Share

Bab. 4

Penulis: AuthorS
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-03 11:18:31

"Woi! Ngelamun aja kerjaan lu!" Lena menepuk bahuku yang terasa sakit. 

Dia duduk di sampingku yang masih merenung. "Len, kamu tahu gak, soal cinta?" tanyaku dengan pandangan lurus ke depan. 

"Ya gak tahulah, orang belum pernah pacaran, gimana sih lu!" jawabnya. 

"Aku mau minta pendapat dari kamu, kalau misalkan kita membuat sebuah kesalahan besar sama orang lain, apa dia bisa memaafkan kita kalau secara langsung kita minta maaf sama orang itu?" tanyaku lagi. 

"Lah, mana ku tahu. Tapi, kayaknya sih dia bakal maafin aja, apalagi kalau lu sambil bawa makanan pas minta maafnya hehehe...." jawabnya setengah bercanda.

"Ah, kamu ini!" ujarku kesal karena Lena malah menanggapinya dengan bercanda. 

"Dahlah, mending kita jajan ke kantin dari pada ngelamun, nanti kesambet baru tahu rasa, yuk ah buruan!" ajak Lena sambil menarik tanganku yang pasrah saja mengikutinya. 

Saat berjalan menuju kantin, aku berpapasan dengan Riko. Dia melirik sekilas ke arahku tanpa sepatah katapun. Biasanya Riko tak habis bicara ketika bertemu denganku. Apa ada hal yang sudah dia ketahui tentang aku dan Pak Devan?  

"Kenapa tuh pacar lu?" tanya Lena padaku. 

"Gak tau!" jawabku singkat seakan tak peduli, padahal aku merasa tak enak hati. 

"Biasanya kalian suka pergi bareng, sampai-sampai anak jurusan hukum musuhin lu, gara-gara lo jadi girlfriendnya cowok terpopuler di kampus." Kata Lena yang aku abaikan saja. 

Sesampainya di kantin aku hanya melamun sambil membolak balikkan mie instan yang sudah mulai dingin. 

"Kayaknya lagi ada yang galau nih, hahaha... cewek kampung sok polos ternyata seorang simpanan!" sindir Erista, anak jurusan hukum yang kerap kali memusuhiku. 

"Iyalah, gimana gak galau coba, cowoknya malas ladeni cewek kampungan kayak dia yang ternyata seorang pelakor" jawab Siska temannya. 

"Asal kalian tahu ya, kemarin Riko ajakkin gue ke butik mewah loh, dia juga beliin gue tas cantik, kalian tahu gak sih harganya berapaan?" kata Erista pada teman-temannya. 

"Masa sih Ta? Keren banget sih lo bisa jalan bareng sama pangeran tampan, harga tasnya berapaan sih?" tanya temannya. 

"Ya lima puluh jetilah, secara dong, gue kan cewek populer, jadi Riko pantesnya bergandeng sama cewek populer dan kaya macam gue!" balas Erista sambil melihat ke arahku. 

Aku tak peduli, aku diam saja lalu membayar mie instan yang tidak sempat aku makan. Menarik tangan Lena yang amarahnya mulai naik saat mendengar ucapan mereka. 

"Mau kemana lo? Merasa tersindir, sama omongan gue?" Erista menghalangi jalanku bersama Lena. 

Dengan santai aku menjawab. "Siapa yang merasa tersindir?" tanyaku balik. 

"Ya elu lah, siapa lagi!" jawabnya ketus. 

"Ada cewek terpopuler, kaya dan cantik,  tapi merasa saingan sama cewek kampung simpanan. Kira-kira, dia merasa tersaing atau lagi sindir dirinya sendiri gak sih Len?" jawabku menyindirnya balik. 

Erista naik vitam. Dia menarik kerah bajuku. "Dasar pelakor! Berani-beraninya lo bicara kayak gitu sama gue, liat aja ya, siapa yang akan di pilih Riko antara gue sama lo nantinya, dan yang pasti Riko gak akan pernah milih lo!" ujarnya lalu kembali melepas kasar kerah bajuku. 

