"Papa!" Samudra urung membalikkan badan saat suara putrinya memanggil.
"Sini masuk! Lihat Mama menguncir rambut cantik! Bagus nggak, Pa?" Gadis kecil itu meminta pendapat papanya atas penampilan barunya."Iya, bagus. Cantika selalu cantik dalam kondisi apapun," jawab Samudra datar."Kalau Mama cantik nggak, Pa?"Spontan sepasang pengantin baru itu saling tatap.***"Kalau Mama cantik nggak, Pa?" tanya Cantika dengan mata berbinar-binar.Samudra melirik Kiara sekilas, laluengelus puncak kepala sang buah hati."Mama masih kalah cantik dengan putri Papa. Karena putri Papa ini nggak ada tandingannya," jawab Samudra lembut.Berbeda sekali ketika berbicara dengan orang lain, termasuk Kiara. Samudra akan menunjukkan sisi lain yang berbeda pada putri semata wayangnya. Tak ada sakit hati pada diri Kiara karena dia tahu bahwa Samudra mengatakan itu untuk menyenangkan hati putrinya. Dirinya pun tak merasa kecewa dikatakan kalah cantik dengan bocah yang kini menjadi putri sambungnya itu karena pada dasarnya Kiara tidak pernah gila pujian.Sarapan pagi kali ini terasa lebih hidup dari biasanya. Celotehan Cantika mewarnai pagi itu. Mau tak mau semua orang ikut tersenyum mendengarnya."Papa, nanti hari Minggu kita jalan-jalan bertiga ke Dufan ya? Cantika ingin merasakan ke Dufan sama Mama dan Papa seperti teman-teman Cantika yang lain."Permintaan gadis itu sangat sederhana sebenarnya. Namun sangat sulit untuk dikabulkan oleh Samudra mengingat hari Minggu sudah memiliki janji dengan seseorang."Berdua saja sama Mama, ya? Papa nggak bisa," ujar Samudra.Seketika wajah Cantika berubah muram. Bibirnya mengerucut dengan mata berkaca-kaca. Kiara langsung memeluk putri sambungnya dengan kasih sayang."Nggak papa, Sayang. Kita pergi berdua saja. Kita puas-puasin naik wahana yang ada di sana, gimana?" bujuk Kiara.Sengaja dia melakukan itu karena dirinya juga belum siap pergi dengan suaminya. Entah mengapa mengetahui kalau suaminya tidak menginginkan pernikahan ini sungguhan, hatinya terasa sakit. Sebisa mungkin Kiara membangun benteng yang tinggi agar tidak jatuh cinta pada pria dingin itu.Selesai sarapan, Samudra mengantar Kiara dan Cantika ke sekolah. Seperti permintaannya kemarin, hari ini Kiara mendampingi Cantika lomba. Semalam dia juga sudah izin pada kepala sekolah tempatnya mengajar kalau hati ini tidak bisa masuk karena ada kepentingan mendesak.Memang Kiara tidak mengatakan kalau dirinya sudah menikah karena menurutnya tidak perlu. Toh pernikahannya baru nikah siri saja. Prosesnya yang mendadak tidak sempat mengurus surat-surat ke KUA. Samudra menjanjikan akan mengurusnya nanti dan Kiara harap lelaki itu tidak lupa.Meskipun pernikahan ini tidak diharapkan, tapi baginya tidak ada pernikahan main-main. Prinsipnya menikah hanya sekali seumur hidup.Sepanjang jalan menuju sekolah, Cantika tampak ceria. Wajahnya berseri-seri. Sesekali dia menyanyi lalu mengomentari apapun yang dia lihat di jalan. Hanya suara bocah itu yang mendominasi dan sesekali Kiara menanggapi."Sudah sampai!" ucap Samudra datar.Kiara langsung membuka pintu samping tanpa menunggu lelaki itu turun dan membukakannya. Wanita itu sadar diri kalau keberadaannya hanya untuk melengkapi keluarga kecil yang tumpang karena ditinggal salah satu orang penting dalam hidup mereka. Ya, Kiara hanya sebagai pengganti mama Cantika yang lebih dulu meninggalkan keluarga kecil itu."Yuk, Ma!" Cantika menarik tangan Kiara menuju ke kelasnya yang tampak sudah ramai dari luar. Di teras juga ada beberapa ibu-ibu yang masih berbincang.Samudra