Daniel memperhatikan penampilan seseorang wanita yang bernama Debora ini. Setiap inci tubuhnya tak luput dari pandangan Daniel.
Bila di lihat dengan jelas, dia memang orang yang sama. Namun ini semua tidak mungkin. Bagaimana ini bisa terjadi?"Apakah istriku begitu memukau?" tanya Alexander sambil melempar senyum sinis."Maaf, Tuan, Sa-ya hanya pernah melihat istri Anda." jawab Daniel sambil terus melihat Debora.Mendengar ucapan Suaminya. Elena juga menatap seorang istri presidir muda ini. Dan ternyata benar adanya, dia adalah Debora. Seorang wanita yang telah lama dia buang dari kehidupan suaminya.Lalu kenapa dia bisa sampai di sini? Terlebih dia dapat di pungut menjadi istri presidir kaya raya. Ini tidak mungkin, kenapa nasib sangat baik kepadanya.Terakhir dia lihat hanyalah seorang wanita kumuh yang berusaha memperbaiki rumah tangganya yang telah hancur."Lama tidak bertemu, sepertinya alam sangat baik kepadamu," celetuk Elena menatap sinis Debora.Debora tersenyum kecut. Sepertinya dia kurang pandai menjadi bunglon sehingga mereka cepat mengetahui siapa dirinya.Baginya ini tidak masalah. Semakin cepat rencana di mulai, maka akan semakin baik."Halo, Tuan Daniel dan Nyonya Elena, lama tidak berjumpa. Semoga hari kalian tetap baik dan sejahtera." Debora mengatakan dengan penuh penekanan."Jadi kau mengenal mereka Sayang?" tanya Alexander penuh perhatian."Tentu Sayang, mereka adalah rekan bisnisku. Sayangnya bisnisku harus bangkrut dan kami tidak bertemu lagi." dusta Debora, yang sebenarnya Alex sudah mengetahui versi aslinya."Kalian sangat baik, sekertarisku akan datang berkunjung ke perusahaan kalian. Kita lihat, kerja sama apa yang dapat kita lakukan," ucap Alexander tersenyum cerah.Mendengar ucapan Alex membuat Daniel terperangah. Dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Bekerja sama dengan perusahaan besar? Bahkan dia tidak pernah di lirik oleh pengusaha lain.Ini adalah malam terhebat sepanjang sejarah, dengan ini dia bisa memperbesar perusahaan yang dia kelola. Ups, maksudnya perusahaan Debora yang dia rebut beberapa tahun lalu."Kami pamit dulu," ucap Alexander merangkul pinggul langsing Debora dan melangkah pergi.Setelah mereka menjauh beberapa meter. Alexander menghentikan langkahnya. Dia wajahnya mendekat ke tengkuk Debora."Aku selesai, dan kini tugasmu. Lakukan semua dengan baik!" bisik Alex lirih.Debora hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Dia tidak mungkin gagal dalam urusan seperti ini. Dirinya sudah berlatih keras semalam.Alexander melangkah masuk ke dalam lift. Ada tempat yang harus dia kunjungi dan membawa serta Debora agar namanya benar-benar bersih.Jantung Debora berdebar kencang. Padahal semalam dia sudah membuka banyak artikel untuk mengahadapi traumanya ini.Apapun dia lakukan untuk menuntaskan dendamnya. Ini hanya berlangsung satu jam saja dan Debora yakin bisa melakukannya dengan baik.Lift terbuka, Debora dan Alex keluar dan segera menuju kamar yang sudah di siapkan oleh rekan bisnisnya.Meskipun ini konyol. Tetap saja dia harus melakukan ini demi perusahaan."Halo Bro! Jadi bagaimana tantangan kami?" sapa seorang dengan tubuh kekar dan sebotol anggur dia tangannya.Alex hanya tersenyum kecut. Dia melewatinya begitu saja kemudian duduk di sofa dan memangku Debora."Apakah harus seintim ini?" bisik Debora, dia risih berada di posisi seperti ini."Jangan khawatir, menit berikutnya akan lebih panas dari ini," ucap