Seketika keributan kami menjadi pusat perhatian semua orang. Mereka berkerumun memperhatikan kami. 

"Woi! lo jangan berani kasar dong sama temen gue!" Lena mendorong tubuh Erista. Dengan sengaja dia menjatuhkan diri saat Pak Devan datang. 

"Ada keributan apa ini?" tanya Pak Devan melirik ke arahku yang melihatnya sekilas. 

"Ini pak, Si Ardila dorong aku sampai aku jatuh!" jawab Erista sengaja memfitnahku. 

"Iya, Pak, lagian cuma gara-gara Erista nanya doang, dia emosi banget jawabnya sambil dorong-dorong segala lagi!" sambung Siska sejalan dengan Erista. 

"Itu boh..." Lena sempat menjawab tapi Siska memotong ucapannya. 

"Diam lo!" ujar Siska dengan mata melotot ke arah aku dan Lena. 

Setelah mempertimbangkan, Pak Devan menyuruhku mengikutinya ke ruangan. "Ardila, ikut saya ke ruangan!" katanya sambil berjalan pergi di ikuti aku di belakangnya. 

"Huuhhhh!" suara sorak anak-anak kampus menyoraki aku yang baru saja lewat di hadapan mereka. 

Sesampainya di ruangan Pak Devan aku langsung duduk di kursi bersebrangan dengan Pak Devan yang duduk di hadapanku. 

"Apa yang sebenarnya terjadi, coba jelaskan sama saya." Pinta Pak Devan. 

Aku tidak ingin melihat ke arahnya. Aku menaruh tanganku di meja yang masih gemetaran. Penyakit cemasku timbul karena aku merasa terancam tadi. Entah kenapa, tiba-tiba saja Pak Devan memegang tanganku. Mungkin dia menyadari sikapku yang terlihat aneh. 

"Tenangkan diri kamu dulu, minumlah!" ucapnya, melepas tanganku lalu menyodorkan satu gelas air yang masih tertutup. 

Karena masih cemas aku menggeleng. Rasanya tak bisa berkata apa-apa lagi karena hatiku sedang dongkol atas tuduhan pelakor yang di sematkan padaku. Aku tak habis pikir, siapa yang menyebarkan berita itu sampai mereka yang memusuhiku mengetahui hal itu. 

"Ar, minumlah!" perintahnya lembut, dia  melepas kacamatanya. 

"Saya tidak haus!" jawabku singkat tegas jelas. 

"Saya gak minta kamu minum karena kamu haus, saya minta kamu minum untuk meringankan kecemasan kamu. Saya tahu kamu sedang cemas akibat gosip yang sudah beredar." Jelasnya terlihat santai begitu saja. 

Sedangkan aku sebagai korban hanya bisa memendam kesal serta rasa sakit karena ulahnya. Aku memandangnya tajam. Rasanya tak ingin berlama-lama lagi berada dalam satu ruangan bersama orang yang sudah menghancurkan masa depanku. 

"Ada apa? Kenapa kamu melihat saya seperti itu?" tanya dia lagi, ingin rasanya aku melepas sandalku lalu melempar ke arahnya. 

"Saya di cap sebagai pelakor dan itu terjadi karena anda, Pak Devan. Tapi dengan santainya anda bicara seperti itu? Anda pikir ini masalah ringan? Bagi saya ini masalah yang sangat berat!" jelasku masih memendam kekesalan. 

"Terus saya harus bagaimana? Menurut kamu saya harus bagaimana? tadi saya sudah coba menyelamatkan kamu dengan cara membawa kamu kesini. Lalu, harus bagaimana lagi?" tanya dia semakin membuat aku merasa muak. 

