"Kalau nggak bisa naik motor jangan berkendara di jalan raya!"
Seperti tuli, gadis berhijab yang masih memakai seragam mengajar bergegas menegakkan kembali motornya, tanpa melihat ke arah pengendara mobil yang ia tabrak akibat ia tidak menyadari bahwa ia melajukan motor matic merahnya di jalur yang salah.Tanpa mengatakan satu patah kata pun, Kiara Ramadhani kembali menaiki motornya dan melajukan benda itu kembali, mengabaikan ucapan-ucapan dari sosok berpakaian mewah yang ia tabrak tadi."Hei! Kamu mau ke mana? Kamu terluka!" teriak pria tersebut.Meski awalnya marah-marah, melihat gadis yang bertabrakan dengannya terluka, sisi kemanusiaan pria itu tersentil.Akan tetapi, Kiara sudah telanjur pergi. Gadis itu bahkan tidak merasakan sakit, padahal darah merembes di bagian lutut dan sikunya yang tadi terbentur aspal jalanan.Air mata Kiara terus mengalir. Pandangan matanya membuaram karena terhalang oleh genangan air yang tak berhenti mengalir. Bayangan sang ayah yang tergolek lemah di rumah sakit terus menjajah pikirannya.Ia belum akan tenang sebelum mengetahui nasib ayahnya.Sesampainya di rumah sakit, Kiara memarkir motornya begitu saja dan langsung mendatangi ibunya yang menunggu di depan ruang ICU."Bu, bagaimana keadaan Ayah?" Kiara langsung bersimpuh di hadapan ibunya.Kiara melihat wajah sembab sang ibu dan menggenggam tangan wanita paruh baya itu lebih erat, mencoba menguatkan.Wanita paruh baya itu menghela napas panjang sebelum mengatakan, "Kata dokter, ayahmu terkena serangan jantung.”Sepasang mata Kiara membelalak. "Ke-kenapa bisa, Bu?"Namun, pertanyaan itu tidak langsung mendapat jawaban karena detik itu, Siska, wanita yang melahirkan Kiara menyadari kondisi putrinya yang terlihat kacau."Sayang, kenapa ada banyak darah di bajumu?” tanya Siska panik. Sejenak ia melupakan kondisi suaminya yang belum sadar di dalam sana. “Apa yang terjadi, Nak?"Spontan Kiara melihat dirinya. Kedua bola matanya langsung membelalak melihat noda darah yang cukup banyak di bagian siku dan lututnya.Baru saat itu ia mulai merasakan perih yang mendera."Kamu kenapa, Sayang? Katakan pada Ibu!" Siska mengguncang bahu Kiara yang masih mematung menatap dirinya sendiri."Ta-tadi Kia jatuh, Bu," ucap gadis itu lirih."Astaghfirullah, bagaimana bisa? Sekarang ayo kita ke UGD! Lukamu harus segera diobati biar nggak infeksi!""Tidak, Bu! Kia mau lihat kondisi ayah dulu!" Gadis itu menolak. Pikirannya masih belum bisa tenang sebelum bisa memastikan keadaan ayahnya."Tapi ayahmu juga belum bisa ditemui.” Sang ibu terdengar tegas. “Ayo, sebaiknya kita obati dulu lukamu. Jangan membuat Ibu semakin khawatir, Nak."Kali ini Kiara menurut karena tidak tega dengan tatapan memohon dari sang ibu."Apa yang terjadi sama Ayah, Bu?" tanya Kiara lagi setelah luka-lukanya diobati. Siku dan lututnya terluka akibat jatuh tadi. Tidak terlalu dalam, tapi cukup membuat dua organ itu harus diperban.Siska kembali menghela napas, seakan-akan ada beban yang terlampau berat di dada."Perusahaan ayahmu bangkrut. Manajer keuangan melarikan uang perusahaan hingga menyebabkan kerugian yang cukup besar,” jelas sang ibu dengan suara pelan. “Ayahmu langsung pingsan mendengar berita