Christian dan Arabelle akhirnya kembali kei dalam rumah, setelah Ara tak sanggup menjelaskan apa yang dialaminya pada Christian. Dirinya masuk ke rumah begitu saja dan menangis meluapkan emosi. Entah rasa kesal, marah pada adiknya juga takut akan kehilangan rumah peninggalan sang ayah dan yang pasti perasaan malu terhadap Christian karena mengetahui semua kesulitannya.Namun, pria itu tetap diam dan tak berkata apa pun membiarkan Ara menenangkan dirinya. Sejenak Christian memberikan bahunya untuk Arabelle meluapkan emosinya."Sudah lebih baik?" tanya Christian membantu Ara meletakan gelas minumnya.Wanita itu mengangguk dan menatap Christian sekilas dengan seulas senyum tipis lalu tertunduk sambil mengusap sisa air matanya."Maaf membuatmu harus mengetahui semua ini. Aku sangat malu juga marah pada adik tiriku dan takut jika sampai ...." Ara menjeda ucapannya dan menatap sekeliling rumahnya sehingga matanya kembali berlapis air bening.Christian mengeluarkan sapu tangannya dan memberi
Christian melambaikan tangannya usai makan siang mereka yang terlambat lalu mengantar Ara kembali pulang dan bergegas menuju penthouse di mana putranya sudah tiba di sana lebih dulu setelah berpetualang dengan Leon.Hari sudah hampir senja ketika Ara kembali ke rumah dan ia berniat membersihkan diri. Namun, saat melewati sofa ruang tamu dan dapur terbuka miliknya. Dia kembali mengingat ciumannya dengan Christian saat melihat sudut-sudut tersebut dirinya mulai tersenyum sendiri masih tak percaya bahwa dirinya dan Christian hampir melakukan hubungan intim jika saja ia terlarut begitu saja akan buaian Christian."Oh, aku mulai gila! Jangan bodoh, Ara. Kau harus bisa menahan diri dan jangan terlalu mudah terbuai!" tegasnya meyakinkan diri untuk tak terlihat mudah. Ia kembali melirik meja pantry lalu membayangkan wajah menawan Christian. "Hah ..., tapi dia memang tampan." Ara kembali mengeluhkan keadaan sulitnya menghadapi Christian lalu dengan lunglai Ara memaksakan langkah malasnya dengan
Jayden masuk ke mobil tepat di balik kemudi lalu menoleh ke belakang sambil menarik tirai pembatas. "Pakaianmu di kursi belakang, ganti pakaianmu lalu pindah ke sampingku untuk bicara," ujar Jayden."Hei, sebenarnya ada apa?" tanya Kim sangat penasaran.Namun, Ara sibuk mengikat rambut dan memasang jaring pada kepalanya agar mudah memasangkan wig berwarna pirang gelombang khas Eve lalu ia menutup semua tirai jendela termasuk tirai pembatas dengan Jayden. Ara dengan cekatan membuka kacamata lalu mengganti pakaiannya mengabaikan pertanyaan Kim."Arabelle, jawab aku. Sebenarnya ada apa dengan kalian dan kenapa kau harus berdandan dalam keadaan seperti ini?""Semua karenamu, Kim. Jadi bisa kau tutup dulu mulutmu dan dengarkan apa yang akan kami bahas setelah aku selesai?" pinta Ara mulai membuka pakaian dan mengenakan tanktop berbahan satin berwarna hitam yang dilengkapi dengan blazer senada, sedangkan bagian bawahnya ia hanya mengenakan celana hitam panjang dengan aksesoris semacam perma
"Yes?" jawab Leon pada keduanya walau tatapannya jelas hanya tertuju pada sosok elegan nan bersinar di balik tubuh Jayden. "Well, finally i found you, Eve," imbuhnya mempertegas keinginannya."Hm, Leon mungkin kau bisa membiarkannya mengurus masalah adiknya. Kim baru saja-""Kurasa Kim pun harus menyelesaikan urusannya dengan Nick dan sebaiknya kau periksa mereka." Leon menyela tanpa sedikit pun mengalihkan tatapannya pada Eve.Jayden tak langsung menyetujui usulan Leon, tetapi menatap Eve lebih dulu yang mengangguk dan membiarkan Jayden mengiyakan usul Leon."Aku akan melihat mereka sebentar. Jika tak ada masalah serius, aku akan tinggalkan mereka dengan Jay. Kau bisa menungguku di sini?" pinta Eve pada Leon."Tentu, aku bahkan menunggu tiga hari untuk nomor yang tak bisa dihubungi," balas Leon menyindir dan kini beralih menatap Jayden.Melihat gelagat keduanya yang tampak hendak beradu kekuatan lantas Eve lebih dulu menyeret Jayden untuk masuk meninggalkan Leon agar menunggunya sele
