Diva baru saja masuk ke kamar Liam. "Sayang... Aku dateng nih."
"Kamu lama banget datengnya." Komentar Liam melihat Diva membawa plastik berisi makanan dan buah-buahan.
"Aku kira Samira akan lama nemenin kamu jadi aku ngurusin kerjaanku di rumah." Balas Diva.
Karena ini hari Sabtu, Diva terbebas dari perkerjaannya di kantor. Wanita berambut panjang yang dikuncir kuda itu mengeluarkan oralit yang dia buat untuk Liam. Padahal pihak rumah sakit sudah membuatnya tapi Diva sengaja membuat itu. Pokoknya segala macem ramuan untuk Liam supaya cepat sembuh.
"Samira aku suruh pulang cepat biar bisa istirahat." Kata Liam memperhatikan Diva membuka plastik buah untuk diletakkan di atas meja.
"Kok kamu suruh istirahat?"
"Kalo gak gitu kamu gak akan dateng ngurus saya." Dalam keadaan sakit Liam berusaha tersenyum untuk Diva. Wanita itu mengelus pipi Liam lembut penuh perasaan.
Satu hal yang paling menyesakkan adalah harus berpura-pura tidak melihat orang yang kita cintai bersama orang lain di depan mata sendiri.Seharusnya Samira tidak akan melihat ini kalau saja dia tidak merencanakan kejutan untuk Liam. Dan sekarang dia merasakan goresan luka yang disiram dengan garam, begitu dia menyadari sangat mencintai suaminya tapi dia harus menerima kenyataan Liam memiliki wanita idaman lain."Aku sayang sama kamu, Liam. Biarin aku yang ngurus kamu ya." Suara Diva memporak-porandakan hati Samira."Saya maunya gitu, tapi gimana dengan Samira? Sabar ya sayang."Diva mengernyit sedikit, "Kamu lebih suka ditemenin dia atau aku? Biar aku tahu batasannya." Wanita itu merengek manja pada kekasihnya."Kadang ngobrol sama dia sangat membosankan. Tapi saya gak boleh terang-terangan nunjukin itu... kasian dianya, biar gimana pun dia masih istri saya." Nada suara Liam terdengar ringan, "saya gak bisa mengabaikan dia, bisa-bisa Samira a
Renata, sahabat Samira tidak tega melihat keadaan Samira yang mengkhawatirkan. Matanya sembab kebanyakan menangis. Tempat tidurnya terlihat berantakan, pasti tadi Samira mengacak-acak kamarnya dengan brutal karena kesal."Dengan siapa dia selingkuh?" Wanita berkulit sawo itu mengusap pundak Samira yang duduk di lantai bersender di ranjangnya."Temen sekerjanya." Jawab Samira. Dia terlihat linglung tidak bisa berpikir apa pun. Wajahnya sudah pucat pasi. Tentu saja ini adalah kenyataan pahit yang tidak bisa ia terima, "Aku lihat sendiri Re di rumah sakit. Hati aku sakit, Re." Samira memejamkan matanya, menjatuhkan air mata di kelopak matanya."Di rumah sakit? Perempuan sundal itu ngerawat Liam di rumah sakit? Gak tau malu banget sih dia." Renata kaget, dia tidak percaya Liam senekad itu. Renata bisa merasakan apa yang dirasakan Samira, sakit pastinya. Dia memeluk sahabatnya memberi kekuatan.Samira tertawa, menertawakan nasibnya, "Aku gak pernah membayangka
Diva memasuki kamar Liam dirawat, hari ini dia sudah boleh pulang. Diva ingin membantu Liam membereskan pakaian pria itu. Sayangnya, Diva lupa Liam punya istri yang akan mengurus keperluan suaminya."Aku kira siapa, bikin kaget aja kamu," ucap Samira saat melihat Diva berada di ambang pintu. Tatapannya bukan kaget yang seperti itu, matanya tajam dan terkesan tidak suka.Liam hanya melirik Diva sebentar lalu kembali sibuk dengan ponselnya, tiga hari dia dirawat di sini. Liam tidak menyentuh pekerjaannya, pasti sekarang sudah menumpuk. Dokter juga menganjurkan agar Liam jangan dulu kecapean.Diva melangkah masuk, bingung ingin berbuat apa. Sedikit geram karena Liam juga tidak memperhatikannya."Udah boleh pulang sekarang, Bu?" tanya Diva, basa-basi.Samira mengangguk. "Iya nih. Dokter bilang udah boleh. Tapi masih harus istirahat di rumah.""Jadi belum boleh kerja?" komentar Diva yang terkesan kecewa. Gerakan Samira menyusun baju terhent
