Happy reading...Jayden dan Elena kini telah resmi menjadi pasangan suami istri. Di mata Tuhan dan hukum. Pasangan pengantin baru itu terlihat sangat bahagia. Senyum dan tawa menghiasi wajah keduanya saat menerima selamat serta bersua foto bersama para tamu.Sekarang giliran Hera dan Haidar yang akan naik ke atas pelaminan untuk memberi mereka selamat. Entah kenapa saat mereka saling melempar tatapan, suasana tiba-tiba terasa berat."Selamat atas pernikahan kalian berdua," kata Hera tersenyum manis seraya mengulurkan tangannya pada Elena. Tak pernah menyangka jika kata-kata seperti itu akan keluar dari mulutnya.Wanita berbalut gaun pengantin yang sangat mewah itu menyambut uluran tangan Hera. "Terimakasih sudah datang, Hera," ujar Elena tersenyum. Namun bukan senyum tulus seperti yang ia tampilkan pada para tamu sebelumnya, namun senyuman bangga terkesan sedikit sombong."Kalian terlihat sangat bahagia. Kuharap 'pengkhianat' ini tidak akan mengulang kesalahan yang sama dalam pernikah
Happy reading....Seharusnya Haidar segera mengantar Hera pulang setelah menghadiri acara pernikahan. Tapi, mereka malah harus mengikuti mobil Ayah Haidar. Pria paruh baya itu menawarkan untuk satu mobil saja karena masih ingin mengobrol panjang lebar dengan Hera, namun Haidar menolak karena dia juga tadi datang dengan mobilnya. Jadilah mereka naik mobil masing-masing."Baik, Bu. Aku titip Juan ya," ujar Hera yang sedang menelpon ibunya. Dia sangat khawatir dengan keadaan Juan karena baru kali ini Hera meninggalkan Juan selama ini sejak putra kecilnya itu sakit."Pasti, Nak. Kau tenang saja," ujar Jane di seberang telpon."Iya. Aku tutup ya?""Iya."Panggilan itu pun berakhir dengan Hera yang menghela napas berat sambil menyandarkan tubuhnya di kursi mobil."Bagaimana keadaan Juan?" tanya Haidar melirik sebentar ke arah Hera sebelum kembali fokus ke jalanan."Keadaannya sudah makin membaik tapi Dokter Emi belum membiarkan kami membawanya pulang. Fisik Juan masih terlalu lemah,," jawab
Happy reading..Mobil hitam itu melaju dengan kecepatan sedang di atas jalan aspal yang dingin. Malam mulai menjelang dan Hera baru bisa lepas dari orangtua Haidar. Wajahnya terlihat lelah namun senyum yang terpatri tak bisa menampik jika Hera juga bahagia."Sepertinya orangtuaku membuatmu sangat kelelahan," goda Haidar yang sedang sibuk di balik kemudi mobil."Ya. Tapi tidak apa-apa karena mereka terlihat senang," kata Hera."Tentu saja mereka senang. Kau adalah wanita pertama yang aku kenalkan pada mereka sebagai kekasihku."Hera yang semula menghadap ke depan kini beralih memandang Haidar."Benarkah?" tanyanya penasaran.Haidar mengangguk sebagai jawaban tanpa mengalihkan pandangannya dari arah jalanan yang lumayan ramai tapi tak sampai membuat macet."Lalu bagaimana dengan Viona?" tanya Hera lagi."Viona?" Kening Haidar mengernyit. "Kenapa tiba-tiba bertanya tentang Viona?""Tidak apa-apa." Hera menyandarkan punggungnya di kursi mobil. Menghadap ke depan lalu mengangkat bahunya sa
Happy reading..Elena menghela napas pelan sebelum melanjutkan langkah masuk ke dalam ruang kerja suaminya. Nampan yang berisi dua gelas teh hangat serta cemilan kecil dia letakkan di atas meja bulat yang berada tak jauh dari meja kerja Jayden."Katanya kau sedang cuti pernikahan kita, lalu kenapa kau tetap bekerja?" tanya Elena melipat kakinya sambil menyadarkan tubuhnya di kursi sofa."Ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa ditunda, Sayang. Maafkan aku," kata Jayden dengan wajah memancarkan rasa bersalah. Elena benar. Seharusnya sekarang mereka menghabiskan waktu bersama, namun urusan Alatha Center juga tidak bisa Jayden abaikan. Elena tersenyum simpul lalu bangkit untuk menghampiri Jayden. Wanita itu bergelayut manja memeluk Jayden dari belakang."Tidak apa-apa. Tapi, aku tetap menantikan bulan madu romantis, Jay," kata Elena dengan nada bicara yang dibuat semanja mungkin."Tentu. Kita akan melakukannya tapi tidak sekarang. Aku masih terlalu banyak pekerjaan yang tidak bisa diting
