Diva yang menantikan Liam datang ke apartemennya mempercepat makannya, setelah selesai makan Diva keluar lebih dulu. Liam berjalan ke arah kasir membayar dua meja sekaligus punya Diva membuat kasir berekspresi.
Di parkiran barulah Diva bernafas lega, dia masuk setelah Liam masuk duluan dan menghidupkan mobilnya. Liam menyentuh paha Diva ketika wanita itu memakai seatbealt-nya. "Maaf ya kamu gak nyaman."
Diva menoleh dan menatap wajah tampan Liam. Rambut pendek Liam yang terkesan rapih dan hidungnya yang sedikit mancung, "Iya, aku ngerti, santai aja, Pak." lalu ia berjengit ketika Liam mencium bibirnya. Lembut dan lama, dia jadi ingat sewaktu mereka ciuman di mobil.
Diva melepas ciuman lebih dulu. "Ini tempat umum, Pak Liam."
"Kamu sih panggil saya Pak." protesnya, "Gak lama kok, lima detik lagi ya." Pinta Liam yang tidak sabaran lagi.
"Kayaknya kamu suka banget ciuman di mobil ya?
John Kavindra sudah boleh pulang ke rumah setelah tiga hari lalu sempat di rawat di rumah sakit. Samira menelpon Liam untuk menjemput mereka di rumah sakit, Samira memperlakukan mertuanya sangat hormat walaupun dia kurang perhatian pada kedua orang tua berumur itu.Hari-hari yang dilakukan bersama mertuanya seperti biasa tidak ada yang spesial--dia juga memberikan perhatian pada mereka... ya karena kewajiban sebagai menantu saja. Seperti menanyakan kabar, membelikan pakaian baru saat hari raya, membawakan masakan saat berkunjung ke rumah mertua. Tapi itu semua tidak membuat nyaman ibu dan ayah Liam di usia senja. Tidak ada keceriaan anak kecil yang membuat mereka gembira.Liam memiliki adik perempuan yaitu Nana Kavindra, dia memiliki satu anak perempuan. Tapi ya tetap saja orangtua Liam menginginkan cucu dari Liam dan Samira. Orangtuanya tidak akan memberikan setengah dari hartanya jika Liam belum juga memberikan cucu untuk mereka. Sayangnya, Samira tidak terpeng
"Aku lagi males berdebat ya.""Saya gak ngajak berdebat... tapi ngasih pengertian sama kamu. Setiap apa yang saya bilang kamu selalu ada aja jawaban."Samira memutar bola matanya. "Kamu bisanya ngoceh aja, ada gak kamu lakuin? Kamu itu orang sok sibuk tahu gak..." penghinaan lagi yang didapatkan Liam dari istrinya, "Kalo kamu ngerasa kerjaan aku salah yaudah angkat balik pot bunganya di depan gerbang rumah mama kamu!""Lebih baik kamu gak usah ngerjain kalo gak ikhlas." ujar Liam."Wah! Ngeselin kamu ya lama-lama." Balas Samira melotot ke arah Liam. Pikirnya dia telah melakukan hal terbaik sebagai istri Liam, tapi tidak mendapatkan pengakuan Liam. Padahal dia telah mengeluarkan tenaga dan waktunya untuk membersihkan halaman rumah mertuanya. Tubuhnya saja sudah pegal, pinggangnya encok... belum lagi gatal-gatal merah akibat tanaman bunga itu.Satu jam kemudian mobil Liam terparkir di garasi
Berbeda dengan Liam yang dia kenal dulu, Samira merasa kehilangan sosok Liam. Bentuk yang sama, senyum yang sama, suara yang sama tapi Samira merasa ada yang hilang."Nanti kamu mau makan malem apa? Aku masakin." Samira berkata pada ponsel-nya.{ Saya lembur malam ini, kamu masak aja kesukaan kamu. }"Kamu gak ada bilang mau lembur tadi pagi." Protes Samira, dia menghentikan troli belanjaannya. Fokus pada suara di seberang.{ Dadakan, saya juga mana tahu ada perubahan jadwal.""Yaudah kalo gitu aku ngumpul sama temen-temenku ya... kamu kan pulang kemaleman nanti."{ Iya, terserah kamu. Have fun ya...}Samira ingin menjaga hubungan harmonis dengan Liam, tapi sepertinya hanya dirinya. Liam tidak. Mungkin Samira terlihat sangat naif sampai mengabaikan aroma parfum wanita yang tertinggal di pakaian Liam.Yang dipikirkan Samir