"Ya sudah kalau begitu saya pergi!" ucapku tak tahan lagi melihatnya. Tapi Pak Devan menahan tanganku. 

"Jangan pergi dulu, duduk dulu sebentar, tenangkan diri kamu dulu!" ucapnya. 

Aku hampir saja berontak melepas tangannya. Tapi sebuah pesan yang masuk di ponselku, membuatku urung. Lalu segera membaca pesan di grup. 

Terlihat foto seksiku bersama seorang laki-laki yang wajahnya tertutup stiker sudah beredar di grup pesan. Pak Devan juga membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Kami saling berlirikkan. 

"Siapa sebenarnya yang sudah menyebarkan foto ini?" tanyanya. 

                        *********

Sepulang kuliah aku langsung pulang ke rumah. Ku lihat ibu tengah memasak makanan pesanan tetangga yang akan mengadakan syukuran. Selain menjadi buruh serabutan, dia juga mengadakan open catering makanan. 

Maklum saja, ibu seorang janda yang ditinggal meninggal oleh bapak saat kami masih kecil. Setelah terjadi sebuah tragedi di antara aku dan Pak Devan kami memutuskan untuk pindah ke kota, menumpang hidup di rumah Kak Lita. 

"Ar, tolong bantuin ibu bungkus makanannya dong, ibu mau ke pasar sebentar, ada yang harus ibu beli." Suruh ibu padaku. 

"Iya Bu," ucapku sambil duduk di atas lantai bersiap membantunya. 

"Ibu ngapain masih buka catering segala, kan Lita udah kasih ibu uang kemarin, emangnya uang yang Lita kasih masih kurang ya?" tanya Kak Lita saat ibu berpapasan dengannya. 

"Enggak Lit, ibu buka catering kan buat bantu-bantu biaya kuliahnya Ardila. Biaya kuliahnya kan gak cukup uang sedikit. Udah, kamu bantu adik kamu bungkus makanan gih!" kata Ibu sambil pergi. 

Kak Lita melirik ke arahku dengan sinis. "Kenapa lu liat gue kayak gitu?" tanya Kak Lita. "Awas ya kalau sampai lu kasih tahu ibu yang sebenarnya, gue gak akan segan-segan usir lu dari rumah ini!" ujarnya lalu pergi ke kamar mandi. 

Bab terkait

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 5

    Aku tidak mempedulikan ucapan Kak Lita. Sembari membungkus makanan catering aku membuka pesan yang baru masuk melalui ponselku. — Ar, bisa ke resto sebentar gak? Ada yang mau aku bicarakan. Ini penting. —Begitulah isi pesan darinya. Aku tak langsung menjawab. Karena masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan. Setelah tiga puluh menit berlalu, barulah aku bangkit. Semua pekerjaan sudah selesai. Aku bergegas pergi, sambil berpamitan pada Kak Lita. "Tolong bilang sama ibu, aku pergi ke rumah temen." Kataku pada Kak Lita yang asik memainkan handphonenya. "Sama temen apa sama pacar?" tanyanya. "Temen!" jawabku singkat sambil pergi. **********Sengaja aku memesan taxi online menuju restaurant Riko agar lebih cepat sampai ketimbang berjalan kaki meski jaraknya cukup dekat dengan rumah. Langsung saja aku masuk ke restaurant itu menuju ruangan khusus karena Riko sudah menungguku disana. Baru saja hendak membuka pintu, sebuah suara perempuan terdengar. "Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 6

