"Kurang ajar!" Andry merangsek maju penuh emosi. Tangan kanannya terangkat tinggi. Jelas dia akan memukul Alvaro yang hanya menatapnya dengan sorot menantang."Jangan, An! Kumohon jangan!" jerit Saskia histeris. Saskia segera berlari ke sisi ranjang Alvaro dan menjadikan dirinya sendiri sebagai tameng. "Pergi!" Andry mendorong Saskia ke samping hingga terjajar ke kaki ranjang dan langsung menghantam pipi Alvaro sekuat tenaga. "Jangan! Tolong! Tolong!" Saskia berlari ke pintu sambil berteriak-teriak ke lorong rumah sakit. Karena kamar Alvaro adalah kamar VVIP, maka respon petugas rumah sakit pun sangat cepat. Seorang perawat dan petugas keamanan segera berlari menghampiri.Petugas keamanan berbadan besar itu merangkul Andry dengan erat dari belakang. Seorang petugas keamanan lagi muncul setelah perawat juga berteriak minta tolong. Petugas keamanan yang baru datang membantu rekannya menarik Andry yang terus berontak untuk menjauh dari Alvaro. Akhirnya kedua petugas berhasil menyeret A
"Begitulah informasi yang saya terima, Tuan," kata Sega mengakhiri laporannya pada Orlando yang mendengarkan dengan penuh perhatian. Sega baru saja menceritakan apa yang dialaminya di kantor polisi."Kurang ajar! Berani-beraninya mereka mencelakai cucuku!" teriak Orlando marah. Wajahnya merah padam. "Sega! Kontak orang kita untuk menyelidiki mobil brengsek itu! Aku minta laporan segera!""Baik, Tuan," sahut Sega lalu sibuk dengan ponselnya. Sega melihat rekaman CCTV jalan raya di kantor polisi dan mengambil kesimpulan kalau kecelakaan itu disengaja. Sega mengambil kesimpulan itu karena melihat mobil seperti sengaja Oleng untuk memyerempet Alvaro yang sedang berjalan di pinggir jalan. Polisi menanyakan apakah keluarga Alvaro ingin membuat laporan. Sesuai perintah Orlando, Sega mengiyakan. Mereka akan menunggu kehadiran Pak Zul untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum.Pintu diketuk lalu Hanifah masuk dengan takut-takut. Dilihatnya wajah Orlando yang sedang geram. Hani
Hanifah segera berbalik. Saskia berdiri di belakangnya lengkap dengan mantel, topi dan syal."Nyonya! Alhamdulillah, saya mencari Nyonya kemana-mana!" seru Hanifah kegirangan. Dipegangnya kedua tangan Saskia. Hanifah ingin memeluk tapi tidak berani."Maaf Han, aku membuat kamu bingung, ya?" ucap Saskia perlahan. "Tidak apa-apa, Nyonya. Yang penting Nyonya sudah ketemu sekarang. Ayo kita kembali," ajak Hanifah.Saskia hanya mengangguk. Sejujurnya Saskia segan kembali bertemu Alvaro. Tingkah Alvaro yang seakan memusuhinya membuatnya tak tahan untuk menangis.Saskia mengikuti langkah Hanifah menuju kamar Alvaro. Sambil menghela napas dalam, Saskia masuk dan mengucapkan salam. Mata Alvaro yang dingin menyambutnya. Saskia langsung mengkeret.Alvaro di ranjangnya dengan posisi setengah duduk. Dia nampak sibuk dengan Sega. Alvaro berkomunikasi dengan menulis. Saskia mendengar Sega berkata akan membeli sebuah papan tulis kecil untuk Alvaro."Han, coba cek keadaan Tuan Orlando. Barangkali Wiji
