Debora masuk ke kamar mandi. Di sana sudah ada Alex yang memejamkan mata dan menikmati air hangat yang merendam sebagai tubuhnya. Harum aroma lili memenuhi seluruh ruangan."Alex, aku beri waktu lima menit untuk menjelaskan sertifikat yang ada di tasmu," ucap Debora dengan suara lantang.Pria itu tidak merespon. Dia masih memejamkan mata. Bahkan dia tidak bergerak sedikitpun."Alexander Vernandes, apakah kau mendengar suaraku?" Debora mulai sebal.Amarah Debora tak membuatnya bergeming. Pria itu masih berada di posisi ternyaman nya. Karena habis kesabaran, Wanita itu masuk kedalam bak mandi dan menepuk pipi Alex.Pria itu masih tidak merespon sampai Debora menarik paksa seekor naga yang sedang tertidur nyenyak."Argh, apakah kau sudah gila. Jangan sentuh asetku seperti itu," ucap Alex mengerang kesakitan."Kau yang memulai," jawab Debora cemberut."Aku! Kau yang menyiapkan semua ini, apa salah kalau aku menikmati semua ini?" Alex memicing."Sekarang jelaskan kenapa ada sertifikat ruma
Rasa sakit begitu menyesakkan dada masih Debora rasakan. Caci maki sang mantan suami masih terdengar nyaring di telinga.Debora menatap pantulan dirinya dari kaca di hadapannya. Begitu cantik dan menawan. Berbeda jauh dengan lima tahun lalu.Dirinya seolah melihat wanita lain yang berdiri di hadapannya."Debora, mengapa kau berbeda saat ini? Harusnya kau bisa berubah dari dulu dan membungkam mulut mereka," gumam Debora.Terdengar ketukan pintu dari luar. Suara lembut memangil namanya."Baik, aku akan segera keluar. Sebentar lagi selesai," teriak Debora.Dia segera merapikan rambut gelombangnya yang terurai dan meraih tas di atas meja.Debora keluar dan menuruni tangga. Dia melangkah menuju ruang makan, tepat dimana semua anggota keluarga berkumpul.Di sana sudah ada hidangan makan malam yang menantinya, lengkap dengan beberapa orang yang duduk di kursi.Seluruh pasang mata menatap Debora dengan tatapan kagum. Mereka sangat beruntung memiliki seorang menantu berhati malaikat sepertinya
Daniel memperhatikan penampilan seseorang wanita yang bernama Debora ini. Setiap inci tubuhnya tak luput dari pandangan Daniel.Bila di lihat dengan jelas, dia memang orang yang sama. Namun ini semua tidak mungkin. Bagaimana ini bisa terjadi?"Apakah istriku begitu memukau?" tanya Alexander sambil melempar senyum sinis."Maaf, Tuan, Sa-ya hanya pernah melihat istri Anda." jawab Daniel sambil terus melihat Debora.Mendengar ucapan Suaminya. Elena juga menatap seorang istri presidir muda ini. Dan ternyata benar adanya, dia adalah Debora. Seorang wanita yang telah lama dia buang dari kehidupan suaminya.Lalu kenapa dia bisa sampai di sini? Terlebih dia dapat di pungut menjadi istri presidir kaya raya. Ini tidak mungkin, kenapa nasib sangat baik kepadanya.Terakhir dia lihat hanyalah seorang wanita kumuh yang berusaha memperbaiki rumah tangganya yang telah hancur."Lama tidak bertemu, sepertinya alam sangat baik kepadamu," celetuk Elena menatap sinis Debora.Debora tersenyum kecut. Sepert
