“Kekasih?! Lucu sekali, sejak kapan kau punya kekasih selain aku, Ashley?!” Pemuda itu mendecak berang.Ashley semakin erat menggenggam lengan Johan dan lantas menyambar, “bukan urusanmu, Max! Kau yang membuangku, jadi jangan mengusikku lagi!”Meski ekspresi Ashley tampak bengis, tapi Johan bisa melihat matanya bergetar dari jarak sedekat itu. “Tidak, Ashley. Sampai kapan pun aku tidak akan melepasmu!” sambar Maximilian tajam.Irisnya melirik beberapa lelaki berjas hitam di sekitarnya, memberi kode agar mereka segera membawa Ashley padanya.Seketika itu orang-orang berjas hitam mendekati Ashley. Gadis itu mundur, mencari perlindungan di balik bahu Johan.“Ke mari, Nona. Menurutlah agar kami tidak menggunakan cara kasar!” decak salah satu lelaki tersebut.Ashley memicing, lalu mendengus sinis. “Tidak! Jangan mendekat!”Bukannya berhenti, lelaki jas hitam itu malah berniat menarik Ashley. Namun, Johan seketika mencekal tangannya sebelum dia menyentuh gadis tersebut.“Kau tuli? Dia tida
“Kau pikir aku akan mengemis padamu?! Jangan bermimpi, Max. Aku tidak sudi menerima bantuanmu sedikitpun!” tukas Ashley memicing.Seringai berbahaya muncul di bibir Max. Melihat mantan kekasihnya membangkang, justru kian memacu hasratnya untuk menaklukkan.“Padahal ini kesempatanmu terakhir. Karena kau menolakku, kau harus bersiap tidur di penjara, Ashley!” sahut Max amat tegas.Benar saja, hari itu Ashley terpaksa bermalam di lantai sel yang dingin. Dia duduk dan menekuk lututnya di sudut kala para tahanan melihatnya dengan sinis. Saat itulah, Ahsley teringat wajah pucat sang ibu yang sepanjang hari berbaring di tempat tidur.Ya, mendiang ibunya menderita leukimia. Penyakitnya itu semakin parah saat sang ayah membawa pulang wanita lain dan bilang akan menikahinya. Sejak itu, potret keluarga sempurna dalam pikiran Ashley langsung hancur.‘I-ibu … kenapa Ibu meninggalkanku? Kenapa Ibu pergi dan membuat pelacur itu merebut Ayah dan semuanya?’ batin Ashley dengan napas sesaknya. ‘Ibu … b
“Kau bercanda? Tidak mungkin kau melupakan orang yang hampir kau tabrak kemarin malam ‘kan?!” Ashley berbisik seiring alisnya yang menyatu.Semua orang terpaku padanya. Terutama Jenson yang kini menatapnya heran, bahkan sorot matanya seolah berkata, ‘apa kau gila?’Pemuda itu mendekat, lalu berkata, “Nona, apa Anda salah satu fans saya?”Ya, jelas sekali Jenson berpikir seperti itu, sebab banyak sekali gadis yang coba mendekatinya dengan cara aneh. Namun, Ashley seketika mengernyit dan berpikir pemuda itu hilang akal.‘Fans katanya?! Hah … gila. Apa dia pikir dirinya Aktor terkenal?!’ batinnya dengan alis berkedut.Dia mendekati Jenson, wajahnya menjulur dan berbisik tepat di telinganya. “Kau pasti mau kabur dan tidak ingin bertanggungjawab ‘kan?!”“Apa?!” Jenson mengernyit.“Tidak usah berpura-pura bodoh!” sambar Ashley sinis. “Aku yang jatuh, kenapa kau yang hilang ingatan?!”“Nona Walter, sebenarnya apa yang kau bicarakan?!” Jenson menyahut dengan sorot penuh tanya.Jelas sekali pe
