***
"Benar gitu enggak sih? Lama enggak pake dasi rasanya aku lupa-lupa ingat deh sama cara bikin simpul."Tersenyum setelah selesai memasangkan dasi di leher Juan, pertanyaan tersebut lantas Senja lontarkan pada sang suami.Sedikit ragu simpul dasi yang dia buat, benar, itulah yang dia rasakan sehingga setelahnya Juan pun mengecek."Udah kok benar gini," kata Juan. "Meskipun agak menyon dikit, enggak apa-apa. Masih kelihatan rapi.""Lho, menyon ya?" tanya Senja. "Ya udah sini ak-""Enggak usah," potong Juan sambil melindungi simpul dasinya dengan telapak tangan. "Ini udah bagus untuk hari pertama kamu pasangin dasi buat aku. Next time pasti bisa lebih rapi."Meleleh.Cukup lama selalu menyimpan kesal setiap berinteraksi dengan Juan, untuk pertama kalinya Senja meleleh mendengar pernyataan suaminya yang terdengar begitu manis.Merasa diapresiasi, itulah Senja sekarang sehingga tanpa ragu dia tersenyum***"Papa kenapa? Kok sejak tadi senyum-senyum terus? Aneh deh."Setelah sejak tadi memperhatikan tingkah aneh sang papa, pertanyaan tersebut akhirnya meluncur juga dari bibir mungil Caca.Bukan tanpa alasan, Caca bertanya demikian setelah sejak berangkat dari rumah, dia melihat sang papa terus tersenyum. Entah apa yang sedang Juan pikirkan, Caca sendiri tak tahu. Namun, yang jelas dia merasa aneh karena tak biasanya sang papa seperti itu."Lho, Caca merhatiin Papa?" tanya Juan sambil menoleh sekilas sebelum kembali fokus pada jalanan. "Papa pikir enggak ada yang perhatiin. Jadi malu.""Aku perhatiin Papa tahu daritadi dan aku serem lihat Papa senyum sendiri," kata Caca. "Udah kaya orang kesurupan aja.""Dih, serem banget ucapannya," kata Juan tanpa melunturkan senyum dari bibir. "Papa enggak kesurupan, Ca, Papa cuman lagi bahagia aja.""Bahagia kenapa?"Karena dicium Tante Senja.Tak terlontar langsung
***"Sekadar sahabat. Enggak ada hubungan spesial, saya dan Senja sekadar itu karena memang kan dulu kita kuliah di tempat yang sama. Jelas?"Ditodong pertanyaan tentang hubungannya dengan Senja, jawaban tersebut meluncur dengan lancar dari mulut Davion. Punya feeling tak baik terhadap perempuan di depannya, Davion memutuskan untuk berbohong perihal status dia dan Senja dengan harapan; Nada akan percaya dengan apa yang dia katakan."Oh, jadi enggak ada hubungan spesial?" tanya Nada sambil menaikkan sebelah alis."Spesialnya ya itu, sahabat," kata Davion."Ya maksudnya bukan spesial itu," kata Nada. "Pernah suka atau pacaran gitu.""Enggak," kata Davion lagi. "Lagian pas kuliah, Senja punya pacar dan saya akrab sama pacarnya. Jadi mana mungkin saya sama Senja punya hubungan.""Siapa emang pacarnya Senja?""Tanya aja coba, Mbak, ke orangnya," kata Davion. "Sekarang daripada terus nanyain masalah enggak p
***"Si anak kecil."Tersenyum sambil memandang layar ponsel yang kini menampilkan nama seseorang, ucapan tersebut lantas Davion lontarkan.Berhenti sejenak dari pekerjaannya di hari pertama, Davion mau tak mau mengambil dulu ponselnya yang tiba-tiba berdering di dalam laci.Mendapat panggilan dari Kiran, entah kenapa Davion merasakan sesuatu yang aneh, sehingga tanpa banyak menunda dia lantas menjawab panggilan dari putri sulung Juan tersebut."Halo, Kin. Kenapa?" tanya Davion begitu panggilan terhubung."Kok bisa angkat telepon? Enggak lagi kerja emangnya?" Alih-alih menjawab, Kiran justru balik bertanya—membuat Davion lekas buka suara."Lagi kerja, cuman emang sempetin dulu buat ambil hp," kata Davion. "Kirain siapa yang telepon, ternyata lo.""Kenapa emangnya kalau aku yang telepon? Enggak penting?""Yang ngomong gitu emang siapa?" tanya Davion dengan senyuman tipis yang seketika terukir. "Gue kayan
***"Kiran."Tengah menunggu Caca keluar dari gerbang sekolah, panggilan tersebut spontan dilontarkan Senja setelah di layar ponsel terpampang nama sang keponakan yang tiba-tiba saja menelepon.Tak menunda untuk menjawab, selanjutnya Senja menggeser gambar gagang telepon di layar, sebelum kemudian mendekatkan ponselnya ke samping telinga."Halo, Ki," sapa Senja seadanya. "Kamu kok bisa telepon? Enggak belajar emang?""Jamkos, Tan, gurunya enggak masuk.""Oh," kata Senja. "Ada apa?""Tante lagi di mana itu?""Di