Malam pukul 7 Samira menyiapkan makan malam lengkap dengan lilin, mungkin dia lupa Liam bilang akan lembur. Wanita berbaju dress merah dengan make-up lumayan tegas duduk di bangku menunggu seseorang membuka pintu rumah--tidak ada yang datang sampai pukul 10 malam.Samira mengubah strategi-nya. Dia mengganti bajunya dengan baju tidur seksi yang dia beli tadi. Setelah menunggu beberapa lama Liam belum juga datang, Samira mendengus kesal di atas ranjangnya.Secuek-cueknya Samira, dia benci juga yang namanya menunggu. Dia berpikir sesibuk apa Liam sampai lupa jam pulang, sambil meremas bantal dia menatap pintu yang masih tertutup itu. Renata sempat memberi masukan-- jika dia menginginkan hubungan seks tapi Liam belum juga datang. Maka tak apa jika Samira sendiri yang meminta Liam untuk pulang lebih cepat untuk melakukan aktivitas mereka.Ketika membeli peralatan tempurnya ini, Samira sudah bertekad untuk membuat malam ini berk
"Sarapan dulu, aku udah bawain nih." Diva meletakkan kotak makan di atas meja Liam, "aku tahu kamu belum makan. Tadi malem kamu nelpon marah-marah gitu pasti sampe sekarang mood kamu belum baik kan?""Saya gak laper.""Makan, Liam!" perintah Diva ketika Liam menggeser kotak bekal berwarna merah itu. "Aku buatin sandwich.""Nanti ya, aku lagi ngerjain ini." Liam masih fokus pada layar laptopnya. Tapi pikirannya pada ucapan Samira 'Muak' katanya. Sial sekali ada wanita bicara kasar seperti itu padanya, tak lain isterinya sendiri."Yaudah... aku lanjut kerja ya.""Diva." Panggil Liam, "Bisa temenin saya makan?" Liam ingin ada yang mendengar keluhannya tapi dia merasa malu menceritakan pada Diva. Ya, walaupun sedikit banyaknya Liam sudah cerita pada Diva tentang kehidupan rumah tangganya.Mereka duduk berhadapan, Liam menganggurkan laptopnya. Kegelisahannya h
Sesampainya di rumah Diva, Liam langsung berbaring di kamar Diva. Ini pertama kalinya Liam ke kamar Diva, kamar ini ya seperti kamar wanita pada umumnya. Terlihat feminim dan rapih. Ada boneka Teddy bear berwarna kuning menatapnya."Buka aja kemeja sama celananya. Tidur kayak gitu gak nyaman." Kata Diva. Liam membeku, merasa tidak nyaman."Gak usahlah. Saya cuma pakek boxer ini." Ucap Liam pelan.Diva tertawa, "Kamu sok malu-malu padahal suka banget grepek-grepek aku." Ujar Diva, Liam menunduk dengan wajah merah."Pakek kaos aku aja, biar gak kepanasan." Kata Diva lagi, sedikit bernada menggoda. Liam duduk di ranjang dengan lemah, tidak punya tenaga berdebat dengan Diva."Aku gak akan perkosa kamu, sayang." Goda Diva."Gak usah diperkosa, dengan suka rela saya menyerahkan diri." Balas Liam, sambil meringis menahan mulas... detik kemudian dia berlari ke kamar mandi, beberap
"Hai sayang... aku bawain makanan nih. Sop buntut sapi." Samira terdiam sejenak. Lalu dia meralatnya, "Sop buntut sapi apa kambing ya?" Dia sendiri bingung dengan makanan yang dia bawa.Liam menghela nafas melihat kedatangan istrinya itu. Liam duduk tanpa ekspresi melihat Samira yang sudah membuka taperware berisi makanan, "Maaf sayang kayaknya ini sop kambing deh... eh sop sapi." Samira menebak-nebak dengan mencium aroma makanannya."Kamu gak pasti? Yaudahlah intinya ini sop kan?" Ujar Liam. Pasti ini beli di pinggir jalan makanya Samira nebak-nebak. Kemudian Samira memonyongkan bibir seolah akan mencium Liam.Samira tidak menyinggung topik Diva, wanita yang mengantar Liam malam-malam ke rumah sakit ini. Dia tersenyum riang menyiapkan makanan Liam, seakan senang melihat Liam sakit. Tatapan suaminya dingin pada Samira."Kenapa ngeliatnya gitu banget? Udah kamu gak usah khawatir, istirahat aja di s
