***"Om Gian berharap apa emangnya setelah bilang ini? Aku belain Tante Senja terus larang Papa lampiasin sakit hatinya ke dia? Iya?"Ditanya perihal keseriusan ucapannya beberapa detik lalu, kalimat tersebut lantas Kirania lontarkan pada Gian yang terlihat semakin shock dengan respon yang diberikan putri sulung Juan.Alih-alih membela Senja seperti yang Gian harapkan, Kirania justru berada di pihak Juan dan tak ada niat menghentikan apa yang sang papa lakukan sekarang, Kirania akan mendukung apa pun tindakan sang papa."Ki," panggil Gian. "Om pikir kamu bakalan dukung Tante kamu yang enggak tahu apa-apa lho? Tante Senja enggak terlibat dalam masalah Papa sama Mama kamu dan-""Dia bukan Tante kandung aku, Om," potong Kirania dengan segera. "Jadi untuk apa aku belain dia dari Papa? Lagian wajar kok Papa lakuin ini karena aku pun kalau ada di posisi Papa, sakit hati. Nikah belasan tahun terus diselingkuhin, itu bukan sesuatu yang mudah dan-""Tante Senja enggak salah, Kiran!" ujar Gian y
***"Gian, kamu di dalam enggak?"Setelah sebelumnya mengetuk pelan pintu kamar Gian, pertanyaan tersebut lantas Senja lontarkan dengan raut wajah yang terlihat hati-hati.Baru selesai mengerjakan tugasnya menyetrika baju, sore ini Senja memutuskan untuk menemui Gian. Bukan tanpa alasan, dia memiliki tujuan dan tujuannya tersebut berhubungan dengan sang suami, Juan."Gi-"Belum selesai memanggil Gian, Senja seketika mundur setelah suara pintu dibuka, terdengar dan selang beberapa detik, pintu kamar Gian terbuka—menampilkan sang pemilik yang nampak santai dengan setelan kaos juga kolor."Nja.""Gian," panggil Senja. "Lagi sibuk enggak? Aku mau bicara sesuatu.""Tentang apa?" tanya Gian. "Btw, kamu darimana aja? Semenjak pulang aku baru lihat kamu. Enggak diapa-apain Mas Juan, kan?""Enggak," ucap Senja. "Pas kamu pulang, aku lagi nyetrika baju karena cucian yang semalam katanya harus langsung disetrika sebelum disimpan ke lemari. Jadi aku kerjain biar Mas Juan enggak marah dan beberapa
***"Udah kekirim, Gian, coba cek."Menerima notifikasi tentang berhasilnya transfer uang yang dia lakukan, Senja lantas bertanya demikian pada Gian. Keinginan untuk menitip uang di rekening Gian, diterima, Senja memang tanpa ragu mengirim uang yang dia punya ke nomor rekening adik Juan tersebut.Tak sebagian, Senja mengirim semua uang yang dia punya sehingga kini saldo yang tertera di m-banking yang dia miliki tersisa lima puluh ribu saja."Udah, Nja, masuk," kata Gian. "Tapi aku enggak akan pake uang ini sebutuh apa pun aku ya. Aku anggap kamu nitip dan kamu bisa minta uang ini kapan pun kamu mau.""Kalau kamu butuh banget, ambil aja," kata Senja. "Kita pake berdua uangnya karena kamu kan kehilangan fasilitas gara-gara aku. Jadi udah sepantasnya aku tanggung jawab.""Bukan salah kam-""Ssst," desis Senja sambil mendekatkan telunjuknya di bibir. "Aku enggak nerima komplen apa pun untuk pernyataan yang itu, dan
***"Ck, ah! Gue pikir setelah tahu alasan gue minta alamat Senja, Bunda bakalan ngasih tahu, tapi nyatanya enggak. Gue tetap diminta pulang bahkan lupain Senja. Padahal, jelas gue enggak bisa karena gue sayang sama dia."Duduk di atas motor gede yang terparkir tak jauh dari kediaman orang tua Senja, gerutuan panjang