kentangnyaaa kakakkkk :p
"Ya?!" jawab Eve seolah jiwanya baru kembali.Leonard terkekeh. "Apa yang kau lamunkan? Aku menanyakan tugasmu. Apa kentangmu sudah siap untuk direbus?" tanya Leon untuk kedua kalinya setelah sebelumnya pertanyaan itu terabaikan dan panggilan namanya sebanyak lima kali tak terjawab. "Karena air rebusan yang kusiapkan tadi sudah mendidih." Tunjuk Leon bahkan Eve tak menyadari kapan pria itu menyiapkan air di dalam panci kecil yang kini sudah mendidih.Omg! Sepertinya aku mulai gila membayangkan hal tadi. Apa otakku rusak?! rutuk Eve meringis. "Ya, aku akan merebusnya sebentar," cicitnya pelan yang kembali mendapat kekehan dari Leon.Pria itu sudah selesai menyiapkan salad dan hendak mengeluarkan daging dari oven serta memindahkannya ke teflon lalu melakukan teknik pan seared guna memberikan tekstur luar agar tampak lebih menarik."Maaf tadi aku melamun," cicit lagi Eve usai mencemplungkan semua kentang ke dalam air mendidih.Leon menoleh sekilas dan tersenyum. "Well, apa pun yang kau l
Pagutan yang kian memanas membuat kedua insan tersebut lupa bahwa kini mereka masih berada di dalam lift berdinding kaca yang terlihat dari luar gedung dalam keadaan lift yang meluncur turun melewati setiap lantai terasa begitu lama. Membuat udara di dalam kotak kecil itu kian kekurangan oksigen akibat sahutan dari tiap lumatan terasa menghirup habis napas keduanya dan membuat desiran darah di tubuh mereka mendidih.Tangan Leon bahkan terasa gemas dan mulai turun dari pinggang menuju paha yang terangkat karena tubuh Eve terdorong ke belakang dan tangan Eve otomatis berpegangan pada leher Leon. Keduanya seakan lupa bahwa mereka masih berpijak. Baik Eve maupun Leon seolah tengah dibuat melayang oleh hasrat dari pagutan tersebut.Sampai saat sebuah bunyi terdengar keduanya kompak melepaskan diri dan berdiri bersisian merapat ke dinding kaca lift tersebut sambil melirik merapikan penampilan sebelum pintu lift terbuka dan masuklah dua orang pria berjas ke dalam lift sambil mengobrol. Entah
"Eve kau sudah kembali?" tanya Jayden begitu berpapasan dengan manajernya di lift."Jay, kau sudah mau pulang?" tanya Eve tak jadi memasuki lift.Mereka pun menepi dari lift dan duduk di sofa dekat lobby."Ya. Lusa aku baru kembali bekerja dan kau harus bisa memutuskannya malam ini. Kau sudah berjanji," ujar Jayden mengingatkan.Eve mengangguk walau masih ragu. "Malam ini aku akan kirim kau pesan mengenai keputusanku. Sekarang aku harus bersiap ke tempat Christian. Apa Kim dan Nick sudah berbaikan lagi?""Ya, mereka sungguh masih labil kurasa kita harus mengawasi keduanya kalau-kalau kembali bertengkar. Mereka masih terlalu muda untuk mengurus diri apa lagi harus mengurus anak mereka kelak."Eve kembali mengangguk. "Kita bisa mengawasi, tetapi tak bisa terlalu mencampurinya lagi. Asalkan keduanya memiliki tanggung jawab atas perbuatannya aku rasa cukup." Eve menambahkan Jayden mengangguk setuju."Baiklah, aku akan mengganti pakaian dulu.""Hei, kuantar kau ke tempat Christian. Kebetul
Arabelle susah payah menelan salivanya seperti ada sesuatu yang tercekat di tenggorokannya. Terlebih saat tatapan rupawan yang ditujukan Christian sangat mengganggu kewarasannya. Ia tak pernah bisa berhenti mengagumi tatapan biru milik Christian dengan sorot seolah memohon untuk dituruti.Tangan Christian mulai terangkat dan membuka ikatan rambut Arabelle sehingga seketika surai cokelat gelap itu turun berhamburan. Christian juga membuka perlahan kacamata berbingkai tebal milik Arabelle lalu ia melangkah mundur menelisik penampilan Arabelle saat ini.Mungkinkah mirip? batin Christian ternyata memiliki maksud dari perlakuannya. Tidak! Sepertinya aku berpikiran terlalu jauh, ujarnya lagi dalam hati."Chris kenapa kau membuka ikat rambut dan kacamataku lalu melamun?" tanya Arabelle tak mengerti apa yang tengah pria itu lakukan.Christian menoleh dan tersenyum. Lebih baik kutanyakan nanti perihal syal yang mirip dengan wanita yang bersama Leon tempo hari. Niat Christian tak bersuara.Pria
