Hanifah segera berbalik. Saskia berdiri di belakangnya lengkap dengan mantel, topi dan syal."Nyonya! Alhamdulillah, saya mencari Nyonya kemana-mana!" seru Hanifah kegirangan. Dipegangnya kedua tangan Saskia. Hanifah ingin memeluk tapi tidak berani."Maaf Han, aku membuat kamu bingung, ya?" ucap Saskia perlahan. "Tidak apa-apa, Nyonya. Yang penting Nyonya sudah ketemu sekarang. Ayo kita kembali," ajak Hanifah.Saskia hanya mengangguk. Sejujurnya Saskia segan kembali bertemu Alvaro. Tingkah Alvaro yang seakan memusuhinya membuatnya tak tahan untuk menangis.Saskia mengikuti langkah Hanifah menuju kamar Alvaro. Sambil menghela napas dalam, Saskia masuk dan mengucapkan salam. Mata Alvaro yang dingin menyambutnya. Saskia langsung mengkeret.Alvaro di ranjangnya dengan posisi setengah duduk. Dia nampak sibuk dengan Sega. Alvaro berkomunikasi dengan menulis. Saskia mendengar Sega berkata akan membeli sebuah papan tulis kecil untuk Alvaro."Han, coba cek keadaan Tuan Orlando. Barangkali Wiji
Beberapa minggu kemudian ....Hari-hari Saskia dilaluinya dengan mengurus Alvaro dalam diam. Alvaro bersikap dingin kepadanya. Alvaro mau disuapi dan diurus oleh Saskia karena tak ada lagi yang bisa mengurusnya. Semua orang sudah kembali ke Indonesia dengan keperluan masing-masing. Sega harus mengurus perusahaan sedangkan Orlando mempunyai jadwal kontrol ke dokter yang tak boleh dilewatkannya. Hanya tinggal Saskia dan Hanifah yang bergantian menjaga Alvaro.Polisi belum berhasil menangkap orang yang menabrak Alvaro. Mobil penabrak ditemukan di dasar sebuah danau, sepertinya sengaja ditenggelamkan untuk menghilangkan jejak. Plat nomor kendaraan merujuk pada seorang pria tua yang sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Pihak keluarganya tak tahu menahu tentang mobil itu. Mereka hanya tahu kalau sang pria tua hidup sendiri di apartemen setelah istrinya meninggal lebih dulu. Pasangan suami istri itu tak memiliki anak.Saskia menyuapi Alvaro dalam diam seperti biasanya. Alvaro selal
"Kenapa kamu masih di sini?" tanya Andry heran kepada Roswati yang masih berdiri sambil menunduk di dalam kamarnya. Andry baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk. Rambutnya basah. Tubuh tegapnya memperlihatkan otot perut kotak-kotak yang membuat Roswati selalu terbayang-bayang setiap malam. Bahkan saat bersama dengan Wiji pun, Roswati masih membayangkan Andry yang jauh lebih tampan dan gagah itu.Andry bertanya seperti itu karena biasanya Roswati pergi setelah diberi uang. Gadis muda itu tak pernah menungguinya selesai mandi."Maaf ... maaf, Tuan ... saya ... hamil," jawab Roswati lirih dengan kepala semakin menunduk. DEG!Andry bagai tersambar Petir di siang bolong mendengar ucapan Roswati."Bagaiamana bisa? Aku selalu pakai kon*om!" tukas Andry. Sejak berhubungan dengan beberapa wanita sekaligus, Andry selalu memakai pengaman. Dia tak menginginkan hubungan lebih jauh, tetapi darah mudanya tak sanggup menolak kenikmatan dunia yang ditawarkan oleh tubuh-tubuh
Roswati berdiri celingukan di depan pagar sebuah rumah kayu yang tampak suram. Ada papan nama buram terpasang di dekat pintu rumah. Rumah kayu itu bercat hijau pupus yang sudah luntur.Bulu kuduk Roswati berdiri. Kakinya ingin membawanya pergi, akan tetapi otaknya menyuruhnya mengetuk pintu. Maka Roswati pun melakukannya. "Permisi ... ," ucap Roswati dengan suara kecil. Dia tak berharap ada orang di rumah. Semoga saja rumah itu kosong sehingga dia bisa segera pergi.Tak ada sahutan. Jendela berwarna gelap seperti mata hitam yang menatap kepadanya. 'Mungkin tak ada orang,' batin Roswati. Sang gadis belia hendak berbalik ketika pintu dibuka dengan suara derit yang nyaring.Seorang lelaki tua berambut putih berdiri di ambang pintu. Dia memakai baju dan celana hitam. Perawakannya kurus. Bola matanya hitam legam dan besar sehingga hampir seluruh matanya berwarna hitam, membuat Roswati mundur dua langkah saking takutnya. Lelaki tua itu memindai Roswati dari ujung rambut ke ujung kaki."Mmm