Liam tidak membuang waktu, dia segera mendatangi rumah Rayhard kakaknya yang beda tiga tahun dengannya. Rayhard pria cukup beruntung yang sukses menjadi pengusaha. Dia memiliki dua orang anak perempuan. Itu kenapa ayahnya selalu membanggakan Rayhard dibandingkan Liam. Padahal Ray jarang berkunjung ke rumah orang tua mereka."Nia, papah mana?" Liam langsung bertanya melihat keponakannya menonton tv di layar yang besar."Di ruang kerja Om, ada mama juga." Teriak Nia, karena Liam bicara sambil berjalan. Liam sudah sering ke sini jadi dia tahu seluk-beluk rumah Ray--dia pun menyebut Rayhard dengan panggilan Ray. Tidak ada sopan-sopannya."Liam? Katanya sakit kok malah dateng ke sini?" Viona menyambut adik iparnya dengan senyuman. Liam langsung duduk di sofa melihat Rayhard yang sibuk di meja kerjanya."Kenapa Liam? Ada masalah?" tanya Ray di sela pekerjaannya. Mereka tidak terlalu dekat tapi juga tidak t
"Kamu pernah berpikir gak? Hubungan badan itu bukan sekedar masukin aja... kamu harus ngerasa nyaman dan .... ya itu." Nikmat kata terakhir hanya dapat di lanjutkannya dalam hati."Emang kamu ngerasa aku gak nyaman?""Eh, maksudnya gak gitu sayang. Kan kamu sendiri yang waktu itu bilang gak mau hamil dulu." Jawab Liam halus. Matanya melirik pakaian Samira yang memperlihatkan lekukan tubuhnya. Sebenarnya sudah haknya mendapatkan jatah Samira.Samira tersenyum sinis. "Gak pa-pa Liam. Sekarang aku pengen jadi ibu untuk anak-anak kamu. Nanti juga aku pasti belajar seiring waktu." Samira melepaskan pakaiannya semua. Membuat Liam tidak bisa berpikir normal. Dia berdeham meletakkan laptopnya di meja."Kamu tahu kan gimana saya?"Samira mengangguk pelan."Iya kalo kamu maksa." Liam melakukan apa yang diinginkan Samira. Jantungnya berdebar dua kali lebih cepat saat Samira lebih dom
POV DivaMungkin kaum laki-laki menganggap wanita adalah kaum lemah yang bisa mereka perlakukan sesuka hati. Dulu aku membenci ayahku karena dia selingkuh, dia memilih selingkuhannya dibanding Ibuku. Dan sekarang aku terjebak dalam zona yang sama. Bedanya aku adalah pihak antagonis yang mencintai suami orang. Tapi kenapa Liam tidak seperti ayahku yang memilih selingkuhannya?Apa yang dia katakan? Ingin berpisah denganku begitu saja setelah dia meyakinkan aku untuk menerimanya. Peduli setan istrinya tidak ingin bercerai. Dimana janjinya setelah aku menerima cintanya? Setelah aku membiarkan dia menyentuhku. Setelah aku bersedia menjadi pihak ketiga dalam rumah tangganya.Kenapa aku harus duduk di depan dia menjadi pendengar penjelasan dia tentang Samira yang ingin memperbaiki rumah tangga mereka. Setelah aku mengorbankan segalanya untuk dia.Aku masih duduk diam mendengar kata-kata penyesalan yang keluar dar
