Sementara itu di tempat Arabelle dan Christian berada mereka sudah mulai menghias cookies-cookies tersebut dengan telaten yang kali ini dikerjakan oleh Ara sendiri, sedangkan Christian tetap memasang wajah charmingnya di hadapan wanita itu sehingga semua pekerjaannya terasa begitu lama.Christian memang sangat meresahkan dan itu membuat Ara tersiksa menahan diri agar tak terlalu percaya diri bahwa pria di hadapannya tersebut menginginkannya seperti ia mengagumi sosok rupawan tersebut."Bisa kau berhenti menatapku seperti itu karena kau sungguh membuatku gugup. Alih-alih membuat wajahmu lebih baik aku malah takut mengacaukannya," cicit Ara di akhir ucapannya.Christian kembali menunjukkan lesung pipinya dan memutari meja tinggi itu untuk berada di samping Ara. "Kalau begitu ajari aku menghias atau sibukkan aku selain memerhatikanmu," ujar Christian memiliki usul."Hm, mungkin itu lebih baik. Kau bisa membungkus cookies yang hiasannya sudah kering ke dalam plastik dan mengikatnya dengan
Seketika ucapan Leon membuat Christian terkekeh dan menepuk pelan bahu sang adik."Tentu kau sudah menemuinya sekali kemarin itu, tetapi kau dan Arabelle belum berkenalan dengan benar, bukan?" Ucapan Christian mengingatkan Ara akan pertemuannya dengan Leon sebagai Ara untuk pertama kalinya di sekolah.Oh, ya Leon pernah menemuiku dalam wujud Ara sebelum ini. Dasar bodoh kenapa aku bisa melupakan pertemuan pertama menyebalkan dengan Leon dalam wujud Ara. Kembali Ara membatin sambil merutuki kebodohannya saat ini sehingga ia hanya bisa meringis melihat Leon dan terkekeh pada Christian."Ya, setidaknya kita harus mengubah kesan pertama yang tak mengenakan itu sekarang," ujar Leon akhirnya sungguh melegakan bagi Ara. "Terlebih jika kelak kemungkinan besar kau akan menjadi iparku," celetuk Leon menimpali."Leonard!" peringat Christian dengan suara rendah dan tersenyum mencurigakan."Ops sepertinya aku sedikit keceplosan. Yah, perkenalkan aku Leonard Hugo dan jangan menatapku begitu di depa
"Berhenti di sana, Nona Stewart!" panggil suara berat dan kasar dari belakangnya yang seketika membuat bulu halus di sekitar tengkuk Ara berdiri serta tubuhnya menegang mendengar suara yang dihafalnya itu."Arabelle masuklah sepertinya dia bukan orang baik," ujar Christian yang melihat pada pria besar berjanggut dari kejauhan mendekat ke arah mereka."Tidak, Chris. Bisakah kau saja yang masuk dan beri aku waktu untuk bicara padanya sebentar," pinta Ara menatap Christian penuh permohonan."Kau yakin?" tanya Christian tampak cemas terlihat dari keningnya yang mengerut.Ara mengangguk cepat dan kembali memelas. "Please, Chris. Aku ….""Baiklah, kulakukan untuk menghargai privasimu, tapi jika mereka melakukan hal yang mengancam keselamatanmu, aku akan keluar dan ....""Ya, lakukan apa pun jika mereka berlaku kasar padaku," sela Ara dengan cepat saat dirasa suara pria bertubuh besar itu sudah semakin dekat.Lantas Christian terpaksa melangkah tepat saat pria berbadan tegap itu berada di de
Christian dan Arabelle akhirnya kembali kei dalam rumah, setelah Ara tak sanggup menjelaskan apa yang dialaminya pada Christian. Dirinya masuk ke rumah begitu saja dan menangis meluapkan emosi. Entah rasa kesal, marah pada adiknya juga takut akan kehilangan rumah peninggalan sang ayah dan yang pasti perasaan malu terhadap Christian karena mengetahui semua kesulitannya.Namun, pria itu tetap diam dan tak berkata apa pun membiarkan Ara menenangkan dirinya. Sejenak Christian memberikan bahunya untuk Arabelle meluapkan emosinya."Sudah lebih baik?" tanya Christian membantu Ara meletakan gelas minumnya.Wanita itu mengangguk dan menatap Christian sekilas dengan seulas senyum tipis lalu tertunduk sambil mengusap sisa air matanya."Maaf membuatmu harus mengetahui semua ini. Aku sangat malu juga marah pada adik tiriku dan takut jika sampai ...." Ara menjeda ucapannya dan menatap sekeliling rumahnya sehingga matanya kembali berlapis air bening.Christian mengeluarkan sapu tangannya dan memberi