“Tuan Derek, anak-anak sangat bersemangat. Bagaimana jika pertunangannya diadakan akhir bulan ini?” River berkata dengan tatapan dinginnya. Dia beralih mengamati Jenson dan Ashley seraya melanjutkan. “Kita buat pesta pertunangannya sebelum liburan musim panas berakhir. Jadi tidak mengganggu kegiatan belajar anak-anak kita.” “Hoho saya setuju, Tuan Reiner. Lebih cepat lebih baik agar kerja sama kita bisa segera dimulai!” sambar Derek tanpa rasa malu. River menyeringai. Jika bukan karena para pengkhianat La Huerta, dia tidak akan sudi mengorbankan putranya bertunangan di usia semuda ini. Apalagi dengan keluarga Walter yang sering terlibat masalah, bahkan reputasinya sempat hancur setelah Ashley muncul di berita kemarin. “Istriku, apa kau setuju?” River bertanya pada Adeline di sebelahnya. Sang wanita tersenyum dingin dan lantas membalas, “jika Jens tidak keberatan, maka itu tidak masalah.” River tahu, Adeline yang paling menentang rencana ini. Tapi setelah berdiskusi dan Jens
‘Aish, apa kita ketahuan?’ batin Johan dengan manik terbelalak. Tangannya menjulur hendak menarik rokok Jenson, tapi sang kakak malah menahan lengannya. Sebelah alis Jenson terangkat, memberi kode pada Johan agar berpaling ke belakang. Begitu Johan menoleh, dahinya pun langsung mengerut. “Aku pikir Mommy!” katanya masih menggigit sebatang rokok. “Apa?” Jennifer pun menyahut sinis. “Jadi kalian tidak takut karena aku yang datang? Ha … kalian benar-benar meremehkanku!” Adik bungsunya itu tiba-tiba menyambar sebungkus rokok dari genggaman Johan. Sang kakak mengerjap, tapi Jennifer malah menyembunyikan rokok itu ke belakang punggungnya. “Jenny, apa yang kau lakukan? Be-berikan padaku,” tutur Jenson membujuk. “Kenapa aku harus?” sahut Jennifer menaikkan salah satu alisnya. “Kalian belum boleh merokok. Jika Mommy atau Daddy tahu, apa ya hukuman yang akan kalian dapat?” Dirinya sengaja memancing. Johan menatap cemas, tapi Jenson sangat hafal dengan sikap adik bungsunya ini, Je
“Kau bilang hotel?!” River memastikan dengan tatapan tajamnya. “Benar, Tuan. Mereka mendatangi hotel keluarga Herald, jadi orang-orang kita hanya bisa mengawasi dari luar sebab penjagaan di sana sangat ketat,” balas Siegran menjelaskan. Seringai berbahaya muncul di sebelah bibir River saat membayangkan tindakan Jennifer. “Dia memang putriku!” tukasnya. Namun, reaksi itu seketika membuat Siegran jadi bingung. Dia mengernyit, was-was bila mulutnya telah mengatakan kesalahan. "Ha … Jennny! Anak itu sangat berbakat, bukan?” “Ma-maaf?!” Siegran menyambar bingung. Dia yang sejak tadi ragu menyampaikan laporan ini, sebab takut bila River marah atau kecewa, justru tercengang. Siegran pikir River akan menghukum putrinya, tapi rupanya Jennifer lolos begitu saja? “Kau lupa keluarga Herald sangat menutup rapat hotelnya? Mereka menempatkan banyak penjaga dan bahkan memilih tamu sejak kejadian itu!” River berujar sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke meja. “Jennifer. Panggil putriku
“Apa dua telinga itu hanya pajangan? Sejak kapan Ayah mengajarimu bersikap kasar? Jika tingkahmu seperti ini pada calon ibumu, bagaimana nanti di keluarga Herakles? Bisa-bisa kau lebih liar dan membuat keluarga Walter malu!” Derek mendengus murka. “Jadi pergilah ke ruang bawah tanah dan renungkan perbuatanmu!”Alih-alih gentar, Ashley malah menatap lebih tajam.Dia melirik wanita di pelukan ayahnya seraya berkata, “aku tidak bersalah, Ayah. Pelacur itu yang menamparku dan pura-pura jatuh saat Ayah datang!”Rose langsung merapatkan alisnya dengan wajah tegang, tapi dia buru-buru mengubah ekspresi jadi menyedihkan saat Derek menatapnya.“Sa-sayang, itu tidak benar. Kenapa aku harus memukul Ashley? Dia akan jadi putriku, jadi aku tidak mungkin menyakitinya,” tutur Rose berkaca-kaca.Derek sangat lemah jika wanita itu memelas, tapi Ashley tak bisa membiarkannya. Gadis itu tanpa ragu mendengus tegas. “Ayah lihat, apa yang sedang dipakai pelacur itu?! Itu baju kesayangan Ibu. Baju yang sel
