Suasana hatiku teramat kacau, setelah tanpa sengaja mendengar pembicaraan papa dan Mas Ryan. Aku sudah tidak bersemangat lagi, bahkan jika aku boleh memilih aku akan pergi saja dari sini. Sayangnya aku tidak berdaya untuk itu, sebab kini kondisiku sedang dalam perawatan intensif pasca keguguran. Jika aku nekat pulang akibatnya sangat fatal bagi kelangsungan hidupku kelak, bisa jadi aku akan sulit mendapatkan momongan jika sampai aku tidak patuh terhadap perintah dokter yang menanganiku.
"Kata Ryan kamu belum makan apapun dari kemarin, mau aku belikan sesuatu? Barangkali kamu ingin makan makanan dari luar."Tidak sepatah katapun keluar dari mulutku dari sejak kejadian kemarin, bahkan itu kepada Mas Ryan sekalipun aku tetap bungkam dan tidak ingin berbicara dengannya.Hari ini Yasa kebagian menjagaku karena Mas Ryan sudah mulai masuk kantor setelah tiga hari absen."Nis, ayolah jangan seperti ini. Ini bukan akhir dari segalanya Nisya, kamu masih punya kesemNiatanku untuk pergi sudah bulat, tidak ada yang bisa aku harapkan dari pernikahan ini. Begitu juga Mas Ryan, bukankah dia akan memulangkanku kepada papa pada akhirnya? Lantas kenapa dia merasa tidak terima jika aku menolak kehadiran anaknya? Toh sama saja nanti kita juga tidak ada hubungan apapaun lagi. Ketenanganku sedikit terganggu dengan datangnya keluarga Sena, berikut seluruh anggotanya yang sore ini menyempatkan diri untuk menjengukku."Sedih-sedihnya sudah ya Bu Nisya. Sekarang kami datang hanya ingin melihat senyum diwajahmu yang masih tertutup awan tebal.""Berisik banget, Sen.""Memang, karena ini tujuanku datang ke sini." Dengan santainya Sena berucap, lalu mengambil duduk di pinggiran ranjangku. Sementara Wira bocah itu berada persis di sebelah kiriku, bersebrangan dengan Sena. Dan posisiku sangat tidak menguntunkan berada di tengah-tengah mereka."Mau Wira bantu mengusirnya, Bu? Wira juga sangat terganggu dengan keberisikannya yang s
"Ini terlalu beresiko Bu, dan saya takut jika nanti terjadi sesuatu sama Ibu tidak ada yang sigap menolong. Apalagi sekarang keadaan ibu belum sepenuhnya pulih, saya takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, juga keberadaan pelaku utama yang sampai kini belum ditemukan. Itu masih menjadi ancaman bagi Ibu nantinya, jika Ibu nekat ingin pergi.""Jangan khawatir soal itu, ibu cuma butuh waktu sejenak untuk menenangkan diri. Setelah itu ibu janji akan secepatnya kembali jika suasana hati ibu sudah tenang.""Baiklah, jika Ibu kekeh dengan keputusan Ibu. Kebetulan saya ada rumah di daerah malang barangkali Ibu berkenan dan bisa tinggal di sana jika mau.""Sama saja bohong Ar, pasti Mbak Anggi tahu dan akhirnya bilang kesemua orang.""Tidak akan Bu, rumah ini peninggalan mendiang mama buat saya juga Kak Alin. Jadi yang tahu hanya saya, Kak Alin, untuk Ante jangan khawatir sebab selama ini Ante tidak pernah tahu kalau saya sering pergi ke sana,
Nisya benar-benar merealisasikan kepergiannya, sesuai rencana dia pergi dengan bantuan Arka. Selepas Ryan datang saat jam istirahat kantor, Nisya sudah mengatur sedemikian rupa agar tidak ada yang curiga. Pun dengan Ryan sendiri yang langsung kembali ke kantor setelah selesai menyuapi makan istrinya dan memastikan Nisya meminum obat dengan tepat waktu.Sampai pada sore hari saat Ryan kembali ke rumah sakit, dia sudah tak mendapari istrinya itu ada di ruang rawat inapnya. Ryan masih berpikir positif, mengira jika Nisya sedang keluar untuk memcari udara segar dibantu dengan salah satu perawat. Namun setelah hampir satu jam menunggu, sosok istrinya tak juga kunjung menampakkan diri. Ryan mulai tidak tenang, memilih untuk menanyakan langsung kepada perawat yang bertugas menjaga istrinya tersebut. Sayangnya tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahui keberadaan istrinya.Ryan mulai panik dan tidak dapat berpikir jernih, bahkan beberapa perawat yang saat itu berad