itu.”"Astaghfirullahaladzim,” ucap Kiara. Ia menutup mulutnya, tidak percaya dengan kabar tersebut. “Kenapa tega sekali orang itu, Bu? Bukankah selama ini Ayah sudah memperlakukan para karyawannya dengan baik?"Ibu Kiara menggeleng pelan. “Ibu tidak tahu, Nak. Yang jelas … sekarang para karyawan menuntut gajinya yang belum dibayar.” Tangis Siska yang sejak tadi berusaha ia bendung, akhirnya jebol juga. “Kalau sampai seminggu ke depan belum dibayarkan … ayahmu akan dituntut.Kiara diam. Yang terdengar hanyalah suara tangis sang ibu.Gadis itu sedang berusaha memproses sederet informasi baru yang masuk. Tentang ayahnya, tentang manajer yang kabur, tentang tuntutan karyawan ….Semuanya terlalu tiba-tiba.Perusahaan ayahnya sebenarnya tidak terlalu besar, tapi jika bangkrut … sudah pasti kerugiannya juga tidak sedikit.“Sayang, dari mana kita dapat uang sebanyak itu?"Suara sang ibu kembali menyadarkan Kiara, hingga gadis itu akhirnya mengambil keputusan."Kita jual saja rumah kita, Bu," ucap Kiara.Spontan Siska menatap putrinya tak percaya.Rumah itu satu-satunya aset berharga yang mereka seharusnya mereka pertahankan hingga akhir.Jika rumah itu ikut dijual juga, di mana mereka akan tinggal selanjutnya?"Tapi, Nak–""Bu, Ayah lebih penting dari rumah itu. Kia nggak mau Ayah masuk penjara." Gadis berhijab itu menatap sang ibu dengan penuh keyakinan."Harusnya manager itu yang masuk penjara!" tukas wanita paruh baya itu."Benar, Bu. Tapi dia sudah kabur kan? Sembari mencari orang itu, lebih baik kita segera selesaikan dulu urusan ini. Kia nggak mau Ayah semakin sakit kalau sampai para karyawan menuntutnya, Bu.”Kiara menatap manik wanita yang melahirkannya ke dunia itu dengan penuh permohonan. "Percayalah, Bu. Kita pasti bisa bangkit lagi."Gadis itu berusaha meyakinkan sang ibu.."Nanti sisanya bisa kita pakai untuk mengontrak rumah sederhana, Bu. Untuk pengobatan Ayah biar Kia yang berusaha untuk mencarinya.”Namun, meski begitu, tak ayal hati Kiara meringis ngilu.Jika ayahnya harus dioperasi, pasti membutuhkan uang yang tidak sedikit. Dari mana dia mencari uang sebanyak itu dalam waktu dekat sedangkan honornya mengajar masih akan ia terima awal bulan depan? Itu pun jumlahnya tidak seberapa.Tampaknya, pemikiran Kiara disadari oleh sang ibu.Tatapan mata Siska pada putrinya semakin sendu. Seharusnya di usia putrinya yang sekarang, gadis itu bisa menikmati masa mudanya dengan bersenang-senang.Akan tetapi, putri semata wayangnya itu terpaksa harus banting tulang untuk mencari uang demi keluarga.Hati ibu mana yang tidak sedih melihat betapa tersiksanya sang buah hati?"Tapi gajimu tidak akan cukup untuk membiayai pengobatan ayahmu, Sayang. Apalagi kalau sampai operasi," ucap Siska kemudian.Rasanya wanita itu tak tega membiarkan putri satu-satunya itu harus bekerja keras sendirian sedangkan dirinya tidak mampu lagi untuk ikut bekerja karena fisiknya yang juga tidak terlalu kuat."Kia akan mencari pekerjaan tambahan, Bu. Alhamdulillah barusan Kia mendapatkan informasi pekerjaan dengan gaji dua kali lipat dari sekolah."Kedua mata Siska membelalak mendengar pengakuan putrinya."Pekerjaan apa?" tanya Siska. Perasaannya mulai tak nyaman sekarang."Mengajar