Alis Jenson berkedut saat melihat Johan menggenggam erat tangan Ashley. Melihat arah mereka datang dari tangga darurat, sudah pasti dari atap. “Adikku, aku mencarimu karena kau tidak ada di ruang rawat. Padahal kau baru siuman, tapi kenapa malah keluar? Itupun bersama Nona Ashley?” Jenson bergantian menatap Johan dan sang tunangan. “Kalian dari atap? Tapi kenapa terlihat buru-buru?” Johan bungkam, sementara Ashley melirik ke samping tangga untuk memeriksa antek-antek Max. ‘Hah?! Apa mereka mengejar?’ batin gadis itu yang samar-samar mendengar langkah kaki mendekat. Tiap detik suaranya semakin jelas. Mungkin itu sudah dekat. Hingga tanpa ragu Ashley pun meraih tangan Jenson dengan sebelah tangannya, lalu menarik dua pemuda itu berlari menjauh. “Cepat, kita harus kabur dan sembunyi!” tukasnya tergesa-gesa. Jenson mengernyit, tapi dia tak ada kesempatan bertanya kenapa dia harus berlari. Pemuda itu malah mengamati rambut Ashley yang terurai memantul dari delakang. Gadis itu membawa
“Pria tua itu tertembak! A-apa ini terror?!” Seorang pendukung berteriak. Situasi pun semakin ricuh. Apalagi saat para pendukung melihat darah kakek tua itu mengucur deras dari dadanya. Banyak warga yang berhamburan lari, sementara sejumlah wartawan sibuk berdesakan untuk mengabadikan momen eksklusif ini. “Lindungi Tuan Sebastian!” pekik asisten Sebastian yang lantas membuat para Bodyguard bersiaga. Asisten Sebastian tadi menghampiri tuannya dengan wajah panik. “Apa Anda baik-baik saja, Tuan?” tanyanya cemas begitu melihat wajah dan baju putih Sebastian yang terkena darah. Sang tuan mengernyit. Rahangnya pun mengeras saat menahan amarah. Dia menarik bahu asistennya seraya berbisik tajam. “Temukan bajingan yang berani merusak acaraku!” “Saya mengerti, Tuan!” sahut sang asisten mengangguk. Sebastian pun beralih menatap kakek tua yang ambruk di bawahnya. Raut wajahnya seketika berubah cemas. “Astaga, tolong panggilkan ambulance. Cepat, siapapun tolong panggil tenaga medis. Kakek
“Tuan River!” tukas Ashley saat berpaling dan melihat orang yang datang.Dia pun bangkit dari duduknya, lalu memberikan salam hormat.“Nona Muda Walter, kenapa kau di sini? Di mana putraku?” tanya River kemudian.Dia memindai sekitar dan melihat brankar di ruangan itu rapi. Artinya Johan memang tidak ada di sini.“Mo-mohon maaf. Ini gara-gara saya, putra Anda meminta saya bertukar ruang rawat,” balas Ashley ragu-ragu. “Tadi ada orang yang mengejar saya, jadi saya bersembunyi di sini. Mungkin sekarang mereka sudah pergi, jadi saya akan kembali ke ruang rawat saya.”“Tidak perlu. Katakan saja di mana putraku?” sahut River tanpa ekspresi.“Ah, mungkin ada di ruang rawat saya. Ruang B12 di lantai ini juga.”“Baiklah, kau bisa istirahat lagi,” tut
“Sebentar lagi obatnya pasti akan bekerja!” tukas Ludwig yang seketika membuat gelas wine di cengkeraman Adeline terlepas. Bunyi pekak beling yang berhamburan, sontak menarik perhatian banyak orang yang tengah berada di acara lelang lukisan I&S Hotel. Dengan manik terbelalak, Adeline segera menyahut, “apa yang kau lakukan, Kak Ludwig?!” Bukannya menjelaskan, Ludwig Daniester malah mendekati adik tirinya. Dengan tatapan penuh hasrat berbahaya, pria itu menyeringai seolah mengejek Adeline. “Berhenti memanggilku Kakak, Adeline. Wanita ular sepertimu, hanya pantas untuk pria bernafsu binatang sepertiku.” Pria itu berbisik dengan sinisnya. “Jadi, mari kita nikmati malam ini bersama!” Adeline yang tahu rencana bejat Ludwig untuk menidurinya, sekejap panik bukan main. ‘Sialan! Ludwig telah menjebakku. Tidak bisa, aku tidak boleh diam saja!’ “Benarkah? Kalau begitu lihat, apa Kakak bisa menghadapiku?!” sungut wanita itu yang lantas membuat Ludwig mengernyit. Belum sempat sang pria berta
