“Aku bersumpah anak baru itu adalah perempuan paling menyebalkan yang pernah kutemui!” Itulah yang pertama kali menyapa telinga saat Andrea mengangkat telepon grup dari teman-temannya. “Gadis itu berlagak selayaknya Ratu Kantor saat ia mendapatkan posisi sebagai sekretaris bos. Memangnya ia tidak tahu kalau posisi sekretarislah yang paling menderita?”Andrea menatap ponselnya seolah Lily bisa keluar dari sana. Ia mengulum kekeh, sudah terbiasa dengan ledakan amarah Lily jika berurusan dengan salah satu teman kerjanya. “Apa lagi yang ia lakukan padamu, Lily?”“Jangan gunakan nada sok bijak itu padaku, Andrea.” Lily mengecamnya dari seberang telepon. Ia bisa mendengar kekehan Darren juga. “Setelah ditunjuk menjadi sekretaris, ia berpikir bahwa dunia telah berada dalam genggaman. Bagaimana bisa gadis itu berpikir setelah keberuntungan kecil, ia bisa memerintah seenaknya di tempat kerja? Aku bekerja lebih lama darinya.”Ada suara klakson mobil dan obrolan samar para pejalan kaki dari sambu
“Julian, apa yang kaulakukan di sini?”Andrea memandang adik bungsu tirinya terkejut. Pasalnya, ia tidak pernah berkata akan menginap di flat Leo atau memberikan alamat sang tunangan pada Julian. Mengamati sang adik dari atas sampai bawah, Andrea menyadari Julian tengah menenteng jas jinjing.“Aku bertanya pada Rebecca kafe tempat tunanganmu bekerja dan bertanya padanya di mana kau menginap beberapa hari ini,” aku Julian muram.Senyumnya terkulum saat Julian enggan menatapnya lurus. Perasaan bersalah masih menghantui Julian bak badai di musim panas. Mundur selangkah seraya melebarkan pintu, Andrea mengisyaratkan pada Julian agar masuk.“Duduk saja dulu,” katanya seraya menuang air ke gelas. “Jadi, apa yang membawamu kemari?”Julian menjalin jemari di atas lutut, memandang Andrea dengan penuh sesal dan suram. Tas yang ditenteng oleh adiknya, kini diletakkan di kaki sofa.“Aku tahu mungkin permintaan maafku tidak ada gunanya bagimu, tapi aku tetap ingin mengucapkannya, Kak.” Julian memb
Senyum Andrea mengembang saat menemukan kotak bekal di dalam tasnya. Karena bangun terlambat, ia tidak sempat menyiapkan sarapan atau memasak bekal untuk makan siang. Satu-satunya alasan mengapa kotak bekal itu ada pasti karena ulah Leo.Pikirannya sibuk memikirkan cerita Julian sepanjang malam. Kepalanya memunculkan beragam kemungkinan skenario. Menerka pergerakan Margaret dan saudari tirinya yang ingin menguasai rumah megahnya di Kensington.Saat Leo bertanya bagaimana kunjungan Julian malam itu, Andrea bercerita singkat tentang betapa menyesalnya sang adik bungsu. Sama sekali tidak menyinggung tingkah Margaret yang mencurigakan pada calon suaminya.Menepis pikiran tentang ibu tiri, Andrea meraih kotak bekal dari dalam tas. Sudut bibirnya tertarik samar. Aroma telur yang menggugah selera berpadu dengan daging barbekyu. Tidak hanya makan siang, ia juga menemukan termos berisi teh chamomile yang diletakkan bersisian dengan kotak bekal.Andrea terkesiap kaget. Ada secarik kertas kecil