“Berkencan katamu? Hei, apa kau menganggap hubungan kita serius?!” Ashley mencibir seiring langkahnya mengikuti Jenson dari belakang.Ya, dia tak bisa menolak ajakan calon tunangannya karena Derek pasti akan menghukumnya. Bahkan ayahnya itu meminta pelayan membantu Ashley berdandan dengan baju lebih layak sebelum pergi. “Aish, dia mengabaikanku? Kenapa tidak menjawab?!” Ashley mengangkat dress panjangnya, lalu menyusul pemuda di depannya.Gadis itu tak tahu kalau pendengaran Jenson kurang normal. Jadi pemuda tersebut tidak bisa mendengar cibirannya jika dia tidak bicara lebih keras. Hingga akhirnya Ashley menepuk bahu Jenson saat pemuda itu membuka pintu mobil untuknya.“Hei, kau dengar aku tidak?” tukas Ashley begitu Jenson berpaling.Pemuda itu mengedutkan alisnya dengan tatapan dingin. Ekspresinya yang muram langsung membuat Ashley menarik tangannya lagi. “Oh, maaf. Aku bicara padamu, tapi kau tidak menjawab. Jadi ….”“Jadi apa yang Anda tanyakan, Nona?” sahut Jenson memotong.As
Saat itulah Rachel naik ke lantai atas dan menghampiri Ashley. Dia berhenti di hadapan adik tirinya, lalu mengibaskan tangannya, memberi kode untuk minggir.Namun, dengan keras kepala Ashley tetap di tempatnya. Lagi pula ini rumahnya, ini kamar miliknya!“Aish … adikku, kau tidak mau pergi?” Rachel berkata sambil menaikkan sebelah alisnya.“Siapa yang kau sebut Adik, hah?!” Ashley menyahut sinis. “Apa kau tidak malu? Kau dan ibumu bisa masuk ke mansion ini karena belas kasih ayahku. Tapi sekarang, kau ingin merebut milikku?!”Alih-alih menyahut langsung dengan kata-kata, Rachel justru mengikis jarak dari Ashley. Dia semakin dekat, tapi Ashley tetap mengangkat dagunya tanpa gentar. Dan tiba-tiba saja, Rachel langsung menjambak rambut Ashley amat kuat, sampai-sampai gadis itu mendongak kesakitan.“Argh! Apa yang kau lakukan?!” Ashley mendengus kesal.Rachel semakin keras menarik rambut Ashley seraya menimpali. “Panggil aku Kakak!”“Siapa kau berani memerintahku?!” sambar Ashley berang.
“Rachel, tidurmu jadi terganggu, ya?” Rose berujar sambil mendekati gadis rambut pirang tersebut.“Mommy, apa yang terjadi?” Rachel melangkah ke arah pelukan Rose.Matanya memicing pada Ashley. Alisnya pun mendapuk, seolah jijik dengan penampilan Ashley yang berantakan. Apalagi pipinya tampak merah, bekas tamparan keras Derek.“Dia siapa, Mommy?” Rachel bertanya heran.“Ah … d-dia Ashley. Saudara—”“Dia adik tirimu!” Derek menyambar sebelum ucapan Rose tuntas.Namun, kalimat singkat itu sontak memicu Ashley membelalak bingung. Dia bahkan bungkam beberapa saat, berharap salah dengar. Akan tetapi raut wajah sang ayah tak menunjukkan candaan.“Hah! Apa yang Ayah katakan? Adik tiri?!” Ashley memastikan dengan leher tegang.Belum sampai Derek membenarkan, Rose dengan hati-hati berkata, “maaf, Ashley. Ibu terlambat memberitahumu, ya? Ini Rachel, kakak tirimu. Karena kita sudah menjadi keluarga, jadi Rachel akan tinggal di sini juga.”Mendengar itu, dada Ashley langsung berkobar. Satu siluma
