Semua keresahan itu kini sudah memudar, hanya ada rasa bahagia yang tidak ingin cepat hilang. Akan terus menggenggam agar tidak kehilangan. Ingin selalu bersama, agar tidak lagi terpisahkan.**Bintang masih menatap Langit tanpa ekspresi, hingga kemudian tertawa karena wajah Langit sangat lucu ketika sedang merasa takut.Langit mengerutkan alis, masih mencoba mencerna kenapa Bintang tertawa.“Bin.” Langit sudah takut kalau Bintang marah, tapi siapa sangka jika gadis itu malah tertawa.“Aku hanya terkejut karena mengakui kesalahanku, kenapa kamu malah serius seperti itu?” Bintang masih tertawa dan kini sedang mencoba menghentikan tawa.Langit bernapas lega karena Bintang tidak tersinggung atau marah, ditatapnya Bintang yang sedang tertawa, seolah membawanya kembali ke masa lalu di mana mereka masih remaja dan sering sekali tertawa seperti ini tanpa beban. Andai bisa, dia ingin mengulang waktu saat mereka masih di SMA, menghabiskan waktu bersama dan tidak pernah ada kata pisah di antara
“El!” pekik Bintang keheranan.“Jawab saja, tidak apa-apa,” ucap Langit yang sudah siap memberitahu kedua orangtua Bintang kalau gadis itu sedang bersamanya.Panggilan itu berakhir, tapi kemudian kembali berdering di mana mau tidak mau Bintang harus menjawab panggilan itu, sebelum sang mami mencari keberadaannya di kafe Anta.Bintang menggeser tombol hijau, sedangkan Langit siap bicara untuk membeberkan dengan siapa Bintang berada. Namun, sebelum suara Langit keluar dari bibir, Bintang langsung membungkam mulut pria itu dengan satu tangannya. Bahkan membuat Langit jatuh ke belakang, di mana sekarang posisi Bintang ada di atas Langit.Satu lutut menapak di lantai, sedangkan satu lutut bertumpu di sofa untuk menjaga tubuhnya tidak menabrak tubuh Langit yang berbaring di sofa, satu tangan membukam mulut pria itu, sedangkan tangan satunya memegang ponsel yang sudah menempel di telinga.“Bin, kenapa kamu jawab panggilannya sangat lama?” tanya Annetha dari seberang panggilan.“Maaf, Mi. Aku
Tidak banyak kata yang bisa diungkap, tidak banyak sajak yang bisa dialunkan. Hanya sebuah isyarat hati yang kini menyatu, membuat dua hati saling mengerti, bahwa mereka saling memahami dan saling memiliki.Sulur surya mulai merambat masuk di celah jendela, merayap hingga mengusik insan yang masih terbuai mimpi. Bintang menggerakkan kelopak mata, masih terasa mengantuk karena semalam begadang entah sampai jam berapa.Dia dan Langit menghabiskan waktu bersama, menceritakan bagaimana mereka menjalani hari selama delapan tahun ini, hingga merasa waktu yang dimiliki tidak akan cukup untuk menjabarkannya.Jika sebelumnya mereka terbelenggu akan rasa bersalah, juga rasa benci karena masa lalu. Kini keduanya sudah membuka hati, bicara dan tertawa bersama. Tidak ada yang paling mereka rindukan selain moment itu.Bintang membuka kelopak mata dengan perlahan, hingga melihat siapa yang kini terlelap dan begitu damai berada di hadapannya.“Dasar pembohong.” Bintang tersenyum setelah mengatakan ka
Langit langsung melotot mendengar ucapan Bintang, hingga menarik lengan gadis itu dan membuat Bintang tertarik ke arahnya, lantas menabrak tubuhnya.“Berani?” Langit sedikit menunduk untuk bisa menatap wajah Bintang.“Kenapa tidak?” Bintang mengangkat wajah untuk bisa memandang Langit, hingga keduanya saling tatap seolah bersiap saling menantang.Namun, apa yang dilakukan Langit di luar dugaan Bintang. Pria itu mengecup bibir Bintang dengan sangat cepat, membuat gadis itu langsung mendelik karena kelakuan kekasihnya itu.“Ish ….” Bintang langsung memukul lengan Langit begitu kuat.Langit terkekeh mendapat pukulan dari Bintang, hingga kemudian berkata, “Kalau kamu sampai menikahi pria lain, maka aku akan menculikmu.”Setelah mengucapkan kalimat itu, Langit berdiri menghadap ke meja dan bersiap menikmati teh buatannya.Bintang terus memandang Langit, hingga kalimat pertanyaan terlontar. “Apa kamu akan menikahiku? Menikahi gadis yang tidak sehat? Bagaimana jika aku pergi terlebih dahulu