Alex menatap Debora lekat.Harusnya Alex pantas jadi artis, sama seperti dirinya. Aktingnya natural sekali, bahkan saat ini dia yang merasa malu."Bukankah kau yang bilang bisa memanjakan pusaka di bawah sana. Dan lakukan itu! Aku sudah membayar mahal, komplit dengan rencana balas dendam mu!" lanjut Alex dengan suara berbisik.Ada tiga orang pria yang duduk di depan mereka. Mereka menatap sinis ke arah Debora dan Alexander. Haruskah melakukan ini di sini? Di hadapan pria yang menatap mereka tajam?Seolah tau kegelisahan sang istri. Alexander meraih janggut lancip Debora dan mengecupnya perlahan."Jadi apakah aku menjadi penjantan seorang diri disini. Sepertinya cuma aku yang membawa seorang wanita." ucap Alexander."Panggil mereka kesini!" ucap salah satu pria.Satu persatu wanita masuk ke kamar. Ada tiga orang wanita dengan tubuh amat menggoda. Lekukan tubuh mereka tertutup kain kurang bahan dan cukup ketat.Debora tercengang melihat mereka. Sepertinya cuma dialah yang memakai gaun. Jantungnya berdegup kian kencang. Dia punya firasat keadaan tidaklah baik di menit berikutnya."Kita tukar pasangan." Salah satu pria yang lainnya bersuara. Pria tersebut memiliki rambut yang tertata rapi di rahangnya.Seketika jantung Debora berhenti berdetak. Melayani pria yang saat ini memangkunya saja sudah menjadi mimpi buruk. Apa yang akan terjadi padanya bila harus melayani pria itu juga.Tanpa sengaja Debora mencengkram jas Alexander. Tangannya kian bergetar dan tidak bisa di kondisikan.Balas dendam memang hal yang terpenting dalam hidupnya. Tapi merusak masa depannya lebih jauh, bukanlah pilihan yang baik."Kenapa kau diam, berikan wanitamu!" lanjut pri berjenggot dengan mata menatap Debora.Matanya sudah seperti singa kelaparan dan menatap seonggok daging yang akan dia makan bulat-bulat."Aku mohon, aku akan melayanimu sampai kau puas. Namun tidak dengan mereka." Debora memohon dengan wajah ketakutan."Apakah kau takut? Kau takut dengan mereka, tapi tidak denganku," kekeh Alexander."Aku takut padamu. Sekarang, ayo kita pergi dari sini," ucap Debora denga bibir bergetar."Sepertinya wanitaku menyetujui ide kalian," sahut Alexander menatap mata Debora yang mulai mengembun.Mendengar ucapan Alexander membuat kaki Debora lemas. Bahkan dia tidak bisa menopang tubuhnya sendiri.Pria di hadapannya saat ini memang gila. Dia seperti keluar kandang singa dan masuk kandang buaya ganas. Sengsara sekali, menyedihkan.Tak ada yang dapat dia lakukan. Harapannya di sini adalah pria gila bernama Alexander. Sedangkan dia dengan mudahnya menyerahkan istrinya secara cuma-cuma pada ketiga pria yang menyeramkan ini.Terdengar kekeh kemenangan yang menggema. Ketiga pria tersebut seolah puas dengan apa yang mereka dapatkan.Debora melangkah sekuat tenaga. Langkahnya terasa berat untuk mencapai jarak yang hanya 50 meter di hadapannya."Ayo cantik, layani kami seperti kau melayani Suamimu itu, aku yakin kalau dia tidak sehebat kami," kekeh pria yang lain memandang rendah Alexander.Beberapa langkah lagi Debora sampai di pangkuan pria berjenggot.Dorr ...Hempasan peluru melesat melewati tubuh Debora dan mendarat di tembok. Kalau peluru itu meleset sedikit saja, maka tubub Debora dan kepala pria berjenggot itu akan tercabik.Debora terjatuh. Dia amat terkejut. Dirinya tidak tau kalau Alexander sudah menyiapkan segalanya.Pandangannya kabur. Perlahan yang dia lihat hanya kegelapan dan kesunyian. Dia merasakan kenyamanan