"Maafkan saya, Mba! Saya tidak sengaja!" ucapnya bergegas berlutut untuk membantu Nilam. Ternyata yang Nilam tabrak adalah rekan kerja laki-lakinya yang baru saja keluar dari ruangan Jean. Terlihat dia khawatir pada keandaan Nilam. "Mba enggak apa-apa, kan?" tanyanya memastikan lalu memberikan uluran tangan. "Mari, saya bantu berdiri, Mba!"Nilam jadi tidak enak karena tadi ia hampir memaki rekan kerjanya. Padahal ini memang salah Nilam yang tidak memperhatikan jalan. Bukannya memaki atau memarahi Nilam, namun korban yang ditabrak Nilam malah membantunya. Nilam pun menerima uluran tangan itu. Tetapi saat pria itu menarik Nilam, dan Nilam yang berusaha untuk bangkit malah terkilir kakinya sehingga kehilangan keseimbangan. Tubuh Nilam terhuyung sembari spontan berteriak, "Ah!"Nilam memejamkan matanya karena tak ingin menyaksikan dirinya untuk jatuh kedua kalinya. Beberapa saat Nilam memejamkan kedua matanya tapi tubuhnya tak merasakan sakit akibat benturan apapun. "Eh, kok engga
Jean tidak ingin masalah menjadi panjang jadi ia langsung memejamkan matanya dannmembungkam bibir Nilam dengan bibirnya. Nilam masih saja meronta ingin melepaskan diri. Nilam tidak mau masalahnya diselesaikan dengan dirinya yang menjadi pelampiasan. Tapi tenaga Nilam tidak cukup besar untuk mendorong Jean agar menyingkir dari atas tubuhnya. Dalam hati Nilam, ia meratapi kesedihannya. "Apa aku harus pasrah di saat aku yang tidak melakukan kesalahan diperlakukan seperti ini?" Jean berusaha untuk selembut mungkin agar Nilam tidak merasa tertindas dan ia melakukan semua itu agar Nilam tenang. Walaupun Nilam juga tidak merasakan adanya paksaan dan kekerasan pada adu mulut itu, tetap saja netranya tak mampu menahan cairan bening yang akhirnya terjun dengan bebas membasahi pipinya. Jean yang wajahnya bersentuhan langsung dengan wajah Nilam merasakan adanya sesuatu yang membuatnya membuka mata. Melihat air mata Nilam, Jean panik dan langsung mundur. Bergegaslah ia turun dari
Nilam menganggukkan kepalanya sebagai jawaban persetujuan. Dan akhirnya reward untuk para karyawan ialah camping di pegunungan. Karena tujuan sudah ditentukan, Nilam dan Jean langsung berunding mengenai waktu dan segala sesuatu yang dibutuhkan. Setelah cukup lama berunding, akhirnya diskusi telah usai dan tinggal bagian eksekusinya saja. "Oke, kalau begitu kamu segera sampaikan ke yang lainnya! Jangan lupa untuk menyampaikan detailnya juga!" suruh Jean memberi mandat pada Nilam. Dengan anggukan kepala yang bersemangat, Nilam bergegas keluar dari ruangan Jean untuk melaksanakan tugasnya. Jean yang melihat wanitamya senang jadi ikut bahagia. "Aku pastikan kita akan punya banyak waktu untuk berduaan saja saat di sana nanti, Sayang!" Usai melapor ke bagian yang bertugas untuk menyampaikan informasi itu, Nilam bergegas untuk kembali ke ruangannya. Nilam sampai terengah-engah saking buru-burunya. "Gais! Ada berita penting!" Usai berbicara, Nilam mengatur napasnya terlebih da
