“Berkencan katamu? Hei, apa kau menganggap hubungan kita serius?!” Ashley mencibir seiring langkahnya mengikuti Jenson dari belakang.Ya, dia tak bisa menolak ajakan calon tunangannya karena Derek pasti akan menghukumnya. Bahkan ayahnya itu meminta pelayan membantu Ashley berdandan dengan baju lebih layak sebelum pergi. “Aish, dia mengabaikanku? Kenapa tidak menjawab?!” Ashley mengangkat dress panjangnya, lalu menyusul pemuda di depannya.Gadis itu tak tahu kalau pendengaran Jenson kurang normal. Jadi pemuda tersebut tidak bisa mendengar cibirannya jika dia tidak bicara lebih keras. Hingga akhirnya Ashley menepuk bahu Jenson saat pemuda itu membuka pintu mobil untuknya.“Hei, kau dengar aku tidak?” tukas Ashley begitu Jenson berpaling.Pemuda itu mengedutkan alisnya dengan tatapan dingin. Ekspresinya yang muram langsung membuat Ashley menarik tangannya lagi. “Oh, maaf. Aku bicara padamu, tapi kau tidak menjawab. Jadi ….”“Jadi apa yang Anda tanyakan, Nona?” sahut Jenson memotong.As
“Dasar pengecut! Jika kau kesal padaku, kenapa menyerang orang lain, hah?!” Ashley menatap Max amat tajam. Lawan bincangnya menyeringai dan lantas menyambar, “maka harusnya kau jangan membuatku kesal, Ashley!” “Kau tau, aku akan menyingkirkan setiap kutu yang mendekatimu. Tidak peduli jika mereka keluarga Herakles sekalipun!” sambung Maximilian dengan sorot mata gilanya. Mendengar itu, Jenson merasa diremehkan. Tangannya mengepal geram melihat darah Jennifer menggelenyar dari titik sayatan. Dan itu memicu emosinya membengkak karena seumur hidup Jenson tak pernah menyakiti adiknya. ‘Max, atau siapapun bajingan ini, aku harus memberinya pelajaran!’ batin Jenson mulai melangkah. Tanpa diduga Jennifer yang sejak tadi diam, malah menyikut ulu hati Max amat kuat. Begitu cengkeraman pemuda itu longgar, Jennifer langsung menampik tangan Max yang memegang belati hingga menjauhi lehernya. “Menyingkir dariku, sialan!” umpat Jenny penuh emosi. Namun, saat dirinya hendak kabur, tiba-tiba Max
“Sialan! Lalu kenapa kau malah ke sini? Cepat kejar dan seret dia ke hadapanku!” Max mendengus murka. Bawahannya tampak ragu sebab Max sepertinya kesulitan menghadapi Johan. “Tapi bagaimana dengan Anda, Tuan Muda? Apa Anda butuh bantuan?” tanyanya. Maximilian mendapukkan alisnya dan lantas mendecak, “aku bilang tangkap Ashley, bodoh!” “Baik, Tuan Muda!” Sang bawahan langsung berlalu. Max pun melonggarkan tekanan belatinya, berniat menyusul ke depan untuk menemui Ahsley. Namun, Johan tak bisa membiarkan begitu saja. “Max, urusan kita belum selesai!” decak Johan yang seketika memutar tangan Max hingga belatinya terjatuh. “Argh!” Max mengerang. Belum sampai menampik, Johan langsung membekuk tanganya ke belakang, sampai dia tak bisa memberontak. “Kau pikir bisa pergi begitu saja setelah membuat kekacauan ini?!” decak Johan tegas. Ya, dia sengaja menahan Max agar Jenson bisa membawa kabur Jennifer dan Ashley. Dan benar saja, di depan gedung Alpha’s House, Ashley dan Jennifer sud