depan sekolah Caca," ucap Senja. "Tante mau ke kantor Papa kamu buat anterin makan siang, cuman ini Caca belum keluar. Jadi ditungguin dulu. Ada apa emang?""Mau nanya sesuatu sih aku.""Tentang?""Kak Davi," kata Kiran—membuat Senja spontan mengerutkan kening. "Aku barusan iseng telepon dia buat nanyain gimana kerjaannya di hari pertama, kan, terus setelah ngobrol panjang gitu Kak Davi mendadak pengen traktir aku seblak. Karena enggak enak dijajanin mulu sama dia, aku nawarin
***"Pa, Mama Senja ke kamar mandinya kenapa lama ya? Udah lebih dari sepuluh menit kayanya."Duduk di sofa panjang yang posisinya tak jauh dari meja kerja Juan, Caca akhirnya bertanya setelah Senja yang beberapa waktu lalu berpamitan ke kamar mandi, tak kunjung kembali.Penasaran ke mana sang mama, itulah yang Caca rasakan sehingga setelah sejak tadi diam, bertanya pada Juan pun dilakukannya dan hal tersebut membuat Juan yang semula fokus dengan layar macbook, berhenti untuk kemudian bertanya,"Oh ya?""Iya, Pa," kata Caca. "Caca tuh udah nunggu lama banget. Papa emang enggak ngerasa?"Tak menjawab, Juan memilih untuk mengalihkan atensi ke arah jam dinding di ruang kerja, dan tak salah ucapan sang putri, Senja memang sudah cukup lama pergi."Iya ya, udah lama Mama Senja perginya.""Susul yuk, Pa," kata Caca. "Aku takut ada apa-apa sama Mama. Dia kan jarang ke sini.""Boleh deh ayo."Tak diam s
***"Untuk saat ini kamu saya maafin, tapi kalau ke depannya kamu macam-macam lagi sama Senja, saya enggak akan segan pecat kamu dari perusahaaan saya."Selesai bertanya tentang beberapa hal pada karyawan perempuan yang dipanggilnya belasan menit lalu, ucapan tersebut lantas Juan lontarkan dengan raut wajah serius yang tak luntur meskipun sedikit.Batal membawa karyawan bernama Kartika tersebut ke ruangannya, Juan mengajak sahabat Nada itu untuk bicara di tempat lain, dan yang dibahas pertama kali oleh suami Senja tersebut adalah; motif Kartika mengunci sang istri di kamar mandi.Khawatir Nada menjadi dalang, dugaan Juan salah karena dengan jujur Kartika berkata jika motif di balik tingkahnya beberapa waktu lalu adalah; rasa tak suka pada Senja setelah Nada bercerita alasan dipindahkan jabatan.Tak diam saja usai mendengar ucapan Kartika, Juan membela Senja dengan berkata jika istrinya tak ada sangkut paut dalam pemindahan jabatan Nada se
***"Aku pulang dulu ya, Mas, kamu semangat kerjanya dan ya ... kalau bisa jangan nakal. Aku enggak suka soalnya cowok nakal."Diantar sampai ke dekat mobil yang beberapa waktu lalu disimpan di parkiran kantor, ucapan tersebut lantas Senja lontarkan pada Juan yang kini berada di dekatnya.Makan siang pun membantu Juan meminum obat, selesai, Senja memang memutuskan untuk berpamitan karena Caca yang dibawanya sejak pulang sekolah, harus beristirahat.Tak ada larangan, Juan tentu saja memberi izin bahkan setelah sempat ditolak untuk mengantar, pria itu ngotot untuk tetap mengantarkan Senja dan Caca sampai ke mobil.Bukan tanpa alasan, hal tersebut Juan lakukan demi memastikan amannya Senja karena meskipun Kartika sudah berjanji, dia tetap khawatir istrinya diganggu."Nakal dalam artian apa emang?" tanya Juan dengan senyuman terukir di bibir. "Arti dari nakal kan luas. Jenis nakal juga banyak.""Ya menurut kamu untuk seusia
***"Tante Senja kok turun? Tungguin aja padahal di mobil. Aku pasti nemu kok."Baru keluar dari gerbang sekolah, pertanyaan tersebut lantas Kiran lontarkan setelah Senja yang beberapa waktu lalu janji menjemput, berdiri tak jauh dari gerbang."Ya enggak apa-apa," kata Senja. "Pengen tahu juga gimana sekolah kamu.""Caca mana?" tanya Kiran. "Sama Caca, kan, jemput akunya?""Tidur di mobil," kata Senja. "Habis makan siang sama Papanya, dia ngantuk. Jadi ya gitu deh.""Oh.""Pulang sekarang?""Ayo."Bergegas menuju mobil, selanjutnya itulah yang dua perempuan itu lakukan. Masuk lewat pintu berbeda, Senja kembali menempati kursi kemudi sementara Kiran sendiri berada di kursi belakang bersama tas kain berisi kotak makan kosong."Lancar, Tan, makan siang sama Papanya?" tanya Kiran ketika sekarang Senja kembali menyalakan mesin mobil."Lancar," kata Senja sambil melajukan kendaraan roda empa