Nilam terharu dengan kata-kata yang diucapkan Jean barusan. Spontan ia menyandarkan kepalanya di bahu Jean. Tak lupa tangan kanannya merangkul dengan erat lengan kiri Jean agar ia masih bisa leluass untuk mengemudi. "Apakah kamu tahu? Aku merasa menjadi wanita yang paling beruntung di dunia ini!" Nilam menggosokkan kepalanya ke lengan Jean. Jean penasaran kenapa tiba-tiba Nilam berkata seperti itu sehingga Jean bertanya. "Beruntung? Beruntung kenapa?" Sebelum menjelaskan, Nilam menarik napas panjang terlebih dahulu agar durasi berbicaranya bisa panjang dan lama. Nilam mengatakan jika ia beruntung karena dari sekian banyaknya manusia, wanita dan beberapa spesies atau makhluk spesial yang lainnya, dialah yang berhasil mendapatkan Jean. Jean mengernyit, "Apa maksud kamu spesies dan makhluk spesial? Apakah aku juga menarik perhatian binatang dan iblis serta kawan-kawannya?" Nilam tak bisa menahan tawanya karena respon Jean. Nilam hanya ingin menggoda Jean saja supaya tidak bo
Tak hanya Jean tapi Nilam juga khawatir dengan jawaban dari dokter. Sebab, jika ia mengalami kondisi yang serius maka ia dipastikan tidak akan bisa ikut acara yang diadakan oleh perusahaan. "Sejujurnya kondisi Mba Nilam ini belum parah. Hanya saja jika kebiasaan ini terus berlanjut, maka ini akan buruk untuk kesehatannya, karena ini bukan pertama kalinya Mba Nilam mengalami kondisi seperti ini," ujar dokter yang mulai menerangkan hasil pemeriksaannya. "Belum parah? bukan pertama kalinya? Maksudnya sebelumnya pernah kejadian hal seperti ini, Dok?" tanya Jean memastikan. Nilam jadi ketar-ketir sendiri karena karena ia tidak pernah membahas hal seperti ini pada Jean karena Nilam pikir Jean tidak menggubris hal-hal seperti ini. Tapi ketika Nilam melihat respon Jean barusan yang begitu antusias bertanya pada dokter membuat Nilam merasa jika setelah ini ia pasti akan mendapatkan ceramah dari Jean. "Mampus deh aku! Beneran mampus!" batinnya cemas. Dokter menjawab pertanyaan Jean d
Jean tetap menolak dan memilih untuk menjaga dan merawat Nilam. Nilam tak mau bertengkar lagi jadi ia membiarkan Jean melakukan apa yang ia mau. "Aku akan jaga kamu di sini. Lagipula Bu Mala sedang keluar kota kan? Jadi kalau bukan aku yang jaga kamu siapa lagi?""Tapi Qila...""Qila aman sama orang tuaku. Kamu lupa dia nginap di sana selama beberapa minggu karena libur sekolah?"Nilam tak membantah. Dia memilih pasrah dengan apapun yang Jean inginkan. Sebab Nilam juga tau seberapa keras kepala kekasihnya ini.Karena perlu perawatan intensif selama tiga hari, jadi selama Nilam masih dirawat, Jean juga absen dari kantor karena memilih untuk merawat Nilam. Kalau menyangkut hal-hal tentang Nilam, Jean ini tidak mau menghiraukan yang lainnya. Hanya Nilam fokusnya. Tapi Nilam khawatir kalau Jean malah jadi jatuh sakit karena merawatnya. Jean terlihat kelelahan dan kurang istirahat. Hari ini tibalah saatnya bagi N
"Ngapain bawa mobil sendiri? Aku kan ikut trip ini juga. Lagi pula, kalau aku bawa mobil siapa yang bakal jaga sekertarisku yang manis ini?" tanyanya, menatap langsung ke arah Nilam.Gadis cantik dengan t-shirt putih di balut sweater rajut pink itu seketika melotot ke arah Jean. Dia hampir saja tantrum ketika sang bos dengan santainya berkata, "Bercanda guys. Ada beberapa pekerjaan yang harus di reschedule karena acara kita ini. Jadi aku butuh Nilam untuk mengatur ulang semuanya."Talita dan Rina ber-oh ria sembari senyum-senyum. Mereka coba mempercayai ucapan Jean meskipun keduanya tau itu cuma alasan. Sedangkan Nilam kembali relaks dan batal trantrum."Ya sudah! Ayo masuk ke Bus! Biar Nilam cepat-cepat data kalian dan kita bisa berangkat!""Siap Bos!" Talita dan Rina membalas dengan kompak titah sang Bos. Keduanya berlari kecil ke dalam Bus sambil menenteng tas ransel berisi barang bawaan mereka.Nilam melihat Jean sekilas sebelum mengi
