"Halo, Assalamualaikum, Bu Arum?"
"Walaikumsalam Pak Alex, tumben Bapak telepon saya, biasanya langsung ke Mas Ariel, ada apa ya Pak?" tanyaku penasaran."Maaf sebelumnya Bu, saya sering telpon ke kantor tetapi selalu dialihkan ke Pak Ariel, katanya Bu Arum sudah memberikan wewenang untuk mengurus perusahaan milik Almarhum Pak Ali," terangnya."Saya mau telepon ke ponsel ibu, selalu dilarang katanya sudah dipercayakan sama Pak Ariel, dan Alhamdulillah akhirnya yang mengangkat ibu sendiri," terangnya lagi."Memang Pak Alex, soalnya mas Ariel yang memintanya karena beralasan saya memang tidak mengerti masalah di perusahaan itu," jawabku."Atau begini saja bu Arum, bisa tidak Bu kita ke temuan jam 10 pagi ini di Cafe melati saja, tapi ingat Bu jangan sampai orang rumah tau apalagi dengan Pak Ariel, ini penting Bu Arum," ucap Pak Alex."Baiklah Pak, saya akan ke sana," jawabku."Apa maksudnya ini, mengapa Pak Alex tiba-tiba ingin bertemu," selidikku.Sebaiknya aku telepon ibu dulu, kalau aku mau ke sana dengan Raina."Ini kesempatan yang bagus, siapa tau Pak Alex punya sesuatu yang bisa dijadikan bukti kalau mas Ariel lagi bermain api denganku.Aku memandikan Raina terlebih dahulu, setelah selesai aku pun berganti pakaian gamis dan sekaligus minta izin ke Mas Ariel kalau aku mau keluar ke tempat ibu."Loh dek, kok kamu juga sudah rapi mau ke mana kamu?" tanya suamiku yang masih asyik makan dengan lahapnya."Mas, kan sudah janji hari ini mau ke tempat ibu, lupa ya?" gerutuku."Iya, tapi kan mas lagi ada meeting dadakan, nggak mungkinkan mas ninggalin gitu saja," jawabnya."Maka dari itu Mas, numpung libur boleh dong Arum refresing dulu ke tempat ibu," jawabku dengan enteng."Terus yang bersih-bersih rumah siapa dong kalau kamu ikutan pergi, ndak mungkin 'kan ibu kamu suruh-suruh!" ucap Mbak Sukma yang ikut nimbrung."Sewa aja pembantu mbak, Arum juga kan mau jalan-jalan suntuk di rumah terus, setiap hari berkutat di sini-sini aja, lihat nich tangan Arum sudah kapalan semua nggak ada bagus-bagusnya dilihat. Arum juga pingin kesalon mas, mau manjain diri sendiri, anggap aja untuk hadiah pernikahan kita," jawabku."Alah orang kampung tau apa sich dengan namanya fashion, kecantikan, nggak bakalan tau, udah nggak usah neko-neko di rumah aja," protes Mbak Sukma.Kulihat Mas Ariel nggak suka melihatku pergi keluar, ada sesuatu yang ia sembunyikan sampai-sampai setiap aku mau pergi keluar selalu ada saja yang diperdebatkan. Namun untuk kali ini aku harus bisa keluar dari rumah ini bagaimanapun caranya."Ada apa pagi-pagi ribut, coba kalau makan itu mbok ya tenang," sahut ibu mertua yang baru keluar dari kamarnya."Ini loh mah, si Arum mau keluar, mau refresing dulu katanya," ucap Mbak Sukma dengan tersenyum sinis."Oalah, ngapain toh Rum, nanti setelah refresing kamu bawaannya jadi malas nggak ngapain-ngapain, masa mamah yang bersih-bersih, kamu nggak kasihan sama mamah yang sudah tua renta ini?" ucap ibu mertua dengan lembutnya."Justru itu Mah, Arum sudah mendatangkan dari yayasan untuk jadi pembantu disini. Arum kan nggak tega kalau Mamah yang bersih-bersih," jawabku sekenanya.Nampak dari raut wajah mereka tidak menyukai tindakkanku. Mereka semanis mungkin di depanku tetapi di belakang dengan gampangnya mereka hempaskanku ke tanah"Kamu nggak