Share

Bab. 3

Penulis: AuthorS
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-03 11:14:33

Riko memandang lekat ke arahku. Dia tersenyum setelahnya. "Kamu gak sedang bohong kan? Tapi meski kamu bohong, aku sudah tahu semuanya. Bagaimana jika Mbak Khalisa sampai tahu tentang kedekatan kalian ya? Apa dia masih mau mempertahankan rumah tangganya sama Bang Devan, atau..." Riko tidak melanjutkan ucapannya. Mungkin dia sengaja ingin mempermainkan aku. 

"Atau apa?" balasku cepat. 

"Atau dia akan menggugat cerai Bang Devan!" tegas Riko lagi. 

Mataku melotot mendengarnya. Aku benar-benar sudah di permainkan oleh Riko. Perasaanku berubah seketika. Rasanya gundah gulana. Entah apa yang harus aku lakukan agar Riko bersedia tutup mulut tentang hal itu. 

Ya, aku dan Pak Devan memang pernah menjalin hubungan asmara sewaktu aku berkuliah di Universitas lamaku. Sampai saat ini memang tidak pernah ada kata 'putus' di antara kami. Tapi, bagiku hubunganku dengannya sudah berakhir apalagi saat aku mengetahui ternyata dia adalah suami orang. 

"Jangan sampai itu terjadi, aku mohon Riko, kamu jangan sampai memberitahu istri Pak Devan tentang hubungan aku sama Pak Devan. Sekarang kami tidak memiliki hubungan apapun. Bahkan aku udah lama gak ketemu sama Pak Devan, aku mohon Riko, jangan pernah buka mulut sama istri Pak Devan." Mohonku, sambil memegang tangan Riko. 

Dia tersenyum manis, lalu berkata. "Kalau begitu, jadilah pacarku Ardila! Kalau kamu bersedia menjadi pacar aku. Aku tidak akan pernah membuka mulut pada siapapun terutama Mbak Khalisa." Jawab Riko, dia membalas genggaman tanganku. 

Entah apa yang harus aku lakukan. Ternyata memang dari awal Riko sudah memanfaatkan kesedihanku. Dia sengaja mendekatiku agar dia bisa mendapatkan aku dengan cara mengancam akan memberitahu yang sebenarnya pada istri Pak Devan. 

Sialnya aku malah terjebak dalam situasi yang sulit. Tidak mungkin aku menolaknya, karena bisa saja dia akan memberitahu hal sebenarnya. Tapi aku juga tidak ingin menerima cinta Riko karena aku tidak mencintainya. Aku tidak ingin menerimanya atas dasar paksaan atau kasihan semata. 

"Jadi gimana? Kamu mau kan, jadi pacar aku?" tanya dia lagi. 

Seorang karyawan wanita datang sambil membawa dua cangkir kopi late membuat Riko melepas tangannya sejenak. Karyawan itu pergi setelah menaruh dua cangkir kopi itu di atas meja. 

"Makasih ya Arin," ucap Riko sangat sopan. 

"Iya, sama-sama Pak," jawabnya yang kemudian pergi. 

Riko kembali memegang tanganku yang gemetaran. "Aku anggap diam kamu itu sebagai jawaban kalau kamu menerima cinta aku Ar," ucapnya lalu tersenyum. 

                         ******

Malam harinya aku tidak bisa tidur, bayang-bayang Riko dan Pak Devan seakan tidak bisa hilang dari ingatanku. Dua orang itu memang sudah berhasil membuat hatiku gundah. 

Karena tidak bisa tidur aku memutuskan untuk pergi keluar membeli minuman segar sembari berjalan-jalan mencari udara segar. 

"Gimana ya ini, kenapa malah jadi seperti ini? Aku malah terjebak dalam hubungan yang tidak aku inginkan bersama Riko. Diam salah, bicarapun salah." Ujarku sambil berjalan sendiri di pinggir jalan. 

Sembari membuang daun yang sempat tadi ku petik di jalanan, aku terus berjalan. Tanpa sengaja aku melihat Riko di pinggir jalan tengah mengobrol bersama seorang wanita. 

"Itu Riko kan? Sedang apa dia disana?" segera aku bersembunyi di balik tembok. Sambil mengintip mereka. 