Saat alunan musik mulai mengalun, Nilam menutup matanya sebentar, berusaha mengendalikan groginya. Namun, ketika mulai bernyanyi, suara lembutnya langsung memenuhi ruangan, membuat semua orang yang awalnya ribut mendadak diam. Jean yang awalnya hanya iseng juga langsung terpaku, matanya menatap Nilam tanpa berkedip. Ia memang sudah tahu Nilam punya suara yang bagus, tapi mendengarnya bernyanyi secara langsung seperti ini membuatnya terkesima. Rina dan Talita saling berbisik, "Gila, suara Nilam enak banget!" "Fix, kita harus sering-sering suruh dia nyanyi!" Begitu lagu selesai, bus kembali bergemuruh dengan tepuk tangan dan sorakan riuh. "WOY! KENAPA BARU BILANG KALAU SUARAMU SEBAGUS ITU?" teriak Bobby dari belakang. "AH! KALAH KITA NIH SAMA MBA NILAM!" tambah yang lain. Nilam hanya tersenyum malu, berusaha mengembalikan mikrofonnya ke Talita. Namun, Jean dengan cepat menarik tangannya, menyuruhnya duduk kem
Di saat begitu, tiba-tiba saja suara dari televisi kecil yang menggantung di sudut ruangan terdengar lebih jelas. Awalnya hanya sekilas suara pembawa berita yang menyebut nama-nama populer di dunia bisnis, tapi tak lama, gambar wajah Jean dan Nilam terpampang jelas di layar.Devi yang tadinya menunduk menepuk-nepuk punggung balita, refleks mendongak ke arah TV.“Eh, itu bukannya?” gumam Devi.Elisha pun spontan ikut menoleh. Pandangannya langsung tertumbuk pada tayangan berita infotainment yang menampilkan potongan-potongan video pernikahan mewah. Ada kilatan blitz kamera, dekorasi bunga warna peach dan putih, dan tentu saja—sosok Jean yang mengenakan setelan jas putih elegan, berdiri di samping seorang wanita cantik bergaun pengantin berwarna senada.“Jean, pengusaha muda sukses sekaligus duda beranak satu, hari ini resmi menikahi Ayunda Nilam Wijaya anak dari pengusaha properti Wijaya dan ibunya Bu Mala, pemilik franchise minuman terkenal di Indonesia. Pernikahan mereka digelar seca
Suara anak-anak menyanyi riang memenuhi aula kecil yang terang oleh cahaya matahari yang menyusup dari jendela. Di tengah kerumunan anak-anak itu, berdiri seorang wanita dengan senyum keibuan—rambutnya dikuncir sederhana, seragam berwarna abu-abu yang dikenakan pun tak bisa menyembunyikan aura keibuannya.Elisha...Mantan istri Jean itu kini tengah menjalani kegiatannya yang seperti biasa. Dan karena hari ini hari senin, ia dapat jadwal mengajar untuk anak-anak panti asuhan sebagai bentuk kontribusi sosialnya“Ayo, kita ulang lagi dari bagian reff-nya ya, pelan-pelan, satu-satu.”Elisha mengangkat tangannya memberi aba-aba. Tangannya menggenggam ukulele kecil, yang ia petik lembut untuk mengiringi anak-anak menyanyi. Suaranya sabar, tidak pernah meninggi, bahkan ketika beberapa anak mulai tak fokus."Bunda, aku lupa nadanyaaa,” rengek salah satu anak.Elisha tertawa kecil. “Nggak apa-apa, kita ulang bareng-bareng. Kita belajar pelan-pelan ya, sayang.”Anak-anak kembali tertawa, suasan
"Liat deh, Dikta!"Dikta yang sedang bersantai sambil bermain ponsel, dikejutkan dengan kedatangan ibunya yang heboh. Di tangan kanannya Bu Sinta membawa sebuah ponsel yang hendak ditunjukkan padanya."Liat ini deh, Nak!" Bu Sinta memberikan hapenya pada Dikta."Apa ini Ma?" tanya pria berambut sedikit panjang itu."Itu acara pernikahan Jean dan Nilam kemarin."Dikta yang tadinya tak begitu tertarik dengan kabar yang akan di sampaikan oleh Mamanya, seketika mengalihkan pandangannya ke arah ponsel pintar tersebut.Di dalamnya ada beberapa foto pernikahan Nilam yang meriah. Dari proses pengikatan janji suci hingga resepsi. Foto-foto itu di posting di akun IG bu Mala. Tentu saja caption yang menyayat hati."Akhirnya Nilam nikah juga ya," ucap Bu Sinta kagum. "Tapi sayang, suaminya itu duda. Musuh kamu pula."Dikta terdiam. Ucapan sang Mama terdengar nyelekit tapi ada benarnya. Yang dimaksud musuh di sini bukanlah musuh di persidangan, tapi rival sesama CEO perusahaan."Padahal Nilam masi
