***“Nona Walter?!” Jenson melebarkan irisnya saat melihat Ahsley masuk ballroom Picasso Hotel.Penampilan gadis itu yang berantakan memicu banyak tanya. Terlebih Ashley datang bersama Johan yang terluka.Ya, akhirnya Ashley dan Johan bisa lolos dari Maximilian saat beberapa anak buah River datang. Mereka dan Siegran menghadang antek-antek Max. Meski luka tembak dan tusukan di dada Johan kian menyakitkan, tapi pemuda itu berupaya keras membawa Ashley kembali ke Picasso. Sebab martabat keluarga Herakles dipertaruhkan!Namun, Ashley yang melihat Jenson justru membelalak tegang. Dia mengerjap, tapi wajah pemuda di hadapannya tidak berubah.‘Ja-jadi … mereka kembar?!’ batinnya tercengang. ‘Ba-bagaimana aku bisa tidak tau? Tidak, tunggu dulu. Kenapa Ayah tidak memberitahuku?’Ashley terpaku pada Jenson yang kini mendekatinya. Rambut pirang dengan manik abu itu memang sosok yang muncul di pertemuan keluarga. Sedangkan Johan yang rambutnya masih hitam alami dan leher penuh tato, adalah pemud
“Jenson, menyingkir!” Adeline memekik frustasi.Dirinya sangat khawatir karena pendengaran putranya bermasalah. Bahkan dengan impulsive, Adeline hendak berlari ke arahnya, tapi Jennifer segera menahan karena itu berbahaya.“Tidak, Mommy!” tukas gadis itu mencekal Adeline.Beruntungnya Jenson menyadari situasi. Dia mendongak dengan mata terbelalak.‘Aish, sial!’ batinnya yang dengan cepat mendorong Ashley turun dari podium.Mereka tersungkur ke lantai. Jenson pun mendekap Ashley dan melindungi gadis itu dari pecahan kaca lampu kristal yang berhamburan. “Argh!” Jenson mengernyit saat punggungnya tak sengaja terkena pecahan kaca tersebut.Orang-orang pun menjerit. Semua mata terbelalak karena lampu itu tiba-tiba jatuh. Bahkan beberapa dari mereka langsung mangkir dari ballroom.Namun, Adeline dan Jennifer justru mendekati podium. Mereka menghampiri Jenson dengan wajah tegang.“Jens, kau tidak apa-apa?” Adeline bertanya panik.Irisnya semakin lebar saat melihat punggung putranya terluka.
S2: Dia Tidak Bergerak Sendiri“Dia akan masuk lift!” Seorang Bodyguard Herakles memekik saat melihat lelaki bermasker tersebut.Dirinya dan beberapa rekan mengejar lebih cepat. Karena pintu lift lama terbuka, akhirnya si lelaki bermasker beralih ke tangga darurat. Dia buru-buru turun, tapi para bodyguard itu tidak membiarkannya lolos dengan mudah.Mereka terus mengejar. Bahkan seorang dari Bodyguard itu memekik tajam. “Berhenti atau aku akan menembakmu!”Alih-alih peduli, lelaki bermasker tadi tetap menuruni tangga dengan buncah. Hingga tanpa segan, bodyguard yang berteriak tadi, melesatkan pelurunya tepat ke kaki lelaki tersebut. Betisnya yang tertembak membuat langkahnya pincang, hingga dia terguling dari tangga dan tersungkur ke dasar lantai.Lelaki tersebut mengernyit kesakitan.Seluruh tulangnya seolah remuk, lebih-lebih lagi kakinya seperti terkoyak karena anak timah panas itu. Namun, anehnya dia tak mengerang atau mengeluh sedikit pun. Dia tetap bungkam saat darah mengucur dera
“Ini hadiah pertama karena kau berani menantangku, River Reiner! Waktumu hanya lima belas menit!” tukas seseorang dari seberang. “Hei—” River menelan kata-katanya lagi saat orang itu mematikan telepon. Dia coba menelepon balik, tapi nomor itu sudah tidak aktif. Agaknya orang tersebut menggunakan ponsel sekali pakai dan sengaja mematikannya agar River tak bisa melacaknya. “Aish, brengsek!” River mengumpat geram. Jenson yang melihat amukan di wajah ayahnya pun bertanya, “Daddy, apa ada masalah?” “Tetaplah di sini menjaga Johan dan Nona Walter. Jangan kembali ke Picasso Hotel tanpa ijin Daddy. Kau mengerti?” sahut River menatap tegas. Jenson merasa ada yang tidak beres. Dari titah ayahnya, dia bisa menerka itu masalah besar. Namun, karena River belum memberitahu detailnya, maka Jenson hanya bisa mengikuti perintah. “Baik, Daddy,” sahut Jenson akhirnya. Tanpa membuang waktu, River pun bergegas pergi dari rumah sakit. Seorang anak buahnya segera membuka pintu belakang mobil karena R