menyelimuti tubuhnya.Saat dia membuka mata. Ia melihat hamparan rerumputan yang cukup luas dan ada seorang gadis kecil yang menatapnya. Gadis itu melempar senyuman manis.'Angel'Debora mulai membuka matanya. Dia melihat siluet seorang pria yang sedang berdiri membelakanginya. Debora mengucek matanya dan melihat ke seluruh ruangan. Sepertinya ini adalah hotel berkelas di lihat dari semua furniturnya yang mahal.Perlahan Debora bangun dan bersandar di ranjang. Dan bersamaan siluet itu ajuga berbalik menghadapnya.Pria itu melangkah mendekat dan duduk di depan Debora dengan wajah masam. Rahang tegasnya mengeras seolah menahan amarah yang membara.Debora meneguk ludah. Dia tau apa yang akan terjadi. Bila memang rencananya harus berantakan saat ini juga, dia akan pasrah. Toh pasti akan ada jalan lain.Dirinya tidak mau mati gila di tangan keempat pria gila tadi malam. Termasuk yang duduk di hadapannya saat ini, Alexander."Ternyata kau tidak bisa di andalkan," ucap Alexander menjambak rambut Debora.Rasa sakit yang dia rasakan tidak sebanding dengan kejadian beberapa tahun silam. Tepatnya lima tahun sebelumnya.Jambakan, tamparan, dan siksaan sudah menjadi makana
Seorang pria duduk di sebuah kursi besarnya. Di hadapannya berdiri empat orang bertubuh besar atletis. Mereka sedang menunggu perintah sang majikan.Tak lama kemudian empat orang datang. Mereka membawa sebuah kotak dengan ukuran besar dan kelihatannya cukup berat.Alexander tetap duduk tenang. Mata elangnya terus mengawasi setiap pergerakan orang yang sedang mengawalnya. Lebih tepatnya mengepung dirinya.Bahkan tidak ada satupun anak buah di sini. Rekan bisnisnya memilih untuk menahan mereka di depan pintu dan menunggu semua urusan selesai."Apa barang ini asli?" tanya seorang dengan kalung salip yang menggantung di lehernya.Alexander tersenyum kecut. Dia tidak pernah menipu setiap pelanggannya. Mengapa mereka ragu akan barangnya?"Kau bisa mencobanya," jawab Alexander acuh.Empat orang itu membuka kotak kayu yang tertutup rapat. Terlihat beberapa senapan keluaran terbaru dan masih jarang orang memilikinya.Ini termasuk barang ilegal. Namun siapa yang dapat menghentikan Alexander? Di
Perlahan Alex membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat. Rasa nyeri juga dia rasakan pada bagian tubuh yang terkena peluru.Debora nasib menyiapkan obat yang baru saja di beri dokter. Untung saja dia tidak jadi pergi. Dia tidak menyangka homo itu akan kembali dengan keadaan terluka parah.Wanita itu merasa Suaminya bukan orang sembarangan. Melihat beberapa orang yang mengantarnya tadi. Orang-orang itu bertubuh besar dan kekar. Dan yang paling menyita perhatian adalah tato kalajengking pada leher mereka.Telinganya mendengar suara rintih kesakitan. Debora segera melempar pandangan dan berlari kecil menuju ranjang. Alex sudah membuka matanya. Dia mencoba bangun dari tidurnya."Stop! Jangan bergerak. Lukamu masih basah. Kau perlu apa? Aku ambilkan," ucap Debora menahan pergerakan Alex.Alex tidak peduli dengan semua omelan Debora, dia beranjak dari kasur dan hendak melangkah pergi.Meskipun dia adalah suami palsunya, tetap saja dia harus menjaganya. Dia tidak bisa membayangkan bagai