Diva baru saja masuk ke kamar Liam. "Sayang... Aku dateng nih.""Kamu lama banget datengnya." Komentar Liam melihat Diva membawa plastik berisi makanan dan buah-buahan."Aku kira Samira akan lama nemenin kamu jadi aku ngurusin kerjaanku di rumah." Balas Diva.Karena ini hari Sabtu, Diva terbebas dari perkerjaannya di kantor. Wanita berambut panjang yang dikuncir kuda itu mengeluarkan oralit yang dia buat untuk Liam. Padahal pihak rumah sakit sudah membuatnya tapi Diva sengaja membuat itu. Pokoknya segala macem ramuan untuk Liam supaya cepat sembuh."Samira aku suruh pulang cepat biar bisa istirahat." Kata Liam memperhatikan Diva membuka plastik buah untuk diletakkan di atas meja."Kok kamu suruh istirahat?""Kalo gak gitu kamu gak akan dateng ngurus saya." Dalam keadaan sakit Liam berusaha tersenyum untuk Diva. Wanita itu mengelus pipi Liam lembut penuh perasaan.
Diva PoVTiga hari. Sudah tiga hari aku memata-matai apartemen Samira untuk mengetahui apakah Liam di sana. Apa saja yang mereka lakukan? Aku bodoh, harusnya aku mendobrak pintu rumahnya dan mencari suamiku. Aku benar-benar akan gila!! Hatiku terasa tidak pernah tenang setelah tahu semua kebenaran itu. Walau aku masih berstatus istri Liam, tetapi hati dan pikiran Liam sekarang hanya untuk Samira dan juga anaknya. Beberapa kali aku melihat tetangga berbisik-bisik sambil melihatku dengan wajah sinis, tapi ada juga yang bersimpati padaku. Entah apa yang mereka pikirkan.Liam, apa kamu tahu kondisi lingkungan kita sekarang? Semua orang tengah bergosip tentang kita dan Samira. Nanti, setelah sembilan bulan anaknya lahir. Apakah kamu akan menjadi sosok ayah yang akan selalu berada di sampingnya ?Tuhan, hatiku hancur membayangkan itu."Diva." Suara di belakang membuatku kaget, saat aku menoleh wanita itu tersenyum. Tetangga lantai atas. Kami sering berpapasan di lift. "Wajahmu pucat sekali
POV: DivaWaktu masih kecil aku tidak punya alasan untuk merenungi kehidupanku yang tidak mempunyai saudara kandung. Aku anak tunggal yang tidak kekurangan kasih sayang ibu dan ayahku.Tetapi semua berbeda ketika Ayahku berselingkuh dan ibuku menjadi depresi. Aku tidak punya siapa pun untuk diajak berbagi.Setelah kepergian ibuku, tidak ada siapapun yang memperingatkanku tentang pesta dan laki-laki, hingga aku kehilangan arah. Sampai aku bertemu si tampan Liam dan ternyata dia sudah mempunyai istri. Segala terjadi begitu cepat---akhirnya aku dan Liam menikah. Tapi aku belum juga hamil."Aku membencimu, Liam," ucapku, sambil berusaha membuat suaraku tidak gemetar. "Kamu pria brengsek yang pernah aku temui.""Tenang, Diva." Jawab Liam mendekat. "Kasih aku kesempatan untuk memperbaiki keadaan kita.""Gak. Kamu mempermainkan aku!" Teriakku melemparnya dengan bantal di atas ranjang. Kamar ini menjadi ruang neraka yang kutinggali.Kamar ini tempat kami saling berbagi cerita dan perasaan, t
