"Sudah sering Didi ingatkan sama Mas, tapi enggak pernah dipercaya. Sekarang kalau sudah seperti ini mau menyalahkan siapa, takdir?!"
Sambutan yang diberikan sang adik untuk Ryan, sepulang dari rumah sakit. Dia memilih untuk langsung pulang ke rumahnya karena sudah tidak tahu harus melakukan apa untuk mencari keberadaan istrinya. Pun dengan kedua mertuanya yang meminta agar dirinya lebih baik pulang, dari pada harus kembali terlibat pertikaian dengan Yasa. Alih-alih ingin menyendiri dan meratapi kepergian sang istri, Ryan harus dihadapkan oleh keberadaan Diandra di kediamannya. Entah ada urusan apa, sehingga Didi mau bertandang ke rumahnya yang dalam keadaan tanpa penghuni."Mas butuh istirahat, Dek. Pulang sana! Dari pada di sini enggak ada gunanya.""Terserah Didi, dong! Kenapa? Enggak terima Didi ada di rumah, Mas?""Lakukan semaumu! Yang penting jangan ganggu mas!"Ryan melangkan menuju kamarnya, sementara Diandra menatap pu"Sa, Please! Aku taku sedekat apa kalian, jadi kumohon beri tahu aku di mana Nisya tinggal sekarang.""Untuk kau beri penderitaan lagi?" sarkasnya."Bukan seperti itu tujuanku, Sa. Kamu pasti paham apa yang aku maksud, masih sama seperti yang pernah aku katakan sama kamu kemarin. Hanya saja Nisya enggak suka melihatku berlama-lama komunikasi dengan Sarah, makanya sebisa mungkin aku berusaha menghindar agar tidak terlalu sering berbicara dengan Sarah, biarpun itu lewat panggilan telepon. Aku sadar kalau tindakanku ini salah, tapi apa boleh buat ini adalah cara tercepat untuk mengatasi masalah ini. Dengan memberi uang bulanan sebelum Sarah memintanya. Jujur Sa, aku pribadi tidak mempermasalahkan besarnya uang yang aku beri kepada Sarah, toh ada anakku juga yang sedang bersamanya.""Dari sudut mana pun, tidak ada yang membenarkan tindakanmu itu, Ryan! Nafkah bagi mantan istri itu memang seharusnya masih wajib kau berikan, selama mantan istrimu belum menikah lagi. T
"Sudah aku bilang sama kamu, pulang dan istirahatlah. Aku pikir kamu bisa berpikir dewasa, Yan. Nyatanya kau sebelas dua belas dengan istrimu! Di mana hilangnya kepintaran kalian, hah! Sumpah aku benar-benar tak habis pikir dengan drama kalian yang totalitas sekali merepotkan orang."Yasa, bukannya prihatin mengenai kondisi Ryan selepas mengalami kecelakaan, dia malah mengeluarkan kata-kata pedas untuk mengolok suami dari sahabatnya itu. Kondisi Ryan tidak terlalu parah, hanya mengalami luka memar di dahinya. Tapi tidak dengan mobilnya, bamper depan serta belakang mobilnya mengalami kerusakan yang cukup parah.Namun ada hikmah yang didapat Ryan dari insiden yang menimpanya ini, darah memang lebih kental dari pada air. Terbukti dengan kedatangan Diandra, dengan raut khawatir langsung menghampiri Ryan. Semarah-marahnya Diandra terhadap Ryan, ternyata hatinya masih selembut sutra. Melihat itu tentu saja Ryan merasa lega, dia senang sebab adiknya tidaklah sejahat i
"Suasananya sejuk, Ar. Rasanya ibu betah tinggal di sini.""Sebenarnya Arka sama Kak Alin juga betah tinggal di sini, Bu. Bahkan kemarin sudah bersiap pindah ketika Ante menikah. Sayang Ante tidak mengijinkan untuk kami tinggal sendiri.""Apa mau di jual saja, Ar. Biar ibu yang beli, deh?""Jangan dong, Bu. Peninggalan satu-satunya dari mama ini. Kalau mau beli mungkin villa yang tidak jauh dari sini cocok buat Ibu. Lagian kata penjaganya pemilik villa itu hampir enggak pernah datang berkunjung."Villa? Yang benar saja ini bahkan belum terlalu masuk ke area wisata. Tapi siapa yang sudah membangun sebuah villa di sini? Pasti pemiliknya memang kelebihan uang, bisa-bisanya bangun villa di area yang masih terbilang perkampungan padat penduduk. Apa memang orang itu ingin terlihat mewah oleh orang-orang sekitar? Ah, aku jadi penasaran seperti apa bentuk bangunan villa itu."Kamu rencana berangkat jam berapa? Biar nanti Ibu siapk
