Share

Chapter 6 Ancaman Nyata

Elena menatap ekspresi suaminya yang tertegun. Pria itu menaikkan satu alisnya lebih tinggi. Elena duduk di tepi ranjang seraya mengembuskan napas dengan berat.

“Kate harus terluka karena Carl pergi tanpa kabar sedikit pun. Belakangan ia baru tahu kalau mengandung anaknya. Kalau saja kau beritahu lebih awal, mungkin aku bisa mencari ke keluarga Spentwood untuk membantu Kate.”

“Maaf, aku tidak tahu kalau situasinya seperti ini, Elena. Kurasa, situasi Carl saat ini juga buruk.”

“Apa maksudmu?”

“Tadi kau bilang Carl datang ke kantormu sebagai CEO baru Spentwood Company, kan? Itu artinya, ia telah menggeser posisi sang kakak tertua. Dari yang kudengar, Letisha tak terima dengan pengaturan ini.”

Begitu mendengar penjelasan singkat Drake, Elena menutupi wajah dengan dua telapak tangannya. Kepalanya semakin sakit memikirkan sahabatnya itu.

“Kate hanya ingin hidup tenang, sepertinya ia tak bisa melakukannya sekarang.”

Tatapan sendu Elena ke arah luar jendela. Ia tahu betul kekhawatiran sahabatnya itu.

***

Kate berkeliling ke seluruh tempat, memeriksa dan berbicara dengan tim desain interior. Wanita berambut cokelat itu memperhatikan setiap detail di gambar yang ditunjukkan padanya.

“Kurasa di bagian ini kita perlu memfokuskan sisi klasiknya lebih jelas.”

“Baik, Nona. Akan kami fokuskan. Bagaimana kalau Anda melihat lantai dua? Kami sedang dalam proses pengerjaan.”

“Aku juga ingin melihatnya.”

Kate melangkahkan kakinya ke anak tangga satu persatu dengan lambat. Sejak keluar dari apartemen tadi kepalanya terus berdenyut. Mungkin karena pikirannya tak bisa lepas dari kalimat-kalimat Carl tadi pagi. Tubuhnya mulai terasa berat sejak memasuki bangunan yang rencananya Kate jadikan kafe.

Langkah Kate berhenti di anak tangga ke empat. Pria yang merupakan tim interior juga langsung berhenti.

“Nona, apa Anda sedang sakit.”

“Tak apa, aku hanya sedikit kelelahan.”

Kate kembali berusaha menaiki anak tangga di depannya. Baru dua anak tangga lagi yang ia lewati, tubuhnya terhuyung ke belakang. Seolah tak punya kontrol atas tubuhnya sendiri. Mendadak ada seseorang yang menangkapnya dari belakang.

“Sudah kuperingatkan jangan terlalu lelah.”

Carl menggamit pinggangnya, tubuh Kate yang lemas terpaksa bersandar pada pria itu.

“Maaf, Anda siapa?”

“Dia ....”

“Saya Carl, tunangan Kate. Salam kenal.”

Carl dengan cepat memotong jawaban Kate yang hanya bisa memberinya tatapan tajam. Pria itu mengangguk mengerti usai mendengar pernyataan Carl.

“Saya rasa Kate sudah lelah. Lain kali saja kita lanjutkan, bagaimana?”

“Baiklah, saya rasa itu yang terbaik. Nona Kate, sampai jumpa besok. Semoga kondisi Anda segera membaik.”

“Tunggu, aku baik-baik saja dan bisa melanjutkan.”

“Tidak, Kate. Dia benar, kau harus istirahat, sudah cukup untuk hari ini.”

“Tapi,...”

Pria dari tim desain interior itu juga telah pergi. Kate tak ada pilihan lagi. Ia berbalik arah untuk turun dibantu oleh Carl. Mendadak, perutnya kram lagi. Kate menghentikan langkahnya, menahan gelombang rasa sakit yang tiba-tiba datang dengan kuat.

“Kita pulang saja.”

Tanpa basa-basi, Carl menggendong Kate lalu berjalan cepat memasuki mobil. Wanita itu hanya diam saja dan tak membantahnya, membuat Carl yakin, pasti Kate sedang kesakitan.

“Kita ke rumah sakit sekarang,” ucap Carl kepada sopir dan pengawalnya.

“Tidak, aku hanya perlu beberapa menit untuk pulih. Hentikan keributannya.”

Carl meminta pengawal dan sopirnya keluar dari mobil. Ia memangku Kate yang terlihat tanpa daya. Wanita itu meremas kemejanya seiring ekspresi tegang.

“Perutmu kram lagi?”

Kate hanya mengangguk lemah, Carl dengan lembut menurunkan kepala Kate untuk bersandar di bahunya. Ia menepuk lembut pundak Kate untuk menenangkan. Satu tangan lainnya mengusap lembut perut wanita itu.

Perlahan, rasa sakitnya mereda. Mata Kate yang terpejam menahan sakit perlahan terbuka. Bagaimana bisa secepat itu sakitnya menghilang? Biasanya ia butuh hampir satu jam untuk meredakan kramnya.

“Sakitnya sudah hilang.”

Kate hendak turun dari pangkuan Carl, tapi, dicegah oleh tangan besar pria itu.

“Secepat itu?”

“Ya, secepat itu. Lepaskan aku.”