Malam ini tepatnya pukul delapan. Samira mengajakku bertemu di taman dekat Apartemenku, bisa kebetulan ya dia ngajak ketemuan dekat tempat tinggalku. Kami belum bicara saja sudah tegang. Aku menghargai Samira sebagai istri Liam.Inikah akhir dariku?"Kamu sudah berapa lama berhubungan sama Liam?""Maksudnya apa? Pak Liam hanya atasan aku." Jawabku, kami berdiri berhadapan."Ya ampun! Ngaku aja deh, kamu itu udah ketangkep basah... dia itu suami aku monyet!!" Dia berteriak, aku suka sama Liam tapi sekarang Liam juga ingin kami berpisah. Apa dia ingin mendengar itu?"Aku tahu di kantor, dimana ada Liam kamu selalu ada." Satu tangan Samira mendorong bahuku ke belakang. Apa aku harus belajar menerima apa yang telah di tuliskan Tuhan, dan berharap pada akhirnya cara Tuhan akan membuatku bahagia."Kamu pikir aku gak bisa mencari tahu hubungan kalian? Aku bisa b
POV DivaTerkadang kita harus tahu dimana harus berhenti, sayangnya aku terlambat berhenti. Yang kuterima sekarang adalah hujatan dan nyinyiran. Teman sekantor menjauh karena menurut mereka aku menjijikkan. Aku berharap mereka akan mengerti apa yang kulakukan, aku salah tapi jangan hakimi aku melebihi batas kemampuanku. Aku begitu menderita."Mendingan kamu gak usah ikut meeting, Diva." Nara menghentikan langkahku."Kenapa?" tanyaku bingung."Satu kantor juga udah pada tau kamu sama Liam ada hubungan. Kamu gak tahu yang punya perusahaan ini kakak Liam, and than... istrinya ngadu kamu ngerayu suami dia." Nara berucap dengan otot di rahangnya."Ambil ini," Nara menyodorkan kertas putih, "Tulis aja apa yang mau kamu sampaikan nanti pas meeting aku kasih sama atasan." Ucapnya, lalu ia melanjutkan kembali setelah hening sejenak, "Meeting nanti ada orang-orang penting
Diva PoVTiga hari. Sudah tiga hari aku memata-matai apartemen Samira untuk mengetahui apakah Liam di sana. Apa saja yang mereka lakukan? Aku bodoh, harusnya aku mendobrak pintu rumahnya dan mencari suamiku. Aku benar-benar akan gila!! Hatiku terasa tidak pernah tenang setelah tahu semua kebenaran itu. Walau aku masih berstatus istri Liam, tetapi hati dan pikiran Liam sekarang hanya untuk Samira dan juga anaknya. Beberapa kali aku melihat tetangga berbisik-bisik sambil melihatku dengan wajah sinis, tapi ada juga yang bersimpati padaku. Entah apa yang mereka pikirkan.Liam, apa kamu tahu kondisi lingkungan kita sekarang? Semua orang tengah bergosip tentang kita dan Samira. Nanti, setelah sembilan bulan anaknya lahir. Apakah kamu akan menjadi sosok ayah yang akan selalu berada di sampingnya ?Tuhan, hatiku hancur membayangkan itu."Diva." Suara di belakang membuatku kaget, saat aku menoleh wanita itu tersenyum. Tetangga lantai atas. Kami sering berpapasan di lift. "Wajahmu pucat sekali
POV: DivaWaktu masih kecil aku tidak punya alasan untuk merenungi kehidupanku yang tidak mempunyai saudara kandung. Aku anak tunggal yang tidak kekurangan kasih sayang ibu dan ayahku.Tetapi semua berbeda ketika Ayahku berselingkuh dan ibuku menjadi depresi. Aku tidak punya siapa pun untuk diajak berbagi.Setelah kepergian ibuku, tidak ada siapapun yang memperingatkanku tentang pesta dan laki-laki, hingga aku kehilangan arah. Sampai aku bertemu si tampan Liam dan ternyata dia sudah mempunyai istri. Segala terjadi begitu cepat---akhirnya aku dan Liam menikah. Tapi aku belum juga hamil."Aku membencimu, Liam," ucapku, sambil berusaha membuat suaraku tidak gemetar. "Kamu pria brengsek yang pernah aku temui.""Tenang, Diva." Jawab Liam mendekat. "Kasih aku kesempatan untuk memperbaiki keadaan kita.""Gak. Kamu mempermainkan aku!" Teriakku melemparnya dengan bantal di atas ranjang. Kamar ini menjadi ruang neraka yang kutinggali.Kamar ini tempat kami saling berbagi cerita dan perasaan, t