"Kayaknya, ga usah nunggu lama, aku bakal hamil deh, Yang." Jean yang sudah dilanda rasa kantuk itu seketika membuka lagi kelopak matanya, karena mendengar ucapan Nilam barusan. "Kenapa?" Ia melirik ke arah sang istri yang sedang membalut tubuhnya menggunakan bedcover hingga sebatas leher. "Gimana enggak, kamu jago banget nembaknya. Rahimku berasa penuh gara-gara kamu keluar beberapa kali tadi." Jean seketika jadi salting. Ucapan Nilam yang terdengar Nilam itu benar-benar membuatnya salah tingkah. Ia memiringkan tubuhnya dan memeluk perut Nilam. "Ya bagus dong, supaya Qila gak terlalu lama menunggu punya adiknya." Nilam meringis kecil. Ia sedikit kegelian saat Jean mengusap pelan perutnya yang rata. "Aku juga seneng banget kalau punya anak dari ibu se gemesin dan secantik kamu," lanjut Jean sambil mengecup pipi Nilam. "Kamu maunya anak laki-laki atau perempuan?" tanya Nilam kemudian. Sejujurnya dia memang sudah sangat mengantuk, ditambah aktivitas panas keduanya beberapa waktu
"Capeknya..." Kasur yang empuk adalah tempat yang paling Nilam impikan sejak beberapa jam yang lalu. Punggungnya benar-benar sudah pegel karena terus berdiri di acara resepsi. Kakinya juga. Kalau bukan Tuhan yang nyiptain, kakinya udah patah sih kayaknya. "Ganti baju dulu, Nilam sayang. Kamu juga belum bersih-bersih." Jean yang mengikuti gadis itu di belakangnya, mulai melepaskan jas pengantinnya. FYI, mereka emang langsung nyewa satu kamar hotel yang berada di gedung yang sama dengan acara resepsi karena permintaan Nilam. Maklum, kaum mager seperti Nilam ga bakal sanggup kalau setelah resepsi harus pulang dulu ke rumah atau apartemen. Apalagi jaraknya hampir 2 jam dari sini. "Mager sayang. Maunya langsung tidur." "Emang kamu ga sumpek pake gaun gitu?" Nilam membuka matanya. Ia melihat ke arah Jean yang sedang menyingsingkan lengan kemeja panjangnya. "Ya sumpek sih. Tapi beneran mager banget ini." Jean menggelengkan kepalanya. Ia tersenyum maklum sambil menarik kedua pergelanga
Setelah Nana dan Reno pamit, Jean menoleh pada Nilam yang dari tadi terus tersenyum sambil menyambut para tamu. Tapi ia tahu, senyuman itu mulai terasa dipaksakan. “Sayang, kamu kelihatan capek.” Nilam sempat menggeleng kecil, masih ramah melambai ke tamu lain. “Nggak kok. Aku gak apa-apa.” Jean tersenyum tipis, lalu mengisyaratkan pada salah satu panitia untuk membawakan segelas air putih. Tak lama, air itu datang bersamaan dengan dua kursi yang langsung diletakkan agak ke sisi, masih dekat pelaminan tapi sedikit lebih tenang. “Duduk dulu, ya!” bisik Jean seraya menggandeng tangan istrinya. Nilam sempat ragu, tapi akhirnya menurut. Sepatunya yang berhak tinggi sudah terasa menyiksa dari tadi. Ia duduk pelan-pelan sambil menarik napas dalam. “Thanks, sayang,” ucapnya tulus. Jean ikut duduk di sebelahnya, lalu meraih tangannya dan menggenggamnya erat. “Hari ini milik kita berdua. Tapi aku gak mau kamu maksain diri demi kelihatan kuat. Nikmati aja, ya?” Nilam tersenyum lembut.
