***
"Sakit enggak?"Duduk membungkuk dengan pandangan yang tertuju pada Juan, pertanyaan tersebut lantas Senja berikan sambil menekan beberapa kali pergelangan kaki suaminya itu.Tak lagi di rumah sakit, sekarang Senja dan Juan berada di sebuah pemakaman. Namun, belum turun, keduanya masih berada di mobil yang sejak beberapa waktu ke belakang dikendarai Senja.Tak menolak ketika Juan ingin mengunjungi makam Mentari, Senja memang mengikuti kemauan suaminya itu karena setelah sepuluh hari tak berkunjung, rasa rindu pada sang kakak, bersemayam.Tak hanya itu, Senja juga ingin melihat bagaimana Juan meminta maaf pada sang kakak karena minggu lalu ketika sang suami datang ke makam Mentari, dia tak tahu."Enggak terlalu, aman," kata Juan.Tengah mengecek pergelangan kaki Juan yang sempat terkilir, itulah kegiatan Senja sekarang karena meskipun mengaku tak sakit, dia harus memastikan dulu sebelum sang suami berjalan jauh ke ten***(Pulang sekolah jangan ke mana-mana dulu ya, malam ini kita mau makan sama-sama di rumah sebagai perayaan Papa kamu pulang dari rumah sakit. Takutnya kejebak macet kalau kamu pergi-pergian dulu.)Beristirahat sejenak setelah menyelesaikan kegiatan ekstrakurikuler, senyuman tipis terukir di bibir Kiran usai pesan dari Senja selesai dia baca.Senang, tentunya itulah yang dia rasakan karena setelah seminggu orang-orang di rumah tak lengkap, malam ini mereka akan berkumpul kembali untuk makan bersama."Akhirnya semua pulih," gumam Kiran. "Semoga aja enggak sementara."Tak langsung beranjak setelah membaca pesan dari Senja, Kiran lantas membalas hingga setelah pesan tersebut berhasil dikirim, dia mengambil tas untuk kemudian pulang.Tak lagi siang, sekarang jarum jam sudah ada di angka empat sore sehingga manut pada perintah Senja, dia akan segera pulang bersama Pak Ahmad yang sepertinya sudah datang."Kiw, bocil! Baru pulang Cil?"Tengah berjalan menuju gerbang, Kiran seketika berhenti
***"Masih masak?"Tengah menjaga ayam goreng di wajan, Senja menoleh setelah pertanyaan tersebut dilontarkan Juan yang kini menghampirinya di dapur. Belum mandi, pria itu masih mengenakan baju siang karena memang setelah minum obat pukul satu tadi, Juan terlelap sekitar pukul dua."Mas," panggil Senja. "Iya, kenapa? Eh, kamu kapan bangun?""Ada mungkin dua puluh menit lalu, cuman tadi di kamar Caca dulu," kata Juan. "Itu kamu tinggal bikin apa? Terus bibi ke mana kok enggak ada? Harusnya bibi yang masak.""Tinggal goreng ayam terus bumbuin pake bumbu merah sama terakhir mungkin tumis capcai," kata Senja. "Kalau kamu tanya Bibi, beliau lagi angkat jemuran di atas.""Oh," ucap Juan. Mendekati meja makan, dia menarik kursi sebelum akhirnya duduk dan kembali bertanya, "Kiran udah pulang belum? Udah jam lima.""Belum, masih di jalan kayanya," kata Senja. "Aku udah ingetin kok tadi biar enggak ke mana-mana dulu supaya enggak kejebak macet dan katanya siap.""Oh oke.""Kamu mau apa nanyain
***"Pulang juga tuh anak kucrut."Duduk di kursi yang tersedia di teras, ucapan tersebut lantas Juan lontarkan dengan raut wajah yang terlihat sebal.Bukan tanpa alasan, kalimat tersebut diucapkannya setelah sebuah mobil memasuki halaman. Bukan mobil orang lain, mobil berjenis xenia tersebut milik Davion yang baru bisa membawa Kiran pulang setelah lama mengantri seblak.Ya, mengantri seblak.Tak kejahatan yang dilakukan Davion terhadap Kiran, alasan keduanya pulang terlambat adalah; karena kedai seblak yang dikunjungi sore ini sangat ramai sehingga Davion dan Kiran pun harus mengantri.Perihal pesan Juan yang sempat tak dibalas, Davion bilang ponselnya disimpan di mobil, sehingga pria itu baru bisa membalas pesan suami Senja tersebut setelah kegiatan membeli seblak selesai. "Jangan emosi lho, Mas, Davion enggak apa-apain Kiran," ucap Senja yang setia menemani sang suami.Bukan khawatir Juan tak berani di luar sendiri saat maghrib, alasannya berada di samping sang suami adalah untuk
***"Selamat makan ya, semua. Semoga suka sama masakan aku dan bibi."Dengan senyuman terukir di bibir, ucapan tersebut lantas Senja lontarkan pada semua orang di meja makan. Tak lagi di luar, dia dan Juan memang sudah berpindah tempat ke ruang makan dan tak hanya bersama keluarga, di acara makan bersama malam ini ada pula Davion yang ikut bergabung.Sempat menolak, Davion pada akhirnya mau setelah Senja membujuk dan tentunya tak ada kontra, Juan