Arabelle menoleh saat suara Christian terdengar di ambang pintu. Bertepatan dengan itu dirinya terkejut saat hendak mengembalikan pigura itu ke dalam rak dan malah menjatuhkannya."Ah! Maaf, Christian. Aku tak sengaja dan terkejut," gelagap Arabelle tak memerhatikan Christian yang menghampiri dan menghentikannya."Hei, it's okay. Biar aku yang bereskan kau minumlah teh ini," ujar Christian menyodorkan tehnya."Tapi, Chris -"Christian meraih tangan Arabelle yang masih berusaha hendak mengambil pecahan kaca dari pigura tersebut lalu menyerahkan secangkir teh ke tangan Arabelle. Wanita itu akhirnya tersenyum tak enak hati sembari menyambut teh yang dibuatkan Christian. "Thanks," ujarnya mendapat senyuman. "Sungguh aku tak sengaja dan tak bermaksud membuat bingkainya pecah, seharusnya aku—""Tidak apa, Arabelle. Mungkin foto ini memang harus diganti denganmu," ujar Christian sambil menatap Arabelle intens melalui sorot teduhnya yang lagi-lagi membuat wanita itu tertegun selama beberapa d
Christian terkekeh melepaskan tangannya dan pipi Arabelle. "Well, alih-alih menjadi sosok penyelamat kau malah mengatakan aku mulai menunjukkan kesombonganku?" balas Christian."Perlukah aku memberitahumu sosok penyelamat yang ada dalam bayanganku?" tanya Arabelle.Kali ini Christian memicing sambil tersenyum. "Please, don't say Captain America atau Iron Man atau yang terparah Spiderman?" terka Christian membuat Arabelle terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. "Wait, No! jangan yang itu." Christian menggeleng menerka pikirannya saat ini benar."Yes, si dokter tampan dengan pernyataan cintanya ....""I love you in every universe," sahut keduanya."Oh, ayolah Arabelle aku berniat menggunakan kutipannya kelak. Jika kau mengaguminya membuatku tak terlihat keren karena sungguh Benedict Cumberbatch dia ....""Dia begitu memesona di film terakhirnya itu meski banyak yang kecewa dengan alur film keduanya tersebut." Arabelle menyambungkan."Yess, selama satu minggu saat filmnya tayang pegawai
Arabelle terdiam dalam kalutnya pemikiran setelah terkuaknya identitas Eve oleh Christian. Bukannya merasa takut pada Christian, tetapi ia malah diberikan kesempatan dan pilihan yang semakin sulit akan ketentuan dari Christian padanya.Bagaimana bisa Arabelle menentukannya sekarang? Memikirkan siapa yang berada di hatinya rasanya sudah tak lagi penting. Dia harus memikirkan perasaan Leon jika ingin bersama pria itu dengan mengatakan siapa dirinya yang sebenarnya. Kalaupun, Leon menerima bagaimana dengan perasaan Christian. Bukan hanya pria itu melainkan hati kecil Christopher pun akan mengalami kekecewaan mendalam saat harapannya melihat sang ayah memiliki pendamping baru yang ia sukai.Lantas bagaimana jika Leon menolak? Sanggupkah ia menepis hubungan yang pernah ada jika Christian tetap mempertahankannya untuk bersama. Mampukah Leon mengalami keadaan yang sama seperti di masa itu atau kejadian ini mungkin akan memperparah trauma Leonard terhadap wanita.Kekalutan itu membuatnya pus
Christian terduduk diam di kursi ruang kerjanya merenung sambil menatap pigura di meja kerjanya terdapat foto mendiang sang istri bersama Christopher saat masih bayi berada dalam gendongan Lilian dan dirinya menatap haru buah cinta mereka. Ia sempat mengira dengan kehadiran Christopher, maka wanita yang dicintainya itu bisa menghapuskan Leon dalam hatinya. Akan tetapi, semua itu hanyalah angan Christian. Karena seiring dengan pertumbuhan Christopher dan kedekatan putranya dengan sang adik malah semakin membuat rasa iri Christian kian membesar.Kehadiran Christopher malah seakan mendekatkan kembali Leonard dengan Lilian terlebih saat itu memang dirinya sedang berada di puncak karir memperluas bisnis keluar kota hingga keluar negeri. Membuatnya banyak kehilangan momen di masa pertumbuhan Christopher yang tak terasa bayi kecilnya sudah begitu besar dan memahami siapa yang lebih banyak memiliki waktu bermain dengannya. Sampai pada masa Christian geram dengan keadaan ia tak bisa melupakan