POV : Diva"Kalian lucu sekali. Diva hanya mempertanyakan apa yang menjadi hakknya."Tangan Rayhard yang sedang memegang sendok dan hampir memasukkan makanan ke mulutnya berhenti. Lalu ia menatapku. Kakak Liam itu belum pernah membelaku, yang aku tahu dia membenciku. Wajah marah ibu mertuaku terpampang di sana. Mereka semua terlihat tidak nafsu lagi menikmati makanan, kecuali Samira."Bilang saja kamu iri dengan Samira, kan? Kamu belum bisa hamil anak Liam sedangkan Samira telah mengandung." Ucap Ibu mertuaku penuh kedengkian. "Maaf Mam, aku sama sekali gak iri. Dan lagi, Liam ini suamiku. Jelas aku gak terima dia hamil anak Liam." Aku memberanikan diri menatap mata wanita tua itu. Bisa-bisanya dia bilang aku iri. "Sudahlah Diva, kamu jangan menyudutkan Samira terus. Kasihan kan anak di perutnya." Ucapnya lagi, aku tidak mengerti bagaimana jalan pikiran ibu mertua hingga terus membela Samira. "Jawab pertanyaan Diva, Liam. Tunjukkan kalau kamu laki-laki." Terdengar suara Rayhard pe
Di sebuah rumah besar mewah, terdapat seorang wanita yang sedang berjalan tergesa-gesa sambil menenteng dua kresek plastik hitam berisi belanjaan. Terdengar suara gelak tawa di ruang tengah. Seorang pelayan hanya melewati wanita itu tanpa berniat membantunya mengambil dua plastik besar itu dari tangannya."Kenapa kamu lama sekali belanjanya? Kamu kan tahu ini jam makan malam dan semua belanjaan yang kamu beli akan dimasak sekarang," ucap seorang wanita tua memarahinya. Ia meletakkan belanjaannya di atas meja bersiap untuk membereskannya. "Maaf Mam, jalanan tadi macet.""Astaga. Apa yang kamu katakan? Aku tadi menelponmu menjelang sore. Apa sejauh itu mall dari rumahmu hingga berjam-jam kamu menghabiskan waktu?""Maafkan aku, Mam." Ucap wanita yang berkuncir kuda itu. "Aku akan memasak SOP buntut spesial untuk makan malam nanti.""Sop buntut katamu? Kami lihat jam, kamu pikir perut kami masih bisa menunggu masakan kamu itu?" Cecarnya. "Kalau kamu gak ada niat masak untuk makan malam
POV DivaBerhari-hari aku menghabiskan waktuku di kamar sambil memegang ponselku. Menunggu Liam mengabariku, aku masih berharap dia menanyakan keadaanku.Ya, penantian yang tidak ada ujungnya dan terlalu berharap akan membawa seseorang menuju keterpurukan. Begitu saja tanganku membanting ponsel yang tidak pernah kulepaskan dari tadi."Kamu lebih memilih Samira daripada aku istrimu, Liam!""Dia yang mulai perkara denganku, tapi kamu memihak dia?" Dia membuatku kesal. Aku tidak tahu harus bagaimana.Samira, aku benar-benar tersentuh dengan semua caramu menghancurkan hidupku. Aku tidak menyangka kita akan sejauh ini. Aku pikir semua telah berakhir dan Liam menjadi milikku seutuhnya. Tapi, apa yang kamu lakukan? Kamu membuat Liam kembali sukses. Kamu mengacak-acak rumah tanggaku dan mengandung anak Liam.Apa yang harus aku lakukan?Liam, aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku ingin kita tetap bersama sebagai pasangan suami-istri. Apakah takdir kita hanya sampai di sini. Katakan padaku b
POV : DivaAku sempat terpaku melihat wanita bergaun kimono masuk ke dalam lift yang sama denganku. Wanita jalang yang sedang mencoba menghancurkan pernikahanku sekarang berada di ruang yang sama denganku. Dia memakai gaun kimono yang aku tebak untuk menutupi perutnya yang mulai buncit."Kenapa kaget? Kamu kira kawasan apartemen ini milik pribadimu. Dasar bodoh." Cemoohnya padaku. Aku memperbaiki raut wajahku agar terlihat tetap tenang. "Siapa yang bodoh?" Aku menggelengkan kepalaky. "Kamu tinggal di sini? Bukankah itu berarti kita akan sering bertemu dan kamu akan melihat aku dan suamiku yang sering bergandengan tangan di kawasan ini."Aku melihat dia menekan tombol satu lantai di atasku. Seketika aku sadar melihat senyum tipisnya. Dia memang sengaja tinggal di sini."Seseorang membelikanku apartemen di sini. Tentu saja aku gak akan menolaknya. Benar, kan?" Dia seperti menikmati wajah tegangku. Jangan bilang Liam yang membeli apartemen di atas untuk Samira. Aku harus sabar dan jang