Riko terlihat begitu akrab dengan wanita itu. Sesekali wanita itu menepuk bahunya kala Riko berbicara. Aku tidak mengenal wanita itu, lagipula posisinya memunggungiku. Tapi bisa ku lihat dari rambut merah atinya yang menjadi tanda. Suatu saat aku pasti bisa mengenal dia. 

Memang bukan suatu hal baru jika Riko akrab dengan beberapa wanita. Sebab dia adalah cowok populer di kampus dengan ketampanan juga kekayaan yang dimiliki kedua orangtuanya. 

Saat aku bersembunyi, tanpa ku sadari seperti ada seseorang yang kini tengah menemaniku. Aku menengok ke belakang, ternyata ada Pak Devan di belakangku. 

"Pak Dev..." hampir saja aku berteriak, tapi dia malah membungkam mulutku. 

"Diam, jangan bicara, saya lagi awasi mereka!" ucapnya sambil terus membungkam mulutku. 

Karena hampir kehabisan nafas, terpaksa aku menggigit tangannya. 

"Aw, sakit!" ujarnya melepaskan tangannya yang sedari tadi membungkam mulutku. 

"Kenapa pake bungkam mulut orang segala sih! Kan pengap!" omelku padanya. 

"Maaf, saya cuma gak mau kalau kamu itu berteriak, jadi membuat pengintaian saya ini gagal!" katanya yang tidak ku anggap benar sebagai alasan. 

Dari balik tembok ku lihat kembali Riko sudah tidak ada di tempat tadi. "Tuh, kan, aku jadi kehilangan jejak dia, ini semua gara-gara Pak Devan!" ujarku kesal. 

Entah kenapa dia malah cekikikan tidak jelas saat mendengar ucapanku. Aku menatapnya sinis sambil mengerlingkan mata. Sekarang kita bagaikan musuh yang tidak pernah saling mengenal. 

"Kenapa malah ketawa?" tanyaku galak. 

"Huhuhu... kamu lucu kalau lagi marah, " ucapnya sambil tertawa dengan suaranya yang renyah. 

Aku teringat kembali dengan kenangan masa lalu kita waktu itu. Saat masih berada di masanya, kami sering menghabiskan waktu bersama. Kami sering pergi bersama menuju tempat wisata, kami sering pergi bersama ke bioskop, ke pasar malam, juga ke tempat-tempat yang indah lainnya. 

Cerita cinta kami yang begitu kelam bagaikan di warnai dengan penuh kebahagiaan. Meski backstreet, tapi kami merasa bahagia. Semenjak sebuah tragedi panas terjadi di antara kami, aku tidak ingin melanjutkan hubungan itu, dan memilih pergi meninggalkan kota sampai harus pindah kuliah demi melupakannya.

Tapi, siapa sangka, orang yang ingin aku lupakan itu ternyata malah berada di hadapanku. 

"Ar...kamu kenapa bengong?" Pak Devan melambai-lambaikan tangannya ke hadapan wajahku. 

Aku segera tersadar dari lamunanku. "Eh, iya?" ucapku. 

"Kamu mau kemana malam-malam begini jalan sendirian?" tanya dia saat kita jalan kaki bersama menuju supermarket terdekat. 

"Saya cuma mau beli minuman segar, karena gak bisa tidur jadi saya cari udara segar aja sambil beli minuman." Jawabku yang begitu jujur dan polos. 

Kembali Pak Devan tertawa kecil. Tawanya memang membuat siapa saja akan terpesona. Kacamata yang selalu tersemat di hidung mancungnya semakin membuatku merasa terpana melihatnya. Tapi, aku segera menyadarkan diri dari perasaan itu. 

"Kamu ini lucu banget tahu gak sih, masih aja sama seperti dulu, kalau gak bisa tidur pengennya minum yang seger-seger dulu." Ujarnya lalu berhenti menertawai kelakuanku. 

"Memangnya kenapa? Bagus dong kalau lucu!" jawabku ketus. 

"Iya, bagus, kamu memang tidak pernah berubah," ucapnya dengan suara lembut. 

"Kalau begitu, ayok sekalian saya antar ke supermarket, sekalian saya juga mau beli peralatan bayi." Katanya, hendak menggandeng tanganku, tapi aku segera mundur. 

Ucapan terakhirnya itu sangat menusuk jantungku. Mengingatkan aku pada seorang wanita yang mungkin sudah pernah aku lukai hatinya. Aku merasa minder juga merasa sangat bersalah pada wanita yang belum ku ketahui wajahnya. 

