Gerakan Langit lebih cepat meski tindakan itu dilakukan secara impulsif. Langit menangkap ujung pisau menggunakan telapak tangan, membuat pisau itu menggores telapak tangannya.Tetes darah mulai jatuh hingga memberi warna di aspal hitam. Bintang menutup bibir dengan kedua telapak tangan saat melihat tangan Langit terluka.Seketika Langit pun memukul pria yang hampir menusuknya, membuat pria itu mundur, hingga akhirnya mereka kabur karena kalah.Pisau masih ada di genggaman Langit, pria itu pun kemudian membuang ke aspal, melihat luka yang tergores di telapak tangan dan darah yang mengalir dari sana, meski tidak begitu banyak.Bintang kebingungan, mengambil saputangan yang ada di tas dan langsung meraih tangan Langit. Dia buru-buru membungkus luka di tangan Langit dengan saputangan, agar darah tidak semakin mengalir keluar.Langit terkejut melihat Bintang yang tiba-tiba meraih tangannya, hingga menatap gadis yang masih dicintainya itu terlihat begitu cemas.“Bagaimana ini? Kamu terluka
“Aku tidak bisa mengobati tanganku sendiri, Bin. Juga bajumu terkena darahku, apa kamu tidak mau mencucinya dulu? Bagaimana kalau kedua orangtuamu tahu dan cemas?” tanya Langit yang sebenarnya sedang membuat alasan. Kapan dia bisa berlama-lama berdua dengan Bintang, terlebih mereka baru saja berbaikan.Bintang terlihat berpikir, apa yang dikatakan Langit memang benar. Bisa-bisa kedua orangtuanya langsung membawanya ke rumah sakit untuk dicek.“Baiklah, setelah mengobati lukamu dan pakaianku bersih, aku akan pulang,” ucap Bintang mengiakan.Bintang ikut Langit ke unit apartemen pria itu. Meski ragu, tapi Bintang pun tidak kuasa menolak. Langit tidak mau ke rumah sakit dengan alasan lukanya tidak dalam, membuat Bintang akhirnya kini harus bertanggung jawab mengobati luka itu.“Masuklah.” Langit mempersilakan Bintang masuk ke apartemennya.Bintang melangkah sedikit ragu, dipandanginya ruangan yang tertata rapi dan bersih.“Lepaskan pakaianmu, aku akan memanggil jasa dry cleaning agar pak
Bintang duduk menunggu Langit selesai berganti pakaian. Dia mengedarkan pandangan dan mengamati seluruh ruangan apartemen Langit. Dalam kondisi sekarang, entah kenapa Bintang rasanya ingin segera pergi, gugup dan kikuk kini menyergah dada. Berharap semoga pakaiannya cepat kering agar dia bisa pergi dari situasi yang sangat membuatnya canggung.Bodohnya dia, kenapa juga tidak memilih beli pakaian baru dan memakainya, masalah ditanya orangtuanya nanti dia bisa beralasan bajunya kotor, tapi bagaimana bisa dia tidak berpikir sampai ke sana dan malah mengikuti ucapan Langit. Apakah Bintang benar-benar terpesona, dia tidak pernah bisa menolak pesona pria itu.“Mau minum sambil menunggu pakaianmu selesai di laundry?”Suara Langit membuyarkan lamunan Bintang.“Ya?” Bintang sangat terkejut hingga pemahaman minum antara Langit dan dirinya berbeda. “Minum apa?” tanya Bintang dengan ekspresi terkejut di wajah.Langit malah keheranan karena Bintang terlihat begitu terkejut, sedangkan dia hanya men
Semua keresahan itu kini sudah memudar, hanya ada rasa bahagia yang tidak ingin cepat hilang. Akan terus menggenggam agar tidak kehilangan. Ingin selalu bersama, agar tidak lagi terpisahkan.**Bintang masih menatap Langit tanpa ekspresi, hingga kemudian tertawa karena wajah Langit sangat lucu ketika sedang merasa takut.Langit mengerutkan alis, masih mencoba mencerna kenapa Bintang tertawa.“Bin.” Langit sudah takut kalau Bintang marah, tapi siapa sangka jika gadis itu malah tertawa.“Aku hanya terkejut karena mengakui kesalahanku, kenapa kamu malah serius seperti itu?” Bintang masih tertawa dan kini sedang mencoba menghentikan tawa.Langit bernapas lega karena Bintang tidak tersinggung atau marah, ditatapnya Bintang yang sedang tertawa, seolah membawanya kembali ke masa lalu di mana mereka masih remaja dan sering sekali tertawa seperti ini tanpa beban. Andai bisa, dia ingin mengulang waktu saat mereka masih di SMA, menghabiskan waktu bersama dan tidak pernah ada kata pisah di antara
