"Siapa?"
Pertanyaan Nana yang terdengar berbisik di telinga Nilam, nyaris saja membuat jantung mantan pembantu cantik itu copot. "Apa sih, Na! Lo bikin gue kaget aja!"Nana mengerutkan keningnya. Dia menatap Nilam yang merosot duduk di lantai sambil memegangi dadanya. "Lo yang aneh! Ngapain lo lari-lari tadi? Di panggil nggak nyahut pula?"Nilam mengulurkan tangannya agar Nana membantunya berdiri. Paham dengan isyarat sang sahabat, Nana pun melakukan apa yang diperintahkan oleh Nilam."Kita turun dulu aja! Nanti gue ceritain kronologinya di bawah."Nana hanya menganggukkan kepalanya sambil mengikuti langkah kaki Nilam.Dan sesuai janji, Nilam pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat Nana syok berat."Nilam! Lo nggak ngarang ceritakan? Orang yang ada di video ini beneran mantan majikan lo?""Gue emang nggak bisa liat wajahnya. Tapi dari postur tubuhnya, bajunya, rambutnya, gue yakin banget kalaJika Nilam terpaksa pulang ke rumah karena sudah hampir dini hari. Berbeda dengan Dikta dan Elisha yang justru makin panas saja.Elisha yang sudah melepas semua bajunya, tampak bergerak naik turun dengan posisi women on top. Ia mengenggam jemari Dikta dengan kepala mendongak ke atas. Ia terus mendesah saat merasakan rahimnya disodok dengan begitu nikmat oleh rudal milik Dikta."Hhhh... Hhh... Dikta— ini enak banget. Ahh— rasanya, aku mau keluar lagi.""Keluarin aja Elisha sayang... Nggak usah sungkan," balas Dikta sambil menyeringai. Ia tampak begitu puas melihat wajah keenakan sang sekertaris."Nghhh... Hhhh..." Elisha terus mendesah. Kedua gunung kembarnya pun ikut bergoyang sesuai dengan irama gerakannya. Dibantu Dikta yang sesekali menaik turunkan pantatnya, membuat Elisha semakin dekat dengan orgasmenya yang ketiga.Dan—"Akhhhh..." Elisha mengerang nikmat. Tubuhnya bergetar beberapa kali ketika aliran kenikmatan tersebut ke
"Kamu mau ke mana lagi, Nilam?"Nilam yang sengaja jalan mengendap-endap ke luar dari rumahnya, terpaksa berhenti melangkah saat mendengar suara sang Mama.Perempuan 20 tahun itu menengok ke arah bu Mala yang sudah menatapnya tajam dengan tangan terlipat di depan dada."Aku— ada urusan bentar Ma," balas Nilam disertai senyum lebar."Urusan apa, Nilam? Kemarin kamu pulang jam 1 malam. Sekarang— pagi-pagi gini udah mau pergi lagi? Nggak betah banget kamu di rumah?" Bu Mala menghampiri Nilam yang cuma bisa cengengesan karena diomeli."Aku mau ketemu ama seseorang dulu, Ma. Urgent soalnya.""Siapa? Dan ada perlu apa?" tanya sang Mama lagi. Dan itu wajar menurut bu Mala, sebab dia sedikit kapok dengan ulah anaknya beberapa bulan yang lalu. Yang ijinnya mau nginep di rumah teman, tau-tau malah jadi ART di rumah orang kaya."Aduh, Mama kok jadi over protective gini?" keluh Nilam dengan bahu yang melemas. "Biasanya kan enggak sedetail ini kalau nanya?""Mama kapok kamu bohongin kemarin-kemari
"Bu Elisha ada?" tanya Nilam setelah teringat dengan apa tujuannya ke sini."Elisha— dia...""Bu Elisha nggak pulang ya?" potong Nilam cepat.Jean menatap heran ke arah Nilam. Bagaimana gadis ini tau kalau Elisha tidak pulang?"Kamu tau di mana keberadaan Elisha? Soalnya sejak kemarin Qila nyariin dia terus," jawab Jean apa adanya.Nilam menelan ludah. Ucapan Jean membuat gadis itu yakin jika yang kemarin itu memang benar mantan bosnya."Sebenarnya, saya ketemu bu Elisha kemarin malam," lirih Nilam sedikit ragu. Tatapan khawatir Jean ketika membahas Elisha membuat Nilam sedikit tak enak untuk mengatakan yang sebenarnya."Kamu beneran tau di mana dia?"Nilam mengangguk."Kalian ketemu di mana?""Saya— ketemu Bu Elisha di club malam, Pak. Dia pergi sama seorang pria, dan— aku pikir pria itu adalah selingkuhannya," jawab Nilam dengan sejujur-jujurnya."A- apa kamu bilang? Elisha pergi ke