Happy reading..Untuk pertama kalinya Elena merasa benar-benar bosan hanya berada di rumah saja. Ingin sekali rasanya dia keluar jalan-jalan, namun tidak ada teman yang bisa menemaninya. Elena sudah menghubungi beberapa temannya. Tak satupun dari mereka yang bisa menemani Elena dengan alasan sibuk bekerja.Elena jadi berpikir, apakah sebaiknya dia juga kembali bekerja saja agar saat Jayden tidak berada di rumah seperti ini ia tidak merasa bosan."Mungkin aku harus menanyakan hal ini langsung pada Jayden," kata Elena tersenyum lebar.Sebenarnya dia bisa saja menunggu hingga Jayden kembali ke rumah, namun karena ingin jalan-jalan juga membuat Elena memutuskan untuk datang ke kantor Jayden."Selamat siang, Nona. Apakah ada yang bisa kami bantu?" tanya resepsionis kantor Jayden menyambut Elena dengan ramah."Apakah Bapak Jayden ada di kantor sekarang?" tanya Elena."Apakah Nona sudah ada janji dengan Bapak Jayden?"Tidak heran wanita cantik itu bertanya demikian karena hanya sebagian keci
Happy reading..Selama hidupnya yang Elena inginkan hanyalah menikah dengan Jayden. Hampir setiap hari Elena membayangkan betapa ia akan sangat bahagia jika sudah menikah dengan Jayden, pria yang sangat dia cintai. Jayden sendiri pun sudah menjanjikan kehidupan bahagia itu pada Elena hingga tak terhinggap sedikitpun keraguan. Tapi, siapa sangka pernikahan yang bahkan baru berjalan beberapa minggu justru membuat Elena berakhir menangis pilu di sebuah ujung jembatan kecil menuju danau. Kesunyian tempat itu begitu sempurna membuat jiwa Elena yang terbelenggu rasa sakit bisa terluahkan.Kaki panjangnya menjuntai menyentuh permukaan air hingga menimbulkan riuk gelombang di sana."Memangnya aku wanita seperti apa di matamu, Jayden?" lirih Elena memegangi dadanya hingga baju yang ia kenakan kusut. Sakit sekali rasanya saat orang yang begitu kau percaya melontarkan kata-kata kasar. Lebih baik Elena lenyap saja dari dunia ini. Toh, dirinya pun sudah tidak punya siapa-siapa lagi kecuali Jayden
Happy reading.Tidak pernah terbesik dalam benak Elena sedikitpun jika keluarganya yang bahagia akan hancur begitu saja. Hampir setiap orang yang melihat mereka akan berdecak kagum, merasa iri dan penasaran. Bagaimana bisa membina sebuah keluarga sebahagia itu tanpa masalah.Hingga tiba suatu masa dimana kokohnya keluarga Elena diguncang badai. Malam itu Elena baru saja tiba di rumah setelah selesai belajar bersama dengan teman-temannya. Jika biasanya orangtuanya akan menyambut dengan gembira, malam itu begitu berbeda. Bukan senyuman manis yang Elena terima namun justru makian serta umpatan yang ia dengar.Papa dan Mamanya bertengkar untuk yang pertama kalinya. Ya, setidaknya itu yang Elena lihat selama ini. "Papa ... Mama .... " panggilan Elena membuat keduanya terdiam. Melihat ke arah Elena sebentar lalu membuang muka ke segala arah seakan sedang menyembunyikan apa yang sedang terjadi."Kalian---""Elena, masuk ke dalam kamarmu!" titah Melia penuh penekanan memotong ucapan Elena.