“Asley, bagaimana kau bisa jadi seliar ini? Sejak kapan ayah mengajarimu minum alkohol? Apalagi main bersama lelaki berandalan, hah?!” Derek memberang penuh amarah.Sang putri yang tak mengerti dengan sikapnya, kini tertegun.“A-ayah … sepertinya Ayah salah paham. Aku memang ada di bar untuk ker—”“Kau masih berani membantah?!” Derek langsung menyambar sebelum ucapan Ashley tuntas.Gadis itu melangkah lebih dekat, berusaha menjelaskan agar ayahnya jadi tenang. Namun, Derek dengan geramnya menyambar beberapa lembar foto dari nakas belakangnya, lalu melemparkan pada Ashley.Manik Ashley sontak berubah selebar cakram saat melihat potret dirinya yang tengah pingsan, sedang berada di antara dua pria yang memegang botol alkohol.“Hah! A-apa ini?!” Ashley menegang.Dia tahu foto itu rekayasa. Pasti Rose yang membuatnya. Tapi tetap saja Ashley sangat merinding sebab pria-pria tadi adalah dua orang yang sebelumnya menyekap Ashley di gedung tua. Sial, sensasi empedu seperti naik ke tenggorokan
*** “Buka pintunya!” titah seorang lelaki berbadan gempal yang membawa nampan makanan. Rekannya yang memiliki tato ular di lehernya, melirik bubur di nampan itu.“Apa dia bisa memakannya?” tanyanya.Lelaki gempal tadi menaikkan sebelah alisnya seraya menimpali, “siapa yang peduli? Yang penting kita sudah memberinya makanan. Kalau dia tidak mau makan, ya sudah. Mati saja sana. Itu lebih memudahkan pekerjaan kita.”Temannya tadi menarik seringai miring dan lantas membuka kunci pintu ruangan Ashley disekap. Di sana, gadis itu tampak pucat sebab sudah sehari dua malam ini perutnya tidak terisi makanan atau minuman. Dia memicing tajam saat dua lelaki mendatanginya. Lelaki bertato ular tadi melepas tali yang mengikat tangan dan kaki Ashley pada pilar. Begitu bebas, gadis itu seketika ambruk karena seluruh tubuhnya lemas. Lelaki gempal pun menyodorkan nampan makanan pada Ashley. “Makanlah jika kau masih mau hidup!”Alih-alih senang, Ashley justru menampik nampan tadi hingga mangkok bubu
“Putraku. Golongan darah putraku dan River sama,” ujar Adeline diliputi tegang. Tenaga medis di hadapannya pun menimpali, “mohon maaf, apa maksudnya putra Anda yang juga terluka dan datang bersama Tuan River? Kondisinya tidak memungkinkan jika melakukan tranfusi darah saat terluka, Nyonya.” “Tidak. Adiknya, saudara kembar Jenson. Aku akan membawa saudara kembar putraku ke sini,” sahut Adeline menjelaskan. Ya, tak ada pilihan lain yang cepat selain meminta bantuan Johan. Akhirnya Adeline menghubungi pemuda tersebut dan memintanya datang ke rumah sakit. Usai menunggu beberapa waktu, Johan pun tiba. Dia bergegas mengikuti perawat untuk mendonorkan darahnya pada River. “Johan,” tutur Adeline memanggil sang putra yang baru datang. “Mommy, bagaimana keadaan Daddy dan Jenson?” tanya pemuda tersebut. Dengan ekspresi tegang, Adeline pun menimpali, “mereka baru saja memindahkan Jenson ke ruang rawat, tapi Daddy sangat membutuhkanmu sekarang.” “Mommy tenang saja, saya sudah di sini. Daddy
Jennifer menoleh ke belakang saat suara langkah itu tak lagi terdengar. ‘Apa tadi hanya perasaanku?’ gemingnya mengerutkan kening. Tatapannya terus waspada, lalu kembali melangkah menuju lokernya. Namun, ketika dia berjalan beberapa langkah, suara tadi kembali menggema seakan mengikutinya. Jennfer terhenti dan detik itu juga tiba-tiba seseorang menepuk bahunya. “Hah!” Jennifer tersentak. Gadis itu dengan cepat berbalik dan langsung memukul lengan orang yang menyentuhnya. Dia hendak merengkuh punggung orang tersebut, lalu membantingnya. Akan tetapi, orang tadi malah mencekal tangan Jennifer, bahkan meraih pinggang gadis itu dan merapatkan pada tubuhnya. “Reflek yang bagus, gadisku,” bisik suara seorang pemuda. Jennifer mendongak. Di tengah kegelapan itu, dia menajamkan pandangan dan baru mengenali wajah orang di hadapannya. “Lionel?” katanya. “Apa aku mengejutkanmu?” sahut pemuda tersebut. “Ck!” Jennifer mendecak dan lantas mendorong Lionel menjauh darinya. Tapi pemuda itu kem
