“Dasar gila!” Adeline mendecak dengan gigi terkatup.Namun, Frederick yang mendengarnya malah merasa tertantang. Dia menarik dagu Adeline agar menatap dirinya.“Dilihat dari dekat, bola mata Princess sangat indah,” tuturnya menatap nanar.Adeline yang merasa jijik langsung melengos. “Singkirkan tanganmu!”Baru beberapa bulan dia lepas dari Ludwig, Adeline tak pernah menyangka akan ada pria yang sama bejatnya.“Sebaiknya kau lepaskan sebelum aku teriak!” Wanita itu mengancam, tapi lagi-lagi hanya direspon dengan senyuman lembut Frederick.Lelaki itu membelai wajah Adeline seraya berkata, “sayang sekali, Princess. Saya bukan orang yang suka mengikuti perintah. Saya sudah menanti pertemuan kita sejak lama, mana mungkin saya melepas Princess begitu saja?”Sial, tubuh Adeline merinding saat jari kasar pria itu menuruni leher dan menjelajahi tulang selangkanya.“Aku tidak tahu siapa dirimu sebenarnya dan apa tujuanmu. Kita tidak tidak pernah bertemu sebelumnya, jadi kenapa kau melakukan ini
“Sedang apa kalian?” Anais bertanya.Ya, ibu River itu tak sengaja memergoki Adeline dan Frederick.Wajah Adeline menegang, tapi beruntung ikatan dasi yang melilit tangannya berhasil lepas. “Mengapa kau di sini, Adeline?” Kening Anais mengerut, heran sebab putri menantu dan keponakannya ada di satu ruang tertutup.Adeline menelan saliva dengan berat, lalu menjawab, “sa-saya tadi menunggu River, tapi—”“Istri Sepupu ingin menyapa saya, Bibi.” Frederick tiba-tiba menyambar.Adeline sontak melebarkan maniknya. Tatapannya menghujam tajam, murka pada lelaki itu. Namun, alih-alih menanggapi, Anais justru bungkam. Dia sebisa mungkin tidak ingin berhubungan dengan putra Denver karena masa lalunya dulu.Dia mengalihkan tatapan pada Adeline dan langsung mengernyit.“Apa yang kau pegang, Adeline?” Sorot mata Anais terpaku pada dasi Frederick yang digenggam sang menantu.‘Aish, sial! Kenapa aku tidak langsung membuangnya tadi?!’ batin Adeline buncah.Lidah Adeline terasa kelu, bingung harus men
Warning: chapter ini mengandung adegan dewasa!‘Mustahil! Bagaimana bisa dia memiliki ini?!’Ekspresi Adeline berubah tegang begitu memutar video dirinya saat terikat di ranjang kamar Frederick. Ya, tanpa wanita itu sadari, rupanya Frederick merekam semua insiden tadi melalui kamera dari kontak lensa di matanya.Adeline menggertakkan gigi seraya mengumpat dalam hati. ‘Sialan! Sebenarnya siapa pria gila ini?!’Dia amat kesal sekaligus tertekan, sebab Frederick mengancamnya akan memberitahu keluarga Herakles mengenai video memalukan itu, jika dia mengadu pada River.“Apa ada masalah?” River bertanya saat memperhatikan raut wajah sang istri yang tak tenang.Adeline buyar dari ketegangan dan lantas menjawab, “ah? I-ini hanya pekerjaan di Picasso Hotel.”River menngernyit, dia merasa sang istri menyembunyikan sesuatu.“Katakan yang sebenarnya!” Pria itu menyidik.“A-aku tidak berbohong. Ini hanya masalah kontrak kerja sama dengan seorang investor asing,” balas Adeline berdalih.Setiap kali
Iris River melebar begitu mendengar ucapan Adeline. Kali ini dia tahu bahwa istrinya tidak asal bicara.‘Brengsek!’ umpatnya tajam saat beralih melirik Frederick.Di situasi tegang itu, Leah tiba-tiba menyambar, “jaga ucapanmu! Mengapa cucuku melecehkanmu? Kau pasti berbohong!”Manik Adeline gemetar saat Leah meragukannya. Tapi alih-alih membantah, dia malah berpaling ke arah Anais.“Maafkan saya, Mommy. Tadi malam saya tidak jujur,” tuturnya yang seketika membuat Anais merapatkan alisnya.“Sebenarnya saat itu Tuan Frederick memaksa saya masuk ke kamarnya, lalu mengikat saya di ranjang. Maaf saya tidak langsung bicara karena tadi malam belum ada bukti.” Suara Adeline terdengar getir, tapi dia berusaha tetap tenang.Adeline mengangkat ponsel, lalu memutar video dirinya tersebut di hadapan semua orang. Ya, Adeline membuang rasa takut dan malunya, demi menjatuhkan Frederick!Rupanya ancaman Frederick malah menjadi boomerang untuknya sendiri. Dia hanya diam dan terus terpaku pada Adeline.