"Eve kau bercanda?" Jayden berbalik dan menatap Eve tak percaya."Tidak, ini perjanjian kita bahkan perjanjianmu dengan Kim juga hanya sebagai model penggantimu. Aku tak mau tahu perihal Paul yang merengek menginginkanku. Kau harus bisa mengurusnya. Sama seperti kau menuduhku dan Leon melakukan sesuatu!" tandas Eve benar-benar memasuki lift, tetapi masih sempat menahan pintunya. "Oh, ya. Aku akan pulang sendiri jadi kau tak perlu repot mengantarku kembali lalu pakaianku di mobilmu bisa kau titipkan pada Kim di sini," ujar Eve menutup pintu lift."Eve, really hanya begini saja!" teriak Jayden walau tahu tak akan terdengar oleh Eve yang berada di dalam lift sambil mengatur napasnya meredakan emosi dalam diri."Jayden berengsek ada apa dengannya? Bisa-bisanya dia menuduhku begitu," keluh Eve memijat pelipis. Tujuannya menyuruh Jayden datang ialah untuk membantunya bukan membuatnya semakin pusing dengan masalah yang ada. "Hah, aku bisa gila jika seperti ini! Entah menjadi Eve atau Ara ked
Panggilan pada ponsel Eve tertera nomor dengan nama Leonard muncul dalam beberapa detik."Sudah selesai sekarang kau bisa sedikit tenang," ujar Eve pada Leon yang menutup panggilan teleponnya."Ya, setidaknya ini mengurangi kekesalanku pada Jayden," ujar Leon."Aku sungguh minta maaf untuk Jay. Dia hanya lupa mengabariku agar mengambil nomor baru yang sudah dibeli," tutur Eve sedikit menyesal."Bukan masalah seandainya dia berkata jujur. Lagipula semua sudah berlalu dan ini hanya masalah komunikasi jadi mari kita lupakan," tutur Leon mengangkat gelas minumannya untuk mendapat sambutan cheers dari Eve.Keduanya kini sudah berada di sebuah bar tempat minum mewah yang cukup nyaman dan aman karena tak akan ada orang lain yang mengenali Eve sebagai Ara. Bahkan Leon bertaruh sekali pun ada yang mengenalnya. Mereka tak akan histeris untuk meminta foto. Jelas saja begitu karena kalangan elit yang mengunjungi bar langganannya juga sang kakak tak ak
Antara sadar dan tidak Eve tak percaya dirinya melakukan kegilaan itu. Dia mencium Leon. Ya! Dia yang memulainya dan entah kenapa kini Eve enggan melepasnya.Aku sudah gila! Ya, aku sangat gila melakukan ini dan menikmatinya. Hah, kenapa aku menyukai ini, apa karena rasa minuman yang tersisa di mulutnya? Eve terus membatin ditengah pagutan yang berlangsung.Bukan dia kehilangan kesadaran, ia sadar dan ia menikmati itu. Mengecap rasa manis diiringi aroma minuman yang memabukkan membuatnya kehilangan akal sehat. Kekalutan karena memikirkan peliknya masalah yang datang seakan dilupakannya. Dia hanya ingin sedikit bersenang-senang menjadikan karakter Eve hidup sebagai sosok menantang dan berani melakukan hal yang selama ini ditakutkan dari sosok Arabelle. Bukan karena ia memiliki kepribadian lain, tetapi dirinya hanya menghayati peran Eve. Seolah mengembalikan masa bahagia yang telah lama terkubur semenjak kehidupan indahnya terenggut.Aku tak tahu apak
Leon tersenyum dan memakaikan asal mantelnya pada Eve yang mengucap terima kasih. "Hanya beberapa orang yang mungkin menginginkan ketenangan dan butuh mengeluarkan kekecewaannya melalui teriakan," jawab Leon tersenyum.Eve terkekeh dan menggeleng tak percaya. "Kau akan dianggap gila jika orang mendengar teriakanmu, Leon," ujarnya.Leon duduk tanpa merasa segan ia tak peduli dengan tanah kering yang diinjaknya akan mengotori celananya. Lalu Eve mengikuti jejaknya karena yakin tak mampu berdiri terlalu lama akibat pusing masih terasa berdenyut."Kau bisa mencobanya ikuti aku," tawar Leon.Lalu pria itu berteriak kencang mengeluarkan suara bariton dari dalam hingga rasanya begitu melegakan. Eve tercengang dan kesadarannya kini hampir sepenuhnya kembali."See, tak ada kendaraan yang lewat di sini dan sekalipun ada yang mendengar semua orang di bawah sana tak akan bisa melihat kita. Masih tak ingin mencobanya?" bujuk Leon membuat Eve ters