“Sialan!” Siegran mengumpat saat beberapa monitor di depannya eror.Bahkan sejumlah komputer di ruang kontrol itu layarnya berubah gelap dan muncul barisan huruf yang menemuhi monitornya.“Brengsek! Apa seseorang meretas system Picasso Hotel?!” Siegran mendecak sengit.Jika ini dibiarkan, maka situasi semakin bahaya. Terlebih Jennifer masih terjebak di dalam lift. Jika system hotel tak segera dipulihkan, bisa-bisa Jennifer akan meregang nyawa karena tak bisa keluar saat bom meledak.Siegran melirik arloji sembari membatin, ‘tidak ada waktu lagi!’Dia yang cukup handal dalam pemrograman, langsung duduk di depan salah satu komputer itu. Tatapan tajamnya hanya fokus ke monitor. Jarinya juga mulai bergerak cepat untuk memulihkan system Picasso Hotel tersebut.Sementara di depan Picasso Hotel, River yang baru datang pun memindai sekitar. Alisnya menyatu karena tidak melihat istri dan putrinya.‘Aish, di mana Adeline dan Jenny?!’ batinnya dengan rahang mengeras.Pria itu pun masuk ke hotel
***‘Brengsek! Beraninya mereka bermain-main denganku!’River melepas jas hitam dan dasinya. Tangannya menggulung lengan kemeja sampai sebatas siku, lalu berkata, “kau bisa menebak siapa pelakunya?”Siegran yang mengikuti River ke ruang kerjanya, kini mengernyit dengan tatapan penuh selidik.“Mungkinkah Howard Company?” tuturnya menerka.“Bingo!” sahut River seraya menaikkan sebelah alisnya.Sebelumnya dia mendapat telepon dari nomor tak dikenal dan mendapat peringatan. Siapa yang menyangka rupanya penelepon anonim itu mempermainkannya dengan memasang bom asap di Picasso Hotel?!Ya, usai menemukan bom rakitan di bawah meja ballroom Picasso Hotel, ternyata bom itu tidak meledak. Melainkan hanya mengeluarkan asap tebal yang memenuhi ruangan dan membuat sesak napas. River amat kesal karena dibodohi. Sebab itu dirinya bertekad menemukan pelakunya.“Hanya Howard Company yang diuntungkan dari rusaknya acara malam ini. Selain itu, bukankah kau bilang putra mereka yang menculik Johan dan Nona
“Jangan bergerak, Nona!” tukas Jenson mencekal tangan Ashley.Sang gadis menatap waspada, seiring tangan Jenson saat menarik uraian rambutnya yang tersangkut di anting.“Sekarang sudah aman,” bisik pemuda itu tersenyum tipis.Alih-alih berterima kasih, Ashley justru menghempas cengkeraman Jenson darinya.“Jaga batasanmu, Tuan Muda Jenson!” decak Ashley sengit. “Jangan berlagak dekat, karena kita—”“Tunangan!” sahut Jenson segera menyambar.Gadis di hadapannya mengernyit, tapi belum sampai Ashley menimpali, Jenson kembali berkata, “benar, bukan? Kita sudah bertunangan, maka saya bertanggungjawab melindungi Anda, Nona!”“Lucu sekali! Kita hanya bertunangan, bukannya menikah!” Ashley membantah sinis.“Ah … jadi Anda ingin kita menikah?” sambar Jenson seraya menaikkan sebelah alisnya.Sungguh, Ahsley benar-benar tak menduga jawaban itu. Dia kini melihat jelas perbedaan karakter Jenson dan Johan.“Cih! Kenapa kau percaya diri sekali?!” Gadis tersebut mendesis sambil menyeringai tipis.“Akh
“Sayang!” Rose bergegas menarik Derek. Dia memeluk lelaki tersebut seraya melanjutkan. “Tenanglah, Sayang. Kau bisa benar-benar membunuh Ashley jika seperti ini.” Ya, wanita simpanan Derek itu mulai berani muncul di depan umum. Awalnya dia hanya mengunjungi Derek di mansion Walter. Namun, setelah istri Derek tiada, Rose tak segan-segan mengambil perannya dan itu membuat Ashley semakin muak. “Anak ini sudah keterlaluan. Bagaimana bisa dia kabur di acara pertunangan dan hampir—” “Aku tau kau marah, tapi mungkin Ashley punya alasan,” sahut Rose sebelum ucapan Derek tuntas. Dirinya melirik Ashley yang terbaring di brankar, lalu bertanya, “benar ‘kan, Ashley? Ibu tau kau mungkin punya hubungan dengan putra kedua keluarga Herakles, tapi ayahmu sudah menjodohkan—” “Diamlah!” Ashley langsung menyambar sengit. “Ibu kau bilang? Sejak kapan kau jadi ibuku?! Berhenti mengoceh dan keluarlah. Hanya melihat wajahmu sudah membuatku mual!” “Ashley!” Derek mendecak murka. Namun, Rose segera mena