Debora menghempaskan tubuh lelahnya di sofa, segudang tugas sudah di kerjakan dengan baik siang ini. Sekarang giliran tubuhnya beristirahat.Deborah merenggangkan otot-ototnya yang kaku. Sekitar 4 jam dia melakukan pemotretan dengan pesona yang dia tebarkan. Film terbarunya akan segera terbit dan perlu banyak persiapan untuk mempersiapkan semua.Stevi datang membawa dua buah nasi kotak dan satu gelas es teh. Melihat ini semua mata Debora berbinar. Ini adalah alasan mengapa dia di sukai banyak orang. Dia terlalu sederhana dan blak-blakan."Apakah kau lapar Sayang?" tanya Stevi meledek.Tentu cacing-cacing di perutnya mulai meronta-ronta. Bayangkan saja, dia hanya makan malam hari dan pagi harinya harus sport jantung. Karena Kakak managernya ini.Untung saja Stevi tidak melihat semuanya, dia tidak bisa membayangkan bagaimana kalau dia tau kondisi kakaknya. Apa yang harus dia katakan padanya?"Kok ngelamun? Jangan-jangan ... kalian semalam ..." Stevi memicing dan menaruh tatapan curiga pa
Seorang pria sedang duduk di kursi kebesarannya, di jarinya terselip batang di nikotin yang menyebutkan asap tipis. Di sekelilingnya berdiri beberapa anak buah dengan kaos dan celana dengan warna senada, hitam."Jangan biarkan manusia arogan itu lolos, Aku tidak akan pernah memaafkannya!" ucap Akeno. Pria yang menaruh dendam mendarah daging pada Alex."Baik Tuan, saat ini pasti keadaannya kritis. Sangat sulit bagi orang yang terkena racun itu selamat." Anak buah Akeno memberi kabar baik padanya.Terdengar tawa kemenangan yang menggema di seluruh ruangan. Akeno dan anak buahnya merasa lega telah mengalahkan seorang yang sulit di kalahkan.Alexander adalah seorang ketua mafia yang cukup sulit di taklukkan. Beberapa kelompok hitam sampai bertekuk lutut dan lebih memilih jalan damai saat berurusan dengan kelompok Scorpio, yaitu milik Alex.Alex fokus pada usaha gelapnya. Yaitu prostitusi dan beberapa barang legal. Jadi sudah pasti bagaimana besarnya nama Alexander yang lebih di kenal deng
Mata Mike berbinar, dia segera menata beberapa berkas yang berserakan dan segera merapikan penampilannya.Dia berusaha menjaga air wajahnya untuk tetap biasa dia seolah tak ada yang pernah terjadi sebelumnya.Mike duduk di kursi kantornya dan menyuruh sekertarisnya untuk mengantar Debora masuk. Pintu terbuka, seorang pria bertubuh tinggi dan tegap masuk keruangan di susul oleh dua orang wanita di belakangnya.Pria tersebut menyuruh Debora dan Stevi duduk di kursi yang sudah di siapkan. Tepat dia hadapan Mike.Stevi dan Debora tak sengaja melihat pecahan gelas yang berserakan. Mereka saling menatap untuk sesaat dan melempar pandangan ke arah Mike.Seolah tau apa yang di pikiran oleh kedua wanita di hadapannya Mike segera mengambil sikap."Maaf atas ketidak nyamanan nya, saya kurang sehat. Jadi tidak sengaja memecahkan gelas." Mike melempar senyum canggung."Bereskan kekacauan ini, aku tidak mau meninggalkan kesan buruk pada artisku," lanjut Mike memberi perintah pada sekertarisnya.Pri
Debora baru saja keluar dari apartemen Michael, terlukis senyum lebar di wajah cantiknya. Dia tidak menyangka produser itu akan memberinya nominal yang cukup tinggi.Stevi yang melangkah di belakang Debora masih tak bersuara. Dia tau siapa Michael, banyak artis yang mengeluhkan ketidak nyamanan saat berkerja sama.Debora harus syuting di sebuah pulau dan hanya ada beberapa kru di sana. Mungkinkah? Di tambah lagi ini akan berjalan entah berapa hari karena tidak ada setting lain."Mari kita minum untuk pencapaianku siang ini," ucap Debora bersemangat naik ke dalam mobil.Stevi masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi. Dia masih merasa janggal dengan kontrak yang di tandatangani Kakak iparnya itu.Melihat Stevi yang sedari tadi mengunci mulutnya. Hati Debora mulai terusik."Hay ... apakah kau tidak senang dengan pencapaian Kakakmu ini?" Debora menyenggol pundak Stevi."Oke kau adalah Kakakku saat ini, tapi lihatlah ini sangat tidak masuk akal. Kau akan tinggal di sebuah pulau ta