Sepanjang perjalanan hanya ada suara Sega yang menceritakan segala hal ringan di kantor. Sega bahkan bercerita tentang siapa saja yang baru berpasangan. Itu dilakukan Sega hanya untuk mengusir keheningan dan aura sedih di dalam mobil.Mereka pun tiba di kediaman Baroto. Mang Deden menurunkan kursi roda sedangkan Sega menggendong Alvaro ke kursi rodanya. Saskia mendorong Alvaro memasuki rumah besar dan megah itu. Seorang security dengan mata berkaca-kaca membukakan pintu utama. Security itu menundukkan kepala, tak ingin melihat nasib tuannya yang tak terduga.Isak tangis terdengar tertahan ketika Alvaro memasuki ruang tamu rumah yang telah ditempatinya selama puluhan tahun. Beberapa pelayan berdiri menyambut kepulangan sang Tuan Muda. Pakde Gito berdiri di sebelah Orlando dan Wiji. Bude Darsi berkumpul bersama pelayan wanita. Semuanya bermata merah, berusaha tak menunjukkan kesedihan. Mereka tahu, Alvaro benci dikasihani.Saskia mengedarkan pandang sejenak. Andry tak terlihat. Entah ke
Ting!Suara bel pintu kamar mengejutkan Saskia yang asyik melamun. Alvaro tak terlihat, sepertinya masih ada di kamar mandi.Saskia bangkit dan membuka pintu. Ibunya berdiri di depannya, wajah tuanya nampak bahagia."Ibu!" seru Saskia sambil memeluk ibunya.Keduanya berpelukan melepas rindu, kemudian ibunya mengurai pelukan mereka."Kamu kelihatan kurus. Apa kamu sakit?" tanya sang ibu sambil memindai putrinya dari atas ke bawah."Aku tak apa, Bu. Hanya kurang cocok dengan makanan di China. Aku kesulitan mencari makanan halal, jadi lebih banyak makan buah-buahan," jawab Saskia. "Ooh. Bagaimana dengan Alvaro?" Ibunya Saskia melongok ke dalam kamar, bersamaan dengan keluarnya Alvaro dari kamar mandi."Innalilahi!" Spontan ibunya Saskia berucap. Ucapannya langsung menghentikan kursi roda Alvaro. Saskia menoleh dengan khawatir pada perasaan Alvaro melihat respon ibunya.Wajah Alvaro tegang. Saskia tahu suaminya berusaha mengontrol emosi."Pa, Ibu datang." Saskia berkata sambil mendekat.
Seorang gadis berparas manis turun di depan sebuah gang yang muat dilalui sebuah mobil. Meskipun gadis itu datang dengan menggunakan mobil sewa, tetapi dia tak ingin menarik perhatian tetangga sekitarnya."Terimakasih, Pak," ucap sang gadis kepada si supir yang mengangguk dan segera pergi."Aku kembali," gumamnya lalu mulai melangkah. Hari menjelang malam. Dia sengaja pulang di saat seperti ini karena tahu, sedikit orang di luar rumah selepas Maghrib."Assalamu'alaikum. " Sang gadis mengetuk pintu sebuah rumah kecil yang dindingnya sudah kusam.Samar-samar terdengar sahutan dari dalam diiringi langkah kaki menuju pintu. Seorang anak perempuan berusia 12 tahun membuka pintu."Kak Ros!" Anak itu berseru gembira, langsung memeluk kakaknya dengan bahagia. Manik hitamnya berbinar melihat kedatangan kakaknya."Rambutmu tambah keriting, Win," goda Roswati pada adiknya yang bernama Winarti.Bibir Winarti manyun mendengar godaan itu. Dia ingin rambut lurus seperti artis-artis korea yang diliha
Roswati menaiki angkutan umum lalu turun entah di mana. Dia terus berjalan mengikuti langkah kakinya. Sampai akhirnya Roswati berhenti di depan sebuah masjid karena kakinya sudah sangat lelah.'Aku akan beristirahat dulu,' batin Roswati sambil memandang sekitarnya. Masjid terlihat sepi, hanya ada beberapa orang lelaki di pelataran masjid yang sedang beristirahat dari panasnya suhu kota metropolitan. Jemaah yang lain pergi setelah melaksanakan sholat Ashar.Roswati masuk melalui pintu khusus wanita, sedikit terkejut karena tempat sholat wanita tidak kosong. Ada seseorang sedang berdoa dengan posisi membelakangi pintu."... Ya Allah, Yang Maha Pemurah dan Penyayang, hamba mohon berikanlah kesempatan lagi kepada hamba untuk mempunyai anak. Hamba ingin membahagiakan suami dan keluarga. Kabulkanlah permohonan hamba, Ya Allah." Wanita itu terisak lirih. Bahunya berguncang naik turun.Roswati bimbang, apakah tetap masuk atau balik badan. Namun kakinya yang lelah membuatnya memutuskan untuk t