POV: DivaSelama beberapa hari aku merasa gelisah. Liam belum pernah pulang setelah berita pria itu di semua media. Apakah sekarang Liam telah tinggal bersama Samira? Banyak pertanyaan di kepalaku.Jika terjadi sesuatu pada pernikahanku, aku juga akan kehilangan semangat hidupku lagi. Aku tidak mengira Samira akan kembali pada kehidupan Liam.Jadi selama ini Samira hanya berpura-pura menjauh dari Liam, tapi kenyataannya wanita sialan itu sedang berputar-putar disekeliling suamiku. Dia hanya sedang mempermainkan waktu untuk menghancurkan hidupku perlahan-lahan. Dan keluarga Liam membantunya.Mereka tau semenjak Liam bersamaku, dia mendapatkan banyak tekanan dari keluargaku dan ekonomi kami yang buruk.Aku duduk di sofa putih menghadap jendela kaca yang tertutup tirai putih. Cahaya matahari membuat ruangan ini tidak gelap. Ya, aku sengaja mematikan semua lampu di rumah ini. Agar aku tau jika Liam datang, biasanya dia akan menghidupkan lampu meski siang hari.Samira adalah wanita yang p
"Saya berjanji akan melakukan tugas saya sebagai pemimpin perusahaan dengan baik. Berkontribusi meningkatkan perekonomian perusahaan." Liam mengakhiri pidatonya lalu tersenyum kecil.Nama Liam Kavindra menjadi pembicaraan di manapun. Bahkan sebuah tabloid membuat artikel tentang rumah tangganya juga."Maaf Pak ada artikel yang mengatakan anda telah menikah dengan wanita selingkuhan anda. Apa komentar bapak atas artikel itu?""Pak Liam...""Pak Liam..."Liam tetap berjalan meninggalkan pers dan mengacuhkan pertanyaan wartawan itu.Hari ini adalah hari kemenangan bagi Liam setelah membuat Rayhard turun tahta. Dia sudah menunggu bertahun-tahun untuk menerima kemenangan ini.Salah siapa Rayhard telah menghancurkan hidupnya dulu dengan perselingkuhan yang dilakukannya dengan Diva. Sekarang perusahaan ini menjadi miliknya.Liam masih ingat Rayhard menghina Diva dengan sebutan penggoda pria kaya. Setahun lalu Liam pernah melihat Rayhard sedang makan di restoran mewah bersama wanita muda. Dan
Pagi hari Liam membantu Samira memindahkan barang ke apartemen yang baru ia beli. Lokasinya sangat dekat dengan apartemen miliknya. Dan apartemen itu kelihatan lebih mewah dari pada yang ditempati Diva. Tentu saja hal itu membuat Samira sangat senang, balas dendamnya tercapai. Jika Diva tahu pasti wanita itu akan sakit hati dan menderita.Samira ingin sekali memberitahu Diva tentang ayah anak yang ia kandung. Seharian ini Liam menghabiskan waktunya bersama Samira di apartemen mewah itu, bahkan ia tidak mengangkat panggilan dari Diva."Kamu anterin aku ya belanja kebutuhan bayi." Kata Samira yang sedang menikmati makan siangnya."Kamu kan tau Sa, di luar banyak orang. Apa kata mereka kalau saya jalan sama kamu beli peralatan bayi." "Peduli apa kata orang? Kalau kamu takut, untuk apa memindahkan aku ke apartemen ini? Hanya beberapa langkah dari tempat kamu."Liam meminum air putihnya di gelas, tanda makannya telah selesai. "Saya hanya berjaga-jaga dengan keselamatan kamu. Kalau kamu