les di rumah orang kaya, Bu. Setiap sore, Kia harus mengajari anak itu. Doakan Kia bisa diterima ya, Bu. Agar bisa melunasi biaya rumah sakit ayah," jawab Kiara tersenyum sembari membayangkan wajah cantik murid barunya.Helaan nafas lega terdengar dari mulut sang ibu. Setidaknya, bukan pekerjaan aneh-aneh yang dimaksud putrinya. Meski dalam keadaan sulit sekalipun, ia tak mau putrinya terjerumus dalam lembah dosa."Maafkan ibu dan ayah, Sayang. Seharusnya kamu tak perlu menanggung semua ini sendiri. Harusnya kamu fokus untuk dirimu sendiri, bukan malah menjadi tulang punggung begini." Mata Siska tampak sudah basah kembali."Jangan bicara seperti itu, Bu. Kia anak Ayah dan Ibu satu-satunya. Sudah jadi kewajiban Kia untuk menggantikan Ayah di saat Ayah sakit begini. Tolong doakan Kia ya, Bu. Doakan Kia bisa mendapatkan uang banyak agar kita nggak perlu menjual rumah."Kia meraih tangan ibunya dan meletakkan di atas kepalanya. Ada rasa hangat saat tangan berlumur kasih sayang itu mengelusnya pelan. Untuk sesaat beban yang ia rasakan seperti terangkat."Keluarga Bapak Hadi?" Suara perawat menginterupsi ibu dan anak itu."Bagaimana keadaan Ayah saya, Sus?" tanya Kiara dengan tatapan harap-harap cemas."Ada penyumbatan di jantung, jadi harus dilakukan tindakan operasi secepatnya."Bahu Kiara langsung terkulai mendengar penjelasan itu. Meskipun sudah memprediksi sebelumnya, tapi mendengar langsung dari pihak rumah sakit tetap saja membuatnya syok.Perawat itu menjelaskan mengenai apa yang harus dilakukan oleh Kiara, termasuk mengurus administrasi.Pikiran Kiara tak lagi mampu bekerja dengan benar. Ia membubuhkan tanda tangan pada setiap tempat yang ditunjukkan tanpa membaca lagi isinya. Tatapan gadis itu tampak kosong."Untuk sementara mbaknya bisa deposit 50 juta dulu. Selebihnya bisa dibayarkan kalau pasien sudah boleh pulang."Mendengar nominal yang harus dibayarkan saat ini membuat bahu Kiara terkulai lemas.Jika sekarang harus deposit 50 juta, itu artinya biaya yang dibutuhkan lebih dari itu. Dari mana ia bisa mendapatkan uang sebesar itu dalam waktu singkat?"Yuk sekarang kita mulai belajarnya.” Kiara mengeluarkan kartu huruf yang akan dijadikan sebagai alat peraga untuk pembelajaran kali ini. “Hari ini kita belajar merangkai huruf ya." Beberapa hari, setelah operasi ayahnya dinyatakan berhasil, Kiara secara berkala mendatangi alamat yang membutuhkan guru les sesuai informasi yang ia terima. Beruntung sebelumnya ia masih punya tabungan setengah dari uang deposit yang dipinta, jadi ayahnya bisa operasi.Namun, biaya yang dibutuhkan untuk pemulihan pasti lebih banyak lagi. Hasil penjualan rumah akan dialokasikan untuk membayar gaji.Inilah satu-satunya jalan yang bisa diusahakan kembali oleh Kiara.Untungnya, Cantika, gadis cilik yang menjadi murid les Kiara itu sangat manis. Meskipun mereka memang sedang belajar serius, tapi bocah itu merasa seperti sedang bermain sehingga tidak mudah bosan. Tampak jelas bahwa Cantika menyukai kehadiran Kiara dan antusias belajar bersama gurunya tersebut.Meskipun, di awal pertemuan, Cantika sempat salah m