Beberapa minggu kemudian ....Hari-hari Saskia dilaluinya dengan mengurus Alvaro dalam diam. Alvaro bersikap dingin kepadanya. Alvaro mau disuapi dan diurus oleh Saskia karena tak ada lagi yang bisa mengurusnya. Semua orang sudah kembali ke Indonesia dengan keperluan masing-masing. Sega harus mengurus perusahaan sedangkan Orlando mempunyai jadwal kontrol ke dokter yang tak boleh dilewatkannya. Hanya tinggal Saskia dan Hanifah yang bergantian menjaga Alvaro.Polisi belum berhasil menangkap orang yang menabrak Alvaro. Mobil penabrak ditemukan di dasar sebuah danau, sepertinya sengaja ditenggelamkan untuk menghilangkan jejak. Plat nomor kendaraan merujuk pada seorang pria tua yang sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Pihak keluarganya tak tahu menahu tentang mobil itu. Mereka hanya tahu kalau sang pria tua hidup sendiri di apartemen setelah istrinya meninggal lebih dulu. Pasangan suami istri itu tak memiliki anak.Saskia menyuapi Alvaro dalam diam seperti biasanya. Alvaro selal
"Kenapa kamu masih di sini?" tanya Andry heran kepada Roswati yang masih berdiri sambil menunduk di dalam kamarnya. Andry baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk. Rambutnya basah. Tubuh tegapnya memperlihatkan otot perut kotak-kotak yang membuat Roswati selalu terbayang-bayang setiap malam. Bahkan saat bersama dengan Wiji pun, Roswati masih membayangkan Andry yang jauh lebih tampan dan gagah itu.Andry bertanya seperti itu karena biasanya Roswati pergi setelah diberi uang. Gadis muda itu tak pernah menungguinya selesai mandi."Maaf ... maaf, Tuan ... saya ... hamil," jawab Roswati lirih dengan kepala semakin menunduk. DEG!Andry bagai tersambar Petir di siang bolong mendengar ucapan Roswati."Bagaiamana bisa? Aku selalu pakai kon*om!" tukas Andry. Sejak berhubungan dengan beberapa wanita sekaligus, Andry selalu memakai pengaman. Dia tak menginginkan hubungan lebih jauh, tetapi darah mudanya tak sanggup menolak kenikmatan dunia yang ditawarkan oleh tubuh-tubuh
Roswati berdiri celingukan di depan pagar sebuah rumah kayu yang tampak suram. Ada papan nama buram terpasang di dekat pintu rumah. Rumah kayu itu bercat hijau pupus yang sudah luntur.Bulu kuduk Roswati berdiri. Kakinya ingin membawanya pergi, akan tetapi otaknya menyuruhnya mengetuk pintu. Maka Roswati pun melakukannya. "Permisi ... ," ucap Roswati dengan suara kecil. Dia tak berharap ada orang di rumah. Semoga saja rumah itu kosong sehingga dia bisa segera pergi.Tak ada sahutan. Jendela berwarna gelap seperti mata hitam yang menatap kepadanya. 'Mungkin tak ada orang,' batin Roswati. Sang gadis belia hendak berbalik ketika pintu dibuka dengan suara derit yang nyaring.Seorang lelaki tua berambut putih berdiri di ambang pintu. Dia memakai baju dan celana hitam. Perawakannya kurus. Bola matanya hitam legam dan besar sehingga hampir seluruh matanya berwarna hitam, membuat Roswati mundur dua langkah saking takutnya. Lelaki tua itu memindai Roswati dari ujung rambut ke ujung kaki."Mmm
Sepanjang perjalanan hanya ada suara Sega yang menceritakan segala hal ringan di kantor. Sega bahkan bercerita tentang siapa saja yang baru berpasangan. Itu dilakukan Sega hanya untuk mengusir keheningan dan aura sedih di dalam mobil.Mereka pun tiba di kediaman Baroto. Mang Deden menurunkan kursi roda sedangkan Sega menggendong Alvaro ke kursi rodanya. Saskia mendorong Alvaro memasuki rumah besar dan megah itu. Seorang security dengan mata berkaca-kaca membukakan pintu utama. Security itu menundukkan kepala, tak ingin melihat nasib tuannya yang tak terduga.Isak tangis terdengar tertahan ketika Alvaro memasuki ruang tamu rumah yang telah ditempatinya selama puluhan tahun. Beberapa pelayan berdiri menyambut kepulangan sang Tuan Muda. Pakde Gito berdiri di sebelah Orlando dan Wiji. Bude Darsi berkumpul bersama pelayan wanita. Semuanya bermata merah, berusaha tak menunjukkan kesedihan. Mereka tahu, Alvaro benci dikasihani.Saskia mengedarkan pandang sejenak. Andry tak terlihat. Entah ke