POV : Diva"Kalian lucu sekali. Diva hanya mempertanyakan apa yang menjadi hakknya."Tangan Rayhard yang sedang memegang sendok dan hampir memasukkan makanan ke mulutnya berhenti. Lalu ia menatapku. Kakak Liam itu belum pernah membelaku, yang aku tahu dia membenciku. Wajah marah ibu mertuaku terpampang di sana. Mereka semua terlihat tidak nafsu lagi menikmati makanan, kecuali Samira."Bilang saja kamu iri dengan Samira, kan? Kamu belum bisa hamil anak Liam sedangkan Samira telah mengandung." Ucap Ibu mertuaku penuh kedengkian. "Maaf Mam, aku sama sekali gak iri. Dan lagi, Liam ini suamiku. Jelas aku gak terima dia hamil anak Liam." Aku memberanikan diri menatap mata wanita tua itu. Bisa-bisanya dia bilang aku iri. "Sudahlah Diva, kamu jangan menyudutkan Samira terus. Kasihan kan anak di perutnya." Ucapnya lagi, aku tidak mengerti bagaimana jalan pikiran ibu mertua hingga terus membela Samira. "Jawab pertanyaan Diva, Liam. Tunjukkan kalau kamu laki-laki." Terdengar suara Rayhard pe
Di sebuah rumah besar mewah, terdapat seorang wanita yang sedang berjalan tergesa-gesa sambil menenteng dua kresek plastik hitam berisi belanjaan. Terdengar suara gelak tawa di ruang tengah. Seorang pelayan hanya melewati wanita itu tanpa berniat membantunya mengambil dua plastik besar itu dari tangannya."Kenapa kamu lama sekali belanjanya? Kamu kan tahu ini jam makan malam dan semua belanjaan yang kamu beli akan dimasak sekarang," ucap seorang wanita tua memarahinya. Ia meletakkan belanjaannya di atas meja bersiap untuk membereskannya. "Maaf Mam, jalanan tadi macet.""Astaga. Apa yang kamu katakan? Aku tadi menelponmu menjelang sore. Apa sejauh itu mall dari rumahmu hingga berjam-jam kamu menghabiskan waktu?""Maafkan aku, Mam." Ucap wanita yang berkuncir kuda itu. "Aku akan memasak SOP buntut spesial untuk makan malam nanti.""Sop buntut katamu? Kami lihat jam, kamu pikir perut kami masih bisa menunggu masakan kamu itu?" Cecarnya. "Kalau kamu gak ada niat masak untuk makan malam
POV DivaBerhari-hari aku menghabiskan waktuku di kamar sambil memegang ponselku. Menunggu Liam mengabariku, aku masih berharap dia menanyakan keadaanku.Ya, penantian yang tidak ada ujungnya dan terlalu berharap akan membawa seseorang menuju keterpurukan. Begitu saja tanganku membanting ponsel yang tidak pernah kulepaskan dari tadi."Kamu lebih memilih Samira daripada aku istrimu, Liam!""Dia yang mulai perkara denganku, tapi kamu memihak dia?" Dia membuatku kesal. Aku tidak tahu harus bagaimana.Samira, aku benar-benar tersentuh dengan semua caramu menghancurkan hidupku. Aku tidak menyangka kita akan sejauh ini. Aku pikir semua telah berakhir dan Liam menjadi milikku seutuhnya. Tapi, apa yang kamu lakukan? Kamu membuat Liam kembali sukses. Kamu mengacak-acak rumah tanggaku dan mengandung anak Liam.Apa yang harus aku lakukan?Liam, aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku ingin kita tetap bersama sebagai pasangan suami-istri. Apakah takdir kita hanya sampai di sini. Katakan padaku b
POV : DivaAku sempat terpaku melihat wanita bergaun kimono masuk ke dalam lift yang sama denganku. Wanita jalang yang sedang mencoba menghancurkan pernikahanku sekarang berada di ruang yang sama denganku. Dia memakai gaun kimono yang aku tebak untuk menutupi perutnya yang mulai buncit."Kenapa kaget? Kamu kira kawasan apartemen ini milik pribadimu. Dasar bodoh." Cemoohnya padaku. Aku memperbaiki raut wajahku agar terlihat tetap tenang. "Siapa yang bodoh?" Aku menggelengkan kepalaky. "Kamu tinggal di sini? Bukankah itu berarti kita akan sering bertemu dan kamu akan melihat aku dan suamiku yang sering bergandengan tangan di kawasan ini."Aku melihat dia menekan tombol satu lantai di atasku. Seketika aku sadar melihat senyum tipisnya. Dia memang sengaja tinggal di sini."Seseorang membelikanku apartemen di sini. Tentu saja aku gak akan menolaknya. Benar, kan?" Dia seperti menikmati wajah tegangku. Jangan bilang Liam yang membeli apartemen di atas untuk Samira. Aku harus sabar dan jang