Kiara melanjutkan langkahnya setelah beberapa detik terhenti karena ucapan konyol papanya Cantika. "Dia pikir aku ini apa? Jadi mamanya Cantika? Heh, yang benar saja!" Batin Kiara terus menggerutu hingga langkahnya terhenti di depan motor matic kesayangannya. Gadis itu mengambil helm dan memakainya. Saat kunci sudah tertanam di tempatnya, tiba-tiba ada sebuah tangan berotot yang mencabutnya tanpa izin. Spontan Kiara menoleh dan mendapati sosok dengan muka datar itu sudah berdiri di samping motornya dengan memainkan kunci. "Maaf, Tuan saya harus segera pulang," ucap Kiara masih mencoba untuk menjaga kesopanannya. "Saya belum selesai bicara, Bu guru. Kenapa Anda pergi begitu saja?" Samudra memasukkan kunci motor Kiara ke dalam saku celana membuat gadis berhijab itu melotot tak suka. "Apa yang Anda inginkan, Tuan? Kenapa Anda menghalangi saya?" Kali ini intonasi suara Kiara berubah datar tapi penuh penekanan. Tidak peduli meski pria yang saat ini ada di samping motornya itu adalah p
"Saya terima nikah dan kawinnya Kiara Ramadhani binti Hadi Wijaya dengan mas kawin uang tunai sebesar 2 miliar rupiah dan logam mulia seberat 2 kg dibayar tunai!"Tangis haru mengiringi prosesi sakral yang dilakukan di dalam ruang rawat di rumah sakit tersebut. Kiara dengan gaun putih dan kerudung putih serta mahkota di kepalanya tampak begitu cantik dan menawan. Namun tidak ada raut bahagia di wajahnya mengingat pernikahan yang dilakukan secara dadakan.Hadi Wijaya tersenyum lembut menatap Putri semata wayangnya kini sudah menjadi istri orang. Tanggung jawab atas Putri tunggalnya itu kini sudah beralih pada seorang pria bernama Samudra. "Nak Samudra tolong jaga putri saya satu-satunya ini. Dia adalah harta yang paling berharga bagi kami. Tolong bahagiakan dia seperti saya selalu memprioritaskannya. Jika nanti sudah tak ada lagi cinta pulangkan dia dengan cara baik-baik sebagaimana Samudra memintanya dengan cara baik-baik pula," ucap Hadi Wijaya dengan suara parau. Pria paruh baya it
Kiara terlonjak mendengar ucapan dingin lelaki yang baru saja menjadi suaminya. Jantungnya berdebar kencang ketika sorot mata pria tersebut seperti menembus tubuhnya. Langkah kaki Kiara terasa sangat berat. Tentu saja karena ini adalah malam pertama mereka. Bayangan ritual malam pertama dengan pria yang baru dikenalnya itu membuat aliran darah Kiara perpacu deras bersamaan keringat dingin yang mengucur di seluruh pori-pori kulitnya.b"Ma-maaf, Tuan saya harus menidurkan Cantika dulu," cicit Kiara. Suaranya tersangkut di tenggorokan sehingga lebih mirip seperti kucing sedang terjepit. Kiara melangkah masuk dengan kaki gemetar. Ditambah lagi pandangan pria itu terus mengikuti setiap pergerakan Kiara. Saat Kiara tengah kebingungan hendak melakukan apa, tiba-tiba pria dingin itu melempar bantal dan selimut padanya. "Kamu tidur di sofa!" ucap Samudra dingin."Tap-""Kita menikah karena Cantika. Saya lihat dia sangat menyayangimu. Dia juga menjadi lebih ceria setelah bertemu denganmu, jad