Happy reading..Lalu sekarang apa yang harus Elena lakukan? Dia justru terjebak dalam hubungan yang sama dengan masa lalunya. Di mana ia menjadi sosok wanita ketiga dalam rumah tangga Hera dan Jayden. Sosok yang sangat ia benci.Tidak. Elena bukan orang ketiga. Justru Heralah yang menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka. Dia yang lebih dulu bersama Jayden bukan Hera."Ya, aku bukan wanita perebut suami orang. Sejak awal Jayden itu milikku bukan milik Hera." Elena begitu yakin dengan kepercayaannya itu. Dan takkan ada satu pun hal yang akan membuat kepercayaan itu hilang. Sekarang tinggal bagaimana caranya agar Jayden tetap berada di sisinya. Elena akan melakukan apapun tak peduli itu akan menyakiti orang lain atau justru dirinya sendiri.Elena melangkahkan kakinya yang terasa begitu berat masuk ke dalam rumah. Wajahnya sembab dan lusuh. Kepalanya juga terasa pusing membuatnya harus bersandar sebentar di dinding rumah lalu memijit lembut pelipisnya."Sial! Sepertinya aku terlalu b
Happy reading....Hari yang tunggu akhirnya tiba. Pernikahan Haidar dan Hera. Para tamu sudah mulai memenuhi tempat duduk yang disediakan. Pernikahan yang di gelar di luar ruangan itu terlihat begitu mewah nan elegan. Warna putih mendominasi tempat itu. Di ujung altar Haidar sudah terlihat sangat gagah dengan balutan toxedo warna hitamnya. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya namun perasaan gugup juga tak bisa dihindari. Haidar sampai harus menarik napas lalu menghelanya beberapa kali untuk menetralkan degub jantung yang berpacu. Mengobrol dengan beberapa teman juga bisa mengalihkan sedikit rasa gugupnya.Tak jauh beda dengan Haidar, Hera yang terlihat sangat cantik dengan gaun mewah namun tetap terlihat elegan itu pun merasa sangat gugup. Mungkin ini adalah pernikahan kedua untuk Hera, tapi hal itu tak sedikit pun bisa menyingkirkan rasa gelisahnya. Mungkin karena dulu dia menikah karena perjodohan membuat Hera tak terlalu memikirkan pernikahan tersebut namun kali ini dia akan men
Happy reading.....Semuanya beransur membaik setelah kejadian mengerikan malam itu. Viona terpaksa ditembak mati oleh polisi karena dianggap mengancam keselamatan Hera. Kejadian malam itu juga termasuk rencana para polisi. Mereka tahu jika Viona pasti kembali. Namun soal penembakan sama sekali di luar rencana. Mereka tidak menyangka jika Viona memiliki senjata. Dan satu-satunya jalan agar Hera tak lagi terluka, mereka harus membekuk Viona. Dengan menembak mati wanita itu.Sampai saat ini Haidar masih belum menyangka jika Viona kini telah tiada. Belum lagi dia harus meninggal dengan cara yang begitu tragis. Masih teringat dengan jelas dalam benak Haidar bagaimana Viona menyatakan cintanya di saat terakhir. Selama ini Haidar pikir Viona hanya bercanda soal perasaannya. Betapa wanita itu sangat mencintai Haidar. Namun apa yang bisa Haidar lakukan? Haidar hanya mencintai Hera dan tidak akan pernah mencintai wanita lain lagi. Walau itu berarti Haidar harus menyakiti wanita yang juga sanga