"Maaf Ar, saya cuma..." 

"Saya permisi pulang," ucapku sambil berjalan terburu-buru berniat pulang. 

"Ardila!" panggilan terakhir Pak Devan yang tidak aku gubris sama sekali membuat aku merasa sangat kecewa juga kembali membencinya. 

"Ada apa dengan orang itu? Bukankah dia sama halnya seperti seorang bajingan yang bahkan tidak pernah aku ketahui sama sekali statusnya yang sudah menikah. Tapi kenapa waktu itu aku malah bersedia menjadi pacarnya? Kenapa Ar? Kenapa kamu begitu bodoh dan naif?" ucapku sepanjang jalan pulang sambil ngomel-ngomel sendiri dengan air mata yang tak hentinya mengalir. 

                       *******

Bab terkait

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 4

    "Woi! Ngelamun aja kerjaan lu!" Lena menepuk bahuku yang terasa sakit. Dia duduk di sampingku yang masih merenung. "Len, kamu tahu gak, soal cinta?" tanyaku dengan pandangan lurus ke depan. "Ya gak tahulah, orang belum pernah pacaran, gimana sih lu!" jawabnya. "Aku mau minta pendapat dari kamu, kalau misalkan kita membuat sebuah kesalahan besar sama orang lain, apa dia bisa memaafkan kita kalau secara langsung kita minta maaf sama orang itu?" tanyaku lagi. "Lah, mana ku tahu. Tapi, kayaknya sih dia bakal maafin aja, apalagi kalau lu sambil bawa makanan pas minta maafnya hehehe...." jawabnya setengah bercanda."Ah, kamu ini!" ujarku kesal karena Lena malah menanggapinya dengan bercanda. "Dahlah, mending kita jajan ke kantin dari pada ngelamun, nanti kesambet baru tahu rasa, yuk ah buruan!" ajak Lena sambil menarik tanganku yang pasrah saja mengikutinya. Saat berjalan menuju kantin, aku berpapasan dengan Riko. Dia melirik sekilas ke arahku tanpa sepatah katapun. Biasanya Riko tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 5

    Aku tidak mempedulikan ucapan Kak Lita. Sembari membungkus makanan catering aku membuka pesan yang baru masuk melalui ponselku. — Ar, bisa ke resto sebentar gak? Ada yang mau aku bicarakan. Ini penting. —Begitulah isi pesan darinya. Aku tak langsung menjawab. Karena masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan. Setelah tiga puluh menit berlalu, barulah aku bangkit. Semua pekerjaan sudah selesai. Aku bergegas pergi, sambil berpamitan pada Kak Lita. "Tolong bilang sama ibu, aku pergi ke rumah temen." Kataku pada Kak Lita yang asik memainkan handphonenya. "Sama temen apa sama pacar?" tanyanya. "Temen!" jawabku singkat sambil pergi. **********Sengaja aku memesan taxi online menuju restaurant Riko agar lebih cepat sampai ketimbang berjalan kaki meski jaraknya cukup dekat dengan rumah. Langsung saja aku masuk ke restaurant itu menuju ruangan khusus karena Riko sudah menungguku disana. Baru saja hendak membuka pintu, sebuah suara perempuan terdengar. "Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 6

    "Saya sudah bilang, saya bisa pulang sendiri!" tegasku sambil melewatinya. "Ar!" panggil Riko yang di cegah pergi oleh Kakaknya. *********Terpaksa aku berjalan kaki karena tidak menemukan angkutan kota. Hari sudah mulai malam, aku berdiri sendiri di pinggir jalan sambil melirik ke arah jalanan. Tidak ada satupun angkot yang lewat ke arah rumahku. "Mana sih ini angkot, kok gak ada satupun yang lewat?" ujarku. Tid... Tid... Tid..Suara klakson mobil terdengar, sebuah mobil berwarna merah berhenti di depanku. Orang itu membuka pintu kaca mobilnya. "Hai cantik, berapa sekali main?" tanya seorang Om-om yang berada di bagian kemudi. Dia memandangku dari atas sampai bawah lalu berusaha menyentuh tanganku. "Jangan kurang ajar ya!" bentakku sambil menepis kasar tangannya. "Baru gitu aja galak, tapi Om lebih suka yang galak loh, yang galak lebih menantang, ehehehe..." katanya, dia keluar dari mobil lalu menarik tanganku untuk memasuki mobilnya. "Ayok masuk can