lebar lantas dilontarkan Davion yang kini dilanda kekecewaan.Bukan tanpa alasan, perasaan tersebut muncul setelah Nirmala menolak untuk memberikan alamat rumah Juan di Bandung sana. Padahal, Davion sangat ingin menjelaskan perihal kesalahpahaman diantara dirinya dan Senja kemarin.Dituduh berselingkuh bahkan tidur dengan seorang perempuan, Davion ingin Senja tahu jika dirinya tak sebrengsek yang dituduhkan. Namun, dengan terputusnya komunikasi diantara dia dan sang kekasih, sulit rasanya Davion menjelaskan semua."Ah! Mana dia nikah sama Kakak iparnya tanpa ngomong ke gue lagi. Maksudnya apaan coba? Bikin pusing aja."Sibuk dengan rasa frustasi, pada akhirnya Davion memut
***"Mas, kamu lihat Kiran enggak?"Setelah sebelumnya merapikan wastafel juga mencuci tangan, Senja akhirnya menyusul sang putri sambung yang beberapa waktu lalu pergi membawa ponsel miliknya.Tak berlari ke lantai dua, yang pertama Senja datangi adalah; teras belakang yang pintunya terbuka dan karena di sana ada Juan, bertanya pada sang suami pun dilakukannya."Mau ngapain kamu cari anak saya?" tanya Juan dengan raut wajah ketus yang tak pernah berubah. "Enggak ada. Dia enggak datang ke sini.""Mas, aku serius," kata Senja. "Tadi pas aku cuci piring, hp aku bunyi terus tanpa permisi Kiran ambil hp aku dan pergi gitu aja. Aku takutnya ada telepon penting dan-""Kiran enggak ada di sini, Senja," desis Juan. "Kamu ini dikasih tahu enggak percayaan banget. Ke atas kali dia.""Benar?" tanya Senja yang entah kenapa dilanda rasa ragu."Cari sendiri kalau enggak percaya."Tak menjawab, untuk beberapa detik Senja memandang Juan sebelum pada akhirnya pergi ke lantai dua untuk mencari Kiran. T
***"Gimana, Papa setuju enggak?""Enggak. Papa enggak setuju sama ide yang kamu kasih. Jadi jangan pernah coba-coba realisasiin itu karena Papa bakalan marah. Lagipula seperti yang papa bilang, kamu cukup marah sama Mama dan ada di pihak Papa. Soal hukuman, biar Papa yang urus."Mendengar langsung ide Kirania yang katanya ingin ikut menghukum Senja, penolakan tersebut lantas dilontarkan Juan setelah ide yang dipakai sang putri menurutnya cukup gila.Mengajak Davion berpacaran kemudian membawa pria itu ke rumah agar Senja sakit hati, itulah ide Kirania dan Juan jelas tak setuju, karena selain dia tak mau melibatkan sang putri dalam balas dendamnya terhadap Mentari, Juan juga merasa Kirania masih terlalu dini untuk berpacaran."Pa, aku juga pengen hukum Tante Senja," ucap Kirania setengah mendesah. "Lagian dibanding kesalahan Mama ke Papa, hukuman Tante Senja itu masih belum apa-apa. Dia cuman dijadiin pembantu di sini dan-""Kira
***"Aku pilih kartu atmku. Kalau Mas mau hukum Senja, silakan. Kali ini aku enggak akan bantu."Setelah berpikir selama beberapa saat, jawaban tersebut akhirnya dilontarkan Gian pada sang kakak. Di luar dugaan, Juan terlihat kaget dengan apa yang dikatakan sang adik. Namun, meskipun begitu raut wajah tenang tetap ditunjukannya sebelum kemudian buka suara."Jadi kali ini kamu enggak masalah Senja bersihin kolam?""Nja," panggil Gian pada Senja. "Enggak apa-apa, kan?""Enggak apa-apa," kata Senja pasrah. "Kamu pasti butuh uangnya. Jadi enggak masalah. Lagian asalkan ads pompa, bersihin kolam kayanya bukan