    "Saya sudah bilang, saya bisa pulang sendiri!" tegasku sambil melewatinya. "Ar!" panggil Riko yang di cegah pergi oleh Kakaknya. *********Terpaksa aku berjalan kaki karena tidak menemukan angkutan kota. Hari sudah mulai malam, aku berdiri sendiri di pinggir jalan sambil melirik ke arah jalanan. Tidak ada satupun angkot yang lewat ke arah rumahku. "Mana sih ini angkot, kok gak ada satupun yang lewat?" ujarku. Tid... Tid... Tid..Suara klakson mobil terdengar, sebuah mobil berwarna merah berhenti di depanku. Orang itu membuka pintu kaca mobilnya. "Hai cantik, berapa sekali main?" tanya seorang Om-om yang berada di bagian kemudi. Dia memandangku dari atas sampai bawah lalu berusaha menyentuh tanganku. "Jangan kurang ajar ya!" bentakku sambil menepis kasar tangannya. "Baru gitu aja galak, tapi Om lebih suka yang galak loh, yang galak lebih menantang, ehehehe..." katanya, dia keluar dari mobil lalu menarik tanganku untuk memasuki mobilnya. "Ayok masuk can

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 7

    Entah kemana dia pergi, aku tidak begitu melihat ibu. Aku fokus pada lamunanku di masalalu. Sakit memang saat menjalani hubungan tanpa restu orang tua. Apalagi setelah mengetahui bahwa Pak Devan sebenarnya sudah beristri. Duniaku seakan hancur, masa depanku hancur karenanya. Drt... Drt... Drt... Sebuah pesan masuk dari ponselku membuatku segera membacanya. —Ar, kamu udah sampai rumah kan?—Pesan dari Riko sudah ku baca, tapi aku enggan membalasnya. —Balas dong Ar, aku khawatir sama kamu!—Dia kembali mengirim pesan. Lalu menelpon."Hallo," "Ar, kamu baik-baik aja kan?" tanya Riko penuh khawatir. "Iya, aku baik-baik aja!" jawabku meski malas. "Syukurlah kalau baik, jangan tidur malam-malam ya, besok aku kirim sesuatu ke rumah kamu," katanya yang membuat aku penasaran."Sesuatu apa?" tanyaku penasaran. "Lihat aja besok, see you sayang!" ucapnya sambil menutup telpon. Balum saja aku balas, dia sudah menutup telpon. Karena itu aku segera membersihkan diri saja. Lalu bersiap istir

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 8

    "Ardila!" kata Riko yang mengejarku saat aku pergi. "Jangan pergi dulu Ar, dengarkan penjelasan aku dulu, apa yang kamu lihat tadi..." "Yang aku lihat tadi emang kalian sedang berpelukkan, apalagi yang mau di jelaskan, semua emang udah jelas!" balasku kesal, berhenti sejenak lalu berjalan kembali."Gak gitu juga Ar, dengerin aku dulu!" Riko menahan tanganku. Semua orang menatap ke arahku dengan penuh kebencian. "Lihat tuh si plakor, gak ada habisnya ya dia gangguin pacar sama suami orang, dasar gak punya harga diri!" ujar seorang mahasiswi pada temannya. "Mana ada harga diri, kalau udah pacaran sama suami orangkan emang gak ada harga dirinya, ingat ya, karma masih berlaku!" balas temannya lalu mereka pergi. Bukan hanya itu yang membuatku menahan diri untuk pergi. Tapi kejadian itu persis sekali dengan ucapan para tetangga saat mencoba mengusir aku dan ibu waktu lalu. "Ar, kamu baik-baik saja kan?" tanya Riko lagi padaku. Dengan kuat aku melepaskan tangannya yang menggenggam ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 9

    Pak Devan melepaskan pelukkannya setelah aku tenang. Dia menyodorkan sebuah kotak kecil padaku yang baru saja dia rogoh dari saku celananya. "Ini untuk kamu, maaf baru bisa ngasih hari ini," ucapnya, menaruh kotak kecil itu di tanganku, setelahnya pergi meninggalkan aku yang masih terpaku. Hatiku kembali teriris mendapat perlakuan barusan. Bukan karena ucapannya, melainkan karena sikapnya yang semakin membuat aku sulit untuk melupakannya.Segera aku buka kotak kecil yang kini berada di tanganku. Terlihat sebuah cincin putih berlian berbentuk hati yang berkilauan. Ada sebuah surat hasil tulisan tangan di dalamnya. Karena penasaran, aku segera membacanya. ~ Selamat ulang tahun Ardilla, Tolong terima cincin ini dengan baik, dan tolong jangan salah paham. Saya ingin menepati janji saya dahulu saat kita masih menjalin kedekatan. Sekarang janji saya sudah saya tepati. Jadi, jangan mencoba mengembalikan barang ini. Wish you all the best. ~Setelah membaca surat itu hatiku meluluh. Ada ra