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 7

    Entah kemana dia pergi, aku tidak begitu melihat ibu. Aku fokus pada lamunanku di masalalu. Sakit memang saat menjalani hubungan tanpa restu orang tua. Apalagi setelah mengetahui bahwa Pak Devan sebenarnya sudah beristri. Duniaku seakan hancur, masa depanku hancur karenanya. Drt... Drt... Drt... Sebuah pesan masuk dari ponselku membuatku segera membacanya. —Ar, kamu udah sampai rumah kan?—Pesan dari Riko sudah ku baca, tapi aku enggan membalasnya. —Balas dong Ar, aku khawatir sama kamu!—Dia kembali mengirim pesan. Lalu menelpon."Hallo," "Ar, kamu baik-baik aja kan?" tanya Riko penuh khawatir. "Iya, aku baik-baik aja!" jawabku meski malas. "Syukurlah kalau baik, jangan tidur malam-malam ya, besok aku kirim sesuatu ke rumah kamu," katanya yang membuat aku penasaran."Sesuatu apa?" tanyaku penasaran. "Lihat aja besok, see you sayang!" ucapnya sambil menutup telpon. Balum saja aku balas, dia sudah menutup telpon. Karena itu aku segera membersihkan diri saja. Lalu bersiap istir

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 8

    "Ardila!" kata Riko yang mengejarku saat aku pergi. "Jangan pergi dulu Ar, dengarkan penjelasan aku dulu, apa yang kamu lihat tadi..." "Yang aku lihat tadi emang kalian sedang berpelukkan, apalagi yang mau di jelaskan, semua emang udah jelas!" balasku kesal, berhenti sejenak lalu berjalan kembali."Gak gitu juga Ar, dengerin aku dulu!" Riko menahan tanganku. Semua orang menatap ke arahku dengan penuh kebencian. "Lihat tuh si plakor, gak ada habisnya ya dia gangguin pacar sama suami orang, dasar gak punya harga diri!" ujar seorang mahasiswi pada temannya. "Mana ada harga diri, kalau udah pacaran sama suami orangkan emang gak ada harga dirinya, ingat ya, karma masih berlaku!" balas temannya lalu mereka pergi. Bukan hanya itu yang membuatku menahan diri untuk pergi. Tapi kejadian itu persis sekali dengan ucapan para tetangga saat mencoba mengusir aku dan ibu waktu lalu. "Ar, kamu baik-baik saja kan?" tanya Riko lagi padaku. Dengan kuat aku melepaskan tangannya yang menggenggam ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 9

    Pak Devan melepaskan pelukkannya setelah aku tenang. Dia menyodorkan sebuah kotak kecil padaku yang baru saja dia rogoh dari saku celananya. "Ini untuk kamu, maaf baru bisa ngasih hari ini," ucapnya, menaruh kotak kecil itu di tanganku, setelahnya pergi meninggalkan aku yang masih terpaku. Hatiku kembali teriris mendapat perlakuan barusan. Bukan karena ucapannya, melainkan karena sikapnya yang semakin membuat aku sulit untuk melupakannya.Segera aku buka kotak kecil yang kini berada di tanganku. Terlihat sebuah cincin putih berlian berbentuk hati yang berkilauan. Ada sebuah surat hasil tulisan tangan di dalamnya. Karena penasaran, aku segera membacanya. ~ Selamat ulang tahun Ardilla, Tolong terima cincin ini dengan baik, dan tolong jangan salah paham. Saya ingin menepati janji saya dahulu saat kita masih menjalin kedekatan. Sekarang janji saya sudah saya tepati. Jadi, jangan mencoba mengembalikan barang ini. Wish you all the best. ~Setelah membaca surat itu hatiku meluluh. Ada ra

