***“Ibu meninggal, tapi Ayah malah tidur bersama pelacur sebelum pemakaman selesai?!” Ashley mendecak geram saat membuka kamar sang ayah.Air matanya mengancam tumpah melihat pria dan wanita di sana, yang buru-buru menutupi tubuh telanjang mereka.“Jaga bicaramu, Ashley. Dia akan jadi ibumu!” sambar sang pria melotot tajam.Mendengar itu, rasanya Ashley jadi mual. Terlebih saat melihat wanita telanjang itu menggelayut manja pada dada ayahnya. Sorot matanya seolah mengejek Ashley.“Apa Ayah gila?!” sambar Ashley yang kini memicing pada wanita tadi. “Pelacur itu yang membunuh Ibu. Kenapa dia harus menjadi ibuku?! Harusnya aku membunuhnya. Aku akan membunuhnya sekarang!”Ashley membanting pintu dan berjalan masuk dengan tatapan tajam.Wanita terlanjang tadi seketika memeluk ayah Ashley sembari mendesah, “ah … Sayang. A-ashley sepertinya membenciku. Dia … d-dia tidak akan menerimaku jadi ibunya.”“Kenapa kalian hanya diam di luar?! Cepat seret Ashley pergi!” Pria itu mendecak murka.Hing
“Kekasih?! Lucu sekali, sejak kapan kau punya kekasih selain aku, Ashley?!” Pemuda itu mendecak berang.Ashley semakin erat menggenggam lengan Johan dan lantas menyambar, “bukan urusanmu, Max! Kau yang membuangku, jadi jangan mengusikku lagi!”Meski ekspresi Ashley tampak bengis, tapi Johan bisa melihat matanya bergetar dari jarak sedekat itu. “Tidak, Ashley. Sampai kapan pun aku tidak akan melepasmu!” sambar Maximilian tajam.Irisnya melirik beberapa lelaki berjas hitam di sekitarnya, memberi kode agar mereka segera membawa Ashley padanya.Seketika itu orang-orang berjas hitam mendekati Ashley. Gadis itu mundur, mencari perlindungan di balik bahu Johan.“Ke mari, Nona. Menurutlah agar kami tidak menggunakan cara kasar!” decak salah satu lelaki tersebut.Ashley memicing, lalu mendengus sinis. “Tidak! Jangan mendekat!”Bukannya berhenti, lelaki jas hitam itu malah berniat menarik Ashley. Namun, Johan seketika mencekal tangannya sebelum dia menyentuh gadis tersebut.“Kau tuli? Dia tida
“Kau pikir aku akan mengemis padamu?! Jangan bermimpi, Max. Aku tidak sudi menerima bantuanmu sedikitpun!” tukas Ashley memicing.Seringai berbahaya muncul di bibir Max. Melihat mantan kekasihnya membangkang, justru kian memacu hasratnya untuk menaklukkan.“Padahal ini kesempatanmu terakhir. Karena kau menolakku, kau harus bersiap tidur di penjara, Ashley!” sahut Max amat tegas.Benar saja, hari itu Ashley terpaksa bermalam di lantai sel yang dingin. Dia duduk dan menekuk lututnya di sudut kala para tahanan melihatnya dengan sinis. Saat itulah, Ahsley teringat wajah pucat sang ibu yang sepanjang hari berbaring di tempat tidur.Ya, mendiang ibunya menderita leukimia. Penyakitnya itu semakin parah saat sang ayah membawa pulang wanita lain dan bilang akan menikahinya. Sejak itu, potret keluarga sempurna dalam pikiran Ashley langsung hancur.‘I-ibu … kenapa Ibu meninggalkanku? Kenapa Ibu pergi dan membuat pelacur itu merebut Ayah dan semuanya?’ batin Ashley dengan napas sesaknya. ‘Ibu … b
“Kau bercanda? Tidak mungkin kau melupakan orang yang hampir kau tabrak kemarin malam ‘kan?!” Ashley berbisik seiring alisnya yang menyatu.Semua orang terpaku padanya. Terutama Jenson yang kini menatapnya heran, bahkan sorot matanya seolah berkata, ‘apa kau gila?’Pemuda itu mendekat, lalu berkata, “Nona, apa Anda salah satu fans saya?”Ya, jelas sekali Jenson berpikir seperti itu, sebab banyak sekali gadis yang coba mendekatinya dengan cara aneh. Namun, Ashley seketika mengernyit dan berpikir pemuda itu hilang akal.‘Fans katanya?! Hah … gila. Apa dia pikir dirinya Aktor terkenal?!’ batinnya dengan alis berkedut.Dia mendekati Jenson, wajahnya menjulur dan berbisik tepat di telinganya. “Kau pasti mau kabur dan tidak ingin bertanggungjawab ‘kan?!”“Apa?!” Jenson mengernyit.“Tidak usah berpura-pura bodoh!” sambar Ashley sinis. “Aku yang jatuh, kenapa kau yang hilang ingatan?!”“Nona Walter, sebenarnya apa yang kau bicarakan?!” Jenson menyahut dengan sorot penuh tanya.Jelas sekali pe