Duduk berdua, memandang senja dengan begitu bebas, tanpa rasa takut yang menghalangi. Mereka berada di taman, duduk di sana setelah selesai dengan pekerjaan.“Sudah lama aku tidak melihat bintang.”Ucapan Langit membuat Bintang langsung menoleh dan tersenyum tipis. Ditatapnya Langit yang mendongak dan memandang warna jingga di ufuk barat.“Bintang ini, atau bintang itu?” Bintang menunjuk ke diri sendiri, sebelum kemudian menunjuk ke langit. Dia pun tertawa kecil karena merasa begitu percaya diri mengatakan hal itu.Langit menoleh dan melihat kebahagiaan di wajah Bintang, sebelum kemudian mengulurkan tangan dan mengusap kepala gadis yang dicintainya itu.“Keduanya. Aku tidak pernah mendongak karena tidak ingin melihat bintang yang bisa mengingatkan kepadamu,” ucap Langit dengan tatapan tidak teralihkan dari wajah Bintang. Bintang mengulas senyum mendengar jawaban Langit, terlebih karena pria itu bersikap begitu manis kepadanya. Delapan tahun Bintang menutup diri dari pria yang mendeka
Bintang terlihat gelagapan dan kebingungan, bahkan dia sampai mengedarkan pandangan ke arah lain untuk menghindari tatapan Orion.“Kak, jawab. Aku belum memberitahukan hal itu ke Mami dan Papi, jika Kak Bin tidak jujur, maka aku akan mengatakannya ke mereka,” ancam Orion karena Bintang tidak kunjung menjawab.Bintang menggigit bibir bawahnya karena ketahuan berbohong, lantas menatap sang adik yang sedang menunggu jawabannya.“Baiklah, kamu benar. Semalam aku tidak di tempat Anta,” ucap Bintang akhirnya jujur.Orion diam dan menunggu kalimat penjelasan selanjutnya dari sang kakak.“Kemarin aku hampir dirampok, Langit datang dan menolongku, tapi dia terluka. Semalam aku menemaninya,” ucap Bintang lagi menjelaskan.“Hmm … apa hanya karena dia terluka, makanya Kak Bin tidak pulang? Bukankah kalian masih saling diam?” tanya Orion karena tahu bagaimana hubungan Bintang dan Langit.Bintang menatap Orion dengan ekspresi wajah takut, hingga kemudian menghela napas kasar. Dia pun menjelaskan ka
Langit membawa Bintang ke sebuah restoran berbintang lima. Bintang pun merasa heran karena tidak biasanya mereka makan di tempat mewah seperti ini hanya untuk makan siang.“Kenapa ke restoran?” tanya Bintang keheranan.“Ingin saja,” jawab Langit dengan senyum manis di wajah.Langit mengajak Bintang turun, bahkan langsung menggandeng tangan gadis itu dan mengajak berjalan masuk ke ruangan khusus yang sudah dipesan.Bintang benar-benar merasa aneh, hingga bertanya-tanya apakah hari ini hari spesial. Dia terus mengingat karena takut mengecewakan, tapi merasa jika tidak ada yang istimewa hari ini.Mereka sampai di depan salah satu pintu ruangan yang terdapat di ruangan itu, hingga Langit berhenti melangkah dan membuat Bintang juga ikut berhenti. Pria itu menoleh dan memandang Bintang yang terlihat kebingungan.“Maaf tidak memberitahumu terlebih dahulu, aku takut kamu gugup,” ucap Langit.“Apa?” Bintang terkejut mendengar ucapan Langit, menoleh dan melihat kekasihnya itu sudah mengulas sen
"Bintang?"Seseorang melihat Bintang keluar dari restoran bersama Joya dan yang lainnya, terus menatap sampai Bintang masuk ke mobil Langit.**“Kenapa kamu buru-buru pulang?” tanya Langit saat bersama Bintang.Sore itu Langit menemui Bintang seperti biasa, tidak ada hari tanpa melihat gadis itu, meski saat siang hari mereka pun baru saja bertemu dan makan siang bersama. Mereka kini ada di taman, duduk menikmati senja seperti biasa.“Mami tanya, kenapa aku akhir-akhir ini sering sekali pulang terlambat. Jadi, aku janji kalau hari ini akan pulang lebih awal, makanya ga bisa nemenin kamu jalan,” jawab Bintang lantas menengok ke arloji dan melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul lima sore.“Apa kamu tidak mau jujur ke orangtuamu tentang hubungan kita?” tanya Langit.Langit beberapa kali ingin menjemput Bintang di rumah, tapi gadis itu menolak dan berkata jika belum siap kalau Langit main ke rumah.Bintang sendiri masih cemas, orangtuanya selama ini sangat menjaga dirinya karena pe