“Maksudmu Ibu mertua?!” River bertanya dengan alis mendapuk. Adeline menarik seringai miring dan lantas membalas, “sejak kapan dia jadi ibu mertuamu? Dia bahkan bukan ibu kandungku!” “Aku tau, istriku. Aku hanya tidak ingin menyebut namanya. Karena dia, kau sangat menderita,” sahut River dengan gigi terkatup. Adeline jadi teringat saat-saat menyesakkan selama berada di mansion Daniester. Bahkan tubuhnya merinding setiap kali orang awam menyebutnya dengan nama belakang. Nyonya Daniester! “Sabrina menderita penyakit mental karena depresi setelah kehilangan semuanya. Ayah, Kak Ludwig, bahkan kekuasaannya terhadap DNS Group. Dia tidak bisa lolos dari siksaan para Narapidana sampai mengalami depresi berat!” tukas Adeline mengedutkan alisnya. Dia mengepalkan tangannya geram, seraya melanjutkan. “Dengan alasan penyakit mental, Tuan Besar Daniester menggunakan kekuasaannya untuk mengeluarkan Sabrina dan membawanya ke rumah sakit jiwa. Tapi kau tau, bukan? Selama di luar penjara, Sabrina b
“Si-siapa yang kau maksud?” Johan bertanya bingung.Dia membuang pandangan, lalu berdehem untuk meredakan canggung. Tapi Jennifer yang hafal dengan sifatnya, tentu saja tau kalau Johan sedang menghindar.“Kenapa berlagak tidak tau? Kak Johan tidak bisa bohong padaku!” sahut Jennifer sengaja menggoda.“Yah, aku ketahuan. Tentu saja ada gadis yang aku sukai. Siapa lagi kalau bukan kau? Adikku yang paling manis!” Johan berkata disertai senyum tipis. Mendengar itu, bibir Jennifer seketika tertekuk ke bawah.“Cih! Kakak mau menyembunyikannya dariku? Lihat saja, aku akan mencaritahu!” tukasnya menaikkan sebelah alis.“Kau sendiri, kenapa tiba-tiba menerima Lionel?” Johan berbalik menyelidiki.Sang adik mengerjap. Dia melihat rasa cemas di mata Johan dan tiba-tiba tertawa.“Lionel si Tuan Muda dari Herald itu?” tutur Jennifer mengangkat kedua alisnya.Dia berdehem, sorot matanya menatap Johan lebih lekat seraya berujar, “Kakak, mari bertukar informasi. Katakan siapa gadis itu, maka aku akan
“Kau?!” Johan tertegun melihat Ashley. “Ke-kenapa kau bisa ada di sini? Sedang apa kau—”“Apa sih yang kau bicarakan? Cepat ikuti aku!” Ashley menyambar sebelum ucapan Johan tuntas.Dia bergegas menarik pemuda itu pergi. Jennifer yang baru turun pun mengernyit, melihat punggung kakaknya menjauh. Dia menyipitkan mata, tapi sialnya tak bisa melihat wajah Ashley yang buru-buru menyeret Johan.“Kak Johan bersama perempuan? Apa dia kekasihnya? Mau ke mana mereka?” gumam Jennifer menahan senyum. Tiba-tiba saja pengamatan Jennifer buyar saat ponselnya bergetar. Dia melirik gawai tersebut dan mengangkat panggilannya.“Ya, Mommy. Aku dan Kak Johan sudah sampai,” tuturnya menyahut Adeline dari seberang. “Baiklah, aku akan masuk bersama Paman Siegran.”Jennifer menoleh dan berjalan masuk ke Picasso Hotel. Siegran pun mengikutinya dari samping sambil menjaga dengan waspada.“Aku dengar Nyonya Walter baru meninggal. Mengapa mereka buru-buru mengadakan pertunangan?” Jennifer bertanya seraya melir
‘Aish, sial! Mereka memukul Sopirnya, jadi ….’ Ahsley menjeda ucapannya dalam hati saat melihat sang Sopir pingsan di luar mobil.Lelaki bermasker yang duduk di kursi kemudi menyalakan mobilnya, hingga memicu Ahsley kian panik.“Katakan siapa kalian! Apa Max yang menyuruh kalian?!” Ashley mendecak geram.Alih-alih menjawab, lelaki bermasker hitam tadi malah menginjak pedal gas dan langsung melesat dari Picasso Hotel.Saat itu Siegran yang sedang memeriksa keamanan sekitar hotel, langsung mengernyit melihat sopir Ashley tergeletak. Dia mengamati mobil Ashley yang baru pergi dan menyadari sesuatu.‘Tuan Muda Johan?!’ batinnya mengenali pemuda yang ada di kursi belakang. ‘Tuan Muda bersama siapa? Sepertinya … itu Nona Ashley?’Iris Siegran semakin lebar kala melihat dua lelaki bermasker hitam di kursi depan. Seketika itu kecurigaannya membumbung.‘Aish, sial! Sepertinya ada yang tidak beres!’ batinnya.Siegran berpaling pada dua rekan di belakangnya, lalu berkata, “kalian amankan orang i