ngomong-ngomong kalau mau ngambil ART, kenapa nggak bilang Rum?" tanya mas Ariel dengan kesal."Habis, Arum cape mas membersihkan semua di rumah ini, belum kerjaan lain, terus jagain Raina, waktu istirahat Arum cuma malam itu gin Arum tidur hanya 5 jam sehari, itu juga sudah nggak bagus loh buat kesehatan," jawabku lagi."Aku 'kan kerja Rum, mana sempat lah aku ngurusin Raina, lagian kamu kamu 'kan tantenya jadi wajar dong kalau kamu ikut ngerawat," tukas mbak Sukma tak mau kalah."Sekali-kali lah, sekarang Arum tanya sama mas, kapan sih mas terakhir kali ngajak Arum jalan-jalan?" nggak pernah kan biar cuma ke mall aja dari nikah sampai sekarang bisa dihitung pakai jari," kilahku."Pokoknya Arum mau keluar, atau ada yang kalian sembunyikan dari Arum?" tanyaku.Mereka bertiga saling berpandangan entah apa yang ada di benak mereka. Dan sekilas mamah memberi kode mata ke Mas Ariel."Nggak ada kok, kamu itu ngomong apa ngawur aja, ya sudah kalau pergi mas antar ke rumah ibu nanti pulangnya mas jemput disana," ucap suamiku."Gitu dong, makasih ya mas, kamu memang suami yang pengertian," jawabku dengan tersenyum sinis,"Bentar ya mas Arum siapkan dulu perlengkapan Raina," kataku sambil berlalu pergi mengambil keperluan Raina.Aku sengaja menguping pembicaraan mereka dibalik pintu kamar Raina, walaupun mereka berbisik-bisik masih samar-samar aku mendengar, berarti aku harus menyadap pembicaraan mereka agar tahu apa saja rencana yang mereka susun untukku."Ya Allah maafkan hambamu ini yang baru pertama kali menguping pembicaraan orang lain," batinku."Riel, kenapa kamu biarkan Arum pergi sendiri keluar, Mamah takut dia menghubungi Pak Alex pengacara kita," ucap mamah yang merasa cemas di wajahnya."Nggak apalah Mah, sekali-kali, kalau kita nggak ngasih izin nanti ketahuan semua rencana kita, lagian Ariel kasih nomor Arum asal kok, terus untung aja ada Surat Kuasa yang ditandatangani si Lugu itu, jadi Pak Alex sudah tidak banyak bertanya lagi."Dan Ariel sudah cari informasi, kalau Pak Alex lagi di luar kota selama 2 bulan, jadi untuk saat ini kita mah bebas, mau ngapain kan?""Benar juga kamu Riel, enak aja warisan papah dia yang menikmati, kita loh anak-anaknya masa percaya sama Arum yang kampungan itu, bagusnya dia itu jadi pembantu, bukan Nyonya, hahaha ...gelak tawa mereka."Astagfirullah ya Allah ... ternyata selama ini kalian membohongiku, baiklah sayang sebelum kamu melangkah lebih jauh, aku harus maju dua langkah didepanmu, kamu belum tau si lugu Arum ini," gumanku.Setelah selesai mempersiapkan semua keperluan Riana, aku kembali keruang makan."Sudah semua Rum, nggak ada ketinggalan," tanya mamah yang masih asyik makan dengan lahap."Iya Ma, sudah," jawabku singkat."Oh ya Ma, nanti jam 10 orang dari yayasan akan datang kesini, minta tolong ya Mah jelaskan apa saja yang mau dikerjakan," ucapku lagi."Loh, kamu jadi ambil pembantu dari yayasan, 'kan tau sendiri Mama nggak suka ada pembantu di rumah, kerjanya pasti main HP melulu," sahutnya."Iya tapi Arum capek Ma, mengurus rumah sendirian, belum kerjaan lain, yang penting kan selalu diawasi, lagian 'kan Ada Arum juga yang bantuin, pokoknya Mamah nggak usah khawatir," jelasku."Ya sudah terserah kamu saja," jawabnya yang terlihat tidak suka dengan tindakkan aku ini."Mas, sampai