Ting!Suara bel pintu kamar mengejutkan Saskia yang asyik melamun. Alvaro tak terlihat, sepertinya masih ada di kamar mandi.Saskia bangkit dan membuka pintu. Ibunya berdiri di depannya, wajah tuanya nampak bahagia."Ibu!" seru Saskia sambil memeluk ibunya.Keduanya berpelukan melepas rindu, kemudian ibunya mengurai pelukan mereka."Kamu kelihatan kurus. Apa kamu sakit?" tanya sang ibu sambil memindai putrinya dari atas ke bawah."Aku tak apa, Bu. Hanya kurang cocok dengan makanan di China. Aku kesulitan mencari makanan halal, jadi lebih banyak makan buah-buahan," jawab Saskia. "Ooh. Bagaimana dengan Alvaro?" Ibunya Saskia melongok ke dalam kamar, bersamaan dengan keluarnya Alvaro dari kamar mandi."Innalilahi!" Spontan ibunya Saskia berucap. Ucapannya langsung menghentikan kursi roda Alvaro. Saskia menoleh dengan khawatir pada perasaan Alvaro melihat respon ibunya.Wajah Alvaro tegang. Saskia tahu suaminya berusaha mengontrol emosi."Pa, Ibu datang." Saskia berkata sambil mendekat.
Alvaro berdehem sambil menarik kursi di seberang Andry, lalu duduk."Apa yang kamu lakukan?" tanya Alvaro."Aku menu*uk perut ba*ingan yang mencelakai Saskia. Aku akan bertanggungjawab.""Apa kamu sudah mempertimbangkannya dengan baik? Aku akan mengirim pengacara terhebat di negara ini untuk membebaskanmu.""Aku tak memerlukannya. Pengacaraku akan membereskan semuanya. Kamu tak perlu ikut campur," tolak Andry tanpa ekspresi."Kamu keras kepala," kata Alvaro."Pergi. Jaga Saskia dan keponakanku baik-baik." Kali ini Andry berkata sambil memandang lurus pada manik biru Alvaro.Di bawah lampu ruangan yang tidak terlalu Terang, Alvaro melihat kalau mata Andry memerah dan kedua sudutnya basah. Andry membuang muka, menghindari tatapan Alvaro.Terdengar ketukan di pintu, menadakan waktunya telah habis. Alvaro berdiri, memindai sekali lagi adiknya yang akan mendekam lama di penjara. Andry masih membuang muka ke arah lain."Jaga dirimu baik-baik. Kami akan mengunjungimu," ucap Alvaro.Andry Tak
Alvaro berpikir keras setelah menerima laporan dari Sega. Pria yang mengaku bernama Bramantyo luka parah, apakah karena tertembak olehnya atau anak buahnya? Namun Alvaro tak melihat ceceran darah saat mengejar dua sosok yang melarikan diri ke belakang pondok. Jika Bramantyo tertembak, maka pasti ada jejak darahnya. Hmm ... aneh."Pil, apa kamu melihat orang lain selain kita di sekitar pondok? Drone Sega fokus pada kedatangan polisi dan mencari jalan keluar bagi kita. Dia tidak melihat ada yang lain." Alvaro menegur Pil yang sedang mengemudi."Hanya Tuan dan kedua orang itu yang saya lihat keluar dari pintu belakang. Saya dan anak buah lainnya keluar dari pintu depan. Saya tidak melihat orang lain, Tuan," sahut Pil yakin.Alvaro dan para pengawalnya sampai di rumah menjelang Subuh. Anak buah Pil sudah dilatih untuk tidak membuka mulut jika tertangkap. Mereka akan bilang kalau mereka diajak oleh Ketua geng yang berhasil melarikan diri. Mereka juga tidak membawa identitas diri. Kecuali a
