***
"Tante Senja!"Mendengar panggilan dari Kiran, Senja yang baru tiba di lantai atas seketika mengangkat pandangan. Tak sekadar melangkah, sejak menutup telepon dengan Juan beberapa waaktu lalu, Senja berjalan sambil memandangi layar ponsel.Tak mati, layar ponselnya tersebut menyala dan bukan kolom chat bersama Juan, yang ditampilkan dan dipandangi Senja adalah foto dirinya bersama pria muda yang mengajak berkenalan di kedai seblak tadi.Entah darimana Juan mendapat foto tersebut, Senja tak tahu. Namun, yang jelas karena foto dirinya dan pemuda tadi, sang suami merajuk dan alih-alih menggemaskan seperti biasa, ngambeknya Juan kali ini terasa berbeda.Tak langsung membicarakan semua di telepon, Juan hanya mengirim foto Senja dan pemuda asing tadi sebagai bukti. Untuk obrolan, katanya pria itu ingin mengobrol di rumah karena tak hanya Senja, Juan pun masih di luar dengan kegiatan; menemani klien."Eh, Kiran," panggil Senja denga***"Hei, bangun. Udah sore ini, ayo buka mata kamu."Perlahan membuka mata setelah terganggu oleh ucapan tersebut, itulah yang dilakukan Senja sekarang. Mendapati Juan berjongkok di depannya, kedua mata Senja menyipit kemudian tanpa banyak menunda, dia buka suara."Mas Juan.""Kasur kotor emangnya sampai harus tidur di sofa?" tanya Juan—membuat Senja yang kesadarannya belum terkumpul, diam.Meredakan rasa pusing pasca bangun tidur, untuk beberapa detik Senja konsisten di posisinya meringkuk hingga setelah kesadaran terkumpul, dia beringsut sementara Juan yang semula berjongkok, sudah kembali berdiri sebelum dirinya duduk.Dilanda ngantuk ketika menunggu Juan pulang, setengah jam lalu Senja merebahkan tubuhnya di sofa. Kedua mata semakin terasa berat, tidur akhirnya menjadi pilihan sehingga ketika sang suami kembali, dia tak tahu."Kamu kapan pulang, Mas?" tanya Senja sambil memandang Juan yang kini berdiri di depannya.
***"Tante Senja, hey!"Tengah berjalan menuruni tangga, Senja seketika berhenti setelah panggilan tersebut dilontarkan Kiran dari lantai dua. Menoleh, selanjutnya dia berbalik untuk kemudian buka suara."Eh, Ki.""Tante mau ke mana?" tanya Kiran sambil melangkah mendekati sang mama sambung. "Aman enggak sama Papa? Tadi kayanya aku lihat Papa udah pulang.""Mau cek buat makan malam, Ki, barangkali bibi butuh bantuan atau apa gitu," ucap Senja. "Papa kamu aman kok. Tante udah jelasin semuanya dan dia percaya.""Serius?""Serius dong, masa bohong?" tanya Senja. "Tuh Papa kamunya lagi berendem. Tanyain aja kalau enggak percaya.""Syukurlah kalau enggak jadi panjang," kata Kiran. "Jujur aja aku degdegan karena Papa tuh orangnya cemburuan. Jadi kadang masalah sepele kalau berhubungan sama cowok, jadinya gede.""Enggak kok aman," kata Senja. "Papa kamu mungkin udah belajar dari yang udah-udah, Ki, jadi tenang
***"Balik juga lo, lama banget ke warung doang."Tersenyum tipis sambil menenteng kresek berisi air minum, itulah yang dilakukan Diandra setelah ucapan tersebut dikatakan Gian.Tengah berada di rumah yang beberapa waktu terakhir ditinggalinya bersama sang papa, malam ini Diandra tak bisa masuk setelah kunci rumah tak sengaja dibawa sang papa bekerja ke luar kota.Sempat dilanda bingung, pada akhirnya sebuah ide muncul sehingga dengan segera Diandra menghunungi Gian, dan tanpa perlu memohon, pria itu menemuinya di rumah—membuat dia dengan segera mengungkap masalah yang dialami sekarang.Tak mau disewakan hotel atau penginapan, pada Gian, Diandra meminta untuk diajak menginap di rumah Juan. Tak bisa langsung mengambil keputusan, Gian katanya harus menghubungi sang kakak sehingga mau tak mau Diandra pun menunggu. "Kenapa sih? Kangen?""Takut lo diculik Om-om sih," kata Gian. "Lo kan temenannya sama Om-om.""Gue j
***"Tika! Lo masih lama enggak sih di wc? Gue ada kabar baik nih."Berdiri di depan pintu kamar mandi, pertanyaan tersebut meluncur dengan lancar dari mulut Nada. Terlihat bahagia, itulah dirinya sekarang setelah beberapa waktu lalu sebuah kabar baik didapatkannya lewat chat."Apa sih, Nad? Gue masih cuci muka!""Kabar baik, Tik, gue senang deh!" ucap Nada dengan kondisi wajah yang masih putih karena masker. "Lo harus keluar karena gue mau ngomong langsung biar enak.""Tunggu