"Sudah sering Didi ingatkan sama Mas, tapi enggak pernah dipercaya. Sekarang kalau sudah seperti ini mau menyalahkan siapa, takdir?!"Sambutan yang diberikan sang adik untuk Ryan, sepulang dari rumah sakit. Dia memilih untuk langsung pulang ke rumahnya karena sudah tidak tahu harus melakukan apa untuk mencari keberadaan istrinya. Pun dengan kedua mertuanya yang meminta agar dirinya lebih baik pulang, dari pada harus kembali terlibat pertikaian dengan Yasa. Alih-alih ingin menyendiri dan meratapi kepergian sang istri, Ryan harus dihadapkan oleh keberadaan Diandra di kediamannya. Entah ada urusan apa, sehingga Didi mau bertandang ke rumahnya yang dalam keadaan tanpa penghuni."Mas butuh istirahat, Dek. Pulang sana! Dari pada di sini enggak ada gunanya.""Terserah Didi, dong! Kenapa? Enggak terima Didi ada di rumah, Mas?""Lakukan semaumu! Yang penting jangan ganggu mas!"Ryan melangkan menuju kamarnya, sementara Diandra menatap pu
"Sa, Please! Aku taku sedekat apa kalian, jadi kumohon beri tahu aku di mana Nisya tinggal sekarang.""Untuk kau beri penderitaan lagi?" sarkasnya."Bukan seperti itu tujuanku, Sa. Kamu pasti paham apa yang aku maksud, masih sama seperti yang pernah aku katakan sama kamu kemarin. Hanya saja Nisya enggak suka melihatku berlama-lama komunikasi dengan Sarah, makanya sebisa mungkin aku berusaha menghindar agar tidak terlalu sering berbicara dengan Sarah, biarpun itu lewat panggilan telepon. Aku sadar kalau tindakanku ini salah, tapi apa boleh buat ini adalah cara tercepat untuk mengatasi masalah ini. Dengan memberi uang bulanan sebelum Sarah memintanya. Jujur Sa, aku pribadi tidak mempermasalahkan besarnya uang yang aku beri kepada Sarah, toh ada anakku juga yang sedang bersamanya.""Dari sudut mana pun, tidak ada yang membenarkan tindakanmu itu, Ryan! Nafkah bagi mantan istri itu memang seharusnya masih wajib kau berikan, selama mantan istrimu belum menikah lagi. T
"Sudah aku bilang sama kamu, pulang dan istirahatlah. Aku pikir kamu bisa berpikir dewasa, Yan. Nyatanya kau sebelas dua belas dengan istrimu! Di mana hilangnya kepintaran kalian, hah! Sumpah aku benar-benar tak habis pikir dengan drama kalian yang totalitas sekali merepotkan orang."Yasa, bukannya prihatin mengenai kondisi Ryan selepas mengalami kecelakaan, dia malah mengeluarkan kata-kata pedas untuk mengolok suami dari sahabatnya itu. Kondisi Ryan tidak terlalu parah, hanya mengalami luka memar di dahinya. Tapi tidak dengan mobilnya, bamper depan serta belakang mobilnya mengalami kerusakan yang cukup parah.Namun ada hikmah yang didapat Ryan dari insiden yang menimpanya ini, darah memang lebih kental dari pada air. Terbukti dengan kedatangan Diandra, dengan raut khawatir langsung menghampiri Ryan. Semarah-marahnya Diandra terhadap Ryan, ternyata hatinya masih selembut sutra. Melihat itu tentu saja Ryan merasa lega, dia senang sebab adiknya tidaklah sejahat i
"Suasananya sejuk, Ar. Rasanya ibu betah tinggal di sini.""Sebenarnya Arka sama Kak Alin juga betah tinggal di sini, Bu. Bahkan kemarin sudah bersiap pindah ketika Ante menikah. Sayang Ante tidak mengijinkan untuk kami tinggal sendiri.""Apa mau di jual saja, Ar. Biar ibu yang beli, deh?""Jangan dong, Bu. Peninggalan satu-satunya dari mama ini. Kalau mau beli mungkin villa yang tidak jauh dari sini cocok buat Ibu. Lagian kata penjaganya pemilik villa itu hampir enggak pernah datang berkunjung."Villa? Yang benar saja ini bahkan belum terlalu masuk ke area wisata. Tapi siapa yang sudah membangun sebuah villa di sini? Pasti pemiliknya memang kelebihan uang, bisa-bisanya bangun villa di area yang masih terbilang perkampungan padat penduduk. Apa memang orang itu ingin terlihat mewah oleh orang-orang sekitar? Ah, aku jadi penasaran seperti apa bentuk bangunan villa itu."Kamu rencana berangkat jam berapa? Biar nanti Ibu siapk
"Sudah tenang, Bik?""Iseh deg-degan Mbak, duh Gusti nganti raduwe ati bibik, Mbak!"ucapnya mengelus pelan dadanya.Aku balas tersenyum tipis melihat ekspresi Bik Las, yang sudah seperti dikejar-kejar setan. Bik Las, entah ada angin apa tiba-tiba beliau datang menghampiriku dan langsung menubrukku yang sedang memasak di dapur.Tak berselang lama datang juga suaminya Pak Rudi, dengan tergopoh-gopoh menghampiri kami. Dan sama seperti Bik Las dengan menampakkan gurat khawatir di wajahnya."Piye, Bu! Genduk ora popo to?"tanyanya dengan nada panik.Untuk yang kesekian kalinya aku dibuat bingung oleh pasangan suami-istri ini, entah apa yang sedang mereka bicarakan tentangku."Iyo e Pak, tibakno seng nggudo Mbak Nisya dudu arek ayu, seng gawene cekikik an nak mburi omah.""Lha terus opo, Bu? Mosok wong gendeng seng biasae keluyuran subuh-subuh iku?""Nyamuk Pak! Wes gek ndang di semprot Pak, mesakne M