Christian melambaikan tangannya usai makan siang mereka yang terlambat lalu mengantar Ara kembali pulang dan bergegas menuju penthouse di mana putranya sudah tiba di sana lebih dulu setelah berpetualang dengan Leon.Hari sudah hampir senja ketika Ara kembali ke rumah dan ia berniat membersihkan diri. Namun, saat melewati sofa ruang tamu dan dapur terbuka miliknya. Dia kembali mengingat ciumannya dengan Christian saat melihat sudut-sudut tersebut dirinya mulai tersenyum sendiri masih tak percaya bahwa dirinya dan Christian hampir melakukan hubungan intim jika saja ia terlarut begitu saja akan buaian Christian."Oh, aku mulai gila! Jangan bodoh, Ara. Kau harus bisa menahan diri dan jangan terlalu mudah terbuai!" tegasnya meyakinkan diri untuk tak terlihat mudah. Ia kembali melirik meja pantry lalu membayangkan wajah menawan Christian. "Hah ..., tapi dia memang tampan." Ara kembali mengeluhkan keadaan sulitnya menghadapi Christian lalu dengan lunglai Ara memaksakan langkah malasnya dengan
Jayden masuk ke mobil tepat di balik kemudi lalu menoleh ke belakang sambil menarik tirai pembatas. "Pakaianmu di kursi belakang, ganti pakaianmu lalu pindah ke sampingku untuk bicara," ujar Jayden."Hei, sebenarnya ada apa?" tanya Kim sangat penasaran.Namun, Ara sibuk mengikat rambut dan memasang jaring pada kepalanya agar mudah memasangkan wig berwarna pirang gelombang khas Eve lalu ia menutup semua tirai jendela termasuk tirai pembatas dengan Jayden. Ara dengan cekatan membuka kacamata lalu mengganti pakaiannya mengabaikan pertanyaan Kim."Arabelle, jawab aku. Sebenarnya ada apa dengan kalian dan kenapa kau harus berdandan dalam keadaan seperti ini?""Semua karenamu, Kim. Jadi bisa kau tutup dulu mulutmu dan dengarkan apa yang akan kami bahas setelah aku selesai?" pinta Ara mulai membuka pakaian dan mengenakan tanktop berbahan satin berwarna hitam yang dilengkapi dengan blazer senada, sedangkan bagian bawahnya ia hanya mengenakan celana hitam panjang dengan aksesoris semacam perma
"Yes?" jawab Leon pada keduanya walau tatapannya jelas hanya tertuju pada sosok elegan nan bersinar di balik tubuh Jayden. "Well, finally i found you, Eve," imbuhnya mempertegas keinginannya."Hm, Leon mungkin kau bisa membiarkannya mengurus masalah adiknya. Kim baru saja-""Kurasa Kim pun harus menyelesaikan urusannya dengan Nick dan sebaiknya kau periksa mereka." Leon menyela tanpa sedikit pun mengalihkan tatapannya pada Eve.Jayden tak langsung menyetujui usulan Leon, tetapi menatap Eve lebih dulu yang mengangguk dan membiarkan Jayden mengiyakan usul Leon."Aku akan melihat mereka sebentar. Jika tak ada masalah serius, aku akan tinggalkan mereka dengan Jay. Kau bisa menungguku di sini?" pinta Eve pada Leon."Tentu, aku bahkan menunggu tiga hari untuk nomor yang tak bisa dihubungi," balas Leon menyindir dan kini beralih menatap Jayden.Melihat gelagat keduanya yang tampak hendak beradu kekuatan lantas Eve lebih dulu menyeret Jayden untuk masuk meninggalkan Leon agar menunggunya sele
"Eve kau bercanda?" Jayden berbalik dan menatap Eve tak percaya."Tidak, ini perjanjian kita bahkan perjanjianmu dengan Kim juga hanya sebagai model penggantimu. Aku tak mau tahu perihal Paul yang merengek menginginkanku. Kau harus bisa mengurusnya. Sama seperti kau menuduhku dan Leon melakukan sesuatu!" tandas Eve benar-benar memasuki lift, tetapi masih sempat menahan pintunya. "Oh, ya. Aku akan pulang sendiri jadi kau tak perlu repot mengantarku kembali lalu pakaianku di mobilmu bisa kau titipkan pada Kim di sini," ujar Eve menutup pintu lift."Eve, really hanya begini saja!" teriak Jayden walau tahu tak akan terdengar oleh Eve yang berada di dalam lift sambil mengatur napasnya meredakan emosi dalam diri."Jayden berengsek ada apa dengannya? Bisa-bisanya dia menuduhku begitu," keluh Eve memijat pelipis. Tujuannya menyuruh Jayden datang ialah untuk membantunya bukan membuatnya semakin pusing dengan masalah yang ada. "Hah, aku bisa gila jika seperti ini! Entah menjadi Eve atau Ara ked