Happy reading...."Selamat malam, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanya Viona mengulas senyum miring. Terlihat begitu mengejek Hera yang hanya bisa berbaring lemah. Wanita itu merapikan helai rambutnya yang jatuh di pipi kemudian berjalan ke arah Hera."Aku kecewa karena kau masih saja selamat," kata Viona. "Apakah kau memiliki sembilan nyawa hingga bisa bertahan sampai sekarang?" lanjutnya bertanya.Namun siapa yang bisa menjawab. Bahkan Hera masih harus dibantu banyak alat medis yang hampir menutupi sebagian tubuhnya.Viona menghela napas panjang. Duduk di samping Hera seraya menatap wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan."Kau begitu beruntung. Dicintai banyak orang," kata Viona dengan raut wajah sendu. "Terutama Haidar." Pancaran mata Viona tidak bisa berbohong. Dia begitu iri pada Hera. Wanita itu kemudian bangkit. Mengambil sesuatu dari dalam saku jaket yang ia kenakan.Sebuah pistol yang didapatkannya dari orang asing beberapa hari yang lalu. Barang ilegal yang sebenarn
Happy reading....Polisi terus melacak keberadaan Viona namun hingga tiga hari berlalu setelah kejadian naas itu, mereka tak kunjung menemukan wanita yang menjadi pelaku penculikan Hera dan Elena. Entah ke mana wanita itu kabur. Keluarga Hera dan Haidar juga sudah mengetahui semuanya. Shila dan Thomas adalah orang yang paling kecewa pasalnya mereka sudah menganggap Viona seperti anak sendiri. Awalnya mereka tidak percaya Viona akan berbuat hal sejahat itu namun setelah pihak kepolisian memperlihatkan video yang diberikan Elena, barulah mereka percaya.Shila sampai pingsan tak kuasa menerima kenyataan sosok yang dianggap seperti putrinya sendiri kini menjadi seorang kriminal."Hiks ... ini semua salahku. Aku yang telah gagal mendidik Viona," kata Shila terisak pilu. Thomas membawa tubuh Shila yang bergetar ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan istrinya itu."Ini bukan salahmu," katanya menepuk pelan punggung Shila.Sementara kedua orangtua Haidar larut dalam kekecewaannya, Haidar m
Happy reading....Tubuh Haidar gemetar hebat. Tangannya yang berlumur darah Hera masih belum ia bersihkan. Beberapa juga mengenai baju yang ia kenakan. Keadaan yang tak jauh beda dengan pria yang duduk di sampingnya, Jayden.Kini mereka sudah berada di rumah sakit. Tepatnya di depan UGD. Hera dan Elena yang terluka parah kini sudah ditangani oleh dokter. Keluarga Hera, Haidar dan Elena juga sudah berada di sana. Menunggu kabar putri dan calon menantu mereka.Tak lama kemudian, tiga orang pria menghampiri mereka."Selamat malam. Maaf mengganggu ... tapi kami harus membawa Pak Jayden ke kantor polisi," kata salah satu dari mereka.Mungkin karena sudah terlalu panik mereka jadi lupa jika Jayden masih berstatus buronan polisi. Pria yang sejak tadi menunduk itu kini mendongak. Jayden baru akan bangkit namun Haidar mendahuluinya."Tidak bisakah kalian menunggu sebentar? Istri Jayden sedang berada di dalam sana. Sedang sekarat!" kata Haidar emosi. Menurutnya para polisi itu tidak punya hati
Halo semuanya! Araya di sini. Terima kasih banyak yah udah mampir di ceritaku. Walaupun mungkin cerita ini masih jauh dari kata sempurna namun aku seneng banget jika cerita ini bisa menghibur kalian di sela-sela aktifitas sehari-hari. Aku juga gak nyangka jika cerita ini bisa dibaca sebanyak itu. Jujur aku gak pernah punya ekspetasi yang tinggi karena sadar akan kemampuanku yang belum seberapa. Namun melihat orang-orang menyukai karyaku itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku semangat membuat karya yang lebih baik lagi kedepannya Nantikan cerita-cerita lain yang aku publish di sini. Jadi tetap stay yah. Oke deh sampai jumpa dicerita lainnya