hanya memandang kepergian Cantika dan Kiara dari dalam mobil. Tidak ada niatan lelaki itu untuk sekadar turun dan mengantar sampai depan kelas. Baginya, kebahagiaan sang buah hati yang nomor satu. Dan kini ia melihat kebahagiaan putri kecilnya itu sudah menyertai sehingga ia merasa tidak perlu terlalu dalam ikut terlibat lagi dalam mengasuh Cantika.Ya, sejak saat ini, ia menyerahkan kebahagiaan putrinya pada wanita yang telah ia nikahi itu."Eh, Cantika sama siapa ini?" sapa seseibu dengan dandanan maksimal."Mama! Ini mamaku!" jawab Cantika ceria.Akibat ucapannya yang lantang itu, semua yang ada di sana langsung menatap bocah dengan rambut dikucir dan berhias pita warna pink itu. Ada yang menatap Kiara dengan tatapan kagum ada juga yang menatapnya dengan tatapan sinis."Kamu sudah punya mama? Beneran ini mama kamu? Bukan pengasuhmu?" Entah apa yang ada dalam pikiran seseibu tersebut. Kenapa begitu tega mengatakan hal itu pada Cantika.Kiara sendiriasih terdiam sambil mengulas senyum tipis. Membaca situasi sebelum bertindak."Ini mamaku! Tadi malam Mama baru aja menikah dengan papan. Iya kan, Ma?" Cantika meminta dukungan pada mamanya.Sementara orang yang barusan berbicara menatap Kiara tak suka. Lalu tatapannya memindai penampilan Kiara dari ujung kepala hingga ke ujung kaki dan kembali lagi ke ujung kepala seolah-olah sedang menilai."Kok bisa sih, Pak Sam yang ganteng maksimal itu menikah dengan wanita model begini? Nggak ada menarik-menariknya sama sekali," gumam wanita itu.Sejak tadi wanita yang memakai pakaian glamour dengan make up tebal itu menatap Kiara tak suka. Sementara ibu-ibu yang lain hanya diam menyaksikan mereka.Dalam hati Kiara terus mengucap istighfar agar tidak meladeni mulut pedasnya. Bagaimanapun dia ke sini untuk Cantika. Dia tak mau merusak kebahagiaan putrinya dengan meladeni wanita itu."Ya bisalah, mamaku kan baik!" Cantika memasang badan untuk membela mama sambungnya. Keberanian gadis kecil itu mendadak naik berkali-kali lipat.Jika sebelumnya dia hanya diam saja saat di-bully karena tidak memiliki ibu, sekarang dengan adanya Kiara, gadis kecil itu menjadi lebih berani. Nampak sekali dia tengah membanggakan Kiara sebagai ibunya.Tak berapa lama terdengar pengumuman bahwa acara lomba ibu dan anak akan segera dimulai. Semua peserta lomba diminta untuk berkumpu di aula."Yang sabar ya, Mbak. Bu Heni memang begitu. Dia sudah lama sekali naksir sama Pak Sam, tapi tidak pernah digubris. Mungkin dia cemburu karena Mbak ...?""Kiara. Panggil saja Kiara," potong Kiara."Ya, Mbak Kiara. Bahkan setiap hari Bu Heni akan dandan seperti itu untuk menarik perhatian Pak Sam. Sayangnya Pak Sam memang tidak tertarik padanya. Siapa juga yang mau sama wanita model begitu?" bisik wanita itu lagi.Saat ini Kiara duduk berdampingan dengan wanita yang terlihat lebih ramah dibanding ibu-ibu lainnya. Penampilannya juga sederhana dan tidak neko-neko. Sepertinya Kiara cocok berteman dengannya nanti."Kenalkan, saya Yulia," wanita itu mengulurkan tangan kembali mengulas senyum.Kiara menerima uluran itu dan tersenyum ramah. Di depan tampak seorang MC tengah membuka acara. Untuk sesaat fokus mereka teralihkan."Mbak Kiara berarti pengantin baru dong!" Tiba-tiba Yulia kembali berbisik.Kiara hanya menanggapi dengan mengangguk serasa tersenyum."Wah, masih anget-angetnya ini. Gimana, Pak Sam pasti hot banget ya? Lihat postur tubuhnya, pasti hot." Yulia tersenyum sembari mengedipkan mata.Kiara hanya tersenyum kikuk. Tidak tahu harus menanggapi seperti apa karena semalam