Hari H pun tiba. Suasana pernikahan Nilam dan Jean dipenuhi dengan kebahagiaan dan kehangatan keluarga. Rangkaian bunga yang indah dan dekorasi yang bersinar menambah nuansa romantis di ruang pernikahan. Kedua pasangan itu berdiri di panggung resepsi dengan senyuman yang tak terus terkembang di wajah masing-masing, sama-sama siap untuk memulai babak baru dalam kehidupan mereka. "Kamu cantik banget." Nilam tersenyum malu, entah sudah berapa kali Jean mengatakan itu padanya hari ini. Dan yeah, gadis itu memang terlihat sangat cantik sekaligus anggun. Gaun pengantin warna putihnya begitu pas di tubuh ramping Nilam, rambutnya sengaja di sanggul ala modern. "Kamu juga keren banget," balas Nilam sambil memandang ke arah suaminya. Yah, beberapa saat yang lalu mereka telah mengikat janji suci pernikahan dengan di saksikan para tamu undangan. Manik gelap Nilam menatap lekat ke arah Jean yang begitu gagah dengan setelan jas warna putih, dasi hitam, dan sepatu fantofel. Terlihat sederh
Malam itu, sekitar pukul sembilan. Kamar Nilam terlihat rapi, dengan lampu tidur yang menyala temaram di sudut ruangan. Ia duduk di atas kasur, bersandar pada tumpukan bantal sambil memeluk guling. Rambutnya diikat seadanya, dan wajahnya hanya dipoles skincare malam tanpa riasan. Di pangkuannya, ponsel menyala dengan wajah Jean terpampang di layar—video call yang akhirnya tersambung setelah seharian saling sibuk.“Hai sayang…” sapa Jean, tersenyum kecil dari balik layar. Ia terlihat sedang duduk di ruang kerjanya, dengan kaos polo abu-abu kesayangannya dan rambut sedikit berantakan.Nilam mengerucutkan bibir, memeluk guling lebih erat. “Kamu lama banget angkatnyaaaa…”“Sorry, sayang. Tadi aku baru selesai meeting sama vendor catering,” jawab Jean sambil menyender ke kursi. “Tapi sekarang kamu udah dapet aku seutuhnya, nih.”Nilam mendesah pelan, lalu matanya memandang Jean dengan tatapan manja. “Aku kangen banget… tahu gak?”"Kita kan gak ketemu baru hari ini.""Tapi bagiku ini udah l
Suasana di dalam mobil terasa hening. Hanya suara mesin yang mengisi kekosongan di antara mereka. Lampu-lampu jalan menari pelan di kaca jendela, seolah mengiringi perasaan gundah yang masih menyelimuti hati Nilam. Tangan Jean memegang kemudi, sementara tatapannya sesekali mencuri-curi pandang ke arah Nilam yang duduk diam, memeluk tas di pangkuannya.“Masih kepikiran Talita?” tanya Jean akhirnya, dengan suara pelan.Nilam hanya mengangguk pelan tanpa menoleh.Jean menarik napas sejenak, lalu tersenyum tipis. “Sayang… aku ngerti kamu khawatir. Tapi jangan terlalu OVT ya! Talita kan udah ngabarin, dan sejauh ini infonya sama seperti yang bu Ratih bilang. Jadi, kita harus percaya sama dia.”Nilam mengatupkan bibirnya erat. Ada bagian dalam dirinya yang ingin percaya sepenuhnya. Tapi ada di sisi lain perasaannya mengatakan jika ada sesuatu yang tidak beres.“Aku ngerasa... ada sesuatu yang masih mengganjal," bisiknya akhirnya. “Perasaanku gak enak aja.”Jean mengalihkan tangan kirinya da