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 10

    Tanpa menoleh aku menjawabnya. "Itu bukan urusan anda!" jawabku ketus. Pak Devan tertawa kecil. Dia berdiri di sampingku. "Kamu harus lebih berhati-hati sama Riko." Peringatnya. "O, ya, soal foto-foto kamu itu, saya sedang berusaha mencari tahu semuanya. Saya harap kamu lebih bersabar." Katanya lagi. Karena tak ingin berlama-lama mendengar ucapan darinya, aku sengaja menerobos hujan yang begitu deras. Tak peduli jika tubuhku harus basah di guyur air hujan. "Ardilla!" Panggilnya yang tidak aku gubris. ***********Saat aku pulang ke rumah, tiba-tiba saja Riko sudah ada di depan rumahku. Sambil menggelengkan kepalanya dia menyilangkan tangannya. "Habis darimana aja? Aku dari tadi nunggu kamu disini," tanya dia mendekat ke arahku. "Eu...itu...aku..." jawabku sambil mencari alasan yang tepat karena tidak mungkin aku memberitahunya kejadian tadi. Saat sengaja menerobos hujan Pak Devan juga sengaja mengikutiku menerobos hujan sampai seluruh badannya basah. Dia menari

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 11

    "Emangnya lu mau kerja apa dengan jurusan lukis? Lu harus kerja yang sesuai dengan bidang lu. Bikin karya yang bagus, terus lu jual deh ke pasaran." Jawabannya malah membuatku semakin badmood. Kalau di ingat memang benar juga, aku harus mengembangkan karyaku. Tapi setidaknya aku juga ingin bekerja supaya bisa membantu ibu. Yang jadi masalahnya hanya satu, aku sulit mencari pekerjaan. — Temui saya sekarang di 'Restaurant Lalita' — Pesan dari Pak Devan muncul kembali. Tapi aku tidak berniat membalasnya. Dia menelponku berkali-kali membuat aku terpaksa harus mengangkatnya. "Hallo?!" ucapku dengan suara tinggi. "Bisa temui saya sekarang, kan?" katanya. "Saya tidak bisa, saya sedang..." "Sepertinya kamu tidak sedang sibuk, saya tunggu kamu disini!" katanya lagi memotong ucapanku. "Ta-tapi..." Tut... Tut... Tut... Panggilan terputus karena dia mematikan telponnya. "Dasar aneh!" ujarku yang membuat Lena menoleh. "Siapa sih?" tanyanya lagi. "Maaf ya Len, aku harus pergi. Ada urusa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26

Bab terbaru

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 15

    Aku menutup wajahku dengan selimut. Merutuki diri sendiri dalam hati karena sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal untuk kedua kalinya. Tidak seharusnya aku terjebak dengan ucapan Erista. Dan tidak seharusnya aku melakukannya bersama Pak Devan yang bahkan sudah menjadi suami orang. "Sudahlah Ar, semua sudah terjadi. Maka dari itu saya akan bertanggung jawab atas semua perbuatan saya sekarang, dan perbuatan saya di masalalu sama kamu." Katanya dengan entengnya. Entah apa yang harus aku lakukan. Aku tidak bisa berkata apapun lagi. Sengaja hanya diam. Menarik selimut untuk menutupi tubuh, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya aku pergi meninggalkan Pak Devan tanpa sepatah katapun. ***********Saat berjalan di lorong kampus, semu orang memandang ke arahku. Mereka berbisik membicarakan soal aku yang memerima tantangan Erista semalam. "Aku pikir cupu, ternyata dia suhu. Bisa-bisanya minum sampai habis banyak ya!" ujar seorang mahas

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 14

    Setelah membereskan semua barangku dan berpamitan pada ibu, aku pergi dari rumah Kak Lita menuju kontrakan yang sebelumnya sudah di siapkan kemarin oleh Riko. Karena ibu sedang sibuk memasak, dia tidak ikut membantu kepindahanku kesana. Aku naik bis menuju kontrakanku sambil menikmati indahnya jalanan kota. Beberapa panggilan tak terjawab dari Riko tak ku pedulikan lagi. Aku tetap fokus melihat jalanan kota sambil mengenang masa indah bersama Pak Devan. ""Hujan ini akan membuat kita saling mengingat kenangan di hari ini, saya yakin, kamu akan selalu mengingat saya di kala hujan." Ucapnya kala itu. Aku tersadar kembali lalu merutuki diriku sendiri karena tak bisa berhenti memikirkannya. "Dasar bodoh, ngapain masih mikirin orang itu sih Ar!" ujarku sambil menepuk jidatku. Setelah sampai di kostan aku langsung berbaring di tempat tidur. Karena disana sudah tersedia fasilitas yang lengkap. Tok...tok... Tok... Suara ketukan pintu membuatku segera membukanya. Terlihat Riko yang kini