Debora mulai membuka matanya. Dia melihat siluet seorang pria yang sedang berdiri membelakanginya. Debora mengucek matanya dan melihat ke seluruh ruangan. Sepertinya ini adalah hotel berkelas di lihat dari semua furniturnya yang mahal.Perlahan Debora bangun dan bersandar di ranjang. Dan bersamaan siluet itu ajuga berbalik menghadapnya.Pria itu melangkah mendekat dan duduk di depan Debora dengan wajah masam. Rahang tegasnya mengeras seolah menahan amarah yang membara.Debora meneguk ludah. Dia tau apa yang akan terjadi. Bila memang rencananya harus berantakan saat ini juga, dia akan pasrah. Toh pasti akan ada jalan lain.Dirinya tidak mau mati gila di tangan keempat pria gila tadi malam. Termasuk yang duduk di hadapannya saat ini, Alexander."Ternyata kau tidak bisa di andalkan," ucap Alexander menjambak rambut Debora.Rasa sakit yang dia rasakan tidak sebanding dengan kejadian beberapa tahun silam. Tepatnya lima tahun sebelumnya.Jambakan, tamparan, dan siksaan sudah menjadi makana
Seorang pria duduk di sebuah kursi besarnya. Di hadapannya berdiri empat orang bertubuh besar atletis. Mereka sedang menunggu perintah sang majikan.Tak lama kemudian empat orang datang. Mereka membawa sebuah kotak dengan ukuran besar dan kelihatannya cukup berat.Alexander tetap duduk tenang. Mata elangnya terus mengawasi setiap pergerakan orang yang sedang mengawalnya. Lebih tepatnya mengepung dirinya.Bahkan tidak ada satupun anak buah di sini. Rekan bisnisnya memilih untuk menahan mereka di depan pintu dan menunggu semua urusan selesai."Apa barang ini asli?" tanya seorang dengan kalung salip yang menggantung di lehernya.Alexander tersenyum kecut. Dia tidak pernah menipu setiap pelanggannya. Mengapa mereka ragu akan barangnya?"Kau bisa mencobanya," jawab Alexander acuh.Empat orang itu membuka kotak kayu yang tertutup rapat. Terlihat beberapa senapan keluaran terbaru dan masih jarang orang memilikinya.Ini termasuk barang ilegal. Namun siapa yang dapat menghentikan Alexander? Di
Perlahan Alex membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat. Rasa nyeri juga dia rasakan pada bagian tubuh yang terkena peluru.Debora nasib menyiapkan obat yang baru saja di beri dokter. Untung saja dia tidak jadi pergi. Dia tidak menyangka homo itu akan kembali dengan keadaan terluka parah.Wanita itu merasa Suaminya bukan orang sembarangan. Melihat beberapa orang yang mengantarnya tadi. Orang-orang itu bertubuh besar dan kekar. Dan yang paling menyita perhatian adalah tato kalajengking pada leher mereka.Telinganya mendengar suara rintih kesakitan. Debora segera melempar pandangan dan berlari kecil menuju ranjang. Alex sudah membuka matanya. Dia mencoba bangun dari tidurnya."Stop! Jangan bergerak. Lukamu masih basah. Kau perlu apa? Aku ambilkan," ucap Debora menahan pergerakan Alex.Alex tidak peduli dengan semua omelan Debora, dia beranjak dari kasur dan hendak melangkah pergi.Meskipun dia adalah suami palsunya, tetap saja dia harus menjaganya. Dia tidak bisa membayangkan bagai
Debora menghempaskan tubuh lelahnya di sofa, segudang tugas sudah di kerjakan dengan baik siang ini. Sekarang giliran tubuhnya beristirahat.Deborah merenggangkan otot-ototnya yang kaku. Sekitar 4 jam dia melakukan pemotretan dengan pesona yang dia tebarkan. Film terbarunya akan segera terbit dan perlu banyak persiapan untuk mempersiapkan semua.Stevi datang membawa dua buah nasi kotak dan satu gelas es teh. Melihat ini semua mata Debora berbinar. Ini adalah alasan mengapa dia di sukai banyak orang. Dia terlalu sederhana dan blak-blakan."Apakah kau lapar Sayang?" tanya Stevi meledek.Tentu cacing-cacing di perutnya mulai meronta-ronta. Bayangkan saja, dia hanya makan malam hari dan pagi harinya harus sport jantung. Karena Kakak managernya ini.Untung saja Stevi tidak melihat semuanya, dia tidak bisa membayangkan bagaimana kalau dia tau kondisi kakaknya. Apa yang harus dia katakan padanya?"Kok ngelamun? Jangan-jangan ... kalian semalam ..." Stevi memicing dan menaruh tatapan curiga pa