“Apa memang sering seperti itu?”

“Hanya saat aku kelelahan dan biasanya berlangsung hampir satu jam.”

Baru sadar, kalimat yang terlontar begitu saja tak bisa ditarik kembali. Seharusnya, ia tak perlu mengatakan lamanya menahan sakit.

“Jadi, aku membantumu mengatasi rasa sakitmu lebih cepat, kan?”

“Sayangnya begitu. Biarkan aku turun.”

Carl tersenyum lebar saat membiarkan Kate duduk di sampingnya. Ia memanggil kembali sopir dan pengawalnya untuk masuk ke dalam mobil.

“Aku perlu pergi belanja makanan sebentar.”

“Baiklah, kita pergi sekarang.”

***

Selesai berbelanja, kantong belanjaan yang sedang dibawa oleh pengawalnya itu di masukkan ke dalam bagasi mobil. Kate dan Carl baru saja keluar dari toko yang begitu ramai. Tak ada bedanya dengan jalanan ramai di depannya.

“Aku tak suka jenis keramaian seperti ini.”

“Kenapa, Carl?”

“Dari sudut pandangku sebagai bodyguard, ini tempat yang berbahaya. Kita harus segera kembali ke mobil.”

Carl berusaha tetap sedekat mungkin dengan Kate saat melewati kerumunan orang yang lalu lalang. Keningnya berkerut saat melihat orang yang melintas di depannya. Pria bermasker hitam itu menatapnya sekilas. Carl dengan instingnya yang tajam menatap ke arah tangan pria itu yang mengeluarkan benda tajam.

Sepersekian detik mencoba mendekatkan pisau yang cukup besar itu ke arah perut Kate. Carl langsung menarik tubuh Kate menjauh dan memutar posisinya. Ia merasakan rasa perih di lengannya beberapa saat. Seiring pria bertopi itu segera menghilang di antara kerumunan.

“Ada apa, Carl? Kenapa tiba-tiba ....”

“Kau baik-baik saja, kan?”

“Iya, tapi, kenapa? Carl!”

Kate menjerit saat melihat darah merembes keluar melewati lengan kemeja warna putih milik Carl. Jeritan itu membuat orang-orang sekitar langsung menatap ke arah keduanya.

“Tenanglah, aku baik-baik saja.”

“Tidak, ini buruk. Aku ... aku akan memanggil ambulans sekarang.”

Dengan tangan gemetaran ia mencari ponsel di dalam tasnya. Saat ia berhasil mendapatkan ponselnya, saat itu pula pengawal Carl datang dan terkejut. Lengan Elena dicengkeram oleh Carl.

“Dengarkan aku, kita harus pergi ke mansionku sekarang. Lebih aman di sana. Tak ada jaminan kau aman di rumah sakit. Turuti perkataanku sekali ini saja, Kate.”

Lengan Carl yang tak terluka segera melingkari pundak Kate dan buru-buru pergi dibantu pengawal mereka yang membukakan jalan di antara kerumunan. Ketika mereka masuk ke mobil, Carl langsung memberi perintah.

“Langsung ke mansionku. Lex, panggil Dokter Gary segera.”

“Baik, Tuan.”

“Carl, kenapa tidak ke rumah sakit?”

“Dia saja berani menyerang di tengah kerumunan. Mereka bisa bertindak nekat melukaimu saat aku sedang dirawat di rumah sakit.”

Kate menatap darah yang terus mengucur di lengan kanan Carl. Ia meringis begitu melihat Carl menarik napas panjang. Harus ada yang menahan darah itu keluar terus. Tanpa berpikir panjang, Kate menyobek rok panjangnya. Kebetulan, ia memakai gaun dengan kain yang tak terlalu tebal.

“Kate, kau tidak perlu ....”

“Diamlah! Aku mencoba menghentikan perdarahannya.”

Kate mengikatkan robekan gaunnya di lengan Carl dengan cekatan. Bukan hanya Carl yang melongo melihat apa yang dilakukan Kate. pengawal dan sopir Carl pun turut tertegun sesaat.

“Tetap buka matamu. Lawan rasa kantuknya.”

Seolah memberi perintah yang tak boleh dibantah, Kate membuat Carl mengangguk.

“Berapa lama kita sampai?”

“10 menit, Nona.”

Jawaban dari pengawal itu tak membuat Kate merasa tenang. Ia perlu membuat Carl tetap sadar. Ia membuka tas kecilnya dan menarik beberapa lembar tisu. Menyeka keringat yang terus muncul di wajah Carl.

“Bisa tolong lebih cepat? Aku yang akan mati karena khawatir kalau kalian selambat ini.”

Suara Kate terdengar menakutkan. Pengawal dan sopir itu memberi jawaban dengan canggung. Sang sopir menambah kecepatan meski dengan hati yang was-was, ia memilih berkonsentrasi penuh ke jalanan.

“Kenapa kau tersenyum?”

Kate mengalihkan tatapannya ke arah Carl. Mendapati pria itu terkekeh pelan usai mendengar kalimatnya tadi.

“Aku hanya senang mendengarmu terlihat berbeda dari biasanya.”

“Cukup tetaplah terjaga, Carl. Dan berhenti mengejekku.”

“Bisakah kau membantuku tetap terjaga?”

“Bagaimana?”

“Cium aku sekarang.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status