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 10

    Tanpa menoleh aku menjawabnya. "Itu bukan urusan anda!" jawabku ketus. Pak Devan tertawa kecil. Dia berdiri di sampingku. "Kamu harus lebih berhati-hati sama Riko." Peringatnya. "O, ya, soal foto-foto kamu itu, saya sedang berusaha mencari tahu semuanya. Saya harap kamu lebih bersabar." Katanya lagi. Karena tak ingin berlama-lama mendengar ucapan darinya, aku sengaja menerobos hujan yang begitu deras. Tak peduli jika tubuhku harus basah di guyur air hujan. "Ardilla!" Panggilnya yang tidak aku gubris. ***********Saat aku pulang ke rumah, tiba-tiba saja Riko sudah ada di depan rumahku. Sambil menggelengkan kepalanya dia menyilangkan tangannya. "Habis darimana aja? Aku dari tadi nunggu kamu disini," tanya dia mendekat ke arahku. "Eu...itu...aku..." jawabku sambil mencari alasan yang tepat karena tidak mungkin aku memberitahunya kejadian tadi. Saat sengaja menerobos hujan Pak Devan juga sengaja mengikutiku menerobos hujan sampai seluruh badannya basah. Dia menari

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 11

    "Emangnya lu mau kerja apa dengan jurusan lukis? Lu harus kerja yang sesuai dengan bidang lu. Bikin karya yang bagus, terus lu jual deh ke pasaran." Jawabannya malah membuatku semakin badmood. Kalau di ingat memang benar juga, aku harus mengembangkan karyaku. Tapi setidaknya aku juga ingin bekerja supaya bisa membantu ibu. Yang jadi masalahnya hanya satu, aku sulit mencari pekerjaan. — Temui saya sekarang di 'Restaurant Lalita' — Pesan dari Pak Devan muncul kembali. Tapi aku tidak berniat membalasnya. Dia menelponku berkali-kali membuat aku terpaksa harus mengangkatnya. "Hallo?!" ucapku dengan suara tinggi. "Bisa temui saya sekarang, kan?" katanya. "Saya tidak bisa, saya sedang..." "Sepertinya kamu tidak sedang sibuk, saya tunggu kamu disini!" katanya lagi memotong ucapanku. "Ta-tapi..." Tut... Tut... Tut... Panggilan terputus karena dia mematikan telponnya. "Dasar aneh!" ujarku yang membuat Lena menoleh. "Siapa sih?" tanyanya lagi. "Maaf ya Len, aku harus pergi. Ada urusa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 12

    "Tapi Ar...kamu ini kan belum tahu betul seluk beluk kota Jakarta. Dan lagi, kamu mau mencari pekerjaan kemana?" tanya Ibu. Mendengar pertanyaan itu membuat aku terdiam. Aku memang sedang kebingungan. Tapi aku harus segera bertindak. Tidak mungkin terus-terusan menumpang hidup di rumah kakakku. "Nanti Ardilla pikirkan lagi." Ucapku, lalu aku berjalan memasuki kamarku. Duduk di depan meja belajar sambil melamun. Aku teringat dengan semua kejadian pahit dalam hidupku. Sekarang aku harus bangkit dan membuktikan pada semua orang bahwa aku akan menjadi lebih baik lagi. Dan aku tidak serendah itu. "Mau kemana Ar?" tanya Ibu padaku yang sudah bersiap pergi. "Ardilla mau mencari pekerjaan bu, do'akan ya, semoga Ardilla segera mendapatkan pekerjaan." Ucapku sambil tersenyum. "Hati-hati ya," ucap Ibu sambil mengusap bahuku. Ku lihat wajahnya yang sudah menua itu sambil tersenyum. Dialah yang membuatku kuat menjalani hidup yang pahit. Aku berjalan kesana kemari, memasuki beberapa toko di

