Malam pukul 7 Samira menyiapkan makan malam lengkap dengan lilin, mungkin dia lupa Liam bilang akan lembur. Wanita berbaju dress merah dengan make-up lumayan tegas duduk di bangku menunggu seseorang membuka pintu rumah--tidak ada yang datang sampai pukul 10 malam.
Samira mengubah strategi-nya. Dia mengganti bajunya dengan baju tidur seksi yang dia beli tadi. Setelah menunggu beberapa lama Liam belum juga datang, Samira mendengus kesal di atas ranjangnya.
Secuek-cueknya Samira, dia benci juga yang namanya menunggu. Dia berpikir sesibuk apa Liam sampai lupa jam pulang, sambil meremas bantal dia menatap pintu yang masih tertutup itu. Renata sempat memberi masukan-- jika dia menginginkan hubungan seks tapi Liam belum juga datang. Maka tak apa jika Samira sendiri yang meminta Liam untuk pulang lebih cepat untuk melakukan aktivitas mereka.
Ketika membeli peralatan tempurnya ini, Samira sudah bertekad untuk membuat malam ini berk
"Sarapan dulu, aku udah bawain nih." Diva meletakkan kotak makan di atas meja Liam, "aku tahu kamu belum makan. Tadi malem kamu nelpon marah-marah gitu pasti sampe sekarang mood kamu belum baik kan?""Saya gak laper.""Makan, Liam!" perintah Diva ketika Liam menggeser kotak bekal berwarna merah itu. "Aku buatin sandwich.""Nanti ya, aku lagi ngerjain ini." Liam masih fokus pada layar laptopnya. Tapi pikirannya pada ucapan Samira 'Muak' katanya. Sial sekali ada wanita bicara kasar seperti itu padanya, tak lain isterinya sendiri."Yaudah... aku lanjut kerja ya.""Diva." Panggil Liam, "Bisa temenin saya makan?" Liam ingin ada yang mendengar keluhannya tapi dia merasa malu menceritakan pada Diva. Ya, walaupun sedikit banyaknya Liam sudah cerita pada Diva tentang kehidupan rumah tangganya.Mereka duduk berhadapan, Liam menganggurkan laptopnya. Kegelisahannya h
Sesampainya di rumah Diva, Liam langsung berbaring di kamar Diva. Ini pertama kalinya Liam ke kamar Diva, kamar ini ya seperti kamar wanita pada umumnya. Terlihat feminim dan rapih. Ada boneka Teddy bear berwarna kuning menatapnya."Buka aja kemeja sama celananya. Tidur kayak gitu gak nyaman." Kata Diva. Liam membeku, merasa tidak nyaman."Gak usahlah. Saya cuma pakek boxer ini." Ucap Liam pelan.Diva tertawa, "Kamu sok malu-malu padahal suka banget grepek-grepek aku." Ujar Diva, Liam menunduk dengan wajah merah."Pakek kaos aku aja, biar gak kepanasan." Kata Diva lagi, sedikit bernada menggoda. Liam duduk di ranjang dengan lemah, tidak punya tenaga berdebat dengan Diva."Aku gak akan perkosa kamu, sayang." Goda Diva."Gak usah diperkosa, dengan suka rela saya menyerahkan diri." Balas Liam, sambil meringis menahan mulas... detik kemudian dia berlari ke kamar mandi, beberap
"Hai sayang... aku bawain makanan nih. Sop buntut sapi." Samira terdiam sejenak. Lalu dia meralatnya, "Sop buntut sapi apa kambing ya?" Dia sendiri bingung dengan makanan yang dia bawa.Liam menghela nafas melihat kedatangan istrinya itu. Liam duduk tanpa ekspresi melihat Samira yang sudah membuka taperware berisi makanan, "Maaf sayang kayaknya ini sop kambing deh... eh sop sapi." Samira menebak-nebak dengan mencium aroma makanannya."Kamu gak pasti? Yaudahlah intinya ini sop kan?" Ujar Liam. Pasti ini beli di pinggir jalan makanya Samira nebak-nebak. Kemudian Samira memonyongkan bibir seolah akan mencium Liam.Samira tidak menyinggung topik Diva, wanita yang mengantar Liam malam-malam ke rumah sakit ini. Dia tersenyum riang menyiapkan makanan Liam, seakan senang melihat Liam sakit. Tatapan suaminya dingin pada Samira."Kenapa ngeliatnya gitu banget? Udah kamu gak usah khawatir, istirahat aja di s
Diva baru saja masuk ke kamar Liam. "Sayang... Aku dateng nih.""Kamu lama banget datengnya." Komentar Liam melihat Diva membawa plastik berisi makanan dan buah-buahan."Aku kira Samira akan lama nemenin kamu jadi aku ngurusin kerjaanku di rumah." Balas Diva.Karena ini hari Sabtu, Diva terbebas dari perkerjaannya di kantor. Wanita berambut panjang yang dikuncir kuda itu mengeluarkan oralit yang dia buat untuk Liam. Padahal pihak rumah sakit sudah membuatnya tapi Diva sengaja membuat itu. Pokoknya segala macem ramuan untuk Liam supaya cepat sembuh."Samira aku suruh pulang cepat biar bisa istirahat." Kata Liam memperhatikan Diva membuka plastik buah untuk diletakkan di atas meja."Kok kamu suruh istirahat?""Kalo gak gitu kamu gak akan dateng ngurus saya." Dalam keadaan sakit Liam berusaha tersenyum untuk Diva. Wanita itu mengelus pipi Liam lembut penuh perasaan.