sebentar."Tak lagi berkata, Nada menunggu sambil tersenyum hingga tak berselang lama pintu kamat mandi pun terbuka—menampilkan Kartika dengan wajah basah.Ditemani sang sahabat yang rutin menginap setiap malam minggu, Nada dan Kartika memang baru menyelesaikan kegiatan mereka maskeran."Ada apa?" tanya Kartika. "Lo kaya habis menang jackpot aja.""Lebih dari itu kali.""Apa emang?" tanya Kartika penasaran."Dian
***"Hey, bangun, hey. Ayo pindah."Membuka mata secara perlahan, itulah yang Senja lakukan setelah perintah tersebut didengarnya dari belakang. Tengah memeluk Caca, selanjutnya yang dia lakukan adalah berbalik dan yang didapatinya adalah Juan."Mas.""Ayo pindah," ajak Juan dengan senyumannya. "Ada hal yang harus kita lakuin."Senja mengernyit. "Apa?"Tak menjawab dengan ucapan, Juan hanya menaik turunkan alis—membuat Senja dengan segera berkata,"Mau minta jatah?""Nah, paham," kata Juan. "Mumpung malam minggu bisa kayanya sampai subuh.""Heh, lama banget!" ucap Senja yang membuat Juan terkekeh tanpa suara. "Mau bikin aku enggak bisa jalan ya setelahnya? Ngada-ngada aja.""Enggak bisa jalan, tinggal aku gendong. Aman, kan?""Ya enggak sampai subuh juga kali, Mas," kata Senja—masih dengan suara pelan. "Lagian kaya yang kuat aja. Udah tua juga.""Tua juga belum tujuh puluh, Nj
***"Mau ke mana lo?"Hampir saja melangkah, Diandra seketika diam setelah pertanyaan tersebut didengarnya dari arah belakang. Menoleh ke asal suara, selanjutnya itulah yang dia lakukan dan tak jauh darinyaz Gian berdiri dengan raut wajah serius.Entah sejak kapan pria itu ada di dekatnya, Diandra tak tahu. Namun, yang jelas dirinya kaget sekaligus takut karena sebelum mantap pergi ke dapur, dia sempat melontarkan kalimat yang merujuk pada niatnya ada di rumah Juan."Ngagetin aja," ucap Diandra. "Permisi kek kalau mau nanya.""Kenapa kaget? Gue juga nanya enggak sambil teriak," kata Gian. "Lagian gue perhatiin lo asyik banget kayanya ngintip. Mau bintitan?""Lo emang sejak kapan ke sini?""Tahun lalu.""Gian ih," desah Diandra. Tak dengan suara biasa, dia berucap dengan suara pelan sehingga Senja dan Juan yang kini asyik di dapur, tak menyadari kehadirannya mau pun Gian. "Gue serius.""Barusan," kata Gian. "Gue tadinya pengen bikin kopi, tapi pas ditangga gue lihat lo berdiri di sini,
***"Jadi apa hubungan lo sama Mbak Nada?"Berhasil mengambil kembali ponsel, Diandra diserang bingung setelah pertanyaan tersebut dilontarkan Gian. Tak tahu harus menjawab apa, itulah dirinya sekarang karena setelah panggilan dari Nada diketahui sang sahabat, otaknya blank.Tak menyangka Nada akan menghubunginya semalam ini, itu pula yang Diandra pikirkan sekarang sehingga alih-alih menjawab, yang dilakukannya sekarang justru diam sambil berpikir."Di.""Ada kalian ternyata?"Spontan menoleh, itulah yang Diandra dan Gian lakukan setelah suara Juan terdengar dari ambang pintu. Tak sendiri, pria itu bersama Senja dan tak bohong, Diandra lega karena kedatangan pasangan suami istri tersebut akan membuat fokus Gian beralih."Mas Juan," panggil Gian."Kirain ada apa berisiknya sampe ke dapur, ternyata orang lagi pacaran," kata Juan lagi."Pacaran apa? Orang kita cuman nongkrong aja," kata Gian."Iya
***"Mas Juan, Kak Senja, makasih banyak ya sekali lagi makanannya. Habis makan banyak, aku kayanya bakalan pules banget nih tidur."Siap berpisah di dekat tangga, ucapan tersebut Diandra lontarkan pada Senja dan Juan. Makan bersama selesai, mereka memang siap kembali ke kamar.Tanpa Gian, Diandra hanya bersama Senja dan Juan setelah adik bungsu Juan itu pamit lebih dulu untuk ke kamar mandi, dan tak ada keributan, suasana di dapur pasca kepergian Gian bisa dibilang aman."Sama-sama, Di," kata Senja. "Selamat tidur ya. Semoga nyaman di sini.""Iya, Kak," ucap Diandra. "Kak Senja dan Mas Juan juga selamat tidur."Tak menjawab dengan ucapan, Senja hanya tersenyum sebagai respon sebelum akhirnya naik. Berjalan di tangga, perempuan itu berpegangan tangan dengan Juan dan apa yang dia lakukan diam-diam diperhatikan."Mesra banget kaya mau nyebrang," celetuk Diandra dengan senyuman miring. "Lagian Mas Juan suka anak-anak juga ternyata. Gue pikir sukanya perempuan dewasa kaya Kak Mentari."Pua