sesuatu yang sulit."Senja kecewa ataupun marah setelah mendengar pilihan Gian? Jawabannya tentu saja tidak, karena tak hanya uang pria itu, di rekening yang Gian pegang terdapat uangnya juga sehingga ketika adik Juan tersebut memilih untuk menyelamatkan rekening, maka uangnya pun ikut terselamatkan."Oke kalau gitu," ka
***"Tante Senja!"Senja yang barusaja selesai memasang selang, seketika menoleh setelah panggilan tersebut dilontarkan Kirania dari ambang pintu.Tak ada raut wajah ramah, seperti biasa gadis enam belas tahun itu terlihat judes. Namun, meskipun begitu—demi Mentari, Senja tetap bersikap baik pada sang keponakan dengan menjawab tenang panggilan yang dilontarkan untuknya."Ya, kenapa?""Tante Senja enggak tahu malu ya?" tanya Kirania tanpa basa-basi. "Yang disuruh buat kuras kolam renang tuh Tante sendiri, kenapa jadi berdua sama Om Gian? Mau caper?""Heh! Diajarin siapa kamu ngomong kaya gitu?" tanya Gian yang tentu saja tak suka dengan ucapan sang keponakan. Tak diam, dia yang barusaja selesai memasang pompa, seketika melangkah menuju Kirania dan tak sendiri, langkahnya tersebut diikuti Senja dari belakang."Disuruh Papa kamu ya kamu ngomong kaya gitu hah?" tanya Gian sesampainya di depan Kirania. "Benci atau e
***"Ah, akhirnya acara aqiqah Tian berjalan dengan lancar ya, Mas. Rasanya baru kemarin deh dia lahir, tapi ternyata udah dua minggu yang lalu."Tersenyum sambil memandang para tamu yang kini pergi meninggalkan rumahnya, ucapan tersebut lantas Senja lontarkan pada Juan. Tak berada di dalam, saat ini dia dan sang suami masih berada di teras karena memang setelah acara selesai, keduanya mengantar para tamu seraya mengucapkan terima kasih.Dua minggu pasca melahirkan, Senja dan keluarga sepakat untuk mengadakan acara aqiqah baby Tian. Tak digelar di gedung, Senja dan Juan sepakat mengadakan acara di rumah.Mengundang para tetangga komplek, acara berlangsung dengan lancar dan tak sedikit, tamu yang diundang pun cukup banyak karena dari banyaknya tetangga yang diberitahu, hampir semua datang sore ini ke rumah Juan."Iya, akhirnya acara berjalan dengan lancar," kata Juan. Menoleh kemudian memandang Senja, dia kemudian berkata, "Semoga Tian seh
***"Welcome home, Mama Senja!"Membulatkan mata dengan raut wajah kaget, itulah Senja setelah sambutan tersebut didapatkannya dari orang-orang yang siang ini menyambut di ruang tengah.Dua hari menetap, Senja dan sang bayi memang diizinkan pulang hari ini untuk menjalani pemulihan di rumah. Tak dijemput siapa pun, Senja pulang berdua saja dengan Juan dan jujur dirinya sedih, karena dia pikir orang-orang rumah akan menjemputnya, mengingat kepulangan dia bukan di hari kerja melainkan hari libur.Tak menunjukan kesedihan, Senja terus berusaha tersenyum selema di jalan hingga ketika tiba di rumah, kehadiran dua mobil yang tak asing untuknya membuat dia bertanya-tanya.Bukan mobil Juan ataupun Gian, yang dilihat Senja adalah mobil Davion juga kedua orang tuanya sehingga dengan rasa penasaran yang tiba-tiba melanda, Senja bertanya.Namun, alih-alih memberikan jawaban, Juan justru meminta dia untuk masuk sehingga sambil menggendong san
***"Ayo, Bu, coba dorong."Bersandar pada bed, yang sejak tadi dia tempati, Senja menoleh ke arah