"Papa!" Samudra urung membalikkan badan saat suara putrinya memanggil."Sini masuk! Lihat Mama menguncir rambut cantik! Bagus nggak, Pa?" Gadis kecil itu meminta pendapat papanya atas penampilan barunya. "Iya, bagus. Cantika selalu cantik dalam kondisi apapun," jawab Samudra datar. "Kalau Mama cantik nggak, Pa?" Spontan sepasang pengantin baru itu saling tatap. ***"Kalau Mama cantik nggak, Pa?" tanya Cantika dengan mata berbinar-binar. Samudra melirik Kiara sekilas, laluengelus puncak kepala sang buah hati. "Mama masih kalah cantik dengan putri Papa. Karena putri Papa ini nggak ada tandingannya," jawab Samudra lembut. Berbeda sekali ketika berbicara dengan orang lain, termasuk Kiara. Samudra akan menunjukkan sisi lain yang berbeda pada putri semata wayangnya. Tak ada sakit hati pada diri Kiara karena dia tahu bahwa Samudra mengatakan itu untuk menyenangkan hati putrinya. Dirinya pun tak merasa kecewa dikatakan kalah cantik dengan bocah yang kini menjadi putri sambungnya itu ka
Kiara mengambil ponselnya dari dalam tas. Lalu membuka kunci dengan pola yang sudah dia setting. Saat itulah sebuah pesan masuk dari nomor asing."Nanti saya nggak bisa jemput. Pulangnya naik taksi saja! Saya juga sudah transfer uang bulanan buatmu. Terserah mau digunakan buat apa saja. Kalau untuk kebutuhan dapur sudah diatur Mama!" Tak berselang lama notifikasi M-banking berbunyi. Kiara membukanya dan seketika kedua matanya membelalak. ***Deretan angka dengan jumlah nol sebanyak 7 itu membuat pikiran Kiara mendadak blank. Dia memang bukan orang miskin sebelum perusahaan ayahnya bangkrut. Namun dia tidak pernah diberi uang bulanan sebanyak itu oleh sang ayah karena ayahnya senantiasa mendidik Kiara untuk menjadi gadis yang pandai bersyukur berapapun uang jajan yang diberikan. Kini baru sehari menjadi istri Samudra, lelaki itu sudah membuat rekeningnya mendadak gendut. Mahar dua miliar yang dikasih kemarin pun belum dia sentuh sama sekali. Dan sekarang dia mendapatkan 50 juta per
"Sayang, maafin Mama ya? Mama nggak tahu kalau Cantik alergi sama kacang," ucap Kiara dengan penuh penyesalan. "Nggak papa, Mama. Cantik sudah nggak sesak nafas lagi. Yang penting Cantik sudah tahu rasanya makan es cream," jawab Cantika membuat Kiara yang menangis jadi terkekeh. "Jadi kamu mencoba meracuni anak saya?!"***"Jadi kamu mencoba meracuni anak saya? Baru sehari menjadi ibunya, dan kamu sudah berani membahayakan nyawa anak saya! Saya kecewa sama kamu!" Samudra melangkah ke depan lalu memeluk putrinya yang tengah terbaring di atas brankar. Kalau hanya diabaikan, Kiara masih bisa terima. Tapi dituduh membahayakan Cantika dan dibentak di depan para perawat membuat hatinya sangat sakit. Andai Kiara tidak ceroboh dan bertanya dulu sebelum mengajak Cantika makan di luar, pasti kejadian ini tak akan terjadi. Tapi nasi sudah menjadi bubur, tak mungkin bisa kembali seperti semula. "Maaf, Mas. Aku tidak tahu kalau Cantika alergi kacang," lirih Kiara sambil menunduk. Dadanya berg