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28

Bab terbaru

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 15

    Aku menutup wajahku dengan selimut. Merutuki diri sendiri dalam hati karena sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal untuk kedua kalinya. Tidak seharusnya aku terjebak dengan ucapan Erista. Dan tidak seharusnya aku melakukannya bersama Pak Devan yang bahkan sudah menjadi suami orang. "Sudahlah Ar, semua sudah terjadi. Maka dari itu saya akan bertanggung jawab atas semua perbuatan saya sekarang, dan perbuatan saya di masalalu sama kamu." Katanya dengan entengnya. Entah apa yang harus aku lakukan. Aku tidak bisa berkata apapun lagi. Sengaja hanya diam. Menarik selimut untuk menutupi tubuh, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya aku pergi meninggalkan Pak Devan tanpa sepatah katapun. ***********Saat berjalan di lorong kampus, semu orang memandang ke arahku. Mereka berbisik membicarakan soal aku yang memerima tantangan Erista semalam. "Aku pikir cupu, ternyata dia suhu. Bisa-bisanya minum sampai habis banyak ya!" ujar seorang mahas

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 14

    Setelah membereskan semua barangku dan berpamitan pada ibu, aku pergi dari rumah Kak Lita menuju kontrakan yang sebelumnya sudah di siapkan kemarin oleh Riko. Karena ibu sedang sibuk memasak, dia tidak ikut membantu kepindahanku kesana. Aku naik bis menuju kontrakanku sambil menikmati indahnya jalanan kota. Beberapa panggilan tak terjawab dari Riko tak ku pedulikan lagi. Aku tetap fokus melihat jalanan kota sambil mengenang masa indah bersama Pak Devan. ""Hujan ini akan membuat kita saling mengingat kenangan di hari ini, saya yakin, kamu akan selalu mengingat saya di kala hujan." Ucapnya kala itu. Aku tersadar kembali lalu merutuki diriku sendiri karena tak bisa berhenti memikirkannya. "Dasar bodoh, ngapain masih mikirin orang itu sih Ar!" ujarku sambil menepuk jidatku. Setelah sampai di kostan aku langsung berbaring di tempat tidur. Karena disana sudah tersedia fasilitas yang lengkap. Tok...tok... Tok... Suara ketukan pintu membuatku segera membukanya. Terlihat Riko yang kini

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 13

    "Ya, kalau begitu kita langsung ke rumah Clara saja sekarang!" kata Pak Devan sambil menarik tanganku. Kemudian kita kembali pergi menuju kediaman Clara di sebuah komplek perumahan elit. Hanya orang tertentu saja yang bisa masuk ke komplek itu karena selain menjaga privasi, itu sudah termasuk aturan di komplek tersebut. "Mohon maaf, anda tidak bisa masuk, lagi pula Mbak Clara juga belum tentu kenal dengan anda." Kata satpam penjaga komplek. "Tapi Pak. Kita perlu bertemu dengan seseorang, dan orang itu temannya Clara. Namaya Riko, bapak pernah bertemu dengan Riko, kan?" jawabku. Dia mengernyitkan dahi sambil mencoba mengingat sesuatu. "Oh, Den Riko ya? Den Riko..." "Riko sudah aku bawa ke rumah sakit!" kata sebuah suara dari arah belakang. Dengan spontan kami menengok ke arahnya bersamaan. "Clara!" ujarku. Di perjalanan menuju rumah sakit dia menceritakan semua kejadian yang di alami Riko. Dengan rasa cemas yang berlebih, tanganku gemetaran, pikiranku sudah kacau entah dimana sa