Satu hal yang paling menyesakkan adalah harus berpura-pura tidak melihat orang yang kita cintai bersama orang lain di depan mata sendiri.Seharusnya Samira tidak akan melihat ini kalau saja dia tidak merencanakan kejutan untuk Liam. Dan sekarang dia merasakan goresan luka yang disiram dengan garam, begitu dia menyadari sangat mencintai suaminya tapi dia harus menerima kenyataan Liam memiliki wanita idaman lain."Aku sayang sama kamu, Liam. Biarin aku yang ngurus kamu ya." Suara Diva memporak-porandakan hati Samira."Saya maunya gitu, tapi gimana dengan Samira? Sabar ya sayang."Diva mengernyit sedikit, "Kamu lebih suka ditemenin dia atau aku? Biar aku tahu batasannya." Wanita itu merengek manja pada kekasihnya."Kadang ngobrol sama dia sangat membosankan. Tapi saya gak boleh terang-terangan nunjukin itu... kasian dianya, biar gimana pun dia masih istri saya." Nada suara Liam terdengar ringan, "saya gak bisa mengabaikan dia, bisa-bisa Samira a
Renata, sahabat Samira tidak tega melihat keadaan Samira yang mengkhawatirkan. Matanya sembab kebanyakan menangis. Tempat tidurnya terlihat berantakan, pasti tadi Samira mengacak-acak kamarnya dengan brutal karena kesal."Dengan siapa dia selingkuh?" Wanita berkulit sawo itu mengusap pundak Samira yang duduk di lantai bersender di ranjangnya."Temen sekerjanya." Jawab Samira. Dia terlihat linglung tidak bisa berpikir apa pun. Wajahnya sudah pucat pasi. Tentu saja ini adalah kenyataan pahit yang tidak bisa ia terima, "Aku lihat sendiri Re di rumah sakit. Hati aku sakit, Re." Samira memejamkan matanya, menjatuhkan air mata di kelopak matanya."Di rumah sakit? Perempuan sundal itu ngerawat Liam di rumah sakit? Gak tau malu banget sih dia." Renata kaget, dia tidak percaya Liam senekad itu. Renata bisa merasakan apa yang dirasakan Samira, sakit pastinya. Dia memeluk sahabatnya memberi kekuatan.Samira tertawa, menertawakan nasibnya, "Aku gak pernah membayangka
Diva memasuki kamar Liam dirawat, hari ini dia sudah boleh pulang. Diva ingin membantu Liam membereskan pakaian pria itu. Sayangnya, Diva lupa Liam punya istri yang akan mengurus keperluan suaminya."Aku kira siapa, bikin kaget aja kamu," ucap Samira saat melihat Diva berada di ambang pintu. Tatapannya bukan kaget yang seperti itu, matanya tajam dan terkesan tidak suka.Liam hanya melirik Diva sebentar lalu kembali sibuk dengan ponselnya, tiga hari dia dirawat di sini. Liam tidak menyentuh pekerjaannya, pasti sekarang sudah menumpuk. Dokter juga menganjurkan agar Liam jangan dulu kecapean.Diva melangkah masuk, bingung ingin berbuat apa. Sedikit geram karena Liam juga tidak memperhatikannya."Udah boleh pulang sekarang, Bu?" tanya Diva, basa-basi.Samira mengangguk. "Iya nih. Dokter bilang udah boleh. Tapi masih harus istirahat di rumah.""Jadi belum boleh kerja?" komentar Diva yang terkesan kecewa. Gerakan Samira menyusun baju terhent
Liam tidak membuang waktu, dia segera mendatangi rumah Rayhard kakaknya yang beda tiga tahun dengannya. Rayhard pria cukup beruntung yang sukses menjadi pengusaha. Dia memiliki dua orang anak perempuan. Itu kenapa ayahnya selalu membanggakan Rayhard dibandingkan Liam. Padahal Ray jarang berkunjung ke rumah orang tua mereka."Nia, papah mana?" Liam langsung bertanya melihat keponakannya menonton tv di layar yang besar."Di ruang kerja Om, ada mama juga." Teriak Nia, karena Liam bicara sambil berjalan. Liam sudah sering ke sini jadi dia tahu seluk-beluk rumah Ray--dia pun menyebut Rayhard dengan panggilan Ray. Tidak ada sopan-sopannya."Liam? Katanya sakit kok malah dateng ke sini?" Viona menyambut adik iparnya dengan senyuman. Liam langsung duduk di sofa melihat Rayhard yang sibuk di meja kerjanya."Kenapa Liam? Ada masalah?" tanya Ray di sela pekerjaannya. Mereka tidak terlalu dekat tapi juga tidak t