Happy reading...
"Papa masuk rumah sakit karena kaget kau menggugat cerai Jayden."
"Apa?"
Hampir saja Hera melepaskan genggaman tangannya pada ponsel itu.
"Ada apa, Hera?" tanya Haidar penasaran. Pasalnya wajah Hera sudah pucat pasih di sana.
"Ayah mertuaku masuk rumah sakit," jawab Hera lirih. Dan saat kesadarannya kembali dia segera berlari untuk mencari taksi.
"Hera, biar aku yang mengantarmu!" kata Haidar menggenggam tangan Hera. Wanita itu terlalu panik hingga tidak bisa berpikir jernih. Hera hanya mengangguk mengikuti langkah Haidar.
Tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumah sakit. Dan saat sampai di sana semua orang menatap Hera dengan tatapan yang sulit diartikan. Jayden bersama sang ibu serta Andrew dan Anne, orang tua Hera. Namun hal itu tidak urung membuat wanita itu berjalan m
Happy reading.... Untuk kesekian kalinya Hera kembali dikecoh oleh pria yang masih berstatus suaminya itu. Hera terkekeh miris seakan menertawai kebodohannya. Dia berpikir karena Jayden diam saja itu menandakan jika pria itu telah setuju dan tidak akan menuntut apapun lagi darinya. Namun ternyata Hera salah. Jayden diam karena ada rencana yang sudah dia persiapkan untuk menyerang balik Hera. Sampai sekarang Hera masih bingung, sebenarnya apa yang membuat Jayden masih ingin menahan dia bersamanya? Apakah pria itu masih belum puas menyakitinya? 'Kurasa memang begitu.' Lirih Hera dalam hati. Kini semua hal yang Jayden lakukan justru berbalik arah menyerang Hera. Bahkan untuk sekedar membela d
Happy reading.... "Yak! Apa yang terjadi pada wajahmu?" teriak Viona saat Haidar baru saja masuk ke dalam apartemennya. "Tidak usah banyak bertanya! Lebih baik sekarang kau ambil obat dan bantu aku mengobatinya!" imbuh Haidar mendudukkan dirinya di sofa. Viona langsung mengambil apa yang Haidar perlukan dan segera membawanya ke ruang tamu. Kotak P3K serta es batu untuk mengompres pipi Haidar yang sedikit membengkak. "Ya Tuhan, lukamu parah sekali," kata Viona seperti akan menangis melihat wajah Haidar yang babak belur. Namun sebisa mungkin dia menahannya. Viona tidak mau image-nya sebagai gadis tangguh tercoreng karena menangis apalagi di depan Haidar. "Akh! Pelan-pelan, Viona!" ringis Haidar kesakitan saat Viona menekan es batu itu ke wajahnya. "Iya, maaf. Aku tidak sengaja," kata Viona.
Happy reading.... Acara kremasi telah dilakukan. Hera dan keluarganya memilih untuk pulang lebih dulu. Ara menelpon jika Juan menangis kuat mencari ibunya itulah sebabnya mereka harus pergi dari sana. Pantas saja karena Hera memang sudah pergi terlalu lama meninggalkan sang anak. Sekarang Hera, Andrew dan Jane berada di rumah megah keluarga Xavier seraya menunggu Jane dan Jayden datang. Keadaan begitu hening hingga akhirnya sang pemilik rumah tiba. Mereka bertiga langsung berdiri untuk menyambut Jayden dan ibunya. Namun siapa sangka sambutan hangat keluarga Hera justru dibalas sebuah tamparan keras yang dilayangkah oleh Jane ke pipi kiri Hera. Plak!!! Hera jatuh tersungkur di atas lantai. Memegangi pipinya yang terasa panas. "Berani sekali kau menampakkan wajahmu di sini setelah apa yang kau lakukan pada keluargaku?!"