“Apa yang William maksud agar kau segera kembali?” tanya Andrea setibanya mereka di flat Leo. “Berhubungan dengan pekerjaan lamamu?”Leo mengunci pintu lalu meletakkan sandal rumah di dekat kaki Andrea. “Tidak apa-apa. Jangan terlalu dipikirkan.”Andrea mendecak. “Kalau bukan hal penting, kenapa William sampai memintaku untuk membujukmu? Bukankah ayahmu juga mengatakan hal yang sama saat makan malam tempo hari?”“Bukan hal penting.” Leo mengulas senyum singkat, mendorong punggungnya lembut agar masuk ke ruang tengah sebelum mengempaskan tas ranselnya di kaki sofa. “Kubuatkan cokelat panas, ya, supaya lebih mudah tidur.”Andrea mengembuskan napas berat. Selalu begini. Leo selalu berkelit saat ia bertanya tentang masa lalu atau pekerjaannya sebelum membangun kafe bersama Daniel. Selalu menghindar saat ia ingin tahu lebih banyak tentang dirinya.Memandangi Leo yang tengah menuang air ke dalam teko dengan lengan terlipat di depan dada, Andrea memberengut kecewa.Seolah menyadari ada sepas
Gema tetesan air yang membentur atap dan jendela samar-samar terdengar dari ruang istirahat karyawan di kafe Wisteria. Awan-awan hitam yang menggulung di langit sekelam suasana hati Leo sekarang.Kedua tangannya terjalin di atas meja, menghunjam Daniel dengan sorot tajam. Mungkin kalau tatapan mata mampu membunuh seseorang, Daniel telah terkapar dengan ratusan cara paling menyakitkan.“Biar kurekap.” Ujung jemari Leo mengetuk meja. “Kau meminta bantuan William untuk mencari detektif swasta yang kuperlukan dan sebagai gantinya ia ingin aku membangun hipotesis awal untuk projek yang sedang ia kerjakan?”Daniel mengangguk cepat seolah tidak terpengaruh dengan nada bicara Leo yang rendah dan mengintimidasi. “Kau menginginkan detektif swasta yang andal. Di antara semua kenalanku—kenalan kita, William adalah orang yang paling tepat untuk mencari sosok itu. Ada masalah?”Leo menghela napas panjang, memijat pelipisnya yang mulai berdenyut. “Kautahu aku tidak bersentuhan dengan data maupun ber
“Kau akan menikah minggu depan?”Andrea buru-buru membekap mulut Mia, mendesis pelan. “Jangan terlalu keras, Mia. Tidak semua orang tahu tentang pernikahanku.”“Maaf, maaf,” kekeh Mia tertahan. Gadis itu menepuk tangan Andrea, isyarat untuk menurunkan tangan. “Tapi aku tidak bercanda. Aku baru saja mendengar kabar kau bertunangan sekitar dua minggu lalu. Dan minggu depan kau akan menikah? Kau tidak … itu, bukan?”Sebelah alis Andrea terangkat penuh tanda tanya.Mia memajukan tubuh, lalu berbisik. “Kau tidak mengandung anaknya, bukan?”Andrea terkesiap, memukul bahu yang lebih muda keras. “Tidak, tidak. Oh, astaga. Tidak. Kami sudah cukup lama bertunangan. Aku baru memberitahu kabar ini padamu karena perlu memastikan berbagai hal sebelum mengirim undangan. Di kantor ini hanya kau yang kuundang, tahu.”Wajahnya merona membayangkan ia berhubungan intim dengan Leo. Sulit dipercaya memang bahwa mereka berdua belum pernah melewati batas sakral itu. Panggil ia kuno, tetapi Andrea berprinsip
“Semoga kalian selalu bahagia!”Tidak pernah terpikirkan bahwa takdir akan menuntunnya pada hari ini. Leo, yang tidak memedulikan eksistensi orang lain selain dirinya sendiri, kini telah mengucap sumpah di depan banyak saksi.Sejak kecil, Leo adalah pribadi yang tertutup. Tumbuh bersama orang tua yang sibuk dengan pekerjaan membuatnya tidak terbiasa terbuka dengan orang lain. Baginya, tidak ada yang benar-benar penting hingga ia harus menaruh atensi selain pada studinya.Hingga Andrea datang.Gadis yang menolongnya dengan menyebar rumor yang efektif menjauhkan para penindas darinya. Gadis yang tiba-tiba saja muncul di kafenya. Gadis yang telah menawan hatinya sejak lama.Ide lamaran tebersit dalam pikiran ketika ia melihat bagaimana Andrea diperlakukan oleh keluarga tirinya. Desakan untuk melindungi sang hawa yang mendorongnya untuk datang di Minggu pagi untuk menyampaikan niatnya mempersunting Andrea. Terlebih setelah permintaan seseorang yang membuatnya bersumpah untuk senantiasa men