Suara ketukan sepatu yang beradu dengan lantai perlahan mendekat. Spontan semua tatapan mata tertuju pada sumber suara. "Samudra, apa benar kamu sudah menikah lagi?"Semua pasang mata menatap wanita paruh baya dengan dandanan bak sosialita yang baru saja masuk tanpa salam. "Jeng Winda, sini ikut makan bersama," sambut mamanya Samudra.Wanita yang selalu bersikap lemah lembut itu berdiri. Mengulas senyum terbaik untuk wanita yang pernah menjadi besannya di masa lalu. Namun sayangnya wanita seumuran tapi tampil lebih glamor itu hanya tersenyum sinis. Tatapannya justru tertuju pada Kiara yang menunduk menekuri makannya. "Apa benar Samudra sudah menikah lagi?" ulangnya dengan tatapan masih tertuju pada Kiara. "Mari duduk makan dulu, Jeng. Nanti kita bicara setelah ini." Melinda tetap kalem meski Winda tampak sedang menahan emosi. "Nggak usah basa-basi lagi, Jeng. Saya sudah dengar kalau Samudra menikah lagi. Wanita itu kan yang menggantikan posisi anak saya?" Winda melengos. Samudra
Pagi ini ada yang berbeda dengan Kiara. Jika biasanya sepagi ini ia sibuk menyiapkan putrinya untuk berangkat sekolah dengan membuatkan bekal makan yang lezat dengan bentuk yang unik, kali ini wanita itu meminta bibik untuk menggantikan tugasnya. Bukan karena sudah tak mau lagi menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga. Hanya saja semenjak sang suami memberinya tugas di kantor untuk menjadi seorang CFO, dia tak memiliki banyak waktu luang di rumah. Selain bekerja, Kiara diwajibkan untuk belajar secara privat agar bisa menjalankan tugasnya. Beruntung Kiara termasuk seorang pembelajar dan pengingat yang baik. Sehingga dia tidak kesulitan salam memahami setiap materi yang diberikan.Dan saat ini, Kiara sudah siap dengan gamis warna mocca dipadu blazer hitamnya. Tampak anggun dan berkelas meskipun memakai pakaian syar'i. Di depan cermin, Kiara berdiri mengamati pantulan tubuhnya yang tampak berbeda. Samudra tersenyum menatap sang istri penuh cinta. Perlahan pria itu mendekat lalu meling
"Kenapa aku harus ikut? Apa Mas nggak takut keberadaanku justru mengganggu pekerjaan Mas?" Tak mudah tersenyum penuh makna. Sudah ada kejutan yang ia siapkan di kantor untuk menyambut kedatangan sang istri. Melihat suaminya hanya senyum-senyum wanita itu tak tahan lalu mencubit lengan sang suami. "Mas, aku serius bertanya. Kenapa malah senyum-senyum nggak jelas?" Ingin rasanya Kiara menjitak kepala suaminya adik iya tak takut dosa. Sungguh saat ini ia merasa suaminya begitu misterius. Tidak lebih tepatnya sejak dua hari yang lalu. Setelah mobil terparkir sempurna pasangan suami istri itu keluar dan berjalan dengan elegan menuju kantor yang begitu menjulang. Anehnya Kiara merasa kondisi kantor terasa tidak biasa. Dalam hati ia bertanya kenapa jam segini masih sangat sepi bahkan tidak ada seorangpun yang terlibat di lobi. Belum hilang rasa penasaran Kiara tiba-tiba dia mendengar derap langkah yang saling bersahutan dari balik lift yang tiba-tiba terbuka. Kiara menutup mulutnya den
Pagi-pagi sekali di kediaman Samudra sudah terjadi keributan lantaran Cantika masih ngambek karena belum bisa melihat papa dan mamanya. Gadis kecil itu terus membuat ulah sampai pengasuh yang biasa membantunya kewalahan."Gak mau! Cantik nggak mau mandi kalau nggak sama mama!" teriak gadis kecil itu sambil melempar bantal serta bonekanya hingga berserakan di lantai. "Oma bohong! Katanya mama akan pulang tapi kenapa sampai sekarang belum datang juga?" Suara Cantika makin melemah karena kelelahan. Melinda menghela nafas panjang menyaksikan cucu kesayangan tampak begitu rapuh menunggu kehadiran menantunya, Kiara. Sebenarnya bisa saja wanita paruh baya itu langsung menghubungi Mama sambung Cantika tapi dia tidak melakukannya karena ada niat berselubung. Mumpung ada kesempatan mereka bisa keluar berduaan maka tak ingin menyia-nyiakan. Dia sangat yakin Kiara akan bertahan jika sudah hamil.Walaupun saat ini gadis yang dinikahi secara dadakan oleh putra semata wayangnya itu sudah memaafkan