“Tuan Muda?!” Siegran memekik buncah.Dia yang tak bisa melihat jelas siapa yang tertembak menjadi kian resah. Tanpa ragu Siegran langsung melesatkan pelurunya di kaca dekat kemudi.“Brengsek! Apa dia gila?!” umpat lelaki bermasker hitam dari dalam, saat Siegran menembah dengan brutal.Dia buru-buru meraih senjata api dari selipan pinggangnya.“Kau tangani anak-anak sialan ini!” decaknya melirik sang rekan. Tangannya dengan cepat membuka pintu, lalu menendang Siegran amat kuat. Siegran terhuyung, tapi beruntung dia bisa menjaga keseimbangan kakinya, hingga dengan sigap menembakkan peluru tepat di lengan lelaki tersebut.“Argh!” Lelaki masker hitam itu mengerang.Namun, Siegran yang tak kenal ampun langsung berlari ke arahnya dan menghajar wajahnya yang meringis kesakitan. Melihat rekannya yang terdesak, lelaki beralis tebal terpaksa keluar. Tapi baru saja menginjak aspal, Johan segera menarik bahu dan lantas melayangkan pukulan keras di wajahnya.“Bocah brengsek!” umpat si alis teba
Saat itulah Rachel naik ke lantai atas dan menghampiri Ashley. Dia berhenti di hadapan adik tirinya, lalu mengibaskan tangannya, memberi kode untuk minggir.Namun, dengan keras kepala Ashley tetap di tempatnya. Lagi pula ini rumahnya, ini kamar miliknya!“Aish … adikku, kau tidak mau pergi?” Rachel berkata sambil menaikkan sebelah alisnya.“Siapa yang kau sebut Adik, hah?!” Ashley menyahut sinis. “Apa kau tidak malu? Kau dan ibumu bisa masuk ke mansion ini karena belas kasih ayahku. Tapi sekarang, kau ingin merebut milikku?!”Alih-alih menyahut langsung dengan kata-kata, Rachel justru mengikis jarak dari Ashley. Dia semakin dekat, tapi Ashley tetap mengangkat dagunya tanpa gentar. Dan tiba-tiba saja, Rachel langsung menjambak rambut Ashley amat kuat, sampai-sampai gadis itu mendongak kesakitan.“Argh! Apa yang kau lakukan?!” Ashley mendengus kesal.Rachel semakin keras menarik rambut Ashley seraya menimpali. “Panggil aku Kakak!”“Siapa kau berani memerintahku?!” sambar Ashley berang.
“Rachel, tidurmu jadi terganggu, ya?” Rose berujar sambil mendekati gadis rambut pirang tersebut.“Mommy, apa yang terjadi?” Rachel melangkah ke arah pelukan Rose.Matanya memicing pada Ashley. Alisnya pun mendapuk, seolah jijik dengan penampilan Ashley yang berantakan. Apalagi pipinya tampak merah, bekas tamparan keras Derek.“Dia siapa, Mommy?” Rachel bertanya heran.“Ah … d-dia Ashley. Saudara—”“Dia adik tirimu!” Derek menyambar sebelum ucapan Rose tuntas.Namun, kalimat singkat itu sontak memicu Ashley membelalak bingung. Dia bahkan bungkam beberapa saat, berharap salah dengar. Akan tetapi raut wajah sang ayah tak menunjukkan candaan.“Hah! Apa yang Ayah katakan? Adik tiri?!” Ashley memastikan dengan leher tegang.Belum sampai Derek membenarkan, Rose dengan hati-hati berkata, “maaf, Ashley. Ibu terlambat memberitahumu, ya? Ini Rachel, kakak tirimu. Karena kita sudah menjadi keluarga, jadi Rachel akan tinggal di sini juga.”Mendengar itu, dada Ashley langsung berkobar. Satu siluma