Happy reading....Hera masih belum percaya jika wanita yang sedang menatapnya penuh kebencian itu adalah Viona."Sialan! Apa kau sudah gila?!" pekik Elena emosi."Ya. Aku memang sudah gila karena ingin membalas dendam pada Hera. Tapi, kau malah ikut campur," ujar Viona berseringai. Dia melirik ke arah Hera yang tengah menatapnya. "Hai, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanyanya dengan nada mengejek."Membalas dendam? Memangnya apa salah Hera padamu?" tanya Elena.Viona mendengus pelan. Pertanyaan Elena terdengar begitu lucu di rungunya. "Kau masih bertanya? Itu karena wanita tidak tahu diri ini sudah merebut Haidar dariku!" ujarnya memekik sambil menunjuk Hera.Elena dan Hera sampai kehabisan kata-kata mendengar pernyataan Viona. Elena berdiri dari sana lalu menghampiri Hera. Membantu wanita itu untuk bangkit namun karena sudah terlalu lemah Hera memilih untuk tetap duduk saja. Sementara Elena menghampiri Viona."Kau benar-benar sudah gila, Viona! Bagaimana mungkin kau memaksakan perasa
Happy reading..."Baiklah. Ayo kita periksa."Walau sudah berkata seperti itu tak membuat kedua pria itu langsung membuka pintu."Apakah sungguh dia dalam keadaan sekarat?" tanya salah satu dari mereka memastikan."Menurutmu? Dia seorang pasien rumah sakit yang kalian culik. Bahkan keadaannya belum membaik sama sekali!" jawab Elena dari dalam. "Tolong beri obat atau apapun itu yang penting bisa menolongnya untuk saat ini!" katanya lagi.Kedua pria itu saling menatap beberapa saat sebelum akhirnya membuka pintu dengan perlahan. Keadaan yang cukup gelap membuat dua orang pria itu kesulitan melihat Elena dan Hera. Hingga ....Bugh!!!Satu pukulan keras Elena layangkan pada pria pertama. Yang kedua baru akan menoleh namun dengan cepat Elena juga memukul pria itu. Keduanya tumbang di atas lantai yang kotor. Tangan Elena yang gemetar menjatuhkan balok kayu yang menjadi senjatanya di samping pria-pria tadi."Ya Tuhan! Mereka tidak mati 'kan?" gumam Elena masih saja memperdulikan kedua pria i
Happy reading....Elena mengira dia tidak akan datang ke rumah sakit untuk menjenguk Hera dalam waktu dekat. Namun kenyataannya tidak, Tuhan lebih baik dari itu karena akhirnya Elena menemukan bukti jika dirinya tidak bersalah. Dia akan memberitahu Haidar semuanya.Mobil Elena---hadiah dari ayah tirinya---sudah terparkir dengan rapih di basement rumah sakit. Elena baru saja akan keluar namun pemandangan di hadapan menyita perhatian wanita pemilik mata hazel itu.Dua orang pria berpakaian dokter dan perawat tengah memindahkan seseorang yang duduk di kursi roda ke dalam mobil. Sosok itu ditutupi kain putih. Entah karena kecerobohan atau apa, tiba-tiba kain yang menutupi sosok di kursi roda tersingkap membuat Elena yang sejak tadi memperhatikan melihat sosok itu. Mata Elena seketika membulat."Ya Tuhan! Hera!" gumam Elena panik saat melihat jika sosok yang sedang dimasukkan ke dalam mobil ternyata Hera. Belum lagi Elena sama sekali tidak tahu siapa dua orang pria itu.Elena keluar dari m