“Tuan Derek, anak-anak sangat bersemangat. Bagaimana jika pertunangannya diadakan akhir bulan ini?” River berkata dengan tatapan dinginnya. Dia beralih mengamati Jenson dan Ashley seraya melanjutkan. “Kita buat pesta pertunangannya sebelum liburan musim panas berakhir. Jadi tidak mengganggu kegiatan belajar anak-anak kita.” “Hoho saya setuju, Tuan Reiner. Lebih cepat lebih baik agar kerja sama kita bisa segera dimulai!” sambar Derek tanpa rasa malu. River menyeringai. Jika bukan karena para pengkhianat La Huerta, dia tidak akan sudi mengorbankan putranya bertunangan di usia semuda ini. Apalagi dengan keluarga Walter yang sering terlibat masalah, bahkan reputasinya sempat hancur setelah Ashley muncul di berita kemarin. “Istriku, apa kau setuju?” River bertanya pada Adeline di sebelahnya. Sang wanita tersenyum dingin dan lantas membalas, “jika Jens tidak keberatan, maka itu tidak masalah.” River tahu, Adeline yang paling menentang rencana ini. Tapi setelah berdiskusi dan Jens
‘Aish, apa kita ketahuan?’ batin Johan dengan manik terbelalak. Tangannya menjulur hendak menarik rokok Jenson, tapi sang kakak malah menahan lengannya. Sebelah alis Jenson terangkat, memberi kode pada Johan agar berpaling ke belakang. Begitu Johan menoleh, dahinya pun langsung mengerut. “Aku pikir Mommy!” katanya masih menggigit sebatang rokok. “Apa?” Jennifer pun menyahut sinis. “Jadi kalian tidak takut karena aku yang datang? Ha … kalian benar-benar meremehkanku!” Adik bungsunya itu tiba-tiba menyambar sebungkus rokok dari genggaman Johan. Sang kakak mengerjap, tapi Jennifer malah menyembunyikan rokok itu ke belakang punggungnya. “Jenny, apa yang kau lakukan? Be-berikan padaku,” tutur Jenson membujuk. “Kenapa aku harus?” sahut Jennifer menaikkan salah satu alisnya. “Kalian belum boleh merokok. Jika Mommy atau Daddy tahu, apa ya hukuman yang akan kalian dapat?” Dirinya sengaja memancing. Johan menatap cemas, tapi Jenson sangat hafal dengan sikap adik bungsunya ini, Je
“Kau bilang hotel?!” River memastikan dengan tatapan tajamnya. “Benar, Tuan. Mereka mendatangi hotel keluarga Herald, jadi orang-orang kita hanya bisa mengawasi dari luar sebab penjagaan di sana sangat ketat,” balas Siegran menjelaskan. Seringai berbahaya muncul di sebelah bibir River saat membayangkan tindakan Jennifer. “Dia memang putriku!” tukasnya. Namun, reaksi itu seketika membuat Siegran jadi bingung. Dia mengernyit, was-was bila mulutnya telah mengatakan kesalahan. "Ha … Jennny! Anak itu sangat berbakat, bukan?” “Ma-maaf?!” Siegran menyambar bingung. Dia yang sejak tadi ragu menyampaikan laporan ini, sebab takut bila River marah atau kecewa, justru tercengang. Siegran pikir River akan menghukum putrinya, tapi rupanya Jennifer lolos begitu saja? “Kau lupa keluarga Herald sangat menutup rapat hotelnya? Mereka menempatkan banyak penjaga dan bahkan memilih tamu sejak kejadian itu!” River berujar sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke meja. “Jennifer. Panggil putriku
“Apa dua telinga itu hanya pajangan? Sejak kapan Ayah mengajarimu bersikap kasar? Jika tingkahmu seperti ini pada calon ibumu, bagaimana nanti di keluarga Herakles? Bisa-bisa kau lebih liar dan membuat keluarga Walter malu!” Derek mendengus murka. “Jadi pergilah ke ruang bawah tanah dan renungkan perbuatanmu!”Alih-alih gentar, Ashley malah menatap lebih tajam.Dia melirik wanita di pelukan ayahnya seraya berkata, “aku tidak bersalah, Ayah. Pelacur itu yang menamparku dan pura-pura jatuh saat Ayah datang!”Rose langsung merapatkan alisnya dengan wajah tegang, tapi dia buru-buru mengubah ekspresi jadi menyedihkan saat Derek menatapnya.“Sa-sayang, itu tidak benar. Kenapa aku harus memukul Ashley? Dia akan jadi putriku, jadi aku tidak mungkin menyakitinya,” tutur Rose berkaca-kaca.Derek sangat lemah jika wanita itu memelas, tapi Ashley tak bisa membiarkannya. Gadis itu tanpa ragu mendengus tegas. “Ayah lihat, apa yang sedang dipakai pelacur itu?! Itu baju kesayangan Ibu. Baju yang sel