“El!” pekik Bintang keheranan.“Jawab saja, tidak apa-apa,” ucap Langit yang sudah siap memberitahu kedua orangtua Bintang kalau gadis itu sedang bersamanya.Panggilan itu berakhir, tapi kemudian kembali berdering di mana mau tidak mau Bintang harus menjawab panggilan itu, sebelum sang mami mencari keberadaannya di kafe Anta.Bintang menggeser tombol hijau, sedangkan Langit siap bicara untuk membeberkan dengan siapa Bintang berada. Namun, sebelum suara Langit keluar dari bibir, Bintang langsung membungkam mulut pria itu dengan satu tangannya. Bahkan membuat Langit jatuh ke belakang, di mana sekarang posisi Bintang ada di atas Langit.Satu lutut menapak di lantai, sedangkan satu lutut bertumpu di sofa untuk menjaga tubuhnya tidak menabrak tubuh Langit yang berbaring di sofa, satu tangan membukam mulut pria itu, sedangkan tangan satunya memegang ponsel yang sudah menempel di telinga.“Bin, kenapa kamu jawab panggilannya sangat lama?” tanya Annetha dari seberang panggilan.“Maaf, Mi. Aku
Tidak banyak kata yang bisa diungkap, tidak banyak sajak yang bisa dialunkan. Hanya sebuah isyarat hati yang kini menyatu, membuat dua hati saling mengerti, bahwa mereka saling memahami dan saling memiliki.Sulur surya mulai merambat masuk di celah jendela, merayap hingga mengusik insan yang masih terbuai mimpi. Bintang menggerakkan kelopak mata, masih terasa mengantuk karena semalam begadang entah sampai jam berapa.Dia dan Langit menghabiskan waktu bersama, menceritakan bagaimana mereka menjalani hari selama delapan tahun ini, hingga merasa waktu yang dimiliki tidak akan cukup untuk menjabarkannya.Jika sebelumnya mereka terbelenggu akan rasa bersalah, juga rasa benci karena masa lalu. Kini keduanya sudah membuka hati, bicara dan tertawa bersama. Tidak ada yang paling mereka rindukan selain moment itu.Bintang membuka kelopak mata dengan perlahan, hingga melihat siapa yang kini terlelap dan begitu damai berada di hadapannya.“Dasar pembohong.” Bintang tersenyum setelah mengatakan ka
Langit langsung melotot mendengar ucapan Bintang, hingga menarik lengan gadis itu dan membuat Bintang tertarik ke arahnya, lantas menabrak tubuhnya.“Berani?” Langit sedikit menunduk untuk bisa menatap wajah Bintang.“Kenapa tidak?” Bintang mengangkat wajah untuk bisa memandang Langit, hingga keduanya saling tatap seolah bersiap saling menantang.Namun, apa yang dilakukan Langit di luar dugaan Bintang. Pria itu mengecup bibir Bintang dengan sangat cepat, membuat gadis itu langsung mendelik karena kelakuan kekasihnya itu.“Ish ….” Bintang langsung memukul lengan Langit begitu kuat.Langit terkekeh mendapat pukulan dari Bintang, hingga kemudian berkata, “Kalau kamu sampai menikahi pria lain, maka aku akan menculikmu.”Setelah mengucapkan kalimat itu, Langit berdiri menghadap ke meja dan bersiap menikmati teh buatannya.Bintang terus memandang Langit, hingga kalimat pertanyaan terlontar. “Apa kamu akan menikahiku? Menikahi gadis yang tidak sehat? Bagaimana jika aku pergi terlebih dahulu
Duduk berdua, memandang senja dengan begitu bebas, tanpa rasa takut yang menghalangi. Mereka berada di taman, duduk di sana setelah selesai dengan pekerjaan.“Sudah lama aku tidak melihat bintang.”Ucapan Langit membuat Bintang langsung menoleh dan tersenyum tipis. Ditatapnya Langit yang mendongak dan memandang warna jingga di ufuk barat.“Bintang ini, atau bintang itu?” Bintang menunjuk ke diri sendiri, sebelum kemudian menunjuk ke langit. Dia pun tertawa kecil karena merasa begitu percaya diri mengatakan hal itu.Langit menoleh dan melihat kebahagiaan di wajah Bintang, sebelum kemudian mengulurkan tangan dan mengusap kepala gadis yang dicintainya itu.“Keduanya. Aku tidak pernah mendongak karena tidak ingin melihat bintang yang bisa mengingatkan kepadamu,” ucap Langit dengan tatapan tidak teralihkan dari wajah Bintang. Bintang mengulas senyum mendengar jawaban Langit, terlebih karena pria itu bersikap begitu manis kepadanya. Delapan tahun Bintang menutup diri dari pria yang mendeka