"Elisha!!""Pak! Bu!" Nilam yang tidak tahan mendengar pertengkaran mereka, akhirnya menyela. "Bapak sama Ibu mending masuk ke dalam aja deh! Bicarain semuanya di dalam. Nggak enak, dilihatin sama orang-orang!"Perempuan itu memperhatikan tetangga yang sibuk mengintip di balik gerbang. Dia jadi tidak enak hati karena pertengkaran kedua mantan majikannya jadi tontonan.Elisha menatap tajam ke arah Nilam. Ia benci sekali pada perempuan muda itu. "Ini semua gara-gara kamu, Nilam! Awas aja kamu! Aku nggak biarin kamu!" ancam Elisha sebelum pergi dari hadapan Jean dan juga Nilam.Ia berjalan dengan langkah menghentak menuju ke rumahnya. Dari wajahnya, tidak ada sedikitpun raut penyesalan di sana. Ia justru merasa perselingkuhan yang dia lakukan adalah hal wajar karena Jean tidak bisa memberikan sesuatu yang dia butuhkan.Nilam menyipitkan matanya. Memandang punggung Elisha seolah-olah ingin mengulitinya. 'Dia pikir aku takut apa? Enggak ya! Ta
Saat Jean pertama kali masuk ke dalam kamarnya, ia mendapati istrinya sedang menangis tersedu di atas ranjang sambil memeluk kakinya. Elisha menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya sementara bahunya beberapa kali terguncang efek sesenggukan.Jean memandang dingin reaksi istrinya tersebut. Seolah perempuan itulah yang paling tersakiti dan menderita di sini. Padahal— seharusnya dialah yang merasa marah dan terluka akibat perbuatan jahat Elisha."Jangan bersikap seolah-olah kamu paling menderita, Elisha. Harusnya kamu sadar, kalau di sini kamu yang jadi tersangkanya!"Elisha mengangkat kepalanya. Pipinya sudah sangat basah oleh aliran air mata. "Kamu pikir aku menyukai perselingkuhan itu? Aku— aku juga terpaksa Mas!"Jean melirik sinis ke arah istrinya. Geram sekali mendengar alasan klasik Elisha. "Cih! Kamu pikir aku ini Qila yang gampang dibohongi! Aku bisa melihat dengan jelas kalau kamu juga menikmati ciuman itu, Sha!"Elisha te
Perempuan itu terkekeh. "Jadi gimana? Mau tetep pisah sama aku dan kehilangan Qila?" tanyanya perempuan itu dengan nada meremehkan. "Atau— kita mulai semuanya dari awal dan anggap aja kesalahan yang aku lakukan ini nggak pernah terjadi?"Jean terdiam. Harga dirinya benar-benar sudah diinjak-injak oleh Elisha. Perselingkuhan istrinya jelas adalah hal yang paling fatal dan tidak bisa ia terima. Sama saja ia rela membagi istrinya untuk pria lain.Tapi, jika tidak mempertahankan hubungan ini, bagaimana dengan Qila? Apa Elisha bisa menjaga putrinya itu sebaik dia? Apakah benar Elisha akan merawat anaknya dengan penuh kasih sayang sama sepertinya? Sedangkan sekarang saja, Elisha tidak pernah ada waktu untuk anak mereka."Gimana Mas? Kamu mau tetap pisah dari ku dan nggak ketemu ama Qila untuk selamanya? Atau— tetap mempertahankan hubungan kita dan bisa selalu bersama Qila?" Elisha menunggu jawaban suaminya dengan tidak sabaran. Menurutnya Jean terlalu lama saat
"Ya terus? Kenapa karena satu kesalahan yang aku perbuat kamu sampai ingin kita berpisah?" tanya Elisha."Satu kesalahan? Gila kamu!" tukas Jean tak terima."Ya terus!"Jean mendeath glare istrinya dan berucap, "Kalau mau aku jabarkan, banyak sekali kesalahan kaku itu, Sha! Apalagi perselingkuhan itu!""Tapi video itu bisa aja palsu kan? Toh wajahku nggak terlihat je—""Dita!" Saat Jean menyebut nama sahabat baiknya itu, Elisha langsung membeku. "Dita udah ngasih tau aku semuanya jauh sebelum ini, Sha. Tentang kedekatan kamu sama Bos di perusahaan kamu. Soal hubungan terlarang kalian.""Di— Dita? Kapan? Kamu pasti iseng aja kan?" Elisha memucat mendengar ucapan Jean."Saat aku nganter kamu waktu itu, Sha. Di pagi hari sebelum kita janjian untuk makan malam berdua. Dita udah ngasih tau aku semuanya, saat kamu bercanda sama Bos kamu, saat kamu masuk ke dalam mobilnya, saat kamu bermesraan di kantor. Semuanya Sha!"