‘Sial. Sial. Kendalikan dirimu, Leo.’Kalimat itu berulang kali terucap di benak, mengingatkan diri untuk tidak jatuh pada jurang hasrat yang kian dalam seiring dengan matanya memandangi Andrea. Mereka baru saja pulang setelah pesta pernikahan berakhir dan Leo belum berhenti mengagumi sang hawa.Alih-alih memiliki waktu berdua setelah mengucap sumpah, Leo harus berdamai dengan fakta bahwa istrinya terus dibawa pergi oleh teman-temannya dengan alasan ingin memonopoli Andrea lebih lama. Bahkan setelah mendapatkan waktu kosong, ayah dan ibunya bersikukuh untuk memberi petuah pada istrinya.Andrea menanggalkana anting-anting dan kalungnya. Netra biru sang hawa bertemu dengan matanya melalui cermin. “Kenapa melihatku begitu?”Leo sekali lagi menelisik lekuk tubuh Andrea yang terbalut dengan gaun yang memukau, memiringkan kepala penuh kepuasan. Puas bahwa di akhir malah hanya ia yang berhasil merengkuh sang wanita saat pria lain hanya menelan ludah memandangi betapa mengagumkannya Andrea da
“Per kemarin, Logan Blackhill sudah tidak menetap di London.” Itulah hal pertama yang dilaporkan oleh Roger sesampainya sang detektif di kafe Wisteria. “Pihak hotel sudah membenarkan kalau kamar yang dihuni oleh Logan kosong dan ia tidak terlihat lagi di kota ini.”“Akhirnya ada kabar baik minggu ini,” gumam William rendah. “Yakin kalau ia benar-benar pergi dan bukannya menyembunyikan diri?”Roger mengangguk lamat. “Kelihatannya begitu. Tidak ada lagi alasan yang mengikatnya di kota ini. Bahkan pembayaran di kasinonya sudah dilunasi.”Leo menyimak penjelasan sang detektif dengan senyum terkulum. Keberhasilannya sudah dipastikan malam itu. Saat Logan tak berkutik di bawah ancamannya. Namun, mendengar kabar bahwa taktiknya benar-benar berhasil memberikan kepuasan yang berbeda.Menyenangkan, tentu saja. Ternyata kemampuannya bernegosiasi dengan menyelipkan taktik persuasif—dalam kasus Logan agak sedikit ekstrem—belum menumpul. Setidaknya, Logan cukup bijak untuk tidak menguji batasan Leo
Langkah kaki menggema di kediaman mereka kala Andrea melintasi flat menuju ruang kerja. Cahaya yang menyusup pada bagian bawah pintu menunjukkan bahwa seseorang mengingkari janji untuk tidur lebih awal bersamanya dan memilih bekerja. Mendesah panjang, Andrea mengetuk pintu tiga kali,“Selamat malam, Tuan Leo Howard.” Andrea melongokkan kepala dari balik pintu. Matanya langsung bertemu dengan netra senada zaitun Leo yang dibingkai dengan kacamata. “Boleh aku bicara dengan suamiku?”Leo mengulum senyum, melepaskan kacamatanya. “Keduanya adalah suamimu, Darling.”Andrea melangkah lebih dalam ke ruang kerja, berhenti tepat di depan meja sang pria. Ia menjawab uluran tangan Leo, memutari meja lalu duduk di pangkuan sang suami. Sudut bibirnya tertarik lebih dalam ketika Leo menyapukan bibir di pelipisnya lamat.“Sayangnya, Tuan Leo Howard dan suamiku adalah dua pria yang berbeda,” guraunya. “Tuan Leo Howard akan bersikeras mengerjakan laporan dari William lalu sibuk mengkalkulasikan data da