terlewat begitu saja. Bahkan hingga pagi, lelaki itu masih datar-datar saja."Tukeran nomor HP yuk! Kayaknya kita bakalan cocok!" Yulia menyodorkan ponselnya pada Kiara.Meski agak ragu, wanita berhijab itu tetap menuliskan nomor di ponsel Yulia lalu mengembalikannya."Aku Miss call, ya?""Iya."Kiara mengambil ponselnya dari dalam tas. Lalu membuka kunci dengan pola yang sudah dia setting. Saat itulah sebuah pesan masuk dari nomor asing."Nanti saya nggak bisa jemput. Pulangnya naik taksi saja! Saya juga sudah transfer uang bulanan buatmu. Terserah mau digunakan buat apa saja. Kalau untuk kebutuhan dapur sudah diatur Mama!"Tak berselang lama notifikasi M-banking berbunyi. Kiara membukanya dan seketika kedua matanya membelalak.Kiara mengambil ponselnya dari dalam tas. Lalu membuka kunci dengan pola yang sudah dia setting. Saat itulah sebuah pesan masuk dari nomor asing."Nanti saya nggak bisa jemput. Pulangnya naik taksi saja! Saya juga sudah transfer uang bulanan buatmu. Terserah mau digunakan buat apa saja. Kalau untuk kebutuhan dapur sudah diatur Mama!" Tak berselang lama notifikasi M-banking berbunyi. Kiara membukanya dan seketika kedua matanya membelalak. ***Deretan angka dengan jumlah nol sebanyak 7 itu membuat pikiran Kiara mendadak blank. Dia memang bukan orang miskin sebelum perusahaan ayahnya bangkrut. Namun dia tidak pernah diberi uang bulanan sebanyak itu oleh sang ayah karena ayahnya senantiasa mendidik Kiara untuk menjadi gadis yang pandai bersyukur berapapun uang jajan yang diberikan. Kini baru sehari menjadi istri Samudra, lelaki itu sudah membuat rekeningnya mendadak gendut. Mahar dua miliar yang dikasih kemarin pun belum dia sentuh sama sekali. Dan sekarang dia mendapatkan 50 juta per
"Sayang, maafin Mama ya? Mama nggak tahu kalau Cantik alergi sama kacang," ucap Kiara dengan penuh penyesalan. "Nggak papa, Mama. Cantik sudah nggak sesak nafas lagi. Yang penting Cantik sudah tahu rasanya makan es cream," jawab Cantika membuat Kiara yang menangis jadi terkekeh. "Jadi kamu mencoba meracuni anak saya?!"***"Jadi kamu mencoba meracuni anak saya? Baru sehari menjadi ibunya, dan kamu sudah berani membahayakan nyawa anak saya! Saya kecewa sama kamu!" Samudra melangkah ke depan lalu memeluk putrinya yang tengah terbaring di atas brankar. Kalau hanya diabaikan, Kiara masih bisa terima. Tapi dituduh membahayakan Cantika dan dibentak di depan para perawat membuat hatinya sangat sakit. Andai Kiara tidak ceroboh dan bertanya dulu sebelum mengajak Cantika makan di luar, pasti kejadian ini tak akan terjadi. Tapi nasi sudah menjadi bubur, tak mungkin bisa kembali seperti semula. "Maaf, Mas. Aku tidak tahu kalau Cantika alergi kacang," lirih Kiara sambil menunduk. Dadanya berg
Suara ketukan sepatu yang beradu dengan lantai perlahan mendekat. Spontan semua tatapan mata tertuju pada sumber suara. "Samudra, apa benar kamu sudah menikah lagi?"Semua pasang mata menatap wanita paruh baya dengan dandanan bak sosialita yang baru saja masuk tanpa salam. "Jeng Winda, sini ikut makan bersama," sambut mamanya Samudra.Wanita yang selalu bersikap lemah lembut itu berdiri. Mengulas senyum terbaik untuk wanita yang pernah menjadi besannya di masa lalu. Namun sayangnya wanita seumuran tapi tampil lebih glamor itu hanya tersenyum sinis. Tatapannya justru tertuju pada Kiara yang menunduk menekuri makannya. "Apa benar Samudra sudah menikah lagi?" ulangnya dengan tatapan masih tertuju pada Kiara. "Mari duduk makan dulu, Jeng. Nanti kita bicara setelah ini." Melinda tetap kalem meski Winda tampak sedang menahan emosi. "Nggak usah basa-basi lagi, Jeng. Saya sudah dengar kalau Samudra menikah lagi. Wanita itu kan yang menggantikan posisi anak saya?" Winda melengos. Samudra
