Sore harinya, mereka bertiga kembali ke kediaman. Turun dari kereta kuda, menatap ke arah meja taman yang sedang ditempati tiga gadis muda cantik. Mereka asyik bercengkrama, berseru riang mendengar pembahasan yang terdengar menyenangkan. Bayang-bayang masa lalu yang sebelumnya kelam tanpa dilupakan dari ingatan mereka.
Lain dengan dua tuan muda yang kini berdiri di kedua sisi Celia. Pikiran mereka sedang dibebani rasa bersalah.
Tiga gadis cantik itu menyadari kedatangan penghuni lain kediaman ini. Masing-masing pasang mata yang diciptakan begitu indah spontan terarah pada siapa yang berdiri di sana. Bibir ranum yang sebelumnya tersenyum kini semakin melebar, memperlihatkan deretan gigi putih dan lesung pipi di kedua sisi.
"Celia-chan! Ah ternyata tanpamu rasanya begitu kurang," Nonoa berseru setelah ia berlari antusias lalu memeluknya.
"Bagaimana, apa kau menikmatinya Celia-san?" Tanoa bertanya penasaran.
"Ah, begitulah. Ayolah, apa kalian ti
Karoi Rei - Setelah tertidur di malam-malam penantian.Kejadian malam itu menjadi fragmen memori yang kembali terekam. Bekas-bekas ciuman pertama yang belum lama ini dicuri. Tombak cahaya yang meluncur cepat dari angkasa lalu menghancurkan tubuhnya."Dimana aku?" Kepala terasa sedikit berat, badan rasanya seperti habis bekerja seharian penuh, lalu kedua mata Rei terbuka, mendapati semua yang masuk dalam objek pandangnya sama sekali tak dikenal.Sebuah taman bunga. Pagar tanaman dibuat melingkar. Putih, kuning, dan jingga di setiap kelopak yang bermekaran. Lalu sebuah air mancur tiga tingkat berdiri tepat di tengah-tengahnya. Kursi yang terbuat dari kayu mahogani menjadi tempat yang diduduki Rei saat kedua matanya tengah melihat semua itu"Selamat malam," sapa salah seorang. Rei mendongak, mendapati seorang gadis cantik berdiri di sampingnya.Fitur wajahnya lebih seperti ras kaukasoid di dunianya. Hidungnya mancung, alisnya tebal, dan kedua matanya
Benar, Rei sama sekali tidak tau apa yang diharuskannya sekarang, ia menghentikan langkah, wajahnya tertunduk. Sedikit tak terima mereka harus menahannya tanpa alasan."Jiwamu sudah dipanggil ke sini, kau tidak bisa pergi kecuali kami mengizinkannya," jelas Eliza kemudian.Rei mengepalkan tangan, sedikit geram dengan apa yang telah terjadi, ia berbalik lalu menjawab, "Aku sama sekali tidak menemukan tujuanmu untuk melakukan itu padaku, apa itu hanya untuk hiburan semata? Maaf saja, tapi aku tidak cocok untuk itu," balasnya. Hilang sudah wajah yang sebelumnya penuh kekaguman itu."Kau sungguh berbicara seperti itu?"Rei mengangguk, "Ah, dan jangan bilang kalau yang melemparkan tombak cahaya itu adalah salah satu dari kalian."Mendengar itu, Eliza tak kalah geram, kakinya lalu melangkah berderap cepat menghampiri Rei, dan sesampainya, di luar dugaan kalau yang didapat Rei kemudian adalah sebuah tamparan keras di pipi."PLAAK!!"Re
Sedikit terkejut, tapi keraguannya selama ini menguatkan dugaannya sudah."Ce-Celia-chan?"Suara familiar itu membuat seisi ruangan terkejut."Rei-kun?""Rei-sama?""Reicchi!!""Ah, syukurlah ternyata itu memang kalian.""Apa maksudmu, dasar bodoh?! Kau tidak tau betapa kami mengkhawatirkanmu?!" gerutu Celia kemudian, jauh di lubuk hatinya ia merasa sangat bersyukur."Eh, Memangnya apa yang terjadi? kau seperti belum pernah mengalaminya saja.""Bodoh! Kau tak sadar sampai tiga hari lebih!""Yah, baru tiga hari ...""Reicchi! Ibu bilang bahkan kau tidak akan kembali dalam waktu yang cukup lama. Pahamilah perasaan Celia."Violet mengangguk setuju "Rei-kun, kami sangat mengkhawatirkanmu." Buru-buru menghilangkan atmosfer kecanggungan, tatapan Rei tepat tertuju pada Tanoa dan Nonoa yang duduk bersebelahan."Bukankah kau Tanoa-san? Akhirnya kau sudah kembali," ucapnya syukur.
