"Hei aku hanya bergurau. Sungguh ini cukup menghiburku disaat aku harusnya merasa pusing memikirkan semua masalahku, tapi tenang saja aku tetap percaya Christoph memang putramu. Terlihat jelas dari warna mata kalian," tutur Arabelle berusaha menjelaskan.Namun, bukan itu yang membuat Christian merasa garing dengan gurauan Arabelle. "Hm, bukan itu yang membuatku tak tertawa sepertimu. Akan tetapi, aku merasa ucapanmu tadi seolah kau lebih mengenal Leon dibandingkan aku. Kau tak begitu banyak berinteraksi dengan adikku sepanjang yang aku tahu. Jadi aku merasa—""Oh, itu mungkin karena Christoph sering bercerita melakukan banyak hal dengan Leon," sela Arabelle berharap Christian mengganti kerutan di keningnya yang tampak tengah menyelidik. "Jadi kurasa sama halnya denganmu. Bukankah saat awal ketika kita baru bertemu kau merasa sudah sejak lama mengenalku. Mungkin karena Christoph sering menceritakan banyak hal saat kegiatannya di sekolah denganku." Arabelle telah belajar banyak untuk me
Tatapan tulus Christian selalu saja sama begitu menenangkan sekaligus meneduhkan dan sanggup membuatku merasa nyaman, batin Arabelle mengusap air bening di pipinya lalu meraih tangan Christian yang berada di sana tengah menangkup sambil mengusap menggunakan ibu jarinya."Be strong, Arabelle. I know you can do it," bisik Christian mendekatkan wajahnya dan mengecup kening Arabelle."Terima kasih mau menemani dan menguatkanku," bisik Arabelle membalas."Anything for you," ujarnya dalam masih dengan wajah berhadap-hadapan Christian mendekatkan bibirnya menemui bibir Arabelle.Mengecup saat menerima sambutan lalu menyelipkan jemarinya ketika pagutannya mendapat balasan, Christian menekan tengkuk Arabelle merapatkan tubuh mereka dengan tangan kosong yang kini melingkari pinggang wanita tersebut. Arabelle terangkat naik ke pangkuan berkat dorongan dari Christian yang kini sepenuhnya memeluk tubuhnya juga tangan Arabelle pun mulai melingkari leher Christian menyambut tiap gerakan untuk semaki
Christian terganggu dalam tidurnya saat matahari menyeruak masuk menyadarkannya dari lelap di mana semalam usai melakukan percintaannya lagi di kamar mandi Arabelle terkulai lemah lalu dirinya membantu wanita itu membersihkan diri setelah itu membawanya ke kamar dan mereka tidur.Cahaya dari luar tampak memberi terang kamar tersebut memaksa Christian menyipitkan mata sambil mengedarkan pandangannya mencari pakaian dan ketika menemukan pakaian di lantai dekat karpet bulu yang semalam mereka duduki. Pria itu bergegas menggunakan kaos juga celananya sambil menatap Arabelle yang masih terlelap. Christian tersenyum sekaligus mengucap maaf dalam hati telah membuat wanita itu tampak lelah akibat dirinya.Aku akan menulis pesan saja, pikirnya untuk pamit tak ingin mengganggu lelapnya barang semenit saja.Lantas ia mencari ke sekitar ruangan lalu melihat meja serbaguna dan menemukan pen juga kertas. Christian menempelkan pesan singkatnya di kaca dekat meja rias. Sekali lagi ia menoleh pada Ara
Sampai sepuluh menit kemudian. Arabelle sudah berubah menjadi Eve dengan gaun simple berwarna gading dan rambut panjangnya terurai sedikit bergelombang di bagian bawahnya. Tak menunggu lama ia sudah memasuki mobil Jayden dan mendaratkan bokongnya di samping kursi kemudi."So, di mana si berengsek itu berada?" tanya Arabelle. Oh, Bukan lagi Ara melainkan kini sudah menjadi Eve."Tenangkan dirimu dulu dan tarik napas," pinta Jayden membuat Eve mengerutkan keningnya bingung."Untuk apa aku melakukannya? Kau pikir aku tak cukup sabar dengannya yang menghilang tepat setelah Kim masuk rumah sakit.""Sebelum masuk rumah sakit lebih tepatnya karena Nick pergi usai pertengkaran dan di saat itu Kim masih baik-baik saja sampai ia tak bisa menahan emosi dan-""Aku tak peduli bagaimana kronologinya, Jay. Katakan saja sekarang di mana dia?" tuntut Eve."Dia di apartemen Leon.""Apa?!" pekik Eve cukup terkejut dan merasa Jayden membohonginya. "Kau yakin dia di sana? Kau sudah memastikannya sendiri?"