Kiara baru saja akan berbaring ketika tiba-tiba ponselnya berdering. Gegas ia membukanya. "Ibu.""Assalamualaikum, Bu. Bagaimana kondisi ayah?"[...]"Apa?!" Spontan tangan Kiara bergetar hingga ponselnya terjatuh ke lantai. Bersamaan dengan itu Samudera keluar dari kamar mandi."Ada apa?" Samudra berjalan menuju ranjang. Namun sempat terhenti melihat raut wajah sang istri yang tampak shock.Kiara bergeming. Pikirannya kosong dengan bulir-bulir air mata sudah saling berebut lirih membasahi pipinya. "Hei, apa kamu tuli? Ada apa?" Pria tampan tapi dingin itu setengah membernya. Tak suka diabaikan oleh wanita yang sudah ia nikahi tersebut.Mendengar suara yang cukup nyaring membuat Kiara terlonjak. Kesadarannya pulih kembali. Namun tak berlangsung lama karena mendadak ia teringat telepon barusan. Gegas ia berdiri dan meraih tas slempang yang tergantung."Saya izin pergi dulu, Mas!" Menghiraukan pertanyaan sang suami, Kiara memasukkan ponsel yang baru saja ia pungut di lantai kendalam s
"Cantika suka baca buku apa? Mau Mama bacakan buku cerita?" tawar Kiara. "Mau, Ma! Cantik mau cerita putri Elsa!"Baru saja hendak mengambil buku di rak, Kiara merasakan punggungnya menabrak seseorang.Spontan Kiara memekik. Lalu membalikkan badan karena merasakan sebuah tangan menahan kedua bahunya. "Ma-mas? Bu-bukannya tadi sedang tidur?" Kiara tergagap-gagap mendapat tatapan seintens itu. Menyadari posisinya yang terlalu dekat, spontan Samudra melepas tangannya membuat tubuh Kiara oleng dan hampir terjatuh. Beruntung lantai kamar ini dialasi dengan karpet bulu yang cukup tebal sehingga andai dia benar-benar jatuhpun tidak akan terlalu sakit. "Saya mau memastikan keadaan putri saya!" Jawaban singkat dan dingin itu mengakhiri kontak antara keduanya. Karena deuim berikutnya Samudra sudah melangkah menuju Canuika yang asik main ayunan. "Papa, tadi di bawah kok ada suara ribut-ribut? Siapa yang bertengkar, Pa? Bertengkar itu kan nggak baik ya, Pa? Kalau salah minta maaf aja nggak u
"Bik, tamu yang tadi apa ... masih ada di bawah?" tanya Kiara ragu-ragu.Bibik melirik Cantika yang asik dengan mainan di tangannya. "Sudah pergi, Mbak. Baru saja. Tapi ...""Tapi?" potong Kiara."Tapi beliau pergi sambil terus mengumpat. Kayaknya masih belum terima," ucapnya. Sedetik kemudian ia menutup mulut dengan tangannya. "Maafkan bibik, Mbak Kia. Duh, mulut ini suka keceplosan!" Setelah mengatakan itu buru-buru bibik pergi karena takut ditanya lebih banyak lagi oleh Kiara. Setelah menyuapi Cantika, Kiara keluar kamar putrinya. Tepat saat tangannya hendak membuka hendel pintu kamar, sebuah tangan kekar juga melakukan hal yang sama. Alhasil kini tangan Kiara digenggam oleh tangan pria tersebut. Keduanya spontan saling tatap hingga menyebabkan sengatan listrik yang membuat tubuh keduanya menegang."Maaf," ucap Kiara kikuk. Wanita itu segera menggeser tubuhnya dari depan pintu, memberi akses pada Samudra untuk masuk lebih dulu. Sesampainya di k