Wanita 28 tahunan ini juga hanya bisa meratapi Kejadian ini sendirian di balik pintu kamarnya. Ia bisa mendengar apa yang Jean dan anaknya bicarakan. Mungkin, semuanya masih bisa diperbaiki dengan meminta maaf dan berjanji untuk berubah. Tapi nyatanya, perempuan itu hanya diam saja di tempatnya, sambil sesekali menyeka air mata yang turun di pipinya.Elisha terlalu mementingkan dirinya sendiri."Papa harus pergi sekarang. Kamu— di sini ama Mama ya!" Jean melepaskan dekapannya dan memandangi sang Papa dengan ekspresi tak rela."Papa..." Qila menggelengkan kepalanya, tangan kecilnya terus menggenggam jemari Jean erat. Dia tidak rela papanya harus pergi. "Papa jangan pergi!""Maafin Papa sayang..."Qila makin terisak. "Nanti siapa yang bakal kuncir rambut Qila? Nanti siapa yang nyuapin Qila makan? Siapa yang antar jemput Qila Pa? Terus— kalau Mama lembur Qila tidur ama siapa?" tangis bocah itu semakin menjadi.Dan tentu saja Jean ma
"Nilam!""Iya Bu? Kenapa?" "Kenapa? Coba jelasin padaku, kenapa bisa ada Jean di sini?" Nilam mengerutkan keningnya karena merasa aneh dengan pertanyaan Elisha tersebut. "Kan tadi dia udah bilang kalau hadir sebagai CEO Indojaya grup?" "Tapi di daftar tamu nggak ada nama dia, Nilam! Karena yang harusnya datang itu Pak Wijaya langsung! Bukan dia!" Nilam mengendikkan bahunya. "Kalau itu aku nggak tau Bu. Kenapa ibu nggak tanya langsung aja ke dia?" "Pak Wijaya sakit. Makanya dia mengirim Jean sebagai perwakilannya." Dikta yang baru selesai menelpon seseorang, muncul di antara Elisha dan Nilam hanya untuk menengahi pertengkaran mereka. "Apa? Tapi kok nggak ada konfirmasi sebelumnya?" tukas Elisha balik. "Ya mana aku tau? Aku kan bukan bagian dari perusahaan mereka," balas Dikta lagi. Sama seperti Elisha yang kesal karena kemunculan Jean, Dikta pun juga merasa demikian. Apal
"Selamat siang. Saya Mala, founder sekaligus CEO dari NM Group yang operasionalnya di bidang food and drink. Jadi...""Nilam! Itu nyokap lo kan?"Nilam yang sedang memperhatikan sang Mama yang berdiri di depan sebagai salah satu pembicara, langsung menoleh ke arah rekannya."Ehehehe. Iya." Nilam tersenyum canggung sambil memegangi belakang kepalanya."Wah, nyokap lo keren banget.""Iya nih. Ilmunya nggak main-main.""Bener. Walaupun single parent tapi perjuangannya nggak main-main, Nilam."Pujian-pujian yang disampaikan oleh rekan-rekannya itu tentu saja membuat Nilam makin kagum pada sang Mama. "Nyokap gue emang paling the best di dunia.""Gue jadi iri, pengen banget punya nyokap sekeren itu."Nilam terkekeh saat mendengar penuturan temannya itu. "Kalau lo mau nyokap sekeren nyokap gue, minimal lo harus rela nggak punya bokap sih.""Ish!" Perempuan itu langsung menepuk bahu Nilam. "Jokes lo se