jam berapa meeting nya?" tanyaku sambil menyuapi Raina makan."Kayanya sampai malam, makanya nanti aku jemput malam aja ya, kamu juga'kan lagi tempat ibu nggak apa-apa ya?""Oh, kalau gitu Arum bawakan makan siang ya ke kantor?""Nggak usah," jawab mereka serentak."Kok kalian serentak jawabnya, kan yang Arum tanya Mas Ariel, bukan mbak Sukma atau Mamah," jawabku bingung."Eh, maksudnya gini Rum, nggak usah ke kantor bawa makan siangnya Ariel, kita bisa makan diluar soalnya yang klien satunya ngajak lunch bareng di restoran, jadi sayang kan kalau cape-cape ke kantor Ariel nya nggak ada," kilah mbak Sukma."Ya udah," jawabku.Setelah selesai acara makannya, kami pun segera pergi, sebelum ke kantor Mas Ariel mengantarku ke rumah Ibu. Jarak antara rumah Ibu dengan rumahku hanya sekitar 6 km saja.Sampailah kami di rumah ibu yang asri, karena beliau suka bercocok tanam. Kami pun disambut dengan suka cita, maklum aku jarang sekali ke rumah ibu lantaran Mas Ariel beralasan sangat sibuk, padahal dia malas sekali bertemu dengan ibuku.Ya, ibuku itu memang cerewet, tapi beliau cerewet karena ibu memang punya kebiasaan menilai penampilan setiap orang. Aku dulu sebenarnya sudah diwanti-wanti ibu agar jangan terlalu mencintai keluarganya, terutama mas Ariel, karena dia punya niat yang tidak baik, itulah yang selalu kuingat perkataan Ibu dan ternyata terbukti.Karena aku buncin, budak cinta yang tidak tahu mana yang baik dan yang buruk.Hanya karena perjodohan kami dipersatukan. Selama 5 tahun ku berlayar tetapi ternyata akan kandas di tengah jalan, sebelum itu terjadi maka aku harus bertindak dengan cepat."Assalamualaikum, Bu!" seruku dan langsung menghambur memeluk ibu yang melahirkan aku itu dengan sedikit air mata."Walaikumsalam sayang, akhirnya kamu datang juga, kangen banget ibu sama kamu nak?""Apa kabar nak Ariel?" tanya ibu kepada Mas Ariel."Alhamdulillah baik Bu," jawab suamiku."Maaf Bu, Ariel cuma ngatarin Arum, soalnya di kantor mau meeting, nanti malam Ariel jemput Arum lagi," jelasnya lagi."Ya udah, nggak apa-apa, tapi lain kali kesini jangan alasan sibuk di kantor ya," kata ibuku dengan memicingkan matanya ke suamiku."Ba... baik bu, saya pamit dulu, Assalamualaikum ..."Walaikumsalam." Setelah kepergian Mas Ariel, aku pun menceritakan semuanya kepada ibu apa yanh baru saja aku dengarkan.Ibu sangat marah, geram dengan tingkah laku keluarga mas Ariel.Dengan bantuan ibu, aku pun menyusun rencana yang matang untuk membalas sakit hatiku ini."Tunggu saja Mas apa yang bisa dilakukan oleh seorang si Lugu Arum ini," gumanku.Ibu sangat marah, geram dengan tingkah laku keluarga mas Ariel.Dengan bantuan ibu, aku pun menyusun rencana yang matang untuk membalas sakit hatiku ini."Tunggu saja Mas apa yang bisa dilakukan oleh seorang si Lugu Arum ini," gumanku.Rencana pertama ku mulai dengan bertemu dengan Pak Alex, seorang pengacara keluarga yang sudah dipercaya selama bertahun-tahun sampai papah mertua meninggal dunia 4 tahun yang lalu.Beliau adalah pengacara yang handal dan anti suap, itulah yang membuat papah sangat mempercayai Pak Alex. Bagiku beliau adalah papah ke tiga ku setelah ayah kandung dan papah mertua meninggal. Namun selama 4 tahun ini beliau jarang bertemu mungkin karena hasutan Mas Ariel dan keluarganya, tetapi entahlah tiba-tiba beliau menelepon ku sepertinya sangat serius.Aku berpamitan dengan ibu menemui Pak Alex, ku titipkan terlebih dahulu Riana yang masih tidur di pangkuan ibu."Bu, Arum pergi dulu ya, titip Raina, tapi kalau mas Ariel atau lainnya telepon bilang aja Arum lagi ke pas