Debora melihat seorang dengan paras tampan berdiri bersandar di pintu mobil. Di lihat dari penampilannya, dia kau terlihat seperti Boss dari pada orang bawahan Alexander."Kau kenal dengan dia?" tanya Stevi lagi. Stevi mencoba mengingat beberapa bawahan sang Kakak, sepertinya ini kali pertama dia melihat pria tersebut."Tidak, bukankah dia orang suruhan Alex?" Debora menerka-nerka."Aku kurang yakin," jawab Stevi masih berada di dalam mobil.Orang yang memakai kemeja putih dan jas hitam itu menatap Debora dan Stevi. Wajah tampannya menampakkan senyum teduh.Sangat jauh bila di katakan kalau dia seorang mafia atau bahkan psikopat seperti beberapa anak buah Alex sebelumnya yang pernah Debora lihat. Sangat tampan, wajahnya terlalu teduh."Aku akan turun sekarang." Debora membuka pintu."Stop! bisakah kau menghubungi Kakak dulu? Aku tidak yakin kalau dia orang suruhan Kakak," Stevi masih mengamati pria tampan yang mulai melangkah mendekati mereka.Pria itu sudah mendekat, dia mengetuk k
Debora masuk ke kamar mandi. Di sana sudah ada Alex yang memejamkan mata dan menikmati air hangat yang merendam sebagai tubuhnya. Harum aroma lili memenuhi seluruh ruangan."Alex, aku beri waktu lima menit untuk menjelaskan sertifikat yang ada di tasmu," ucap Debora dengan suara lantang.Pria itu tidak merespon. Dia masih memejamkan mata. Bahkan dia tidak bergerak sedikitpun."Alexander Vernandes, apakah kau mendengar suaraku?" Debora mulai sebal.Amarah Debora tak membuatnya bergeming. Pria itu masih berada di posisi ternyaman nya. Karena habis kesabaran, Wanita itu masuk kedalam bak mandi dan menepuk pipi Alex.Pria itu masih tidak merespon sampai Debora menarik paksa seekor naga yang sedang tertidur nyenyak."Argh, apakah kau sudah gila. Jangan sentuh asetku seperti itu," ucap Alex mengerang kesakitan."Kau yang memulai," jawab Debora cemberut."Aku! Kau yang menyiapkan semua ini, apa salah kalau aku menikmati semua ini?" Alex memicing."Sekarang jelaskan kenapa ada sertifikat ruma
Debora dan Lidya duduk di halaman belakang. Mereka duduk menemani Angel yang sedang sibuk dengan buku gambar dan crayonya.Lidya tak henti-hentinya memuji hasil coretan tangan mungil itu. Debora mendaratkan kecupan di ujung kepala Angel."Apakah aku menganggu?" tanya Alex yang baru saja bergabung.Ketiga orang itu menyambut hangat ke datangan Alex. Angel segera bangkit dan berhamburan menuju Paman baiknya.Alex meraih Angel dan mengangkatnya dalam gendongan. Keduanya sudah seperti sepasang Dady dan putrinya."Paman baik, aku puny gambar untgukmu," ucap Angel memeluk Alex."Terima kasih Sayang, Paman baik juga punya kejutan untumu," ucap Alex menatap bahagia mata bulat yang saat ini menatapnya."Yey ... apa itu Paman?" tanya Angel penasan.Alex menurunkan gadis kecil itu dan merogoh saku jas bagian belakang. Dia mengeluarkan sebuah amplop putih yang bertuliskan nama salah satu sekolah terbaik di kota tersebut.Karena penasaran, Debora dan Lidya melangkah mendekat. Mata Debora berkaca k