"Sudah tenang, Bik?""Iseh deg-degan Mbak, duh Gusti nganti raduwe ati bibik, Mbak!"ucapnya mengelus pelan dadanya.Aku balas tersenyum tipis melihat ekspresi Bik Las, yang sudah seperti dikejar-kejar setan. Bik Las, entah ada angin apa tiba-tiba beliau datang menghampiriku dan langsung menubrukku yang sedang memasak di dapur.Tak berselang lama datang juga suaminya Pak Rudi, dengan tergopoh-gopoh menghampiri kami. Dan sama seperti Bik Las dengan menampakkan gurat khawatir di wajahnya."Piye, Bu! Genduk ora popo to?"tanyanya dengan nada panik.Untuk yang kesekian kalinya aku dibuat bingung oleh pasangan suami-istri ini, entah apa yang sedang mereka bicarakan tentangku."Iyo e Pak, tibakno seng nggudo Mbak Nisya dudu arek ayu, seng gawene cekikik an nak mburi omah.""Lha terus opo, Bu? Mosok wong gendeng seng biasae keluyuran subuh-subuh iku?""Nyamuk Pak! Wes gek ndang di semprot Pak, mesakne M
Lega!Itu yang aku rasakan ketika melihat Bik Las lah yang datang berkunjung, dengan menenteng rantang berisi masakan untukku. Aku sudah menyiapkan mental padahal demi untuk menghadapi kemungkinan orang yang kupikir bagian dari orang terdekatku."Enek tamu po, Mbak?"tanya Bik Las mungkin melihat mobil yang terparkir di halaman rumah."Arka, Bik, datang bersama teman-temannya.""Tumben bocah iku gowo rewang, biasae ijen terus Mbak, mesti telepon bapak suruh jemput.""Mereka baru balik dari Semeru. Silahkan masuk Bik kita lanjutin ngobrolnya di dalam saja.""Sepurane Mbak Nisya, bibik sek repot ki kapan-kapan ae ya lanjutin ngobrolnya, wes di tunggu bapak arep blonjo nggo acara sesok Mbak.""Oh iya Bik nggak papa, maaf ya Nisya malah bikin repot bibik pakai anterin makanan ke sini.""Gak repot kok Mbak, bibik seneng Mbak Nisya tinggal di sini. Ya, biarpun cuma beber
Hampir seharian aku disibukkan oleh kegiatan mendekor ruangan yang akan dugunakan untuk perayaan hari jadi istri dari pemilik villa ini. Sebenarnya sudah ada WO yang mengatur dari kemarin, cuma tadi aku agak kurang sreg dan meminta pihak WO untuk mengatur ulang sesuai yang aku minta. Dan hasilnya cukup memuaskan, aku pastikan jika perempuan beruntung itu akan sangat senang saat menerima kejutan dari suaminya nanti.Ada bagian sudut terdalamku yang terasa nyeri, sepertinya batinku sedang tidak sehat. Sebab dari kemarin hanya ada rasa iri dengki di dalam hatiku. Andai aku yang berada di posisi perempuan beruntung itu, mendapatkan suami yang begitu menyayanginya.Boro-boro dikasih kecutan seperti ini, yang ada hanya masalah yang terus kuterima seorang Ryan Ahmad Salim yang masih berstatus sebagai suamiku. Entah kapan hidipku akan bahagia, rasanya nasib percintaaku tak seberuntung mereka. Bukan kujutan yang aku dapat, tapi kenyataan jika aku akan dikembalikan kepada papa.
Apa yang sudah aku Aamiin kan, nyatanya terwujud sesuai dengan apa yang kuminta. Tuhan masih berbaik hati terhadapku sehingga dalam sekejap posisi yang aku idamkan kini terwujud, nyatanya saat ini akulah perempuan yang paling beruntung itu. Sosok perempuan yang sudah membuatku iri, ternyata akulah si perempuan itu.Menjadi seorang istri dari pemilik villa yang kini telah melangsungkan acara yang sempat menimbulkan rasa dengki dalam hatiku. Faktanya akulah sang pemilik penuh acara ini. Demi apapun aku sama sekali tidak ingat jika hari ini merupakan hari jadiku, netraku berkaca-kaca karena terharu dan tidak menyangka jika Mas Ryan sanggup membuat kejutan yang istimewa seperti ini. Saking terharunya aku bahkan tidak mampu lagi mengungkapkan ini semua dengan kata-kata. Begitu pula Mas Ryan yang tidak melepaskan tautan jemari kami, seolah ingin memastikan jika aku tidak akan bisa pergi darinya lagi.Menoleh ke arahnya aku dibuat tak berdaya dengan tatapan yang Mas R
"Gitu kok sok-sokan mau kabur, apa kabar hati? Emang sudah siap kehilangan Mas Ryanmu?""Biarin sih, kan dia sudah siap jadi janda bukan begitu Bu Guru Nisya!""Stop it!jika kalian hanya ingin mengolokku mendingoutdari sini! Dasar menyebalkan."Sena, dan juga Yasa sejak satu jam yang lalu sosoknya tidak berhenti mendumel dan mencemoohku, terlebih saat melihatku yang tak ingin jauh dari Mas Ryan. Perpaduan yang begitu apik antara keceriwisan Sena, juga ucapan pedas Yasa. Kolaborasi mereka berdua berhasil membuatku tak berkutik, dan tak bisa kubalas dengan kalimat apapun. Sebab percuma kalau pun aku membalas mereka malah semakin menjadi, maka diam adalah pilihan teraikku biar pun tangan ini sudah teramat gatal ingin sekali menyumpal mulut mereka berdua agar berhenti bicara.Bodo amat, biarlah mereka berkata sesuka hati mereka yang terpenting aku sedang dalam mode tidak ingin jauh dari suamiku. Apalagi fakt