“Asley, bagaimana kau bisa jadi seliar ini? Sejak kapan ayah mengajarimu minum alkohol? Apalagi main bersama lelaki berandalan, hah?!” Derek memberang penuh amarah.Sang putri yang tak mengerti dengan sikapnya, kini tertegun.“A-ayah … sepertinya Ayah salah paham. Aku memang ada di bar untuk ker—”“Kau masih berani membantah?!” Derek langsung menyambar sebelum ucapan Ashley tuntas.Gadis itu melangkah lebih dekat, berusaha menjelaskan agar ayahnya jadi tenang. Namun, Derek dengan geramnya menyambar beberapa lembar foto dari nakas belakangnya, lalu melemparkan pada Ashley.Manik Ashley sontak berubah selebar cakram saat melihat potret dirinya yang tengah pingsan, sedang berada di antara dua pria yang memegang botol alkohol.“Hah! A-apa ini?!” Ashley menegang.Dia tahu foto itu rekayasa. Pasti Rose yang membuatnya. Tapi tetap saja Ashley sangat merinding sebab pria-pria tadi adalah dua orang yang sebelumnya menyekap Ashley di gedung tua. Sial, sensasi empedu seperti naik ke tenggorokan
*** “Buka pintunya!” titah seorang lelaki berbadan gempal yang membawa nampan makanan. Rekannya yang memiliki tato ular di lehernya, melirik bubur di nampan itu.“Apa dia bisa memakannya?” tanyanya.Lelaki gempal tadi menaikkan sebelah alisnya seraya menimpali, “siapa yang peduli? Yang penting kita sudah memberinya makanan. Kalau dia tidak mau makan, ya sudah. Mati saja sana. Itu lebih memudahkan pekerjaan kita.”Temannya tadi menarik seringai miring dan lantas membuka kunci pintu ruangan Ashley disekap. Di sana, gadis itu tampak pucat sebab sudah sehari dua malam ini perutnya tidak terisi makanan atau minuman. Dia memicing tajam saat dua lelaki mendatanginya. Lelaki bertato ular tadi melepas tali yang mengikat tangan dan kaki Ashley pada pilar. Begitu bebas, gadis itu seketika ambruk karena seluruh tubuhnya lemas. Lelaki gempal pun menyodorkan nampan makanan pada Ashley. “Makanlah jika kau masih mau hidup!”Alih-alih senang, Ashley justru menampik nampan tadi hingga mangkok bubu
“Putraku. Golongan darah putraku dan River sama,” ujar Adeline diliputi tegang. Tenaga medis di hadapannya pun menimpali, “mohon maaf, apa maksudnya putra Anda yang juga terluka dan datang bersama Tuan River? Kondisinya tidak memungkinkan jika melakukan tranfusi darah saat terluka, Nyonya.” “Tidak. Adiknya, saudara kembar Jenson. Aku akan membawa saudara kembar putraku ke sini,” sahut Adeline menjelaskan. Ya, tak ada pilihan lain yang cepat selain meminta bantuan Johan. Akhirnya Adeline menghubungi pemuda tersebut dan memintanya datang ke rumah sakit. Usai menunggu beberapa waktu, Johan pun tiba. Dia bergegas mengikuti perawat untuk mendonorkan darahnya pada River. “Johan,” tutur Adeline memanggil sang putra yang baru datang. “Mommy, bagaimana keadaan Daddy dan Jenson?” tanya pemuda tersebut. Dengan ekspresi tegang, Adeline pun menimpali, “mereka baru saja memindahkan Jenson ke ruang rawat, tapi Daddy sangat membutuhkanmu sekarang.” “Mommy tenang saja, saya sudah di sini. Daddy
Jennifer menoleh ke belakang saat suara langkah itu tak lagi terdengar. ‘Apa tadi hanya perasaanku?’ gemingnya mengerutkan kening. Tatapannya terus waspada, lalu kembali melangkah menuju lokernya. Namun, ketika dia berjalan beberapa langkah, suara tadi kembali menggema seakan mengikutinya. Jennfer terhenti dan detik itu juga tiba-tiba seseorang menepuk bahunya. “Hah!” Jennifer tersentak. Gadis itu dengan cepat berbalik dan langsung memukul lengan orang yang menyentuhnya. Dia hendak merengkuh punggung orang tersebut, lalu membantingnya. Akan tetapi, orang tadi malah mencekal tangan Jennifer, bahkan meraih pinggang gadis itu dan merapatkan pada tubuhnya. “Reflek yang bagus, gadisku,” bisik suara seorang pemuda. Jennifer mendongak. Di tengah kegelapan itu, dia menajamkan pandangan dan baru mengenali wajah orang di hadapannya. “Lionel?” katanya. “Apa aku mengejutkanmu?” sahut pemuda tersebut. “Ck!” Jennifer mendecak dan lantas mendorong Lionel menjauh darinya. Tapi pemuda itu kem
