"Ini terlalu beresiko Bu, dan saya takut jika nanti terjadi sesuatu sama Ibu tidak ada yang sigap menolong. Apalagi sekarang keadaan ibu belum sepenuhnya pulih, saya takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, juga keberadaan pelaku utama yang sampai kini belum ditemukan. Itu masih menjadi ancaman bagi Ibu nantinya, jika Ibu nekat ingin pergi."
"Jangan khawatir soal itu, ibu cuma butuh waktu sejenak untuk menenangkan diri. Setelah itu ibu janji akan secepatnya kembali jika suasana hati ibu sudah tenang.""Baiklah, jika Ibu kekeh dengan keputusan Ibu. Kebetulan saya ada rumah di daerah malang barangkali Ibu berkenan dan bisa tinggal di sana jika mau.""Sama saja bohong Ar, pasti Mbak Anggi tahu dan akhirnya bilang kesemua orang.""Tidak akan Bu, rumah ini peninggalan mendiang mama buat saya juga Kak Alin. Jadi yang tahu hanya saya, Kak Alin, untuk Ante jangan khawatir sebab selama ini Ante tidak pernah tahu kalau saya sering pergi ke sana,Nisya benar-benar merealisasikan kepergiannya, sesuai rencana dia pergi dengan bantuan Arka. Selepas Ryan datang saat jam istirahat kantor, Nisya sudah mengatur sedemikian rupa agar tidak ada yang curiga. Pun dengan Ryan sendiri yang langsung kembali ke kantor setelah selesai menyuapi makan istrinya dan memastikan Nisya meminum obat dengan tepat waktu.Sampai pada sore hari saat Ryan kembali ke rumah sakit, dia sudah tak mendapari istrinya itu ada di ruang rawat inapnya. Ryan masih berpikir positif, mengira jika Nisya sedang keluar untuk memcari udara segar dibantu dengan salah satu perawat. Namun setelah hampir satu jam menunggu, sosok istrinya tak juga kunjung menampakkan diri. Ryan mulai tidak tenang, memilih untuk menanyakan langsung kepada perawat yang bertugas menjaga istrinya tersebut. Sayangnya tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahui keberadaan istrinya.Ryan mulai panik dan tidak dapat berpikir jernih, bahkan beberapa perawat yang saat itu berad
"Sudah sering Didi ingatkan sama Mas, tapi enggak pernah dipercaya. Sekarang kalau sudah seperti ini mau menyalahkan siapa, takdir?!"Sambutan yang diberikan sang adik untuk Ryan, sepulang dari rumah sakit. Dia memilih untuk langsung pulang ke rumahnya karena sudah tidak tahu harus melakukan apa untuk mencari keberadaan istrinya. Pun dengan kedua mertuanya yang meminta agar dirinya lebih baik pulang, dari pada harus kembali terlibat pertikaian dengan Yasa. Alih-alih ingin menyendiri dan meratapi kepergian sang istri, Ryan harus dihadapkan oleh keberadaan Diandra di kediamannya. Entah ada urusan apa, sehingga Didi mau bertandang ke rumahnya yang dalam keadaan tanpa penghuni."Mas butuh istirahat, Dek. Pulang sana! Dari pada di sini enggak ada gunanya.""Terserah Didi, dong! Kenapa? Enggak terima Didi ada di rumah, Mas?""Lakukan semaumu! Yang penting jangan ganggu mas!"Ryan melangkan menuju kamarnya, sementara Diandra menatap pu
"Sa, Please! Aku taku sedekat apa kalian, jadi kumohon beri tahu aku di mana Nisya tinggal sekarang.""Untuk kau beri penderitaan lagi?" sarkasnya."Bukan seperti itu tujuanku, Sa. Kamu pasti paham apa yang aku maksud, masih sama seperti yang pernah aku katakan sama kamu kemarin. Hanya saja Nisya enggak suka melihatku berlama-lama komunikasi dengan Sarah, makanya sebisa mungkin aku berusaha menghindar agar tidak terlalu sering berbicara dengan Sarah, biarpun itu lewat panggilan telepon. Aku sadar kalau tindakanku ini salah, tapi apa boleh buat ini adalah cara tercepat untuk mengatasi masalah ini. Dengan memberi uang bulanan sebelum Sarah memintanya. Jujur Sa, aku pribadi tidak mempermasalahkan besarnya uang yang aku beri kepada Sarah, toh ada anakku juga yang sedang bersamanya.""Dari sudut mana pun, tidak ada yang membenarkan tindakanmu itu, Ryan! Nafkah bagi mantan istri itu memang seharusnya masih wajib kau berikan, selama mantan istrimu belum menikah lagi. T