Seorang pria sedang duduk di kursi kebesarannya, di jarinya terselip batang di nikotin yang menyebutkan asap tipis. Di sekelilingnya berdiri beberapa anak buah dengan kaos dan celana dengan warna senada, hitam."Jangan biarkan manusia arogan itu lolos, Aku tidak akan pernah memaafkannya!" ucap Akeno. Pria yang menaruh dendam mendarah daging pada Alex."Baik Tuan, saat ini pasti keadaannya kritis. Sangat sulit bagi orang yang terkena racun itu selamat." Anak buah Akeno memberi kabar baik padanya.Terdengar tawa kemenangan yang menggema di seluruh ruangan. Akeno dan anak buahnya merasa lega telah mengalahkan seorang yang sulit di kalahkan.Alexander adalah seorang ketua mafia yang cukup sulit di taklukkan. Beberapa kelompok hitam sampai bertekuk lutut dan lebih memilih jalan damai saat berurusan dengan kelompok Scorpio, yaitu milik Alex.Alex fokus pada usaha gelapnya. Yaitu prostitusi dan beberapa barang legal. Jadi sudah pasti bagaimana besarnya nama Alexander yang lebih di kenal deng
Debora masuk ke kamar mandi. Di sana sudah ada Alex yang memejamkan mata dan menikmati air hangat yang merendam sebagai tubuhnya. Harum aroma lili memenuhi seluruh ruangan."Alex, aku beri waktu lima menit untuk menjelaskan sertifikat yang ada di tasmu," ucap Debora dengan suara lantang.Pria itu tidak merespon. Dia masih memejamkan mata. Bahkan dia tidak bergerak sedikitpun."Alexander Vernandes, apakah kau mendengar suaraku?" Debora mulai sebal.Amarah Debora tak membuatnya bergeming. Pria itu masih berada di posisi ternyaman nya. Karena habis kesabaran, Wanita itu masuk kedalam bak mandi dan menepuk pipi Alex.Pria itu masih tidak merespon sampai Debora menarik paksa seekor naga yang sedang tertidur nyenyak."Argh, apakah kau sudah gila. Jangan sentuh asetku seperti itu," ucap Alex mengerang kesakitan."Kau yang memulai," jawab Debora cemberut."Aku! Kau yang menyiapkan semua ini, apa salah kalau aku menikmati semua ini?" Alex memicing."Sekarang jelaskan kenapa ada sertifikat ruma
Debora dan Lidya duduk di halaman belakang. Mereka duduk menemani Angel yang sedang sibuk dengan buku gambar dan crayonya.Lidya tak henti-hentinya memuji hasil coretan tangan mungil itu. Debora mendaratkan kecupan di ujung kepala Angel."Apakah aku menganggu?" tanya Alex yang baru saja bergabung.Ketiga orang itu menyambut hangat ke datangan Alex. Angel segera bangkit dan berhamburan menuju Paman baiknya.Alex meraih Angel dan mengangkatnya dalam gendongan. Keduanya sudah seperti sepasang Dady dan putrinya."Paman baik, aku puny gambar untgukmu," ucap Angel memeluk Alex."Terima kasih Sayang, Paman baik juga punya kejutan untumu," ucap Alex menatap bahagia mata bulat yang saat ini menatapnya."Yey ... apa itu Paman?" tanya Angel penasan.Alex menurunkan gadis kecil itu dan merogoh saku jas bagian belakang. Dia mengeluarkan sebuah amplop putih yang bertuliskan nama salah satu sekolah terbaik di kota tersebut.Karena penasaran, Debora dan Lidya melangkah mendekat. Mata Debora berkaca k