"Hee? Kita akan tinggal di istana mulai sekarang?"Bersiap untuk berangkat. Tak hanya Gossen dan Aamon, keterkejutan datang dari dua saudari kembar dan Violet yang akan ikut bersama mereka."Tapi kenapa?"Celia baru saja membantu Violet untuk naik dan duduk di sebelahnya."Yah, bagaimanapun itu keputusan Nirin. Kita juga tidak bisa terus mengulur waktu hanya karena masalah kursi kosong." Aamon menyandarkan kepalanya ke dinding kereta.Terdengar suara pecutan, sedikit hentakan, kereta itu melaju di jalanan yang sudah dipasangi paving."Lagipula, itu hanya kau berdua dan Nonoa saja yang tetap tinggal, yang lain tetap pulang di waktu sore," tambahnya."Nonoa juga?"Nonoa mengangguk, "Jujur aku belum bisa mempercayai mereka sepenuhnya. Jadi, sekalian saja aku terima tawaran itu dan melihat agar mereka tidak memperlakukan kalian semena-mena."Jawaban yang cukup melegakan untuk didengar. Tak terasa, keretapun sampai. Tanoa dan
Ular api, legenda mengatakan binatang iblis itu adalah utusan Raja iblis dari alam bawah. Kekuatannya setara seratus ribu kali ksatria gereja putih, dan itu mampu menghancurkan satu negeri hanya dalam satu malam.Elden menelan ludah, satu-satunya alasan ia terpilih sebagai diplomat padahal mentalnya kacung adalah karena dalam darahnya mengalir ras iblis emas.Mungkin ada yang sedikit ambigu di sini, ras iblis dan raja iblis adalah dua hal yang bertolak belakang. Raja iblis memerintah alam bawah, dan bukan berarti ras iblis itu berada di bawah pemerintahannya.Raja iblis mengatur alam jiwa. Jiwa manusia dan setengah manusia yang sudah mati akan berkumpul di sana. Adakalanya jiwa mereka menyimpan dendam di semasa hidupnya, ada juga rasa takut yang amat sangat, atau berbagai emosi negatif makhluk berakal. Semua itu akan memproyeksikan sebuah makhluk yang nantinya dikendalikan oleh raja iblis.Ular Api adalah satunya. Ada sekitar sepuluh binatang iblis terkua
Ruangan yang dimaksud nyonya Paxley bertuliskan ruang magister tingkat menengah. Pintunya amat lebar, sejenak Tanoa ragu-ragu untuk membukanya. Ia menatap ke arah Violet, yang ditatap mengangguk. Lalu yang menyambut kedatangan mereka setelah pintu terbuka sempurna adalah sosok yang membuat kedua mata Violet terbelalak lebar.Tanoa melangkah masuk tanpa pertimbangkan, lalu spontan terhenti saat seseorang menahan tangannya."Kenapa, Violet-chan?"Gadis itu malah menggeleng, cara alisnya yang mengkerut cukup memberitahu Tanoa keadaannya."Oh, apa kita salah ruangan?"Bukan, bukan begitu, alis yang hampir menyatu itu mengartikan rasa khawatir."Apa kalian dua gadis yang hendak mendaftar? Kalau iya, ini adalah yang ruangan yang kalian tuju."Ada dua pria paruh baya yang duduk di sana, satunya berambut coklat, yang satu sudah dipenuhi uban."Ah, ini ruangan yang benar Violet-chan, ayo!""Tu-Tunggu, Tanoa!" Violet menyemb
Meja taman itu, belum lagi diduduki seseorang sedari pagi. Meski ia yakin dengan apa yang akan ia lakukan nantinya, Fara yang tengah memegang sapu halaman merasakan kesepian itu.Tak banyak pekerjaan rumah hari ini, karena penghuni rumah sibuk di istana, membuat makan siang pun sebatas untuk mereka sendiri.Reina duduk di ranjang kamarnya dengan pakaian maid yang biasa ia kenakan, ia bersenandung, sementara kedua tangannya sibuk merajut sesuatu."Kuharap Rei-sama dan Celia-sama akan menyukainya."Benang yang digunakan berwarna hitam dan putih. Persis seperti pola warna baju yang ia kenakan.Di halaman, Fara menggeser sapu itu, menyapu dedaunan kering. Angin berhembus, menerbangkan rambut selehernya dan menyingkap tanduk yang tersisa satu senti.Selesai mengumpulkan dedaunan kering, Fara mengambil pemantik api yang ada di sakunya dan membakar dedaunan itu.Sapunya kembali ditaruh di lemari peralatan, lalu kakinya melangkah menuju
"Sama seperti Violet, dalam hal apa?""...""Rei-kun?"Sedikit bersyukur batin Rei karena takdir mengatakan pintu kamar lebih dulu terbuka dan memotong percakapan."Rei-sama, Celia-sama. Selamat datang kembali.""Fara-chan? Ah kukira siapa." posisi Celia duduk di kasur dan menghadap ke pintu, jadi ia langsung tau siapa yang datang."Maaf, kukira kamar ini kosong."Fara berbohong. Ia sengaja datang karena dituntun penciumannya."Ah, ya begitulah. Kami kemari karena ada barang yang ketinggalan," jawab Rei."Begitu ..." Kedua tangan Fara sedari awal disembunyikan ke belakang pinggang.Celia mengangguk, "Memangnya, ada perlu apa kemari Fara-chan?""Aku hanya penasaran kenapa pintu kamar ini ditutup rapat, maaf kalau aku mengganggu." Gadis maid itu lalu membungkukkan badan dan beranjak pergi dari ruangan."Tunggu, Fara-chan!" sahut Rei. Fara menoleh."Apa kau melihat sapu tangan di tasku?"