Ya itu adalah suamiku bersama seorang wanita. Aku tidak menyangka Mas Ariel telah menduakan aku dengan wanita itu.Segera kututup wajah ini dengan masker."Pak Alex, ada Mas Ariel di sana!" ucapku dengan suara bergetar.Beliau menoleh, dan benar saja mereka dengan asyik bersenda gurau sedangkan aku meratapi nasibku di ujung tanduk."Apakah itu yang namanya Lira, Pak? mantan kekasihnya Mas Ariel ?" tanyaku yang penasaran."Sepertinya bukan, Lira tidak memakai pakaian seperti itu, bahkan cenderung terbuka, aneh siapa dia?" tanya balik Pak Alex.Wanita itu sangat feminim, dengan gamis berwarna senada dengan Mas Ariel ditambah khimar yang panjang, bahkan aku tidak mempunyai pakaian seindah itu.Selama menikah dan mengarungi bahtera rumah tangga ini Mas Ariel jarang membelikan aku pakaian baru, mungkin masih bisa dihitung dengan jari, alasannya selalu katanya harus menghemat untuk masa depan anak kami ketika lahir, karena aku percaya dengan Mas Ariel, tidak lagi meminta sesuatu yang memang
Tok! tok!Suara ketukan pintu itu membuyarkan lamunanku sesaat."Masuk aja Bu, nggak di kunci kok!" teriakku dari dalam.Ternyata Ibu menggendong Riana yang tertidur pulas di pangkuan Ibu sedari tadi, lalu di taruhnya ke tempat tidurku."Lucu banget Riana ya Bu, kalau lagi sedang tidur gemesin," ucapku sambil kucium pipinya yang gembul.""Seandainya ya Bu, Raina anak Arum, pasti Arum sangat menyayanginya sepenuh hati jiwa dan raga, tapi tetap sayang cuma agak beda sih Bu, jawabku sambil tertunduk lesu."Ibu nggak marah kan, kalau Arum nggak bisa kasih cucu kandung buat Ibu, apakah Arum termasuk wanita yang tidak sempurna ya, Bu? sebab kata orang jika belum melahirkan seorang anak dikatakan tidak sempurna menjadi Ibu," jawabku dengan mata yang sudah berkaca-kaca."Apa Ibu pernah marah ke kamu, apa pernah ibu ngungkit masalah anak selama kamu nikah dengan dia, nggak kan, lantas mengapa kamu ragukan kasih sayang ibu,Nak?" tanya ibu balik.Ibu mengulas senyuman di bibirnya, walaupun bany
"Tuh lihat suamimu katanya lulusan S1 tapi kelakuannya kaya nggak pernah sekolah saja.""Memang suamimu itu mau ngajak perang kayanya sama kita, belum tahu dia siapa kita," ucap Ibu dengan emosi."Gimana sih Bu, tadi katanya Arum harus santai nggak boleh terbawa emosi, tapi malah Ibu yang marah-marah," gerutuku."Gimana ndak emosi lihat foto suamimu lagi bermesraan dengan wanita lain, dan posenya itu loh, malah di tempat umum gitu, memang perlu di ajari lagi sopan santunnya ini," terang Ibu."Sabar Bu, banyak jalan menuju Roma, bentar lagi dia nggak bisa begituan, mana ada wanita yang mau dengan laki-laki yang kantongnya bolong alias kantong kempes." Suamiku mas Ariel terlihat jelas dia bergandeng tangan bersama wanita lain, ternyata betul adanya jika tadi yang kulihat di F******k hanya tangannya, sedangkan yang di kirim melalui temanku terlihat mesra bahkan sempat berfoto dengan pengantinnya.Ada tiga foto terakhir yang membuatku emosi, dengan fose yang begitu sensasional menurutku,