Stevi duduk di atas kasur. Matanya melihat bintang yang bertaburan di langit malam. Terdengar suara pintu di ketuk."Masuk," ucap Stevi dengan suara lantang.Joe masuk membawa nampan yang berisi makan malam dan beberapa obat. Dengan hati-hati dia menaruh nampan itu di atas meja.Stevi turun dari ranjang dan memeluk Joe dari belakang. Wajah pria itu memerah. Dia tidak bisa menahan rasa bahagianya. Walau wanita ini bukan melihat dia yang sebenarnya."Kau harus makan dan minum obat," ucap Joe memutar tubuhnya dan mencubit pipi Stevi."Suapin dong," sahut Stevi manja."Oke, asal harus minum obat ya," jawab Joe menuntun Stevi untuk duduk di sofa.Pria itu menyodorkan sepotong steak yang sudah di potong kecil-kecil. Dengan semangat Stevi membuka mulut dan melahap daging tersebut.Joe menatap dalam wanita yang selama ini dia cintai. Sepertinya penyamaran ini tidak buruk juga. Dia bisa dekat dengan Stevi tanpa harus cek-cok setiap pagi."Ada apa?" tanya Stevi menatap dalam Joe.Joe menggeleng
Debora duduk di hamparan rumputb hijau. Di hadapannya ada sebuah batu yang bertuliskan nama orang yang paling berarti di hidupnya.Orang itu rela berkorban untuk dirinya. Mengesampingkan kesenangannya demi dirinya. Memberi apapun yang dia miliki untuknya.Namun apa yang bisa dia berikan, dia tidak pernah memberi apapun pada wanita tua itu selain kesengsaraan. Tidak pernah ada kebahagiaan sdikitpun.Satu per satu orang meninggalkan pemakaman. Di sana hanya meninggalkan Alex dan Debora. Keduanya duduk dan menatap nanar batu yang di penuhi dengan kelopak bunga itu."Kenapa aku begitu tidak berguna Alex? Lihatlah, bahkan aku belum memberi kebahagiaan sedikitpun pada Bibi," ucap Debora pedih."Bibi sudah menganggapmu sebagai anak, melihatmu bahagia, dia juga merasakan hal yang sama Baby," jawab Alex memeluk pundak Debora."Ini tidak adil untuknya Alex, dia menjual segalanya demi kehidupanku dan Angel. Dia pergi sebelum aku membayar semuanya," ucap Debora dengan air mata yang terus berlina
Seorang gadis kecil menangis di depan pintu ruang IGD. Di sampingnya ada dua orng tua yang sedari tadi mencoba menenagkannya. Tak jauh dari mereka ada sekitar lima orang berpakaian serba hitam yang berdiri di depan lorong.Wanita gendut itu meraih gadis kecil dan mendekapnya dalam pangkuan. Berulang kali dia mengelus pucuk kepala anak itu. Mencob menghentikan tangisnya."Tenanglah Nak, Bibimu pasti akan baik-baik saja," ucap Wanta gendut itu."Bibi sakit Apa Nek, kenapa dia pingsan?" tanya Angel sambil menghapus air mata yang terus mengalir."Bibimu hanya kecapekan. Sebentaar lagi pasti dia akan sadar dan kembali bermain-main denganmu," ucap Nenek gendut yang memeluknyaa.Sementara Kakek gendut masih memperhatikan kelima orang yang berjaga di depan lorong. sesekali dia menatap Angel dan orang-orang itu bergantian.Dia hanya tak menyangka akan menyelamatkan seorang anak yang oraang tuanya memiliki kedudukan tinggi. Mereka pasti bukan orang biasa saat melihat penjagaan seketat ini.Seda
"Kakak tidak bisa datang?" tanya Stevi menatap Lidya penuh harap."Dia sedang dalam perjalanan bisnis. Mereka akan segera kembali," ucap Lidya mengelus pucuk kepala putrinya.Wanita yang baru saja tersadar dari depresinya itu melempar pandangannya kesamping. Dia menatap pria yang amat dia cintai duduk di sana.Pria itu memasang wajah sedih sebelum melempar senyum hangat padanya. Sama seperti sebelumnya, dia selalu bisa merubah mimik wajah dengan cepat."Kau membutuhjan sesuatu?" tanya Keanu menatap Stevi teduh."Aku lapar," jawab Stevi manja."Baiklah tunggu sebentar, aku akan membelikan makanan untukmu," jawab Keanu bangkit dari kursi dan melangkah menjauh.Lidya menatap pedih pria itu. Semua pengorbanan dan penantiannya selama ini tidak ada artinya. Dia yang beerjuang tetapi orang lain yang memetik manisnya."Tunggu sebentar, Mama mau pesan beberapa barang," ucap Lidya berlari kecil menyusul pria yang baru saja pergi."Joe!" panggil Lidya.Pria itu menghentikan langkanya. Sesaat Joe