Sega menerbangkan dronenya di ketinggian, di atas mobil yang hampir sampai di pondok.Seorang pria keluar dari dalam mobil. Sega memperbesar dan mengambil foto wajah pria itu. Seperti yang telah diduga Alvaro, wajah pria bernama Bramantyo lah yang muncul. Jadi benar, Bernard dan Bramantyo adalah orang yang sama. Sega segera mengirimkan hasil fotonya kepada Alvaro.Dua orang lelaki menyambut Bernard. Sega mengenalinya salah satunya. Dia Monte, karyawan yang pergi saat terjadi kebakaran di rumah Alvaro yang lama. Rupanya Monte lah pengkhianat yang membiarkan Bernard masuk ke dalam rumah!Sega kembali mengambil foto dan mengirimkannya pada Alvaro. Sega melihat lelaki yang bersama Bernard dan Monte menatap ke arah dronenya yang terbang di kegelapan malam. Sega segera meninggikan dronenya dan menyembunyikannnya di balik pepohonan sambil berharap agar lelaki yang tampak waspada itu tidak curiga. Jika musuh tahu kedatangan mereka, akan semakin sulit bagi Alvaro untuk meraih kemenangan karena
Atas permintaan Saskia, Alvaro mengantar Saskia melihat bayi-bayi mereka yang masih berada di inkubator. Alvaro mendorong kursi roda Saskia sampai di depan jendela besar ruang PICU, lalu berdiri di samping sang istri sambil berulang kali meliriknya. Alvaro sangat penasaran dengan reaksi Saskia.Saskia menatap kedua bayinya dengan mimik yang berubah-ubah. Kadang dia mengerutkan kening, kadang wajahnya kosong, kadang pula menggelengkan kepala, di waktu lain dia menggigit bibirnya sendiri.Melihat itu, diam-diam Alvaro menghembuskan napas panjang. Sepertinya Saskia belum mengingat Mimi dan Mimo."Ma, kita kembali ke kamar, yuk. Sebentar lagi jadwal visit dokter." Alvaro mengingatkan."Pa ... aku ... aku ... tak bisa mengingat anak-anak. Kurasa aku gila." Saskia mendongak kepada Alvaro. Air mata menganak sungai di pipinya yang pucat.Alvaro berjongkok di hadapan Saskia, lalu menggenggam kedua tangan istrinya."Mama hanya perlu istirahat. Jangan memaksakan diri, oke?" kata Alvaro lembut. S
"Sasi ... Sayang, kembalilah. Aku ingin membesarkan anak-anak kita bersama," ucap Alvaro sambil membelai rambut tebal Saskia. Suaranya serak dan air matanya tak bisa ditahannya lagi. Alvaro membiarkan air mata itu mengalir. Dia sudah tak peduli lagi pada rasa malu karena menangis. Dia tak pernah membiarkan orang lain melihatnya menangis, tetapi saat ini dia tak peduli. Bahkan kehadiran keluarga Saskia di belakangnya pun tak membuatnya berhenti menangisi sang istri.Ibunya Saskia dan Hendra berdiri diam, keduanya juga sibuk dengan air mata masing-masing. Sega dan Miranda sudah pulang karena Sega harus melakukan banyak pekerjaan.Alvaro mengangkat jemari Saskia yang ada dalam genggamannya lalu mengecupnya lama. Mata Alvaro terpejam rapat dan bulir bening terus mengalir di wajah tampannya."Jangan pergi, Sasi. Masih banyak yang ingin aku lakukan bersamamu. Hanya bersamamu aku bisa melakukan banyak hal yang tadinya tidak terpikir olehku. Kamulah Bintang paling terang yang pernah hadir di
Langkah tiga orang pria berderap ramai, menuju ke sebuah kamar yang pintunya tertutup rapat. Dua dari mereka berhenti di depan pintu yang menghalangi, sedangkan satu orang yang paling tampan bergegas masuk ke ruang rawat inap."Sasi!" Teriakan pria itu membangunkan Alvaro yang tertidur kelelahan sambil menggenggam tangan istrinya. Belum sempat Alvaro bangkit, Andry sudah berdiri di sebelahnya. Kedua tangan Andry bertumpu pada sisi ranjang Saskia. Dia memperhatikan Saskia dengan seksama, lalu menoleh pada Alvaro. Wajahnya berang."Apa ini? Kenapa kamu tidak bisa melindunginya?!" maki Andry pada sang kakak yang sudah berdiri dari kursinya.Biasanya Alvaro tidak akan menanggapi nada tinggi seperti itu, namun kali ini kelelahan hatinya sudah sampai pada puncaknya."Kamu yang menyebabkan semua ini terjadi! Berkacalah sebelum menyalahkan orang lain!" bentak Alvaro dingin."Aku?! Aku ada di luar negeri, ribuan kilometer jauhnya! Bagaimana bisa semua ini kesalahanku?" sangkal Andry."Jangan b