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 13

    "Ya, kalau begitu kita langsung ke rumah Clara saja sekarang!" kata Pak Devan sambil menarik tanganku. Kemudian kita kembali pergi menuju kediaman Clara di sebuah komplek perumahan elit. Hanya orang tertentu saja yang bisa masuk ke komplek itu karena selain menjaga privasi, itu sudah termasuk aturan di komplek tersebut. "Mohon maaf, anda tidak bisa masuk, lagi pula Mbak Clara juga belum tentu kenal dengan anda." Kata satpam penjaga komplek. "Tapi Pak. Kita perlu bertemu dengan seseorang, dan orang itu temannya Clara. Namaya Riko, bapak pernah bertemu dengan Riko, kan?" jawabku. Dia mengernyitkan dahi sambil mencoba mengingat sesuatu. "Oh, Den Riko ya? Den Riko..." "Riko sudah aku bawa ke rumah sakit!" kata sebuah suara dari arah belakang. Dengan spontan kami menengok ke arahnya bersamaan. "Clara!" ujarku. Di perjalanan menuju rumah sakit dia menceritakan semua kejadian yang di alami Riko. Dengan rasa cemas yang berlebih, tanganku gemetaran, pikiranku sudah kacau entah dimana sa

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 12

    "Tapi Ar...kamu ini kan belum tahu betul seluk beluk kota Jakarta. Dan lagi, kamu mau mencari pekerjaan kemana?" tanya Ibu. Mendengar pertanyaan itu membuat aku terdiam. Aku memang sedang kebingungan. Tapi aku harus segera bertindak. Tidak mungkin terus-terusan menumpang hidup di rumah kakakku. "Nanti Ardilla pikirkan lagi." Ucapku, lalu aku berjalan memasuki kamarku. Duduk di depan meja belajar sambil melamun. Aku teringat dengan semua kejadian pahit dalam hidupku. Sekarang aku harus bangkit dan membuktikan pada semua orang bahwa aku akan menjadi lebih baik lagi. Dan aku tidak serendah itu. "Mau kemana Ar?" tanya Ibu padaku yang sudah bersiap pergi. "Ardilla mau mencari pekerjaan bu, do'akan ya, semoga Ardilla segera mendapatkan pekerjaan." Ucapku sambil tersenyum. "Hati-hati ya," ucap Ibu sambil mengusap bahuku. Ku lihat wajahnya yang sudah menua itu sambil tersenyum. Dialah yang membuatku kuat menjalani hidup yang pahit. Aku berjalan kesana kemari, memasuki beberapa toko di

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 11

    "Emangnya lu mau kerja apa dengan jurusan lukis? Lu harus kerja yang sesuai dengan bidang lu. Bikin karya yang bagus, terus lu jual deh ke pasaran." Jawabannya malah membuatku semakin badmood. Kalau di ingat memang benar juga, aku harus mengembangkan karyaku. Tapi setidaknya aku juga ingin bekerja supaya bisa membantu ibu. Yang jadi masalahnya hanya satu, aku sulit mencari pekerjaan. — Temui saya sekarang di 'Restaurant Lalita' — Pesan dari Pak Devan muncul kembali. Tapi aku tidak berniat membalasnya. Dia menelponku berkali-kali membuat aku terpaksa harus mengangkatnya. "Hallo?!" ucapku dengan suara tinggi. "Bisa temui saya sekarang, kan?" katanya. "Saya tidak bisa, saya sedang..." "Sepertinya kamu tidak sedang sibuk, saya tunggu kamu disini!" katanya lagi memotong ucapanku. "Ta-tapi..." Tut... Tut... Tut... Panggilan terputus karena dia mematikan telponnya. "Dasar aneh!" ujarku yang membuat Lena menoleh. "Siapa sih?" tanyanya lagi. "Maaf ya Len, aku harus pergi. Ada urusa

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 10

    Tanpa menoleh aku menjawabnya. "Itu bukan urusan anda!" jawabku ketus. Pak Devan tertawa kecil. Dia berdiri di sampingku. "Kamu harus lebih berhati-hati sama Riko." Peringatnya. "O, ya, soal foto-foto kamu itu, saya sedang berusaha mencari tahu semuanya. Saya harap kamu lebih bersabar." Katanya lagi. Karena tak ingin berlama-lama mendengar ucapan darinya, aku sengaja menerobos hujan yang begitu deras. Tak peduli jika tubuhku harus basah di guyur air hujan. "Ardilla!" Panggilnya yang tidak aku gubris. ***********Saat aku pulang ke rumah, tiba-tiba saja Riko sudah ada di depan rumahku. Sambil menggelengkan kepalanya dia menyilangkan tangannya. "Habis darimana aja? Aku dari tadi nunggu kamu disini," tanya dia mendekat ke arahku. "Eu...itu...aku..." jawabku sambil mencari alasan yang tepat karena tidak mungkin aku memberitahunya kejadian tadi. Saat sengaja menerobos hujan Pak Devan juga sengaja mengikutiku menerobos hujan sampai seluruh badannya basah. Dia menari