Andrea tidak bisa berhenti melihat jam dinding setelah menerima pesan terakhir dari Leo. Semakin lama jarum jam berputar, semakin tercekik dirinya. Panik membelenggu batin kala sang pria bersikeras ingin bertemu dengan Logan untuk bicara. Seberapa keras ia berusaha untuk membujuk Leo agar membatalkan niatnya pun berakhir sia-sia. Julianlah yang menjemputnya dari kantor, kali ini bukan atas suruhannya melainkan karena titah Leo untuk menjaga sang kakak. Cemasnya kian mengimpit dada saat sosok sang suami absen dari kafe. William dan Daniel berusaha untuk menenangkannya dengan senyum tipis.“Tenang saja, suamimu itu lebih tangguh daripada gurita cincin biru.” William menepuk bahunya ringan, menyeringai lebar. “Ia mungkin tampak tidak berbahaya, tapi racunnya bisa membunuh dua puluh enam orang dewasa. Bahkan orang lain tidak akan menyadari gigitannya sampai alat pernapasan mereka gagal berfungsi.”Gurauan William berhasil menarik sudut bibir Andrea tipis. Ia tidak tahu kemampuan Leo seba
Leo menggulirkan ibu jari di layar ponsel. Sudut bibirnya tertarik samar. Pesan lain dari Andrea yang mengingatkannya untuk berhati-hati dan tidak menantang bahaya. Kalau sang hawa akan menunggunya di kafe seperti biasa.Ia mengetik pesan balasan. ‘Aku akan kembali sebelum kafe tutup.’Sejak meluapkan gelisah dan cemasnya kemarin lusa, Andrea telah kembali seperti sedia kala. Dugaannya benar. Logan memang sengaja mencari Andrea, mengancamnya. Yang luput dari hipotesisnya adalah kemungkinan bahwa bajingan itu akan menggunakan namanya agar Andrea mengikuti keinginan Logan untuk kembali.Malang bagi Logan, Leo bukanlah sembarang pria yang patuh saat diancam.Awalnya, Leo berniat mengusir Logan dengan mengirim pria itu kembali ke Amerika. Namun, niat itu terpaksa diurungkan setelah mempertimbangkan ketakutan Andrea selama beberapa hari setelah kemunuculannya. Bagaimana Andrea selalu waspada terhadap sekitar. Bagaimana Andrea mencoba menjauh darinya karena tidak mau Leo disakiti oleh baji
“Darling, bisakah kita bicara sebentar?”Gerakan tangan Andrea yang tengah menumpuk piring setelah makan malam terhenti di udara. Cemas sontak menyergap benak. Kalimat itu selalu mengundang resah karena akhir pembicaraan biasanya tidak selalu baik. Bukankah banyak pasangan kekasih yang menemui akhir hubungan setelah pertanyaan itu dilontarkan?Namun, Andrea telah mengantisipasi hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Sudah beberapa hari setelah ia menghindari Leo dengan gamblang. Menghindari ajakan sang pria untuk menghabiskan waktu bersama, bahkan menolak untuk diantar-jemput dan melakukan tradisi mereka. Sentuhan ringan pun berkurang drastis.Andrea tahu kalau mengelak bukanlah keputusan yang bijak, tetapi terlampau sibuk dengan benang kusut dalam kepala juga suara yang senantiasa berteriak dalam pikiran membuat sisi rasionalnya terpaksa dinomorduakan.“Apakah mendesak?” balasnya seraya membasahi bibir gugup, mencoba menjaga agar suaranya tidak gemetar. “Aku perlu mencuci piring dulu