manut karena semenjak bertekad memperbaiki hubungan dengan sang istri, nyali Juan untuk melawan Senja seketika ciyut."Makasih, Tante Senja," ucap Gian yang kini duduk di di ujung meja—berhadapan dengan Juan. "Makanannya pasti enak sih. Udah enggak diraguin.""Setuju," kata Caca yang berada di samping kiri Senja sementara Kiran dan Davion sendiri bersebelahan di depan Senja. "Masakan Mama Senja sama enaknya kaya masakan Mama Mentari. Aku suka.""Bisa aja anak gadis," ucap Senja bahagia.Tak banyak menunda, setelahnya perintah untuk memulai m
***"Mas."Melihat Juan keluar dari kamar mandi, panggilan tersebut dengan segera Senja lontarkan pada suaminya tersebut. Belum terlelap sejak ditinggal Juan yang katanya mendadak tak enak perut, Senja memang memutuskan untuk menunggu sang suami selesai. Bukan tanpa alasan, hal tersebut dia lakukan guna memastikan sesuatu yaitu; marah atau tidaknya Juan setelah dirinya menjawab belum siap disentuh.Mengalami sedikit trauma pasca kejadian tempo hari, Senja memberikan jawaban tersebut ketika Juan bertanya perihal mau atau tidaknya dia memberikan kegadisan pada pria itu.Tak menolak terang-terangan, Senja berkata mau. Namun, untuk melakukannya dalam waktu dekat, dia tak siap.Tak sempat mengobrol lebih panjang, setelah Senja menjawab demikian, Juan pamit pergi ke kamar mandi sehingga untuk terlelap, rasanya Senja tak tenang."Kamu belum tidur?" tanya Juan sambil menoleh. "Aku pikir tidur duluan.""Belum, aku nungguin kamu.""Ada apa?" tanya Juan sambil menautkan kedua alis. Berjalan mend
103). Istri Yang Sesungguhnya***"Mas Juan bangun, Mas, udah setengah enam."Berdiri sambil sedikit membungkukan badan, ucapam tersebut lantas Senja lontarkan pada Juan yang masih terlelap.Bangun lebih dulu dibanding sang suami, Senja membuka matanya sekitar pukul lima pagi tadi dan karena merasa gerah, kegiatannya setelah itu adalah mandi sehingga ketika membangunkan sang suami, penampilannya sudah segar dan wangi."Mas Juan ...."Tak bangun dengan sekali panggilan, Senja kembali berusaha sambil menepuk pelan bahu Juan dan tak lagi gagal, usahanya kali ini membuahkan hasil karena setelahnya Juan buka suara."Hmmmm.""Bangun, Mas, udah setengah enam," kata Senja. "Mau ke kantor, kan, kamu hari ini?""Iya," jawab Juan parau."Bangun dong kalau gitu," kata Senja. "Mandi, siap-siap terus sarapan. Banyak kegiatan yang harus kamu lakuin sebelum ke kantor.""Sepuluh menit lagi," kata Juan tanpa berbalik, karena memang posisi tidur pria itu kini membelakangi Senja. "Nanti setelah sepuluh me
***"Benar gitu enggak sih? Lama enggak pake dasi rasanya aku lupa-lupa ingat deh sama cara bikin simpul."Tersenyum setelah selesai memasangkan dasi di leher Juan, pertanyaan tersebut lantas Senja lontarkan pada sang suami. Sedikit ragu simpul dasi yang dia buat, benar, itulah yang dia rasakan sehingga setelahnya Juan pun mengecek."Udah kok benar gini," kata Juan. "Meskipun agak menyon dikit, enggak apa-apa. Masih kelihatan rapi.""Lho, menyon ya?" tanya Senja. "Ya udah sini ak-""Enggak usah," potong Juan sambil melindungi simpul dasinya dengan telapak tangan. "Ini udah bagus untuk hari pertama kamu pasangin dasi buat aku. Next time pasti bisa lebih rapi."Meleleh.Cukup lama selalu menyimpan kesal setiap berinteraksi dengan Juan, untuk pertama kalinya Senja meleleh mendengar pernyataan suaminya yang terdengar begitu manis.Merasa diapresiasi, itulah Senja sekarang sehingga tanpa ragu dia tersenyum
***"Papa kenapa? Kok sejak tadi senyum-senyum terus? Aneh deh."Setelah sejak tadi memperhatikan tingkah aneh sang papa, pertanyaan tersebut akhirnya meluncur juga dari bibir mungil Caca.Bukan tanpa alasan, Caca bertanya demikian setelah sejak berangkat dari rumah, dia melihat sang papa terus tersenyum. Entah apa yang sedang Juan pikirkan, Caca sendiri tak tahu. Namun, yang jelas dia merasa aneh karena tak biasanya sang papa seperti itu."Lho, Caca merhatiin Papa?" tanya Juan sambil menoleh sekilas sebelum kembali fokus pada jalanan. "Papa pikir enggak ada yang perhatiin. Jadi malu.""Aku perhatiin Papa tahu daritadi dan aku serem lihat Papa senyum sendiri," kata Caca. "Udah kaya orang kesurupan aja.""Dih, serem banget ucapannya," kata Juan tanpa melunturkan senyum dari bibir. "Papa enggak kesurupan, Ca, Papa cuman lagi bahagia aja.""Bahagia kenapa?"Karena dicium Tante Senja.Tak terlontar langsung