Di tempat yang begitu tenang, Bibi Lauren duduk sambil memegang sebotol susu. Ujung matanya melihat seorang anak kecil melangkah mendekatinya.Matanya menyipit, dia melihat dengan seksama siapa yang datang. Buliran bening terjatuh saat lansia itu mengetahui siapa yang datang."Halo Nenek?" sapa Angel.Bibi Lauren mematung. Dia mencoba menahan laju air mata yang hendak melaju deras."Halo Nak, kau kembali?" tanya Bibi lauren.Anak itu mengangguk lirih dan duduk di samping sang Nenek. Dia melihat ada tiga botol susu di samping Nenek itu. Bertanada kalau dia sudah duduk di sini begitu lama."Apakah Nenek menungguku?" tanya Angel yang melihat Nenek itu menatapnya dalam.Bibi Lauren tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tangan keriputnya membelai pipi chubby yang dulu sering dia cium.Tuhan begitu baik padanya. Dia melindunginya, bahkan memberinya hadiah yang sangat istimewa."Apakah aku boleh memelukmu?" tanya Bibi Lauren masih terpaku menatap angel.Angel mengangguk lirih. Dia berges
Joe melangkah memasuki ruang rawat. Di sana masih ada Nyonya besarnya yang duduk meringkuk di kursi. "Anda bisa pulang Nyonya, biar Saya yang menjaga Nona Stevi," ucap Joe ramah.Lidya menggelengkan kepalanya. Dia memutar kursinya menghadap Joe. matanya menatap pria yang begitu tulus pada putrinya."Sejak kapan kau mengenal Stevi?" tanya Lidya seriussss."Nona Stevi membantu Saya masuk ke dalam Klan Tuan Alex, di sini saya menemukan keluarga yang tidak pernah saya miliki sebelumnya," jawab Joe membalas tatapan Lidya.Joe teringat saat pertama bertemu Stevi. Saat itu dia berjalan di tengah keputusasaan. Dia mencari keberadaan Sang Kakak yang entah ada di mana.Dia telah mencari Sang kakak di setiap bar besar. Tidak jarang kehadirnnya membuat keributan dan pada akhirnya dirinya babak belur.Saat itu dia meringkuk di emperan toko. Bajunya penuh noda darah yang mengering. Tak hanya itu, wajahnya sudah tidak berbentuk karena banyak luka lebam."Kalau mau jadi jagoan bukan seperti itu cara
Lidya menatap kepergian Putra dan menantunya. Terlihat senyum haru di wajah cantiknya. Seperti pepatah mengatakan, pasti ada pelangi setelah badai datang.Alex menggandeng tangan Debora dan melangkah pergi. Langkah panjang Alex terhenti saat menatap ketiga orang yang berdiri di depan pintu."Sepertinya aku sudah terlalu sabar denganmu belakangan ini," ucap Alex melempar pandangan ke arah Joe.Seketika Joe menundukkan kepala diikuti oleh kedua temannya. Mereka meneguk liur dan berdoa semoga Tuannya dalam mood yang baik."Kau meninggalkan tugasmu, dan mengejar cintamu di sini. Kau pikir aku akan simpati padamu dan tidak menghukum semua keteledoraamu ini?" ucap Alex melepaskan tangan Debora dan mendekati Joe.Debora mengkerutkan alisnya. Dia mulai menampakkan wajah protesnya. Wanita itu menghalang langkah Alex."Apa kau gila, Lihatlah! Dia sudah menjaga Adikkmu dengan tulus. Kau masih ingin menghukumnya?" Tanya Debora tidak percaya.Alex menggeser tubuh Debora dan menghentikan langkah ka