"Namanya... Ayunda." Jean mergerjap. "Ayunda?" "Iya. Dia anak perempuan dari mantan istriku yang pertama." "Di mana aku bisa mencarinya?" Pak Wijaya berusaha untuk duduk lebih tegap untuk menunjuk ke arah lemari pakaiannya. "Di dalam lemari itu ada foto kenanganku dengan Ayu. Aku meletakkannya didalam kotak kecil yang terbuat dari kayu." Jean menganggukkan kepalanya dan mengikuti arahan Pak Wijaya untuk mengambil benda tersebut. Setelah menemukan benda yang dicari, ia langsung menyerahkan kotak itu pada si empunya. Pak Wijaya sendiri nampak memandangi kotak itu dengan mata menerawang. Banyak momen indah antara ia dan sang putri yang sengaja ia simpan di dalam sana. "Ini fotonya... Dia cantik kan?" Jean menerima lembaran kertas tersebut dari tangan Pak Wijaya yang sedikit gemerar. "Dia anak ke sayangku, Jean. Satu-satunya harta yang aku miliki di dunia," ucap Pria itu lagi.
"Mumpung semuanya belum terlambat, Nilam. Sebelum cinta kamu semakin besar, lebih baik kita akhiri aja.""Liat aku kak! Liat aku dan katakan kalau kamu emang beneran mau putus sama aku!" Nilam menangkap pipi Jean. Membuat wajah mereka berhadapan satu sama lain. "Aku tau kamu nggak mungkin kayak gini."Jean memasang ekspresi datarnya. Ia tatap Nilam dengan begitu intens seperti kemauan gadis itu. Siapa bilang ia tidak berani memandang langsung kedua manik indah Nilam?Beberapa detik berlalu, pandangan Nilam justru mulai buram karena air matanya. Entah kenapa ia merasa Jean sedang tidak main-main atas ucapannya."Kamu itu gadis yang baik. Kamu berhak dapat pasangan yang lebih pantas dariku.""Aku muak denger kalimat itu, kak," lirih Nilam dengan suara bergetar. Tenggorokannya terasa sakit karena berusaha untuk menahan tangis."Kamu harus percaya, kelak bakalan ada cowok yang bisa bikin kamu bahagia. Cowok yang sepadan sama kamu, co
"Gimana kabar kamu?"Nilam menggigit kecil bagian dalam bibirnya. Harusnya Jean tidak perlu bertanya begitu padanya. Karena sudah jelas, dia sedang tidak baik-baik saja."Buruk, kak." Nilam membalas dengan lesu."Oh.""Cuma 'oh' doang?" protes Nilam sedikit kecewa. "Lebih dari dua minggu kakak ngilang, nggak ngasih kabar, kepastian, ngeghosting anak orang selama itu dan tanggapan kakak cuma OH doang?" Nilam memiringkan duduknya, ia menatap Jean dengan raut tak percaya. "Aku hampir gila kak."Okey— air mata Nilam kembali keluar seperti kran. Mendadak dia jadi melow saat di depan Jean. Seperti bocah saja."Kamu kenapa nangis lagi?" balas Jean."Aku juga nggak tau kenapa air matanya keluar terus tiap ngomong ama kamu. Mungkin karena udah lama aku tahan." Nilam duduk di samping Jean dengan banyak tingkah. Padahal mereka sedang di jalan menuju ke rumah Nilam."Duduk yang bener Nilam! Kita lagi di mobil!" balas Jean s
Nilam berjalan mondar-mandir di area pintu keluar mall. Bukannya dia caper atau kurang kerjaan, tapi dia sengaja berdiri di sana karena sedang menunggu Jean.Yup, kali ini mereka harus bicara. Dia tidak mau digantung dengan ketidakpastian seperti sekarang."Kak Je—" Nilam menutup mulutnya. Dia bisa saja meneruskan panggilannya. Tapi sayangnya, saat melihat Qila, dia reflek merungkan niatnya. 'Enggak Nilam! Lo nggak boleh egois. Kalau lo buat keributan di sini, kasian nanti sama Qila.''Tahan Nilam! Tahan!'Gadis dengan rambut di ikat di belakang tengkuk itu memilih untuk menjauh dan mengawasi Jean dengan sembunyi-sembunyi.Gadis itu memperhatikan ketiga orang tersebut yang sibuk menata barang yang mereka beli dan memasukkannya ke bagasi. Ia mengintip Jean dari kejauhan dengan gaya lucu karena beberapa kali hampir ketahuan. "Kali ini, lo nggak akan gue lepasin kak," gumam Nilam pada dirinya sendiri.*Nilam itu super nekat kalau sudah ada kemauan. Apa yang jadi tujuannya, benar-benar h