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 9

    Pak Devan melepaskan pelukkannya setelah aku tenang. Dia menyodorkan sebuah kotak kecil padaku yang baru saja dia rogoh dari saku celananya. "Ini untuk kamu, maaf baru bisa ngasih hari ini," ucapnya, menaruh kotak kecil itu di tanganku, setelahnya pergi meninggalkan aku yang masih terpaku. Hatiku kembali teriris mendapat perlakuan barusan. Bukan karena ucapannya, melainkan karena sikapnya yang semakin membuat aku sulit untuk melupakannya.Segera aku buka kotak kecil yang kini berada di tanganku. Terlihat sebuah cincin putih berlian berbentuk hati yang berkilauan. Ada sebuah surat hasil tulisan tangan di dalamnya. Karena penasaran, aku segera membacanya. ~ Selamat ulang tahun Ardilla, Tolong terima cincin ini dengan baik, dan tolong jangan salah paham. Saya ingin menepati janji saya dahulu saat kita masih menjalin kedekatan. Sekarang janji saya sudah saya tepati. Jadi, jangan mencoba mengembalikan barang ini. Wish you all the best. ~Setelah membaca surat itu hatiku meluluh. Ada ra

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 8

    "Ardila!" kata Riko yang mengejarku saat aku pergi. "Jangan pergi dulu Ar, dengarkan penjelasan aku dulu, apa yang kamu lihat tadi..." "Yang aku lihat tadi emang kalian sedang berpelukkan, apalagi yang mau di jelaskan, semua emang udah jelas!" balasku kesal, berhenti sejenak lalu berjalan kembali."Gak gitu juga Ar, dengerin aku dulu!" Riko menahan tanganku. Semua orang menatap ke arahku dengan penuh kebencian. "Lihat tuh si plakor, gak ada habisnya ya dia gangguin pacar sama suami orang, dasar gak punya harga diri!" ujar seorang mahasiswi pada temannya. "Mana ada harga diri, kalau udah pacaran sama suami orangkan emang gak ada harga dirinya, ingat ya, karma masih berlaku!" balas temannya lalu mereka pergi. Bukan hanya itu yang membuatku menahan diri untuk pergi. Tapi kejadian itu persis sekali dengan ucapan para tetangga saat mencoba mengusir aku dan ibu waktu lalu. "Ar, kamu baik-baik saja kan?" tanya Riko lagi padaku. Dengan kuat aku melepaskan tangannya yang menggenggam ta

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 7

    Entah kemana dia pergi, aku tidak begitu melihat ibu. Aku fokus pada lamunanku di masalalu. Sakit memang saat menjalani hubungan tanpa restu orang tua. Apalagi setelah mengetahui bahwa Pak Devan sebenarnya sudah beristri. Duniaku seakan hancur, masa depanku hancur karenanya. Drt... Drt... Drt... Sebuah pesan masuk dari ponselku membuatku segera membacanya. —Ar, kamu udah sampai rumah kan?—Pesan dari Riko sudah ku baca, tapi aku enggan membalasnya. —Balas dong Ar, aku khawatir sama kamu!—Dia kembali mengirim pesan. Lalu menelpon."Hallo," "Ar, kamu baik-baik aja kan?" tanya Riko penuh khawatir. "Iya, aku baik-baik aja!" jawabku meski malas. "Syukurlah kalau baik, jangan tidur malam-malam ya, besok aku kirim sesuatu ke rumah kamu," katanya yang membuat aku penasaran."Sesuatu apa?" tanyaku penasaran. "Lihat aja besok, see you sayang!" ucapnya sambil menutup telpon. Balum saja aku balas, dia sudah menutup telpon. Karena itu aku segera membersihkan diri saja. Lalu bersiap istir

DMCA.com Protection Status