Akira berpikir keras mencari cara agar sang ibu tidak mengetahui tentang kehamilannya. Dia yakin lambat laun Sofia pasti akan curiga jika melihat sikap anehnya. Sebelum itu terjadi, Akira harus melakukan sesuatu untuk mengantisipasi.Satu-satunya cara yang dia miliki hanyalah pergi dari rumah itu dan meninggalkan Sofia. Setidaknya untuk sementara sampai bayinya lahir. Perihal kehadiran bayi itu nantinya akan dia pikirkan lagi.Memutuskan pergi dari rumah bukanlah perkara mudah. Akira kembali harus berpikir di mana dia akan tinggal nantinya. Sebenarnya tidak tega pula hatinya meninggalkan sang ibu seorang diri. Tapi dia berpikir itu lebih baik dari pada kehadirannya justru akan menyulitkan Sofia. Dia tidak mau sang ibu ikut menanggung kesalahannya dan menerima cemoohan dari masyarakat sekitar.Terbersit dalam pikiran Akira sebuah ide untuk pindah sementara ke rumah Clarissa, teman baiknya. Dia ingat bahwa selama ini Clarissa hanya tinggal sendiri. Dulu Clarissa mengatakan bahwa orang t
“Sekarang aku sudah hancur, Clarissa. Aku tidak tahu bagaimana akan melanjutkan hidup ke depannya. Tapi satu-satunya orang yang masih ingin aku jaga hatinya hanyalah ibuku,” kata Akira setelah dia menceritakan masalahnya pada Clarissa.“Apa Tante Sofia juga sudah tahu tentang hal ini?” tanya Clarissa antusias.“Belum. Oleh sebab itu aku tetap ingin merahasiakannya dari mama. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kekecewaannya jika tahu bahwa putrinya sedang mengandung tanpa tahu siapa ayah dari bayinya. Lagi pula jika aku tetap di sana, maka lambat laun masyarakat akan tahu dan ibuku juga akan menjadi sasaran celaannya.”“Lalu apa yang ingin kamu lakukan sekarang?”“Aku berpikir untuk pindah dari rumah sementara. Setidaknya sampai anak ini lahir. Aku jelas tidak mungkin menggugurkannya, Clarissa,” ujar Akira memberitahu rencana dalam pikirannya.“Tapi kamu akan pergi ke mana, Ra? Dengan alasan apa kamu akan meninggalkan rumah?” tanya Clarissa.“Sebenarnya kedatanganku ke sini tidak ha
Akira menikmati hari-harinya bersembunyi di rumah Clarissa. Dia merasa tenang memiliki teman berbagi. Sudah terhitung empat hari pula dia tidak masuk kerja. Rasanya Akira tidak mampu menginjakkan kaki di kantor itu lagi setelah apa yang pernah terjadi.Clarissa juga sempat menanyakan hal itu. Akira justru mengatakan akan mengundurkan diri dari pekerjaannya. Akira lebih memilih mencari pekerjaan lain dari pada harus kembali bekerja di tempat yang sudah membuatnya merasa tidak punya harga diri.“Aku sudah menyiapkan surat pengunduran diriku. Besok aku akan mengantarnya ke kantor. Meski sebenarnya aku sangat tidak ingin datang ke sana lagi. Tapi bagaimana pun juga aku harus menyelesaikan semuanya dengan cara yang baik,” tutur Akira.“Tapi bagaimana dengan kontrak kerjanya? Apa tidak ada masalah jika kamu berhenti lebih awal?” tanya Clarissa.“Aku tidak mengerti. Hanya saja, aku yakin Pak Albert mau memahami kondisiku. Dia begitu baik padaku. Aku akan berbicara dan meyakinkan dia.”“Lalu
“Ada apa dengan gadis itu? Bisa-bisanya dia mengatakan akan memberikan anaknya untuk dibesarkan oleh orang lain. Bagaimana dia yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu justru memiliki pemikiran seperti itu,” keluh Albert sembari mondar-mandir di rumahnya sendiri. Albert kembali teringat perkataan Akira saat dia mengantarnya pulang.“Aku rasa aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Bagaimana pun juga bayi itu adalah anakku. Dia darah dagingku dan aku juga berhak atas dirinya. Aku harus mencegah Akira agar mengurungkan niat itu,” gumam Albert membuat sebuah kesimpulan. Bagaimana pun juga dia harus melakukan tindakan tanpa membuat Akira merasa curiga.Meskipun Akira sudah berhenti dari pekerjaanya di kantor, Albert merasa tetap harus mengawasinya. Tak heran jika pada suatu hari dia datang bertamu ke rumah Clarissa. Kedatangannya ke sana sempat membuat Akira merasa heran.“Pak Albert? Ada apa bapak datang ke sini?” tanya Akira saat melihat sosok Albert setelah dia membuka pintu. Per