"Raina sayang kok ngomongnya gitu, memang Raina kenal dengan tante ini ?" tanyaku dengan hati-hati."Iya Mah, ini mamah Yaina katanya papah gitu,""Lah, terus mamahnya Raina "kan mamah Sukma, masa semua dipanggil mamah sih?" tanyaku dengan manja."Mamah Sukma bukan mamah kandung Yaina, jawabnya.Aku diam, dan terduduk lemas, namun kepalaku tiba-tiba pusing dan entah apa yang terjadi sehingga pandanganku menjadi gelap."Rum, Arum bangun nak.""Alhamdulillah, kamu sudah sadar, Nak.""Kenapa Arum, Bu?""Kamu tadi pingsan, gimana masih pusing?" tanya Ibu."Iya Bu, Arum nggak apa-apa kok."Aku mencoba duduk kembali walaupun kepala masih sedikit pusing."Mana Raina, Bu?" tanyaku sambil memcari-cari keberadaan Raina gadis kecilku."Mamah Ayum cayi Yaina ya,Yaina cayang Mamah Ayum. Mamah Liya nggak cuka cama Yaina, nggak cayang, jangan tinggalin Yaina ya Mah?" celoteh Raina yang menggemaskan."Sayang, Mamah Arum juga sayang sama Raina, pokoknya sampai kapan pun Raina tetap menjadi anak kesaya
Rum, memang sih kalau di lihat-lihat mukanya Raina memang mirip sih dengan wanita itu, coba kamu perhatikan deh, lihat senyuman punya lesung pipit pula, garis alis hidung dan bibirnya juga," ucap Ibu."Ah, Ibu kagetin aja," jawabku."Makanya jangan melamun."Itu loh Ibu bilang Raina itu memang mirip dengan wanita yang ada di foto itu.""Mau mirip kek, nggak kek, yang penting bagi Arum dia tetap anak kesayangan Arum, dari umur satu bulan Arum yang mengasuhnya.""Yang Arum masih bingung kok, bisa dikatakan anaknya Mba Sukma, sedangkan waktu itu dia hamil juga loh,Bu," ucapku."Berarti banyak teka teki yang harus dipecahkan ini," sahut Ibu."Kamu tenang aja Rum, Ibu juga sudah menyuruh anak buah Ibu mencari asal usul wanita itu, yang penting kamu bersikap seperti biasanya jangan sampai ada kesalahan kalau kamu sudah tau semuanya tinggal kita cari bukti otentik untuk memperkuat argumen kita.""Mereka pikir kita ini orang kampungan yang tidak berpendidikan, nol besar dia mah," jelas Ibu la
Setelah sampai di rumah ibu, kurebahkan tubuh ini yang lelah, tapi jangan tanya bagaimana dengan hati, terlalu sakit untuk di tata kembali seperti cermin yang hancur tidak bisa kembali utuh.Tidur sambil menatap Raina yang tertidur pulas di sampingku, merasa diri ini tenang sejenak sebagai pelipur lara.Aku bangun seperti biasa, setelah solat subuh, bergegas pergi ke dapur."Lagi buat apa, Bu?""Oh ini ada pesanan kue bolu pisang dari Bu Widya katanya pengen buat cemilan sore. Kalau mau makan sudah Ibu siapkan tuh di meja makan," sahut ibu yang sedang sibuk menyusun bahan kue itu."Iya bu.""Jam berapa Rum, Suamimu jemput?""Nggak ngasih tau jamnya, paling jam sembilan nan."Selesai makan, aku pergi ke kamar dan ternyata Raina pun sudah bangun, segera kumandikan dengan air hangat, dan makan. Tampak sekali keceriaan Raina gadis cilik itu terpancar dari wajahnya."Mah Ayum, Yaina udah cantik belum?" tanyanya dengan polos."Udah cantik dong Sayang, udah wangi lagi kan udah mandi, udah sa