Gelenyar merah mengalir dari sudut bibir Frederick, tapi lelaki itu malah berbisik, “Sepupu, Princess sangat basah karenaku.”Sial, emosi River langsung meledak. Dia merengkuh kerah Frederick dan menonjoknya sekuat tenaga hingga sepupunya tersungkur ke lantai.“Shh argh ….” Frederick mendesis, tapi sorot mata River kian tajam seperti orang kerasukan.Dirinya kembali menarik Frederick dan berniat meninjunya lagi. Akan tetapi, orang-orang berteriak dan polisi yang memborgol Frederick tadi segera menahan River.“Tenang, Tuan. Apa yang Anda lakukan?!” tukas Polisi itu menarik River menjauh.“Lepaskan, saya harus menghajar bajingan itu!” River menghempas tangan Polisi tadi sampai menyingkir darinya.Amarahnya membumbung karena Frederick malah terus menyeringai. River pun berjalan ke arahnya seraya bergumam, “tamatlah riwayatmu, brengsek!”Namun, Adeline segera menahan tangan River untuk menghentikannya.“Menyingkir, Adeline!” dengus River memerintah.“Tidak, sudah cukup, River!” sambar Ade
River yang tengah meneguk segelas alkohol, kini tercengang. Dia mendengar jelas ucapan Adeline, tapi malah bertanya, “kau bilang apa?”Wajah Adeline memerah, dirinya yakin sang suami sedang mengejeknya. Namun, karena terlanjur mengatakannya, Adeline sekarang tak bisa mengelak.“Aku tahu kau mendengarnya,” sahut wanita itu menyelidik.Tapi River malah mengangkat kedua bahunya, tanda tidak tahu apapun.Adeline pun mendesis, “cih! Aku bilang mari kita tidur bersama. Kau dan aku.”Seketika itu, manik River berbinar. Dia meletakkan gelasnya, lalu berjalan menghampiri Adeline.‘Tunggu aku, kucing kecil!’ batinnya dengan tatapan lekat.Adeline yang masih berdiri di tengah tangga tampak tegang.“A-aku tidak memaksa, aku hanya bertanya jika kau tidak keberatan … uhh!”River segera membungkam bibir Adeline dengan ciumannya. Wanita itu tersentak, tapi dia tidak sempat protes karena River mengulum penuh bibirnya yang merah. Pria tersebut mengigit nakal bawah bibir Adeline, tapi entah mengapa itu
“Orang itu sangat bersih, Tuan. Tidak ada jejak kejahatan ataupun catatan kriminal!” tukas Siegran sembari menyodorokan dokumen pada River.Sang CEO yang penasaran langsung meraih dokumen itu dan membuka isinya. Halaman pertama berisi potret sebuah panti asuhan, dan River mengenali sosok jangkung yang berada di tengah barisan anak-anak. Ya, orang itu Frederick Chen!“Apa maksudnya ini? Apa Frederick berasal dari panti asuhan?” tutur River menerka.“Bukan, Tuan. Tapi Tuan Frederick Chen merupakan donatur tetap yang menyumbang ratuan juta yuan setiap tahunnya untuk Panti Asuhan Desheng di China. Bahkan dia juga membangun yayasan untuk orang jompo dan penyandang disabilitas,” ujar Siegran menjelaskan dengan alis bertaut.“Itu mustahil!” River sekejap menyeringai.Tentu saja dia sullit percaya setelah melihat kelakuan brengsek Frederick. Dia bukan orang sesuci itu!Namun, kerutan di dahi River kian dalam saat Siegran berkata, “Ibu Tuan Frederick adalah seorang aktivis dan Dosen di Univers
“Kita bertemu lagi, Adeline,” tutur seorang pria yang sangat familiar bagi Adeline.Dia bangkit dan tersenyum saat Adeline menghampirinya ke dalam ruang pertemuan.Wanita itu mengangkat kedua alisnya seraya bertanya, “saya tidak menyangka bahwa yang datang adalah Anda, Nacho?”Ya, Nacho. Pria yang dia temui bersama Amber di resort pantai Madonna kala itu, kini tampak berdeda. Jas hitam rapi yang dikenakan menutupi tubuh atletisnya yang kecokelatan.“Kita sudah berteman saat itu. Kau bisa bicara santai padaku,” sahut Nacho menaikkan sebelah alisnya.Adeline tak menjawab, dan itu membuat Nacho jadi canggung. “Apa aku mengejutkanmu?”“Oh? Bukan seperti itu. Hanya saja Anda, ah … maksudku, kau terlihat seperti orang lain. Aku pikir kau seorang atlet selancar karena di pertandingan saat itu sangat professional,” balas Adeline disertai senyum tipis.“Banyak yang bilang begitu, tapi aku berselancar untuk bersenang-senang. Hanya saat senggang.”“Aku mengerti. Jadi kau Investor asing itu?” Ade