Stevi duduk di atas kasur. Matanya melihat bintang yang bertaburan di langit malam. Terdengar suara pintu di ketuk."Masuk," ucap Stevi dengan suara lantang.Joe masuk membawa nampan yang berisi makan malam dan beberapa obat. Dengan hati-hati dia menaruh nampan itu di atas meja.Stevi turun dari ranjang dan memeluk Joe dari belakang. Wajah pria itu memerah. Dia tidak bisa menahan rasa bahagianya. Walau wanita ini bukan melihat dia yang sebenarnya."Kau harus makan dan minum obat," ucap Joe memutar tubuhnya dan mencubit pipi Stevi."Suapin dong," sahut Stevi manja."Oke, asal harus minum obat ya," jawab Joe menuntun Stevi untuk duduk di sofa.Pria itu menyodorkan sepotong steak yang sudah di potong kecil-kecil. Dengan semangat Stevi membuka mulut dan melahap daging tersebut.Joe menatap dalam wanita yang selama ini dia cintai. Sepertinya penyamaran ini tidak buruk juga. Dia bisa dekat dengan Stevi tanpa harus cek-cok setiap pagi."Ada apa?" tanya Stevi menatap dalam Joe.Joe menggeleng
Debora duduk di hamparan rumputb hijau. Di hadapannya ada sebuah batu yang bertuliskan nama orang yang paling berarti di hidupnya.Orang itu rela berkorban untuk dirinya. Mengesampingkan kesenangannya demi dirinya. Memberi apapun yang dia miliki untuknya.Namun apa yang bisa dia berikan, dia tidak pernah memberi apapun pada wanita tua itu selain kesengsaraan. Tidak pernah ada kebahagiaan sdikitpun.Satu per satu orang meninggalkan pemakaman. Di sana hanya meninggalkan Alex dan Debora. Keduanya duduk dan menatap nanar batu yang di penuhi dengan kelopak bunga itu."Kenapa aku begitu tidak berguna Alex? Lihatlah, bahkan aku belum memberi kebahagiaan sedikitpun pada Bibi," ucap Debora pedih."Bibi sudah menganggapmu sebagai anak, melihatmu bahagia, dia juga merasakan hal yang sama Baby," jawab Alex memeluk pundak Debora."Ini tidak adil untuknya Alex, dia menjual segalanya demi kehidupanku dan Angel. Dia pergi sebelum aku membayar semuanya," ucap Debora dengan air mata yang terus berlina
Seorang gadis kecil menangis di depan pintu ruang IGD. Di sampingnya ada dua orng tua yang sedari tadi mencoba menenagkannya. Tak jauh dari mereka ada sekitar lima orang berpakaian serba hitam yang berdiri di depan lorong.Wanita gendut itu meraih gadis kecil dan mendekapnya dalam pangkuan. Berulang kali dia mengelus pucuk kepala anak itu. Mencob menghentikan tangisnya."Tenanglah Nak, Bibimu pasti akan baik-baik saja," ucap Wanta gendut itu."Bibi sakit Apa Nek, kenapa dia pingsan?" tanya Angel sambil menghapus air mata yang terus mengalir."Bibimu hanya kecapekan. Sebentaar lagi pasti dia akan sadar dan kembali bermain-main denganmu," ucap Nenek gendut yang memeluknyaa.Sementara Kakek gendut masih memperhatikan kelima orang yang berjaga di depan lorong. sesekali dia menatap Angel dan orang-orang itu bergantian.Dia hanya tak menyangka akan menyelamatkan seorang anak yang oraang tuanya memiliki kedudukan tinggi. Mereka pasti bukan orang biasa saat melihat penjagaan seketat ini.Seda
"Kakak tidak bisa datang?" tanya Stevi menatap Lidya penuh harap."Dia sedang dalam perjalanan bisnis. Mereka akan segera kembali," ucap Lidya mengelus pucuk kepala putrinya.Wanita yang baru saja tersadar dari depresinya itu melempar pandangannya kesamping. Dia menatap pria yang amat dia cintai duduk di sana.Pria itu memasang wajah sedih sebelum melempar senyum hangat padanya. Sama seperti sebelumnya, dia selalu bisa merubah mimik wajah dengan cepat."Kau membutuhjan sesuatu?" tanya Keanu menatap Stevi teduh."Aku lapar," jawab Stevi manja."Baiklah tunggu sebentar, aku akan membelikan makanan untukmu," jawab Keanu bangkit dari kursi dan melangkah menjauh.Lidya menatap pedih pria itu. Semua pengorbanan dan penantiannya selama ini tidak ada artinya. Dia yang beerjuang tetapi orang lain yang memetik manisnya."Tunggu sebentar, Mama mau pesan beberapa barang," ucap Lidya berlari kecil menyusul pria yang baru saja pergi."Joe!" panggil Lidya.Pria itu menghentikan langkanya. Sesaat Joe