Juan sebelum kemudian mengambil ancang-ancang. Menutup rapat mulutnya seperti yang disarankan, Senja mulai mengejan sekuat tenaga sambil berpegangan pada sang suami.Bukaan lengkap setelah menunggu selama beberapa jam, persalinan Senja memang segera dilakukan. Aman untuk melahirkan secara normal, Senja membiarkan tubuhnya kesakitan karena gelombang cinta yang beberapa waktu lalu datang, dan sekarang perempuan itu kembali berjuang.Bayi yang dikandung tak langsung keluar dalam sekali ejanan, Senja menjatuhkan punggungnya di bed dengan napas terengah. Beristirahat sejenak, itulah yang dia lakukan sekarang sementara dokter sibuk memeriksa sesuatu."Kuat ya, kamu pasti bisa," ucap Juan yang terus berada di samping Senja. "Doain ya, Mas," pinta Senja yang dijawab senyuman oleh sang suami."Pasti."Waktu istirahat seles
***"Gi, anak kita lucu."Berdiri persis di samping inkubator, ucapan tersebut Diandra lontarkan dengan perasaan yang terasa begitu hari. Melahirkan beberapa jam lalu, sore menjelang malam Diandra meminta untuk dibawa ke ruang Nicu. Dioperasi menggunakan metode yang cukup bagus, perempuan itu sudah mampu berdiri bahkan duduk sehingga setelah meminta izin pada Dokter, Gian membawa istrinya itu menemui sang putra.Lahir dengan tubuh yang sangat mungil, putra pertama Gian dan Diandra terlihat persis seperti sang ayah, Gian. Memiliki hidung mancung, dua alis yang tak terlalu tebal kemudian rambut hitam, bayi mungil tersebut nampak begitu baik sehingga meskipun harus menetap di inkubator hingga kondisi dan berat badan stabil, Gian mau pun Diandra lega karena sejauh ini, tak ada kelainan yang ditunjukan Pradikta atau yang lebih akrab disapa baby Dikta."Mirip banget sama aku enggak sih?" tanya Gian yang setia di samping Diandra, guna berjaga-j
***"Gimana, Dok? Apa istri saya harus lahiran sekarang karena ketubannya udah pecah?"Melihat dokter selesai memeriksa Diandra, pertanyaan tersebut lekas Gian lontarkan dengan raut wajah yang cukup tegang.Mendapat kabar tentang Diandra yang tiba-tiba mengalami pecah ketuban, Gian memang sigap membawa istrinya itu ke rumah sakit terdekat. Meskipun Diandra tak merqsa kesakitan, Gian membawa perempuan itu ke IGD sehingga tanpa perlu menunggu lama, penanganan pun dilakukan dengan cepat."Betul sekali, Pak," kata sang dokter, memberi jawaban. "Karena air ketuban yang tersisa hanya tinggal sedikit, istri Bapak harus segera melahirkan bayinya dan demi mencegah sesuatu yang tidak diinginkan, kami akan melakukan tindak operasi secepatnya. Apa bapak setuju? Jika iya, nanti berkas-berkasnya disiapkan pun dengan ruang operasi.""Kalau itu yang terbaik, saya setuju, Dokter," ucap Gian. "Tapi usia kandungan istri saya baru dua puluh sembila
***"Silakan dinikmati basonya ya, Mbak, Kak, Dek, semoga bakso buatan Mamang cocok di lidah kalian."Sambil menyimpan satu persatu mangkuk bakso di atas meja makan, ucapan tersebut lantas Juan lontarkan untuk istri dan kedua anaknya yang sejak beberapa menit lalu menunggu di sana.Tak bisa menolak ngidam Senja yang katanya ingin bakso buatan dia sendiri, Juan mendadak cosplay menjadi mang bakso komplek. Membuat adonan bakso kemudian mengolahnya menjadi bulatan kecil dan sedang, semua dia lakukan sendiri tanpa