"Bu, Arum pulang dulu, Assalamualaikum!"Walaikumsalam, hati-hati di jalan ya...."Iya, Bu."Kami pun pergi meninggalkan rumah ibu, dan tiba-tiba Lira ingin duduk di depan bersama Mas Ariel di dalam mobil itu."Arum, kamu duduk di belakang ya, biar aku duduk di depan sama Mas Ariel," ucap Lira dengan menyunggingkan senyuman sinisnya."Minggir, eh dengar ya situ cuma sepupu, saya loh istrinya jadi yang duduk di depan otomatis ya saya toh!" sahutku nggak kalah sinisnya."Aughh, sakit tahu kurang ajar banget sih nginjak kaki ku, nggak lihat apa kamu?" tanyanya dengan emosi."Enggak lihat maaf, makanya jadi orang tau diri dong," sahutku sambil menaruh bokongku duduk di depan bersama Raina tentu saja di samping Mas Ariel."Mas, tuh lihat Arum kata kamu dia lemah lembut mana, kaya bar-bar gitu orangnya?" ucapnya dengan manja.Lalu Mas Ariel menatapku dengan dingin. "Kamu tuh kenapa sih Rum, nggak baik berantem gitu, biar Lira duduk di depan saja," bentak suamiku dengan nada tinggi."Oh git
Hari ini aku sangat bahagia karena. Aku sudah menemukan tambatan hati yang aku mau. Ya namaku Devan Fahrizi Sanjaya. Aku seorang pengusaha dan aku cukup di kenal banyak orang. Pengalaman hidup bersama ibuku yang miskin dan dicemooh oleh orang lain telah mengantarkanku menuju gerbang kesuksesan.Namanya Arumbi Lestari, kami bertemu di sebuah masjid saat aku menjadi marbot di sana, ya karena dari menjadi tukang marbot lah aku bisa sukses seperti sekarang ini.Pandangan pertama aku sudah mulai suka dengannya, cantik, sederhana dan jutek dan itu yang aku suka dengannya. Aku pikir dia akan terpesona dengan ketampananku yang paripurna ini nyatanya tidak dia sangat acuh tetapi itu membuatku menjadi lebih penasaran dengannya.Biasanya wanita yang melihatku langsung meminta perkenalan dan langsung bermain itu, tetapi aku bukan pria seperti ya ... “Aku diajarkan oleh orang tua yang aku panggil mama itu untuk tidak menyakiti seorang wanita dan aku juga tidak mau berhubungan lebih jika
Aku menemukan Lira dan Raina. Ibu dan anak itu akhirnya selamat. Lira memelukku dengan hangat, dia menangis bahagia akhirnya bisa terlepas dari jeratan Lingga.Selama ini ternyata Mas Lingga sudah menjual Lira ke tempat hiburan menjijikkan ini, jika melawan maka Raina akan menjadi tumbalnya. Raina memelukku dengan hangat, dia sangat takut dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Dia masih menangis dan belum bisa menenangkan pikirannya.Anak seumur Lina tahun itu mengalami trauma dia harus segera di sembuhkan.“Maafkan Mama Sayang, maafkan Mama.”“Sekarang semua sudah berakhir tidak ada yang akan menyakiti Raina lagi, mereka sudah di tangkap,” ucapku berusaha menenangkan Raina.Raina tetap menangis tetapi tetap memelukku dengan erat. Aku tahu Lira sangat ingin memeluk Raina karena dia ibu kandungnya sendiri.“Mama jangan tinggalkan Raina lagi ya, Raina takut kehilangan Mama, hanya Mama yang Lira punya,” ucapnya dengan penuh haru.Iya Sayang, Mama akan selalu ada buat Rainya,
“Apa maksud semua ini Arum? Kamu tahu kan aku menjabat sebagai wakil direktur tetapi kenapa bukan aku yang menggantikan posisi kamu?” tanyanya dengan emosi.Aku masih bersikap tenang menghadapi orang itu untuk menghilangkan rasa takutku. Lalu aku mengambil semua berkas dan bukti tentang kecurangan yang dia lakukan di perusahaan.“Apa ini Arum?”“Apakah aku harus menjelaskan semuanya sat-satu Mas Lingga, masih syukur aku tidak membeberkan masalah ini ke rapat tadi, karena aku masih mempunyai hati untuk tidak mempermalukan kamu di hadapan mereka. Wajahnya kembali pucat ketika semua bukti yang dikumpulkan memang dia pelakunya, selama ini mencuri uang perusahaan.“Aku tidak menyangka Mas Lingga bisa melakukan hal ini denganku?” “Jangan katakan kamu khilaf ya Mas, aku sudah muak dengan kepintaranmu bersilat lidah. Aku selalu mengikuti arahan kamu tetapi apa yang kamu perbuat, kamu sengaja melakukannya kan?” “Apa yang ada di pikiranmu, aku tidak tahu semua ini, aku bodoh begitu?”“Ma