Leo bersumpah ada yang aneh dengan Andrea.Saat ia kembali dari kios yang menjual ayam dan membeli teh susu yang Andrea suka untuk melengkapi pagi sang hawa, wanita itu duduk dengan tegang di bangku panjang. Ekspresinya mengeras. Matanya memandang kejauhan. Bahkan saat Leo duduk di sampingnya, Andrea tidak langsung bereaksi.“Darling, kau baik-baik saja?” tanyanya seraya menggapai jemari sang istri yang ternoda oleh saus dari pai daging lantaran menggenggamnya terlalu erat.Andrea terkesiap. Mulutnya nyaris menganga, matanya membelalak. Selama beberapa detik, wanita itu bereaksi seolah ia adalah penjahat yang siap menyergap. Respons itu sudah cukup meningkatkan kewaspadaan Leo terhadap sekitar.Apa yang sebenarnya dilihat Andrea hingga sang hawa terpekur baga
Langit London yang mendung dengan awan hitam yang menggulung berkebalikan dengan suasana hati Andrea yang sumringah. Untuk pertama kalinya setelah beberapa minggu, ia bisa menghirup udara segar. Perjalanan dari rumah menuju kantor dan kafe tidak dihitung.“Kau banyak tersenyum pagi ini,” cetus Leo mengamati rupa sang istri. Sebelah lengannya merangkul pinggang Andrea protektif.Senyum Andrea mengembang. “Ini kencan pertama setelah menikah, bukan?”Sebelah alis Asher terangkat, termenung sejenak. “Ah … kelihatannya aku melalaikan salah satu kewajibanku. Mulai sekarang, kita jadwalkan untuk berkencan tiap seminggu atau dua minggu sekali, bagaimana?”Andrea terkekeh pelan. Niatnya bukan menyinggung sang suami dengan mengungkit kencan mereka yang nyaris nihil setelah menikah. Ia memahami kesibukan Leo yang sangat menyita waktu. Inginnya semata-mata mengungkapkan perasaan gembira setelah benaknya terkekang.“Tidak perlu memaksakan diri,” sahut Andrea. “Aku cukup senang dengan kencan kita di
Leo menghela napas panjang sembari menurunkan kacamatanya. Menyandarkan punggung ke sofa, ia mendapati cahaya jingga sang surya telah pudar digantikan oleh sinar temaram sang purnama.Menoleh pada wanita yang dengan sibuk dengan buku bacaannya di seberang sofa, bibirnya tertarik tanpa bisa ditahan ketika menangkap rupa damai istrinya. Sesuatu yang jarang ia lihat belakangan ini kecuali saat Andrea tidur dan tenggelam dalam novelnya karena kehadiran Logan.Sudah tiga jam berlalu sejak mereka kembali. Leo meminta waktu sebentar pada Andrea untuk memeriksa laporan yang diminta oleh William—ia bersumpah temannya yang satu itu mulai memanfaatkan kesempatan dari perjanjian mereka dan perlahan-lahan menyeretnya kembali bekerja.Leo ingat Andrea hanya mengangguk paham kemudian meraih novelnya yang masih setengah seles
Andrea mengempaskan diri di kursi berlengan yang berada di sebelah rak buku. Novel fantasi romansa yang beberapa saat lalu tengah dibaca, kini diletakkan di atas meja kayu kecil berdampingan dengan secangkir teh yang masih mengepul.“Jadi, Logan sudah kembali?” tanya Lily dari seberang sambungan. “Apa lagi yang diinginkan si brengsek itu kali ini.”Inilah alasannya menutup buku meski tak rela. Ia sedang berada di tengah pertarungan pedang antara sang prajurit dengan bandit untuk menjaga perbatasan saat ponselnya berdering nyaring. Namun, identitas penelepon berhasil membuatnya mengurung kesal.Andrea menduga Lily dan Darren mengetahui kabar tentang kembalinya Logan dari Julian, mengingat si adik bungsu dan temannya yang berkacamata terbilang dekat. Tidak butuh waktu lama sama Lily ikut menden