Sejak saat itu, Albert menjadi lebih sering mengunjungi rumah Clarissa. Dia terus menemui Akira dengan menggunakan berbagai alasan. Terkadang membawa makanan, buah-buahan dan lainnya. Semakin hari Akira semakin merasa risih dengan sikap Albert yang patut dipertanyakan.“Aku bilang juga apa. Pasti si Albert itu suka sama kamu,” kata Clarissa mengutarakan pendapatnya pada suatu ketika.“Selalu itu saja yang kau katakan tentang dia,” jawab Akira ketus.“Aku serius, Akira. Apa semua sikap yang dia tunjukkan selama ini tidak mampu membuatmu memahami?”“Sebenarnya dugaan yang sama juga terbersit dalam pikiranku. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Apa sebaiknya aku menghindar dan menjauhi Pak Albert?” tanya Akira meminta saran.“Gadis bodoh!” keluh Clarissa sembari melempar Akira dengan bantal. “Kenapa kamu harus menjauh dari orang yang menyukaimu? Baru kali ini aku menyaksikan ada orang yang berusaha menghindar dari kebahagiaan,” imbuh Clarissa tak habis pikir.“Tapi keadaanku saat ini
“Apa yang bapak pikirkan tentang sebuah pernikahan? Bapak tahu sendiri bagaimana keadaan saya sejak awal. Saya perempuan yang buruk. Bahkan saat ini saya sedang mengandung. Hubungan saya sebelumnya berakhir karena kekasih saya tahu bahwa saya sudah tidak virgin. Lantas hari ini atas alasan apa bapak ingin menikahi saya?” tanya Akira setelah dia berusaha menguasai diri karena terkejut atas tawaran yang baru didengarnya dari Albert.“Apakah sangat penting bagi saya untuk memberikan jawaban?” tanya Albert justru mengundang kekesalan.“Tentu saja saya butuh pertimbangan, Pak” ujar Akira“Kalau kamu bertanya alasan, saya tidak bisa memberikan jawaban konkret, Akira. Hanya saja yang saya tahu, saya merasa begitu peduli padamu. Bahkan setelah mengetahui tentang kehamilan itu, entah mengapa pikiranku semakin tidak tenang dan ingin selalu mengetahui keadaanmu dan memastikan kamu baik-baik saja. Entah bagaimana aku merasa ikut bersedih jika melihatmu menangis dan terluka seperti saat kamu diper
“Bagaimana? Apakah kamu sudah melakukan tugasmu dengan baik? Apakah Akira akan menyetujui pernikahan itu?” tanya Albert saat berbicara dengan seseorang di telepon.“Tenang saja, Bos. Keahlianku tidak perlu diragukan. Semua akan berjalan sesuai rencana. Kau akan segera melihat hasilnya,” jawab seseorang dari seberang terdengar begitu yakin.“Baiklah, aku tunggu. Lanjutkan tugasmu dengan baik. Aku tidak mau sampai ada kesalahan,” ujar Albert memberi peringatan sebelum akhirnya mengakhiri panggilan.Laki-laki itu tersenyum licik di dalam kamarnya. Tangannya masih refleks memutar-mutar ponsel dalam genggamannya. Albert membayangkan satu persatu rencana yang akan ia jalankan. Ya. Dia masih Albert yang licik dan sangat ahli dalam bermuka dua. Kelembutan dan kasih sayang yang dia tunjukkan pada Akira hanyalah pemanis buatan agar gadis itu percaya.“Entah kau itu gadis yang terlalu polos atau terlalu bodoh, Akira. Mudah sekali terjebak dalam perangkapku. Aku bisa melihat bahwa dia mulai terk
Hari penting itu pun tiba. Hari itu Akira akan menikah dengan Albert. Dia sendiri tidak bisa menggambarkan perasaannya antara bahagia atau perasaan lain yang tak mudah untuk dijelaskan. Rasa cinta jelas belum ada. Dia hanya berusaha mengikuti alur dari jalan yang ia anggap sebagai takdir hidup. Seperti yang dikatakan Clarissa, mungkin cinta akan tumbuh secara perlahan dalam hubungan mereka nantinya.Akira sedang duduk di depan cermin. Clarissa sibuk meriasnya sedemikian rupa. Tak lupa baju pengantin kiriman Albert juga sudah ia kenakan. Hari itu mereka akan menikah tapi tanpa melibatkan kehadiran banyak orang. Hanya beberapa orang yang terdiri dari penghulu, saksi, dan petugas KUA.Tidak ada pihak keluarga atau pun kerabat yang hadir. Akira mengetahi bahwa Albert sudah yatim piatu dan tidak memiliki satu pun keluarga dekat. Sementara dirinya sendiri sudah tak memiliki seorang ayah sehingga perwaliannya diserahkan pada wali hakim. Mungkin dia hanya akan datang dengan didampingi oleh Cl