Sungguh gila, akhirnya permainan ranjang panas tak bisa terbendung, hingga malam penuh peluh pun menjadi sejarah mereka. Dan kala bangun di pagi hari, River tampak memasang ekspresi bengis karena Adeline sudah tidak ada di sampingnya. Pria itu menutup dahinya dengan lengan kiri seraya menyeringai tipis. ‘Ternyata dia sengaja bermain denganku agar bisa kabur, ya? Jangan senang dulu, Nona. Aku pasti menemukanmu, meski kau lari ke ujung dunia sekalipun!’ gemingnya bertekad keras. Namun, saat River bangkit dari ranjang, dia menyadari ada barangnya yang hilang. Wajahnya seketika berubah bengis sembari mengumpat, “sialan! Apa wanita itu yang mencurinya?!” Sedangkan di lobi hotel, seorang lelaki dengan potongan rambut cepak tampak cemas menanti seseorang. “Nona Adeline?!” pekiknya kemudian. Wajahnya tampak antusias saat melihat Adeline keluar dari lift dan berjalan ke arahnya dengan terburu-buru. “Akhirnya saya menemukan Anda,” lanjut lelaki tadi yang adalah Sopir Adeline. “Apakah Nona
“Adeline!” Sabrina menggeram saat melihat putri tirinya datang ke ruang keluarga.Matanya memindai penampilan Adeline dari atas sampai bawah sembari melanjutkan. “Apa yang kau pakai sebenarnya? Apa kau ingin mempermalukan keluarga Daniester, hah?!”“Memangnya ada apa, Ibu? Bukankah tidak ada yang salah? Saya hanya memakai pakaian yang menurut saya nyaman. Apakah Ibu juga ingin mengatur baju saya?” Adeline menyambar seiring dengan kepalanya yang menoleh ke arah Sabrina.“Dan lagi, kita hanya bertemu dengan keluarga Lazlo. Mengapa saya harus berusaha keras memberikan penampilan terbaik? Bukankah tidak ada yang spesial, karena keluarga Lazlo dan keluarga Daniester sudah seperti saudara?”Wanita itu kembali menambahkan kata-kata pedasnya, hingga membuat semua pasang mata terheran-heran, termasuk Alfred. Ya, pria yang akan menjadi suami Adeline itu awalnya terkejut, tapi dirinya sungguh tahu cara untuk menghadapi Adeline.“Tidak masalah, Nyonya Sabrina. Apapun yang dikenakan oleh Adeline,
“Apa yang kau bicarakan, Adeline? Sejak kapan kau dekat dengan seorang pria?!” Heinry yang selama ini tak memperhatikan kehidupan putrinya, langsung terkejut.Namun, belum sempat Adeline membalas, Sabrina lebih dulu mendecak sinis. “Apa kau pikir kami akan percaya? Kau sudah berusaha merusak perjodohan saat pertemuan keluarga. Apa kau pikir aku tidak tahu jika kali ini juga trik licikmu untuk lolos dari perjodohan?!”Adeline sempat menegang, tapi dia berusaha keras menata ekspresinya tetap datar di depan ayah dan ibu tirinya.Sabrina pun menjulurkan tangannya ke pipi Adeline sembari bergeming, “sepertinya wajah cantik ini harus mendapat tamparan lebih keras. Kau bilang sudah memiliki calon suami sendiri? Konyol sekali!”“Ya, Ayah dan Ibu tidak salah dengar. Saya memang memiliki calon suami, dan kami sudah menjalani hubungan cukup lama!” sambar Adeline yang seketika membuat alis Sabrina saling bertaut.Alih-alih murka lebih kencang, tawa Sabrina malah meledak. Dia terbahak-bahak meliha
‘Apa dia sudah gila? Untuk apa aku menikahi seorang pembunuh?!’ batin Adeline dengan manik membelalak lebar.Meski bungkam, River bisa melihat jelas bahwa wanita di hadapannya sedang terkejut. Namun, dirinya tak peduli dengan hal ini, sebab yang dia butuhkan adalah jawaban. Adeline berusaha menata ekspresinya seraya bertanya, “mengapa saya harus menikah dengan Anda?”“Anda tahu bahwa saya tidak sedang memohon ‘kan? Waktu Anda untuk memutuskan hanya lima menit, jadi pikirkan baik-baik sebelum saya mengambil tindakan tegas!” sahut River dengan wajah tenang, tapi kata-katanya jelas mengandung ancaman.“Mana mungkin saya memutuskan hanya dalam lima menit?!”“Waktu Anda tinggal empat menit lagi!” River mendecak sembari melirik arloji di pergelangan tangan kirinya.Dan itu, sungguh membuat Adeline tak habis pikir sampai dirinya pun mendengus, “a-apa Anda sudah gila?! Bagaimana bisa—”Adeline seketika menghentikan ucapnya saat asisten River tiba-tiba berdiri di belakang sembari mengarahkan p