‘Hah! A-apa yang aku dengar?!’ batin Adeline tertegun.Ponsel yang digenggamnya pun jatuh. Dia nyaris tak percaya dengan pendengarannya, tapi suara yang memanggilnya sangatlah jelas. “Tidak mungkin! I-ini … tidak mungkin. Bajingan itu kembali?” gumamya terserang tegang.Bayangan wajah pria pemilik suara itu memenuhi kepala, hingga membuat napas Adeline tercekat. Sementara Johan yang semula berdiri di dekat jendela, kini langsung menghampiri sang ibu di tepi ranjang. Dia tampak cemas melihat Adeline terserang panik.“Mommy? Ada apa? Mommy baik-baik saja?” Pemuda itu bertanya.Adeline tak langsung menyahut. Bahkan dia seperti tak mendengar ucapan putranya. Johan pun menyentuh bahu wanita itu seraya berujar, “Mommy?”“Ah?!” Adeline akhirnya tersadar. “Johan, Mommy tidak apa-apa.” Wanita itu melanjutkan disertai senyum.Akan tetapi Johan tahu sang ibu tersenyum paksa. Dia melirik layar ponsel yang terjatuh ke ranjang, tapi Adeline buru-buru meraihnya dan membalik layarnya agar sang pu
S2: Aku Harus Memastikannya “Tuan River!” Terdengar suara lelaki memekik kencang. Itu anak buah River. Dia bergegas naik ke tangga dan menghampiri sang tuan. “Tuan River!” Lelaki itu membelalak saat melihat luka tembak dan darah yang mengalir dari perut River. “Tuan, bertahanlah. Kami akan membawa Anda ke rumah sakit!” Anak buah tersebut merengkuh River karena api dari ledakan di lantai dua mulai menyebar. Alih-alih langsung menurut, River malah menahan tangan anak buahnya tersebut. Dengan tatapan gemetar, pria itu bertanya, “Jenson. D-di mana Jenson? Apa kalian menemukannya?” “Ya, Tuan. Kami menemukan Tuan Muda Jenson jatuh dari atap,” sahut anak buah tersebut yang sontak memicu River melebarkan maniknya. “Tapi Anda tenang saja, Tuan Muda Jenson akan baik-baik saja. Beliau tidak terluka parah.” Mendengar itu, kecemasan River tak terkikis banyak. Dia tak akan lega sampai melihat kondisi sang putra dengan mata kepalanya sendiri. “Aku harus memastikannya!” tukas River penuh tekad
“Kau?!” Sorot Mata River bertambah tajam saat melihat sosok di balik masker hitam itu.Dia nyaris tak percaya, tapi wajah lelaki di hadapannya benar-benar jelas.“Apa kabar, Sepupu?!” ujar Frederick tersenyum miring.Ya, laki-laki itu memanglah Frederick Chen. Sepupu River yang lama koma akibat kecelakaan hebat sembilan belas tahun lalu. River tak tahu kapan Frederick sadar. Sudah lama dia tak mendengar kabarnya, karena Leah-nenek River telah memindahkan Frederick ke rumah sakit lain tanpa sepengetahuan orang lain.“Padahal aku merindukan Princess, tapi kau malah datang dengan tikusmu. Aku benar-benar kecewa!” Frederick melanjutkan sambil menaikkan kedua alisnya.Alih-alih langsung menyambar, River justru menekan cengkeraman lebih kuat di leher Frederick. Amukannya seketika membengkak saat sepupunya itu menyinggung sang istri.“Ugh ….” Napas Frederick sangat tercekat, tapi River tak peduli.“Kau! Berani sekali muncul di hadapanku lagi. Harusnya saat itu aku membunuhmu!” tukas River de