"Kalian kompak sekali," puji Melinda.Kiara duduk di sebelah Samudra. Sedangkan di sebelah kirinya Cantika yang tidak mau jauh-jauh darinya. "Pagi semuanya!" Tiba-tiba seorang gadis dengan pakaian glamour masuk dan bergabung dengan mereka seolah-olah sudah terbiasa melakukannya. Wanita itu langsung duduk di samping Samudra seperti sudah terbiasa. Mendadak suasana menjadi hening. Melinda menatap wanita itu dan Kiara bergantian. Sedangkan Samudra tetap cuek seperti sebelumnya. "Kenapa Tante selalu datang ke sini? Emang di rumah Tante tidak ada sarapan ya?" tanya Cantika. Wajah bocah itu tidak bersahabat. Tatapannya tajam seolah ingin mengintimidasi wanita tersebut. Namun dengan wajahnya yang kecil itu justru membuatnya terlihat makin menggemaskan. "Sayang, Tante ke sini untuk menemani Cantika. Katanya Cantika mau ikut lomba, jadi Tante sengaja datang untuk mengantar Cantika," jawab wanita itu lembut. Lebih tepatnya dibuat lembut. "Cantika nggak m
Wanita kelahiran Solo itu memejamkan mata sejenak sembari menarik nafas panjang. Setelah mampu menguasai diri ia mengetuk pintu dua kali."Masuk!" Suara bariton itu serupa lonceng kematian baginya. Dengan tangan gemetar Kiara membuka pintu tersebut. Sebuah tatapan tajam langsung menyambut kedatangannya. Namun yang lebih mencengangkan lagi adalah keberadaan seseorang yang dikenalnya duduk di sana sambil menatapnya juga."Silakan duduk, Bu Kia!" Pria berusia awal tiga puluh tahunan yang sangat disegani seluruh guru dan murid itu menatap Kiara dengan tatapan yang sulit diartikan.Jika biasanya Pak Arsel-panggilan untuk kepala sekolah-selalu bersikap ramah dan murah senyum pada Kiara, kali ini berbeda. Pria itu tampak dingin dan tegas. Membuat tubuh Kiara yang sudah diliputi kecemasan mendadak semakin menggigil. Terlebih di sofa yang berhadapan dengan Arsel duduk pria yang sejak tadi membuatnya jengkel karena ditinggal sendirian di sekolah putrinya. "Te-terima
Pagi ini ada yang berbeda dengan Kiara. Jika biasanya sepagi ini ia sibuk menyiapkan putrinya untuk berangkat sekolah dengan membuatkan bekal makan yang lezat dengan bentuk yang unik, kali ini wanita itu meminta bibik untuk menggantikan tugasnya. Bukan karena sudah tak mau lagi menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga. Hanya saja semenjak sang suami memberinya tugas di kantor untuk menjadi seorang CFO, dia tak memiliki banyak waktu luang di rumah. Selain bekerja, Kiara diwajibkan untuk belajar secara privat agar bisa menjalankan tugasnya. Beruntung Kiara termasuk seorang pembelajar dan pengingat yang baik. Sehingga dia tidak kesulitan salam memahami setiap materi yang diberikan.Dan saat ini, Kiara sudah siap dengan gamis warna mocca dipadu blazer hitamnya. Tampak anggun dan berkelas meskipun memakai pakaian syar'i. Di depan cermin, Kiara berdiri mengamati pantulan tubuhnya yang tampak berbeda. Samudra tersenyum menatap sang istri penuh cinta. Perlahan pria itu mendekat lalu meling
"Kenapa aku harus ikut? Apa Mas nggak takut keberadaanku justru mengganggu pekerjaan Mas?" Tak mudah tersenyum penuh makna. Sudah ada kejutan yang ia siapkan di kantor untuk menyambut kedatangan sang istri. Melihat suaminya hanya senyum-senyum wanita itu tak tahan lalu mencubit lengan sang suami. "Mas, aku serius bertanya. Kenapa malah senyum-senyum nggak jelas?" Ingin rasanya Kiara menjitak kepala suaminya adik iya tak takut dosa. Sungguh saat ini ia merasa suaminya begitu misterius. Tidak lebih tepatnya sejak dua hari yang lalu. Setelah mobil terparkir sempurna pasangan suami istri itu keluar dan berjalan dengan elegan menuju kantor yang begitu menjulang. Anehnya Kiara merasa kondisi kantor terasa tidak biasa. Dalam hati ia bertanya kenapa jam segini masih sangat sepi bahkan tidak ada seorangpun yang terlibat di lobi. Belum hilang rasa penasaran Kiara tiba-tiba dia mendengar derap langkah yang saling bersahutan dari balik lift yang tiba-tiba terbuka. Kiara menutup mulutnya den