"Kenapa baru sekarang?"Pertanyaan Elisha barusan membuat Jean kembali melirik ke arahnya."Kenapa nggak dari dulu kamu cari kerjaan yang tepat? Kenapa harus nunggu kita cerai dulu?""Emang penting bahas itu sekarang?" tukas Jean balik. "Bukannya kamu juga udah nyaman sama selingkuhan kamu.""Ya kalau kamu bisa nyukupin semua kebutuhanku dan Qila, mana mungkin dulu aku selingkuh." Elisha membalas sindiran Jean dengan kalimat barusan. Berharap Jean paham kalau dia turut andil dengan segala perbuatan yang dulu pernah ia lakukan."Anggap aja kita emang nggak jodoh," tutur Jean lagi. Sesekali pandangan matanya tertuju ke arah Qila yang sedang bermain dengan sangat riang tak jauh darinya.Elisha berdecak. Dia kadang tidak bisa memahami dengan betul isi kepala mantan suaminya ini."Oh ya, omong-omong soal Qila. Lain kali kalau mau ajak pergi jangan dadakan! Soalnya aku nggak bisa tiba-tiba ijin cuti gitu aja!""Ya harusnya kamu nggak perlu ikut kan? Toh, Qila pergi sama Papanya sendiri." Ia
"Ahh!" Nilam tersentak saat jari Dikta mulai menggerilya di area sensitifnya. Menggosok bibir kewanitaannya hingga membuat Nilam was-was."Di sini ada yang basah, Nilam."Gadis itu menggelengkan kepalanya. Menatap Dikta yang menyeringai puas ke arahnya."Kayaknya bagian ini minta dipuasin juga.""Diam! Jangan macam-macam lo!""Makanya, jangan cari gara-gara.""Di— Dikta jangan! Jangan! Aku mohon—" Nilam kian panik saat Dikta mulai melucuti dalamannya. Ia berusaha menutupi miliknya yang jadi pusat perhatian Dikta dengan tangannya. Tapi tentu saja, hal itu sama sekali tidak berpengaruh pada Dikta. Lelaki itu dengan mudah mencengkram kedua tangan Nilam dan menaruhnya di atas kepala.Rudal miliknya sudah siap menerobos masuk lubang surgawi milik Nilam. Tapi belum sempat itu terjadi, seseorang memanggil namanya dari arah luar."Pak! Pak Dikta! Pak Dikta!""PAK!!!!"Pemuda itu tersentak dari lamunann
"Kenapa baru sekarang?"Pertanyaan Elisha barusan membuat Jean kembali melirik ke arahnya."Kenapa nggak dari dulu kamu cari kerjaan yang tepat? Kenapa harus nunggu kita cerai dulu?""Emang penting bahas itu sekarang?" tukas Jean balik. "Bukannya kamu juga udah nyaman sama selingkuhan kamu.""Ya kalau kamu bisa nyukupin semua kebutuhanku dan Qila, mana mungkin dulu aku selingkuh." Elisha membalas sindiran Jean dengan kalimat barusan. Berharap Jean paham kalau dia turut andil dengan segala perbuatan yang dulu pernah ia lakukan."Anggap aja kita emang nggak jodoh," tutur Jean lagi. Sesekali pandangan matanya tertuju ke arah Qila yang sedang bermain dengan sangat riang tak jauh darinya.Elisha berdecak. Dia kadang tidak bisa memahami dengan betul isi kepala mantan suaminya ini."Oh ya, omong-omong soal Qila. Lain kali kalau mau ajak pergi jangan dadakan! Soalnya aku nggak bisa tiba-tiba ijin cuti gitu aja!""Ya har