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 12

    "Tapi Ar...kamu ini kan belum tahu betul seluk beluk kota Jakarta. Dan lagi, kamu mau mencari pekerjaan kemana?" tanya Ibu. Mendengar pertanyaan itu membuat aku terdiam. Aku memang sedang kebingungan. Tapi aku harus segera bertindak. Tidak mungkin terus-terusan menumpang hidup di rumah kakakku. "Nanti Ardilla pikirkan lagi." Ucapku, lalu aku berjalan memasuki kamarku. Duduk di depan meja belajar sambil melamun. Aku teringat dengan semua kejadian pahit dalam hidupku. Sekarang aku harus bangkit dan membuktikan pada semua orang bahwa aku akan menjadi lebih baik lagi. Dan aku tidak serendah itu. "Mau kemana Ar?" tanya Ibu padaku yang sudah bersiap pergi. "Ardilla mau mencari pekerjaan bu, do'akan ya, semoga Ardilla segera mendapatkan pekerjaan." Ucapku sambil tersenyum. "Hati-hati ya," ucap Ibu sambil mengusap bahuku. Ku lihat wajahnya yang sudah menua itu sambil tersenyum. Dialah yang membuatku kuat menjalani hidup yang pahit. Aku berjalan kesana kemari, memasuki beberapa toko di

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 11

    "Emangnya lu mau kerja apa dengan jurusan lukis? Lu harus kerja yang sesuai dengan bidang lu. Bikin karya yang bagus, terus lu jual deh ke pasaran." Jawabannya malah membuatku semakin badmood. Kalau di ingat memang benar juga, aku harus mengembangkan karyaku. Tapi setidaknya aku juga ingin bekerja supaya bisa membantu ibu. Yang jadi masalahnya hanya satu, aku sulit mencari pekerjaan. — Temui saya sekarang di 'Restaurant Lalita' — Pesan dari Pak Devan muncul kembali. Tapi aku tidak berniat membalasnya. Dia menelponku berkali-kali membuat aku terpaksa harus mengangkatnya. "Hallo?!" ucapku dengan suara tinggi. "Bisa temui saya sekarang, kan?" katanya. "Saya tidak bisa, saya sedang..." "Sepertinya kamu tidak sedang sibuk, saya tunggu kamu disini!" katanya lagi memotong ucapanku. "Ta-tapi..." Tut... Tut... Tut... Panggilan terputus karena dia mematikan telponnya. "Dasar aneh!" ujarku yang membuat Lena menoleh. "Siapa sih?" tanyanya lagi. "Maaf ya Len, aku harus pergi. Ada urusa

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 10

    Tanpa menoleh aku menjawabnya. "Itu bukan urusan anda!" jawabku ketus. Pak Devan tertawa kecil. Dia berdiri di sampingku. "Kamu harus lebih berhati-hati sama Riko." Peringatnya. "O, ya, soal foto-foto kamu itu, saya sedang berusaha mencari tahu semuanya. Saya harap kamu lebih bersabar." Katanya lagi. Karena tak ingin berlama-lama mendengar ucapan darinya, aku sengaja menerobos hujan yang begitu deras. Tak peduli jika tubuhku harus basah di guyur air hujan. "Ardilla!" Panggilnya yang tidak aku gubris. ***********Saat aku pulang ke rumah, tiba-tiba saja Riko sudah ada di depan rumahku. Sambil menggelengkan kepalanya dia menyilangkan tangannya. "Habis darimana aja? Aku dari tadi nunggu kamu disini," tanya dia mendekat ke arahku. "Eu...itu...aku..." jawabku sambil mencari alasan yang tepat karena tidak mungkin aku memberitahunya kejadian tadi. Saat sengaja menerobos hujan Pak Devan juga sengaja mengikutiku menerobos hujan sampai seluruh badannya basah. Dia menari