Happy Reading.... Suasana begitu riuh di ruang ICU di mana Elvis dirawat. Beberapa saat yang lalu, pria paruh baya itu dinyatakan sudah baik-baik saja membuat para keluarga bisa bernapas lega namun sekarang keadaannya malah semakin memburuk. Jane memeluk erat Jayden tak kuasa melihat suaminya yang tengah berjuang antara hidup dan mati. Melihat beberapa dokter yang menanganinya mulai kewalahan, Jayden yakin jika ayahnya mungkin tidak akan tertolong. Tapi bukankah itu bagus? Ya. Memang itu yang diharapkan Jayden. Sejak sang ayah sakit Jayden tidak pernah peduli sedikit pun. Bahkan jika pria itu meninggal sekali pun justru orang yang paling senang adalah Jayden. Karena satu lagi penghalang rencananya lenyap dari muka bumi. Semuanya kepedulian yang ia tunjukkan selama ini hanya sebatas sandiwara belakang. Dan benar saja. Elvis pada akhirn
Happy reading.... Mobil berwarna hitam itu terparkir dengan epik di pekarangan rumah Elena. Wanita yang sedang duduk di sofa itu bangkit dari duduknya untuk menyambut kedatangan pria yang beberapa hari ini tidak ditemuinya. "Hai, Sayang!" tutur Jayden sesaat setelah masuk melalui pintu utama. Elena hanya tersenyum tak mengatakan apapun dan langsung memeluk Jayden dengan sangat erat. "Aku merindukanmu, Jayden," lirih Elena dalam pelukan pria itu. "Aku juga sangat merindukanmu, Sayang," balas Jayden memeluk kekasihnya itu tak kalah erat seakan mereka tak ingin melepaskannya lagi. Bahkan dia juga menghadiahi pucuk kepala Elena dengan beberapa kecupan. "Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja 'kan?" tanya Jayden membawa Elena untuk duduk di sofa. Mereka duduk berdampingan, saling menatap satu sama lain. &nbs
Happy reading.... Hari terus berlalu, Elena belum mendapat kabar dari Jayden. Sebenarnya dia tahu di mana pria itu berada sekarang. Di mana lagi jika bukan di rumah Hera. Wanita yang sangat dia benci. Namun Elena tidak ingin menambah rasa sakitnya dengan datang ke sana dan melihat Jayden bersama Hera. Setidaknya jika dia tidak melihatnya secara langsung Elena bisa berpikir mereka tidak bersama. Sangat bodoh bukan? Ya. Elena memang sangat bodoh karena terlalu mencintai Jayden. Hingga dia tidak lagi bisa berpikir dengan benar. Beberapa hari kemudian Elena mendapat kabar jika ayah Jayden masuk rumah sakit. Saat itu akhirnya Elena tidak bisa menahan diri lagi. Dia nekad datang ke rumah sakit untuk menemui Jayden. Pria itu pasti sangat membutuhkan kehadirannya sekarang. Namun apa yang Elena lihat di sa
Happy reading.... "Selamat pagi, Pak!" sapa Ridwan melihat sang atasan memasuki lobi Pratama Corp. "Pagi!" balas Haidar singkat. "Kau sudah menemukan apa yang kuinginkan?" tanya Haidar kemudian, seraya berjalan beriringan menuju ruangannya. "Sudah, Pak. Dan saya yakin Anda akan sangat terkejut dengan apa yang saya dapatkan," ujar Ridwan membuat Haidar tersenyum tipis tak sampai menunjukkan deretan giginya yang rapi. "Benarkah?" Haidar menaikkan satu alisnya. Ridwan menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Kalau begitu aku tidak sabar ingin membacanya," tutur Haidar bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Mereka hanya tinggal berjalan beberapa meter dan sampai di ruangan Haidar. Ridwan meletakkan file yang sejak tadi dia pegang di atas meja Haidar. Sementara Haidar m
Happy reading.... Suara bising dari mesin besar yang sedang bekerja menghancurkan bangunan di depannya tak membuat Jayden urung untuk turun seraya memperhatikan sekeliling tempat itu. Pembangunan di Alatha Center sudah mulai dilakukan hari ini. Jayden telah menjadi pemilik seutuhnya dari tempat itu. Pria itu mengulas senyum puas. Saat ini tidak ada lagi yang bisa menghalanginya untuk meraih mimpinya. Tidak akan ada lagi orang yang bisa menghina atau pun menjadinya budak. Jayden telah menyingkirkan mereka semua. "Ayo kita kembali ke kantor!" ujar Jayden pada Roy setelah puas berkeliling. "Baik, Pak!" jawab Roy mengekor di belakang pria bertubuh tegap dan kekar itu. Setelah sampai di sana Jayden langsung mendudukkan dirinya di kursi kebesarannya. Dia benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa bahag