Pagi-pagi sekali di kediaman Samudra sudah terjadi keributan lantaran Cantika masih ngambek karena belum bisa melihat papa dan mamanya. Gadis kecil itu terus membuat ulah sampai pengasuh yang biasa membantunya kewalahan."Gak mau! Cantik nggak mau mandi kalau nggak sama mama!" teriak gadis kecil itu sambil melempar bantal serta bonekanya hingga berserakan di lantai. "Oma bohong! Katanya mama akan pulang tapi kenapa sampai sekarang belum datang juga?" Suara Cantika makin melemah karena kelelahan. Melinda menghela nafas panjang menyaksikan cucu kesayangan tampak begitu rapuh menunggu kehadiran menantunya, Kiara. Sebenarnya bisa saja wanita paruh baya itu langsung menghubungi Mama sambung Cantika tapi dia tidak melakukannya karena ada niat berselubung. Mumpung ada kesempatan mereka bisa keluar berduaan maka tak ingin menyia-nyiakan. Dia sangat yakin Kiara akan bertahan jika sudah hamil.Walaupun saat ini gadis yang dinikahi secara dadakan oleh putra semata wayangnya itu sudah memaafkan
Aroma masakan menguar hingga memenuhi rongga hidung wanita cantik yang masih terbaring di atas kasur. Kedua matanya perlahan membuka seiring dengan perutnya yang berbunyi. Kiara menoleh ke kanan dan sebuah senyum menyambutnya. Samudra menatap sang istri dengan mata berbinar. Posisinya yang menghadap Sanga istri dengan tangan menyangga kepala dan siku sebagai tumpuan. Kiara mengerjap-ngerjapkan matanya. Mendadak bayangan peristiwa beberapa jam lalu berputar bak film di benaknya membuat pipi putihnya memerah karena malu. Terlebih saat ini sang suami tengah menatapnya begitu intens. "Ma-mas?" ucapnya terbata-bata.Samudra tersenyum lalu menyelipkan helaian rambut sang istri ke belakang telinga. "Nyenyak sekali boboknya. Sampai-sampai aku mengira tengah bersama putri tidur," ujar lelaki itu. Kiara memukul dada bidang suaminya dengan pukulan yang lebih terasa seperti elusan bagi Samudra. Setelah beberapa menit menggoda sang istri, Lelaki berhidung mancung itu membuka selimut hingga tub
"Kita butuh waktu berdua untuk membuatkan adik Cantika. Kalau di rumah terus, adik pesanan Cantika nggak akan pernah terbentuk," bisik Samudra membuat wajah Kiara memanas. Lelaki itu tersenyum nakal ketika sudah memasuki suit room yang begitu mewah. Dengan menggunakan satu kaki, ia mendorong pintu hingga tertutup dan terkunci otomatis. Sedangkan tangan pria itu tak mau lepas dari pinggang ramping sang istri. Tatapan mereka saling beradu dengan deru nafas saling berlomba. Kiara tahu bagaimana cara meredam api cemburu yang sempat membakar dada lelaki yang telah menghalalkannya itu akibat kehadiran pria bernama Aldo. Meski dengan wajah malu-malu, tapi wanita berhijab itu tahu tugasnya untuk membuat sang suami meleleh. Detik berikutnya hanya ledakan kembang api yang begitu indah mendominasi perasaan pasangan suami istri tersebut. Entah kapan Samudra menyiapkan semua ini. Yang jelas dari dekorasi kamar hotel ini dengan banyaknya kelopak bunga mawar, lilin aroma terapi, musik klasik yang