POV: DivaSelama beberapa hari aku merasa gelisah. Liam belum pernah pulang setelah berita pria itu di semua media. Apakah sekarang Liam telah tinggal bersama Samira? Banyak pertanyaan di kepalaku.Jika terjadi sesuatu pada pernikahanku, aku juga akan kehilangan semangat hidupku lagi. Aku tidak mengira Samira akan kembali pada kehidupan Liam.Jadi selama ini Samira hanya berpura-pura menjauh dari Liam, tapi kenyataannya wanita sialan itu sedang berputar-putar disekeliling suamiku. Dia hanya sedang mempermainkan waktu untuk menghancurkan hidupku perlahan-lahan. Dan keluarga Liam membantunya.Mereka tau semenjak Liam bersamaku, dia mendapatkan banyak tekanan dari keluargaku dan ekonomi kami yang buruk.Aku duduk di sofa putih menghadap jendela kaca yang tertutup tirai putih. Cahaya matahari membuat ruangan ini tidak gelap. Ya, aku sengaja mematikan semua lampu di rumah ini. Agar aku tau jika Liam datang, biasanya dia akan menghidupkan lampu meski siang hari.Samira adalah wanita yang p
"Saya berjanji akan melakukan tugas saya sebagai pemimpin perusahaan dengan baik. Berkontribusi meningkatkan perekonomian perusahaan." Liam mengakhiri pidatonya lalu tersenyum kecil.Nama Liam Kavindra menjadi pembicaraan di manapun. Bahkan sebuah tabloid membuat artikel tentang rumah tangganya juga."Maaf Pak ada artikel yang mengatakan anda telah menikah dengan wanita selingkuhan anda. Apa komentar bapak atas artikel itu?""Pak Liam...""Pak Liam..."Liam tetap berjalan meninggalkan pers dan mengacuhkan pertanyaan wartawan itu.Hari ini adalah hari kemenangan bagi Liam setelah membuat Rayhard turun tahta. Dia sudah menunggu bertahun-tahun untuk menerima kemenangan ini.Salah siapa Rayhard telah menghancurkan hidupnya dulu dengan perselingkuhan yang dilakukannya dengan Diva. Sekarang perusahaan ini menjadi miliknya.Liam masih ingat Rayhard menghina Diva dengan sebutan penggoda pria kaya. Setahun lalu Liam pernah melihat Rayhard sedang makan di restoran mewah bersama wanita muda. Dan
Pagi hari Liam membantu Samira memindahkan barang ke apartemen yang baru ia beli. Lokasinya sangat dekat dengan apartemen miliknya. Dan apartemen itu kelihatan lebih mewah dari pada yang ditempati Diva. Tentu saja hal itu membuat Samira sangat senang, balas dendamnya tercapai. Jika Diva tahu pasti wanita itu akan sakit hati dan menderita.Samira ingin sekali memberitahu Diva tentang ayah anak yang ia kandung. Seharian ini Liam menghabiskan waktunya bersama Samira di apartemen mewah itu, bahkan ia tidak mengangkat panggilan dari Diva."Kamu anterin aku ya belanja kebutuhan bayi." Kata Samira yang sedang menikmati makan siangnya."Kamu kan tau Sa, di luar banyak orang. Apa kata mereka kalau saya jalan sama kamu beli peralatan bayi." "Peduli apa kata orang? Kalau kamu takut, untuk apa memindahkan aku ke apartemen ini? Hanya beberapa langkah dari tempat kamu."Liam meminum air putihnya di gelas, tanda makannya telah selesai. "Saya hanya berjaga-jaga dengan keselamatan kamu. Kalau kamu