Di tempat yang begitu tenang, Bibi Lauren duduk sambil memegang sebotol susu. Ujung matanya melihat seorang anak kecil melangkah mendekatinya.Matanya menyipit, dia melihat dengan seksama siapa yang datang. Buliran bening terjatuh saat lansia itu mengetahui siapa yang datang."Halo Nenek?" sapa Angel.Bibi Lauren mematung. Dia mencoba menahan laju air mata yang hendak melaju deras."Halo Nak, kau kembali?" tanya Bibi lauren.Anak itu mengangguk lirih dan duduk di samping sang Nenek. Dia melihat ada tiga botol susu di samping Nenek itu. Bertanada kalau dia sudah duduk di sini begitu lama."Apakah Nenek menungguku?" tanya Angel yang melihat Nenek itu menatapnya dalam.Bibi Lauren tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tangan keriputnya membelai pipi chubby yang dulu sering dia cium.Tuhan begitu baik padanya. Dia melindunginya, bahkan memberinya hadiah yang sangat istimewa."Apakah aku boleh memelukmu?" tanya Bibi Lauren masih terpaku menatap angel.Angel mengangguk lirih. Dia berges
Joe melangkah memasuki ruang rawat. Di sana masih ada Nyonya besarnya yang duduk meringkuk di kursi. "Anda bisa pulang Nyonya, biar Saya yang menjaga Nona Stevi," ucap Joe ramah.Lidya menggelengkan kepalanya. Dia memutar kursinya menghadap Joe. matanya menatap pria yang begitu tulus pada putrinya."Sejak kapan kau mengenal Stevi?" tanya Lidya seriussss."Nona Stevi membantu Saya masuk ke dalam Klan Tuan Alex, di sini saya menemukan keluarga yang tidak pernah saya miliki sebelumnya," jawab Joe membalas tatapan Lidya.Joe teringat saat pertama bertemu Stevi. Saat itu dia berjalan di tengah keputusasaan. Dia mencari keberadaan Sang Kakak yang entah ada di mana.Dia telah mencari Sang kakak di setiap bar besar. Tidak jarang kehadirnnya membuat keributan dan pada akhirnya dirinya babak belur.Saat itu dia meringkuk di emperan toko. Bajunya penuh noda darah yang mengering. Tak hanya itu, wajahnya sudah tidak berbentuk karena banyak luka lebam."Kalau mau jadi jagoan bukan seperti itu cara
Lidya menatap kepergian Putra dan menantunya. Terlihat senyum haru di wajah cantiknya. Seperti pepatah mengatakan, pasti ada pelangi setelah badai datang.Alex menggandeng tangan Debora dan melangkah pergi. Langkah panjang Alex terhenti saat menatap ketiga orang yang berdiri di depan pintu."Sepertinya aku sudah terlalu sabar denganmu belakangan ini," ucap Alex melempar pandangan ke arah Joe.Seketika Joe menundukkan kepala diikuti oleh kedua temannya. Mereka meneguk liur dan berdoa semoga Tuannya dalam mood yang baik."Kau meninggalkan tugasmu, dan mengejar cintamu di sini. Kau pikir aku akan simpati padamu dan tidak menghukum semua keteledoraamu ini?" ucap Alex melepaskan tangan Debora dan mendekati Joe.Debora mengkerutkan alisnya. Dia mulai menampakkan wajah protesnya. Wanita itu menghalang langkah Alex."Apa kau gila, Lihatlah! Dia sudah menjaga Adikkmu dengan tulus. Kau masih ingin menghukumnya?" Tanya Debora tidak percaya.Alex menggeser tubuh Debora dan menghentikan langkah ka