Sepanjang perjalanan dari mall menuju ke rumah Samudra tidak buka suara. Tiara sendiri hanya bisa takut-takut pada suaminya. Wanita berhijab itu tahu kalau saat ini sang suami sedang menahan emosi. Tapi dia tidak berani untuk mengatakan sesuatu sampai pria itu sendiri yang mengajaknya berbicara. Tepat saat mobil berhenti di lampu merah Samudra menoleh ke samping kiri lalu kedua matanya menatap dalam sang istri. "Sejauh mana hubunganmu dengan Aldo dulu?" Pertanyaan Samudra membuat hati Kiara tergelitik. Bagaimana tidak Tiara tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki manapun sebelum menikah karena dia memiliki prinsip pacaran setelah menikah. Itulah sebabnya dulu meskipun Aldo adalah pria populer di kampusnya dan digilai oleh para mahasiswi dia sendiri tidak tertarik untuk mengenal lebih dekat walaupun pria tersebut berusaha untuk mendekatinya. Kiara menatap suaminya dengan tatapan lembut lalu telapak tangannya diletakkan di atas punggung telapak tangan sang suami yang sedang ber
"Kamu bilang apa barusan?""Gak ada! Aku cuma bilang lanjutkan sampai para jomblo kejer-kejer lihat tingkah kalian berdua yang norak!" Sontak tawa Kiara dan Samudera berderai. Yeni yang semula kesal mendadak terkesima dengan ketampanan Samudra yang meningkat berkali-kali lipat ketika tertawa. "Busyet, ada malaikat tak bersayap," batinnya memuji. "Tuhan, masih adakah stock pria seperti dia," batin Yeni lagi. Namun detik berikutnya iawngucap istigfar karena sudah memuji bahkan menginginkan orang yang dibencinya. Di saat situasi masih belum terkendali, tiba-tiba datang seorang pria. "Maaf, apa saya boleh bergabung?""Maaf apa saya boleh bergabung?"Sontak tiga orang dewasa yang sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing itu menoleh. Ketiganya menatap pria yang berdiri dengan pakaian casual itu dengan ekspresi berbeda-beda. Yeni dengan senyumnya yang mengembang sempurna, Kiara dengan ekspresi tak tergambarkan, sedangkan Samudra dengan wajah datar seperti biasanya. "Aldo!" Yeni be
"Sayang, apa susah selesai?" Samudra sengaja merangkul pundak sang istri untuk menunjukkan kepemilikannya. "Eh, Ma-mas Sam su-sudah dari tadi di sini?" Mendadak Kiara gagap."Ya lumayan. Sejak temanmu mengatakan ada pria bernama Aldo masih mencintaimu."Sontak dua wanita itu membuka mulutnya karena ucapan Samudra yang terang-terangan.Samudra mengabaikan pertanyaan sang istri lalu memilih untuk duduk di samping wanita yang ia cinta itu. Dengan satu wajah datar yaitu menatap Yeni sekilas lalu kembali menatap sang istri dengan senyum menawannya. "Sudah selesai makannya, sayang?"Meskipun Samudra bertanya dengan bibir tersenyum tapi kilatan cemburu di matanya membuat Kiara senam jantung. Wanita berhijab itu duduk dengan gelisah karena ia tahu persis bagaimana suaminya kalau sedang cemburu. Kedua bola mata Tiara melirik Yeni yang menatap dirinya dan suaminya bergantian. Tidak seperti sebelumnya Yeni tampak tidak suka dengan kedatangan Samudra. Wanita itu merekam semua perkataan ibunya
Kiara melangkah dengan elegan menuju tempat janjian dengan teman lamanya, Yeni. Sementara Samudra berbelok arah menuju ruang manager karena memang tujuannya datang kemari untuk bertemu dengan manager. "Kiara, sini!" Yeni melambaikan tangan dengan antusias melihat kehadiran Kiara. Meskipun mereka sudah lama tidak bertemu, tapi Yeni masih bisa mengenali Kiara. Memang penampilan Kiara sekarang jauh lebih berkelas dan elegan dibanding dulu saat kuliah yang sederhana. Namun cara berjalan dan postur tubuhnya tidak berubah sama sekali sehingga Yeni bisa langsung mengenali meskipun jarak mereka cukup jauh. Kiara mengulas senyum sambil terus melangkah maju. Tidak ada suara ketukan sepatu yang bikin berisik karena Kiara berjalan dengan sangat tenang. Tidak tergesa-gesa dan tidak juga terlalu lambat. "Assalamualaikum my sister!" Kiara tersenyum melihat antusiasme Yeni. Wanita yang dulu sangat tomboi itu kini tampak lebih anggun meski sikapnya yang heboh tetap tidak berubah. Iya langsung ber