Aroma masakan menguar hingga memenuhi rongga hidung wanita cantik yang masih terbaring di atas kasur. Kedua matanya perlahan membuka seiring dengan perutnya yang berbunyi. Kiara menoleh ke kanan dan sebuah senyum menyambutnya. Samudra menatap sang istri dengan mata berbinar. Posisinya yang menghadap Sanga istri dengan tangan menyangga kepala dan siku sebagai tumpuan. Kiara mengerjap-ngerjapkan matanya. Mendadak bayangan peristiwa beberapa jam lalu berputar bak film di benaknya membuat pipi putihnya memerah karena malu. Terlebih saat ini sang suami tengah menatapnya begitu intens. "Ma-mas?" ucapnya terbata-bata.Samudra tersenyum lalu menyelipkan helaian rambut sang istri ke belakang telinga. "Nyenyak sekali boboknya. Sampai-sampai aku mengira tengah bersama putri tidur," ujar lelaki itu. Kiara memukul dada bidang suaminya dengan pukulan yang lebih terasa seperti elusan bagi Samudra. Setelah beberapa menit menggoda sang istri, Lelaki berhidung mancung itu membuka selimut hingga tub
"Kita butuh waktu berdua untuk membuatkan adik Cantika. Kalau di rumah terus, adik pesanan Cantika nggak akan pernah terbentuk," bisik Samudra membuat wajah Kiara memanas. Lelaki itu tersenyum nakal ketika sudah memasuki suit room yang begitu mewah. Dengan menggunakan satu kaki, ia mendorong pintu hingga tertutup dan terkunci otomatis. Sedangkan tangan pria itu tak mau lepas dari pinggang ramping sang istri. Tatapan mereka saling beradu dengan deru nafas saling berlomba. Kiara tahu bagaimana cara meredam api cemburu yang sempat membakar dada lelaki yang telah menghalalkannya itu akibat kehadiran pria bernama Aldo. Meski dengan wajah malu-malu, tapi wanita berhijab itu tahu tugasnya untuk membuat sang suami meleleh. Detik berikutnya hanya ledakan kembang api yang begitu indah mendominasi perasaan pasangan suami istri tersebut. Entah kapan Samudra menyiapkan semua ini. Yang jelas dari dekorasi kamar hotel ini dengan banyaknya kelopak bunga mawar, lilin aroma terapi, musik klasik yang
Sepanjang perjalanan dari mall menuju ke rumah Samudra tidak buka suara. Tiara sendiri hanya bisa takut-takut pada suaminya. Wanita berhijab itu tahu kalau saat ini sang suami sedang menahan emosi. Tapi dia tidak berani untuk mengatakan sesuatu sampai pria itu sendiri yang mengajaknya berbicara. Tepat saat mobil berhenti di lampu merah Samudra menoleh ke samping kiri lalu kedua matanya menatap dalam sang istri. "Sejauh mana hubunganmu dengan Aldo dulu?" Pertanyaan Samudra membuat hati Kiara tergelitik. Bagaimana tidak Tiara tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki manapun sebelum menikah karena dia memiliki prinsip pacaran setelah menikah. Itulah sebabnya dulu meskipun Aldo adalah pria populer di kampusnya dan digilai oleh para mahasiswi dia sendiri tidak tertarik untuk mengenal lebih dekat walaupun pria tersebut berusaha untuk mendekatinya. Kiara menatap suaminya dengan tatapan lembut lalu telapak tangannya diletakkan di atas punggung telapak tangan sang suami yang sedang ber
