Hanya dengan satu kalimat itu, Sebastian langsung bungkam. Frederick pun tercengang karena Sebastian yang seorang calon presiden dan pemilik Ho