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 9

    Pak Devan melepaskan pelukkannya setelah aku tenang. Dia menyodorkan sebuah kotak kecil padaku yang baru saja dia rogoh dari saku celananya. "Ini untuk kamu, maaf baru bisa ngasih hari ini," ucapnya, menaruh kotak kecil itu di tanganku, setelahnya pergi meninggalkan aku yang masih terpaku. Hatiku kembali teriris mendapat perlakuan barusan. Bukan karena ucapannya, melainkan karena sikapnya yang semakin membuat aku sulit untuk melupakannya.Segera aku buka kotak kecil yang kini berada di tanganku. Terlihat sebuah cincin putih berlian berbentuk hati yang berkilauan. Ada sebuah surat hasil tulisan tangan di dalamnya. Karena penasaran, aku segera membacanya. ~ Selamat ulang tahun Ardilla, Tolong terima cincin ini dengan baik, dan tolong jangan salah paham. Saya ingin menepati janji saya dahulu saat kita masih menjalin kedekatan. Sekarang janji saya sudah saya tepati. Jadi, jangan mencoba mengembalikan barang ini. Wish you all the best. ~Setelah membaca surat itu hatiku meluluh. Ada ra

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 8

    "Ardila!" kata Riko yang mengejarku saat aku pergi. "Jangan pergi dulu Ar, dengarkan penjelasan aku dulu, apa yang kamu lihat tadi..." "Yang aku lihat tadi emang kalian sedang berpelukkan, apalagi yang mau di jelaskan, semua emang udah jelas!" balasku kesal, berhenti sejenak lalu berjalan kembali."Gak gitu juga Ar, dengerin aku dulu!" Riko menahan tanganku. Semua orang menatap ke arahku dengan penuh kebencian. "Lihat tuh si plakor, gak ada habisnya ya dia gangguin pacar sama suami orang, dasar gak punya harga diri!" ujar seorang mahasiswi pada temannya. "Mana ada harga diri, kalau udah pacaran sama suami orangkan emang gak ada harga dirinya, ingat ya, karma masih berlaku!" balas temannya lalu mereka pergi. Bukan hanya itu yang membuatku menahan diri untuk pergi. Tapi kejadian itu persis sekali dengan ucapan para tetangga saat mencoba mengusir aku dan ibu waktu lalu. "Ar, kamu baik-baik saja kan?" tanya Riko lagi padaku. Dengan kuat aku melepaskan tangannya yang menggenggam ta

  • Terjerat Cinta Pak Dosen   Bab. 7

    Entah kemana dia pergi, aku tidak begitu melihat ibu. Aku fokus pada lamunanku di masalalu. Sakit memang saat menjalani hubungan tanpa restu orang tua. Apalagi setelah mengetahui bahwa Pak Devan sebenarnya sudah beristri. Duniaku seakan hancur, masa depanku hancur karenanya. Drt... Drt... Drt... Sebuah pesan masuk dari ponselku membuatku segera membacanya. —Ar, kamu udah sampai rumah kan?—Pesan dari Riko sudah ku baca, tapi aku enggan membalasnya. —Balas dong Ar, aku khawatir sama kamu!—Dia kembali mengirim pesan. Lalu menelpon."Hallo," "Ar, kamu baik-baik aja kan?" tanya Riko penuh khawatir. "Iya, aku baik-baik aja!" jawabku meski malas. "Syukurlah kalau baik, jangan tidur malam-malam ya, besok aku kirim sesuatu ke rumah kamu," katanya yang membuat aku penasaran."Sesuatu apa?" tanyaku penasaran. "Lihat aja besok, see you sayang!" ucapnya sambil menutup telpon. Balum saja aku balas, dia sudah menutup telpon. Karena itu aku segera membersihkan diri saja. Lalu bersiap istir

DMCA.com Protection Status