‘Hah! A-apa yang aku dengar?!’ batin Adeline tertegun.Ponsel yang digenggamnya pun jatuh. Dia nyaris tak percaya dengan pendengarannya, tapi suara yang memanggilnya sangatlah jelas. “Tidak mungkin! I-ini … tidak mungkin. Bajingan itu kembali?” gumamya terserang tegang.Bayangan wajah pria pemilik suara itu memenuhi kepala, hingga membuat napas Adeline tercekat. Sementara Johan yang semula berdiri di dekat jendela, kini langsung menghampiri sang ibu di tepi ranjang. Dia tampak cemas melihat Adeline terserang panik.“Mommy? Ada apa? Mommy baik-baik saja?” Pemuda itu bertanya.Adeline tak langsung menyahut. Bahkan dia seperti tak mendengar ucapan putranya. Johan pun menyentuh bahu wanita itu seraya berujar, “Mommy?”“Ah?!” Adeline akhirnya tersadar. “Johan, Mommy tidak apa-apa.” Wanita itu melanjutkan disertai senyum.Akan tetapi Johan tahu sang ibu tersenyum paksa. Dia melirik layar ponsel yang terjatuh ke ranjang, tapi Adeline buru-buru meraihnya dan membalik layarnya agar sang pu
S2: Aku Harus Memastikannya “Tuan River!” Terdengar suara lelaki memekik kencang. Itu anak buah River. Dia bergegas naik ke tangga dan menghampiri sang tuan. “Tuan River!” Lelaki itu membelalak saat melihat luka tembak dan darah yang mengalir dari perut River. “Tuan, bertahanlah. Kami akan membawa Anda ke rumah sakit!” Anak buah tersebut merengkuh River karena api dari ledakan di lantai dua mulai menyebar. Alih-alih langsung menurut, River malah menahan tangan anak buahnya tersebut. Dengan tatapan gemetar, pria itu bertanya, “Jenson. D-di mana Jenson? Apa kalian menemukannya?” “Ya, Tuan. Kami menemukan Tuan Muda Jenson jatuh dari atap,” sahut anak buah tersebut yang sontak memicu River melebarkan maniknya. “Tapi Anda tenang saja, Tuan Muda Jenson akan baik-baik saja. Beliau tidak terluka parah.” Mendengar itu, kecemasan River tak terkikis banyak. Dia tak akan lega sampai melihat kondisi sang putra dengan mata kepalanya sendiri. “Aku harus memastikannya!” tukas River penuh tekad
“Kau?!” Sorot Mata River bertambah tajam saat melihat sosok di balik masker hitam itu.Dia nyaris tak percaya, tapi wajah lelaki di hadapannya benar-benar jelas.“Apa kabar, Sepupu?!” ujar Frederick tersenyum miring.Ya, laki-laki itu memanglah Frederick Chen. Sepupu River yang lama koma akibat kecelakaan hebat sembilan belas tahun lalu. River tak tahu kapan Frederick sadar. Sudah lama dia tak mendengar kabarnya, karena Leah-nenek River telah memindahkan Frederick ke rumah sakit lain tanpa sepengetahuan orang lain.“Padahal aku merindukan Princess, tapi kau malah datang dengan tikusmu. Aku benar-benar kecewa!” Frederick melanjutkan sambil menaikkan kedua alisnya.Alih-alih langsung menyambar, River justru menekan cengkeraman lebih kuat di leher Frederick. Amukannya seketika membengkak saat sepupunya itu menyinggung sang istri.“Ugh ….” Napas Frederick sangat tercekat, tapi River tak peduli.“Kau! Berani sekali muncul di hadapanku lagi. Harusnya saat itu aku membunuhmu!” tukas River de