bantuan siapa pun.Tak hanya membuat bakso, Juan juga berpakaian seperti tukang bakso demi mengabulkan keinginan Senja. Kaos abu pendek, celana pendek juga topi bulat dan handuk, semuanya dia pakai dan hal tersebut membuat Senja bahagia, sehingga meskipun harus menunggu satu jam lebih bakso yang diinginkannya jadi, perempuan itu tak bosan sama sekali."Waw," ucap Kirania takjub. "Udah cocok kayanya Papa jadi tukang bakso. Persis bua
***"Menurut Papa?"Menyipitkan mata dengan emosi yang semakin naik, itulah Juan setelah pertanyaan tersebut dilontarkan sang putri, usai dirinya bertanya tentang testpack yang ditemukan di atas meja belajar Kirania.Tak ada panik, gadis itu terlihat tenang dan hal tersebut jelas membuat Juan penasaran karena jika memang Kirania hamil, seharusnya rqsa panik melanda karena bukan hal sepele, hamil di usia belia terlebih masih pelajar adalah sebuah masalah yang sangat besar."Kamu ditanya tuh jawab, bukan balik nanya," desis Juan. "Mau Papa pukul?""Pukul apa maksud kamu?"Bukan Kirania, yang bertanya adalah Senja yang tahu-tahu berada di ambang pintu. Tak kalah serius dari Juan, perempuan itu kini menatap intens sang suami sebelum akhirnya bertanya,"Kamu lagi ngapain Kiran? Kok pake nyebut pukul segala? Berani emang kamu pukul anak aku?""Aku nemuin tespack di meja belajar Kiran, Senja, dan ini aku lagi nanya," k
***"Halo."Refleks melengkungkan senyuman, itulah yang Kirania lakukan setelah suara berat Davion terdengar dari telepon. Tak lagi di kamar sang papa, saat ini dia memang sudah kembali ke kamarnya dan tak diam saja, Kiranua menghubungi sang kekasih dengan tujuan; mengajak Davion datang ke rumah hari sabtu nanti.Mendapat lampu hijau untuk berpacaran, Kirania tak sepenuhnya bebas karena sebelum melanjutkan hubungan dengan Davion, kebaikan dan ketulusan kekasihnya tersebut harus dipastikan dulu sehingga selain makan siang bersama, sabtu nanti katanya Juan akan mengajak mantan dari istrinya tersebut berdialog empat mata."Halo, Kak, ganggu enggak?" tanya Kirania. "Kali aja Kak Davi lagi nongkrong atau bahkan udah tidur gitu?""Enggak sih, enggak ganggu," kata Davion. "Aku barusan kebetulan lagi main game. Jadi aman.""Lho, keganggu dong itu, Kak?" tanya Kirania. "Kalau ada panggilan pas main game kan nanti gamenya kepause. Iya engg
***"Putus."Kompak memasang raut wajah kaget, itulah Senja dan Kirania setelah ucapan tersebut dilontarkan Juan dengan raut wajah seriusnya.Mengikuti saran Senja, malam ini Kirania jujur tentang hubungannya dengan Davion. Tak ada respon baik, Juan nampak tak suka mendengar kabar yang diberikan sang putri sehingga setelah Kirania menjawab serius tentang hubunganya dan sang kekasih, pria itu meminta sang putri putus."Maksud kamu apa, Mas?" tanya Senja yang membuat atensi Juan beralih."Ya putus," kata Juan. "Aku mau Kiran sama Davion putus. Apa enggak jelas ucapan barusan?""Enggak bisa gitu dong, Pa," kata Kirania yang membut Juan kembali memandangnya. "Aku cinta sama Kak Davion begitu pun sebaliknya. Jadi enggak ada tuh putus-putus.""Jadi kamu lebih pilih Davion dibanding Papa? Iya?" tanya Juan. "Kamu masih kecil, Kiran, bahkan tujuh belas tahun pun kurang. Bisa-bisanya pacaran sama orang dewasa. Aneh tahu enggak?"