"Kamu bilang apa barusan?""Gak ada! Aku cuma bilang lanjutkan sampai para jomblo kejer-kejer lihat tingkah kalian berdua yang norak!" Sontak tawa Kiara dan Samudera berderai. Yeni yang semula kesal mendadak terkesima dengan ketampanan Samudra yang meningkat berkali-kali lipat ketika tertawa. "Busyet, ada malaikat tak bersayap," batinnya memuji. "Tuhan, masih adakah stock pria seperti dia," batin Yeni lagi. Namun detik berikutnya iawngucap istigfar karena sudah memuji bahkan menginginkan orang yang dibencinya. Di saat situasi masih belum terkendali, tiba-tiba datang seorang pria. "Maaf, apa saya boleh bergabung?""Maaf apa saya boleh bergabung?"Sontak tiga orang dewasa yang sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing itu menoleh. Ketiganya menatap pria yang berdiri dengan pakaian casual itu dengan ekspresi berbeda-beda. Yeni dengan senyumnya yang mengembang sempurna, Kiara dengan ekspresi tak tergambarkan, sedangkan Samudra dengan wajah datar seperti biasanya. "Aldo!" Yeni be
"Sayang, apa susah selesai?" Samudra sengaja merangkul pundak sang istri untuk menunjukkan kepemilikannya. "Eh, Ma-mas Sam su-sudah dari tadi di sini?" Mendadak Kiara gagap."Ya lumayan. Sejak temanmu mengatakan ada pria bernama Aldo masih mencintaimu."Sontak dua wanita itu membuka mulutnya karena ucapan Samudra yang terang-terangan.Samudra mengabaikan pertanyaan sang istri lalu memilih untuk duduk di samping wanita yang ia cinta itu. Dengan satu wajah datar yaitu menatap Yeni sekilas lalu kembali menatap sang istri dengan senyum menawannya. "Sudah selesai makannya, sayang?"Meskipun Samudra bertanya dengan bibir tersenyum tapi kilatan cemburu di matanya membuat Kiara senam jantung. Wanita berhijab itu duduk dengan gelisah karena ia tahu persis bagaimana suaminya kalau sedang cemburu. Kedua bola mata Tiara melirik Yeni yang menatap dirinya dan suaminya bergantian. Tidak seperti sebelumnya Yeni tampak tidak suka dengan kedatangan Samudra. Wanita itu merekam semua perkataan ibunya
Kiara melangkah dengan elegan menuju tempat janjian dengan teman lamanya, Yeni. Sementara Samudra berbelok arah menuju ruang manager karena memang tujuannya datang kemari untuk bertemu dengan manager. "Kiara, sini!" Yeni melambaikan tangan dengan antusias melihat kehadiran Kiara. Meskipun mereka sudah lama tidak bertemu, tapi Yeni masih bisa mengenali Kiara. Memang penampilan Kiara sekarang jauh lebih berkelas dan elegan dibanding dulu saat kuliah yang sederhana. Namun cara berjalan dan postur tubuhnya tidak berubah sama sekali sehingga Yeni bisa langsung mengenali meskipun jarak mereka cukup jauh. Kiara mengulas senyum sambil terus melangkah maju. Tidak ada suara ketukan sepatu yang bikin berisik karena Kiara berjalan dengan sangat tenang. Tidak tergesa-gesa dan tidak juga terlalu lambat. "Assalamualaikum my sister!" Kiara tersenyum melihat antusiasme Yeni. Wanita yang dulu sangat tomboi itu kini tampak lebih anggun meski sikapnya yang heboh tetap tidak berubah. Iya langsung ber