Malam pun tiba begitu juga dengan Eve yang kini sudah berhadap-hadapan dengan Leonard di depan pintu apartemennya. Saling menatap tanpa berkedip seolah tengah berbicara melalui sorot yang tak dapat diartikan. Sedikit flashback siang tadi saat perjalanan menuju apartemen Leon. Eve mendapatkan panggilan dari Kim bahwa Leon mendatangi apartemen Kim. Hal tersebut membelokkan rencana ke sana, tetapi saat sampai di apartemen Kim. Leon juga sudah pergi dengan mengatakan bahwa Nick ada di tempatnya."Hei," sapa Eve."Hei," balas Leon masih memasang raut wajah terkejut akan kedatangan Eve."Apa kau ingin pergi?" tanya Eve menilik penampilan Leon dari atas sampai bawah tampak mengenakan setelan formal.Leon turut melihat kembali penampilannya yang memang berbeda dari biasanya. Tampak menawan dengan setelan jas putih gading yang melapisi kaos putih polos dan celana senada dengan jas lalu jangan lupakan rambutnya yang tampak menggunakan pomade tertata rapi ke belakang."Ya, aku ada janji makan ma
"Wow, itu kejujuran yang cukup mengejutkan," komentar Leon ketika mendengar apa yang dikatakan Eve.Ya, aku tak tahu pasti apa arti dari yang kukatakan barusan, tapi semua itu seolah hatiku yang menyuruh berkata jujur di saat otakku penuh memikirkan Christian. Eve meringis dalam hati berkata demikian."Baiklah, aku tak mau membuatmu jadi canggung. Sekarang kau mau kuantarkan pulang atau ...."Bunyi suara perut Eve menjawab sebelum Leon menyelesaikan ucapannya. Sontak wanita itu semakin meringis memejamkan mata sejenak menahan malu. "Well, apa tawaran makan malam di sini masih berlaku?" tanya Eve.Leon pun tertawa dan mengajak Eve kembali ke dapur terbukanya untuk duduk sejenak di kursi tinggi. "Aku hanya bisa membuat steak biasa itu pun mendapatkan resep dari mendiang kakak iparku.""Ibu Christoph?" tanya Eve mendapat anggukan dari Leon yang meletakkan jasnya ke sandaran sofa panjang sambil menyalakan televisi sebagai pengisi kesunyian tempat tersebut."Ya, dulu Christian sering melaku
"Ya?!" jawab Eve seolah jiwanya baru kembali.Leonard terkekeh. "Apa yang kau lamunkan? Aku menanyakan tugasmu. Apa kentangmu sudah siap untuk direbus?" tanya Leon untuk kedua kalinya setelah sebelumnya pertanyaan itu terabaikan dan panggilan namanya sebanyak lima kali tak terjawab. "Karena air rebusan yang kusiapkan tadi sudah mendidih." Tunjuk Leon bahkan Eve tak menyadari kapan pria itu menyiapkan air di dalam panci kecil yang kini sudah mendidih.Omg! Sepertinya aku mulai gila membayangkan hal tadi. Apa otakku rusak?! rutuk Eve meringis. "Ya, aku akan merebusnya sebentar," cicitnya pelan yang kembali mendapat kekehan dari Leon.Pria itu sudah selesai menyiapkan salad dan hendak mengeluarkan daging dari oven serta memindahkannya ke teflon lalu melakukan teknik pan seared guna memberikan tekstur luar agar tampak lebih menarik."Maaf tadi aku melamun," cicit lagi Eve usai mencemplungkan semua kentang ke dalam air mendidih.Leon menoleh sekilas dan tersenyum. "Well, apa pun yang kau l
Pagutan yang kian memanas membuat kedua insan tersebut lupa bahwa kini mereka masih berada di dalam lift berdinding kaca yang terlihat dari luar gedung dalam keadaan lift yang meluncur turun melewati setiap lantai terasa begitu lama. Membuat udara di dalam kotak kecil itu kian kekurangan oksigen akibat sahutan dari tiap lumatan terasa menghirup habis napas keduanya dan membuat desiran darah di tubuh mereka mendidih.Tangan Leon bahkan terasa gemas dan mulai turun dari pinggang menuju paha yang terangkat karena tubuh Eve terdorong ke belakang dan tangan Eve otomatis berpegangan pada leher Leon. Keduanya seakan lupa bahwa mereka masih berpijak. Baik Eve maupun Leon seolah tengah dibuat melayang oleh hasrat dari pagutan tersebut.Sampai saat sebuah bunyi terdengar keduanya kompak melepaskan diri dan berdiri bersisian merapat ke dinding kaca lift tersebut sambil melirik merapikan penampilan sebelum pintu lift terbuka dan masuklah dua orang pria berjas ke dalam lift sambil mengobrol. Entah