"Sudah aku bilang sama kamu, pulang dan istirahatlah. Aku pikir kamu bisa berpikir dewasa, Yan. Nyatanya kau sebelas dua belas dengan istrimu! Di mana hilangnya kepintaran kalian, hah! Sumpah aku benar-benar tak habis pikir dengan drama kalian yang totalitas sekali merepotkan orang."Yasa, bukannya prihatin mengenai kondisi Ryan selepas mengalami kecelakaan, dia malah mengeluarkan kata-kata pedas untuk mengolok suami dari sahabatnya itu. Kondisi Ryan tidak terlalu parah, hanya mengalami luka memar di dahinya. Tapi tidak dengan mobilnya, bamper depan serta belakang mobilnya mengalami kerusakan yang cukup parah.Namun ada hikmah yang didapat Ryan dari insiden yang menimpanya ini, darah memang lebih kental dari pada air. Terbukti dengan kedatangan Diandra, dengan raut khawatir langsung menghampiri Ryan. Semarah-marahnya Diandra terhadap Ryan, ternyata hatinya masih selembut sutra. Melihat itu tentu saja Ryan merasa lega, dia senang sebab adiknya tidaklah sejahat i
"Suasananya sejuk, Ar. Rasanya ibu betah tinggal di sini.""Sebenarnya Arka sama Kak Alin juga betah tinggal di sini, Bu. Bahkan kemarin sudah bersiap pindah ketika Ante menikah. Sayang Ante tidak mengijinkan untuk kami tinggal sendiri.""Apa mau di jual saja, Ar. Biar ibu yang beli, deh?""Jangan dong, Bu. Peninggalan satu-satunya dari mama ini. Kalau mau beli mungkin villa yang tidak jauh dari sini cocok buat Ibu. Lagian kata penjaganya pemilik villa itu hampir enggak pernah datang berkunjung."Villa? Yang benar saja ini bahkan belum terlalu masuk ke area wisata. Tapi siapa yang sudah membangun sebuah villa di sini? Pasti pemiliknya memang kelebihan uang, bisa-bisanya bangun villa di area yang masih terbilang perkampungan padat penduduk. Apa memang orang itu ingin terlihat mewah oleh orang-orang sekitar? Ah, aku jadi penasaran seperti apa bentuk bangunan villa itu."Kamu rencana berangkat jam berapa? Biar nanti Ibu siapk
"Sudah tenang, Bik?""Iseh deg-degan Mbak, duh Gusti nganti raduwe ati bibik, Mbak!"ucapnya mengelus pelan dadanya.Aku balas tersenyum tipis melihat ekspresi Bik Las, yang sudah seperti dikejar-kejar setan. Bik Las, entah ada angin apa tiba-tiba beliau datang menghampiriku dan langsung menubrukku yang sedang memasak di dapur.Tak berselang lama datang juga suaminya Pak Rudi, dengan tergopoh-gopoh menghampiri kami. Dan sama seperti Bik Las dengan menampakkan gurat khawatir di wajahnya."Piye, Bu! Genduk ora popo to?"tanyanya dengan nada panik.Untuk yang kesekian kalinya aku dibuat bingung oleh pasangan suami-istri ini, entah apa yang sedang mereka bicarakan tentangku."Iyo e Pak, tibakno seng nggudo Mbak Nisya dudu arek ayu, seng gawene cekikik an nak mburi omah.""Lha terus opo, Bu? Mosok wong gendeng seng biasae keluyuran subuh-subuh iku?""Nyamuk Pak! Wes gek ndang di semprot Pak, mesakne M
Lega!Itu yang aku rasakan ketika melihat Bik Las lah yang datang berkunjung, dengan menenteng rantang berisi masakan untukku. Aku sudah menyiapkan mental padahal demi untuk menghadapi kemungkinan orang yang kupikir bagian dari orang terdekatku."Enek tamu po, Mbak?"tanya Bik Las mungkin melihat mobil yang terparkir di halaman rumah."Arka, Bik, datang bersama teman-temannya.""Tumben bocah iku gowo rewang, biasae ijen terus Mbak, mesti telepon bapak suruh jemput.""Mereka baru balik dari Semeru. Silahkan masuk Bik kita lanjutin ngobrolnya di dalam saja.""Sepurane Mbak Nisya, bibik sek repot ki kapan-kapan ae ya lanjutin ngobrolnya, wes di tunggu bapak arep blonjo nggo acara sesok Mbak.""Oh iya Bik nggak papa, maaf ya Nisya malah bikin repot bibik pakai anterin makanan ke sini.""Gak repot kok Mbak, bibik seneng Mbak Nisya tinggal di sini. Ya, biarpun cuma beber
Hampir seharian aku disibukkan oleh kegiatan mendekor ruangan yang akan dugunakan untuk perayaan hari jadi istri dari pemilik villa ini. Sebenarnya sudah ada WO yang mengatur dari kemarin, cuma tadi aku agak kurang sreg dan meminta pihak WO untuk mengatur ulang sesuai yang aku minta. Dan hasilnya cukup memuaskan, aku pastikan jika perempuan beruntung itu akan sangat senang saat menerima kejutan dari suaminya nanti.Ada bagian sudut terdalamku yang terasa nyeri, sepertinya batinku sedang tidak sehat. Sebab dari kemarin hanya ada rasa iri dengki di dalam hatiku. Andai aku yang berada di posisi perempuan beruntung itu, mendapatkan suami yang begitu menyayanginya.Boro-boro dikasih kecutan seperti ini, yang ada hanya masalah yang terus kuterima seorang Ryan Ahmad Salim yang masih berstatus sebagai suamiku. Entah kapan hidipku akan bahagia, rasanya nasib percintaaku tak seberuntung mereka. Bukan kujutan yang aku dapat, tapi kenyataan jika aku akan dikembalikan kepada papa.