"Nak Al? Apa yang terjadi? Kenapa bisa seperti ini? Kemana cucu-cucuku?!" Teriakan histeris ibunya Saskia menyambut Alvaro yang baru saja memasuki ruang rawat inap Saskia. Wanita paruh baya itu datang bersama Hendra. Dea tidak bisa ikut karena masih punya anak kecil yang tidak boleh masuk ke rumah sakit.Ibunya Saskia berlari menghampiri Alvaro dan mengguncang lengan menantunya dengan kuat. Wajah tuanya shock dengan air mata bercucuran. Hendra segera mendekap ibunya dari belakang, agar tidak terus menyerang Alvaro."Sega, bawa ibu ke ruang sebelah dan ceritakan apa yang terjadi. Aku ingin di sisi Saskia. Nanti kalau Ibu sudah tenang, Ibu boleh kembali kemari." Alvaro menatap ibu mertuanya, memohon pengertian. Alvaro juga sangat lelah, tak ada tenaga untuk menangani mertuanya yang sedang tantrum."Silakan ikut saya dulu," ajak Sega sambil mempersilakan ibunya Saskia dan Hendra ke arah ruangan bersofa. "Anakku ... cucuku ...." Ibunya Saskia berucap lemah sementara Hendra menarik ibunya
Mang Deden memacu mobil secepat mungkin ke rumah sakit. Sega dan Miranda mengekor di belakang.Sesampainya di depan lobby rumah sakit, Alvaro langsung melompat turun dan berlari menuju kamar rawat inap Saskia. Dibukanya pintu kamar dengan tergesa. Pil yang berdiri di dekat pintu menoleh kaget.Kamar Saskia adalah kamar VVIP yang mempunyai ranjang tambahan dan sofa panjang di depan televisi. Warna coklat muda mendominasi ruangan itu. Tempat tidur pasien ada di ruang yang berbeda dengan ruang televisi.Alvaro berbicara dengan Pil sebelum masuk ke ruangan yang berisikan tempat tidur Saskia. Alvaro perlu memberi instruksi."Tuan," sapa Pil sopan. "Bagaimana keadaan Nyonya?" Alvaro bertanya dengan napas memburu. Pil pun menyampaikan yang dikatakan oleh dokter kepadanya."Oke. Kamu boleh pulang dan istirahat. Suruh Pakde Gito dan Bude Darsi kemari, bawakan aku dan Nyonya baju ganti untuk beberapa hari ke depan," perintah Alvaro."Apa Tuan baik-baik saja tanpa pengawal?" Piliang nampak bera
Alvaro mematung. Otaknya mencerna dan menghubungkan semua petunjuk yang berserakan di sekitarnya. Vedrya mencari Andry. Vedrya adalah keturunan dari keluarga terhormat, kecil kemungkinan kalau wanita itu mencari Andry karena masalah uang. Pasti lebih dari itu. Apakah mereka ... sepasang kekasih?"Kita harus menuntaskan semua ini segera. Hidupku tak tenang kalau ini belum selesai, " kata Alvaro kemudian."Ya, aku setuju denganmu," timpal Sega. "Aku akan mengerahkan lebih banyak orang untuk mencari dalang semalam dan China.""Aku punya firasat, lelaki yang mengobrol dengan Saskia semalam adalah Bernard Tumaritis. Dia sudah pulang dari oplas di Korea, 'kan? Kita tak akan mengenalinya jika dia muncul. Ini benar-benar berbahaya. Dia bisa berada di mana saja. Kita harus segera menangkapnya dan meminta pertanggungjawaban," kata Alvaro tegas."Jika itu Bernard, ada satu hal yang tak kumengerti. Kenapa dia mengincar keluargamu? Kenapa dia tidak membuat perhitungan dengan Andry saja?" Sega meng