Semua pria sama saja nggak peka, ya pastilah cemburu, apalagi kami mau menikah dan dia tergoda dengan wanita lain, tentu saja aku tidak akan membiarkannya.Aku meninggalkan Mas Fahri dan tetap di tempat itu dan aku segera ingin menemuinya. Aku mau lihat bagaimana ekspresi nya saat bertemu denganku dengan gaya sok alimnya.Aku melangkah dengan penuh percaya diri untuk menghampirinya yang masih sibuk mencari gaun pengantin itu.“Halo, Kiran, apa kabar, masih ingat denganku?” tanyaku dengan tegas.Tampak wajahnya menegang, kedua matanya melotot kearah, dia terdiam terpaku melihat kedatanganku yang secara tiba-tiba menghampirinya. Mungkinkah aku sepeti hantu baginya?“Kenapa Kiran, kenapa kamu terkejut, apakah kamu melihat hantu di sini?” Aku menatap tajam ke arahnya, berani sekali dia membohongi ibu dan berputar -pura teraniaya padahal dia sendiri ikut andil dalam rencana busuk Mas Lingga. “A—Arum, kamu di sini?” “Syukurlah kamu masih mengingatku Kiran dan apa ini? Kamu sekejap me
Aku masih tidak percaya di dalam hidupku akan terjadi pernikahan yang kedua kalinya. Ada rasa bahagia sekaligus rasa takut.Entah kenapa aku merasa di lema, tetapi aku tidak mau menikah dengan Mas Lingga, orang yang pernah aku cintai ternyata hanya memanfaatkan aku sebenarnya. Dia masih berpikir kalau aku tidak mengetahui semuanya, tinggal menunggu waktu dan semuanya akan selesai.Aku juga belum bisa menemukan Lira, entah di mana dia sekarang. Nomor ponselnya sudah tidak aktif, apakah aku harus bertanya dengan Mas Lingga atau Shakira, kedua orang itu pasti tahu di mana Lira sekarang. Sudah seminggu ini semua berjalan dengan lancar, semua persiapan memang Mas Fahri yang melakukan bersama Ibu dan mam Yuni. Karena kami sudah bekerja sama, sehingga ada beberapa orang kepercayaan Mas Fahri ada di kantor ini untuk memastikan kalau Mas Lingga tidak melakukan apa-apa kepadaku.Mas Lingga juga tampak acuh kepadaku, tetapi sikapnya ini membuatku menjadi penasaran, apakah dia merencanakan ses
Aku sangat terkejut dan terdiam sesaat, mataku melotot untung saja tidak keluar. Pria tampan itu lalu menjentikkan jarinya agar aku tersadar.“Ma-Mas Fahri, kok ada di sini, jangan bercanda Mas, aku harus memberi sambutan kepada klien kami dari Kanada,” ucapku ragu tetapi kenapa penampilan Mas Fahri sangat berbeda dengan tampilan seperti orang kaya pada umumnya.“Hei kamu, ngapain lagi kamu di sini siapa yang menyuruhnya masuk ke ruangan ini, kamu itu orang luar Fahri, mau seperti orang kaya makanya kamu berpenampilan seperti ini hah?” hardiknya dengan nada mengejek.“Mas Lingga jaga ucapan kamu, jika kalau mau mengundurkan diri sekarang itu lebih baik dari pada kamu menghina orang lain.”“Ya bela saja tukang marbot itu dasar mental miskin!”“Pak Lingga begini cara kamu menyambut kami untuk menjalin kerja sama?” “Dengarkan baik-baik Pak Lingga. Orang yang kamu rendahkan ini adalah Tuan Devan dari Kanada,” sahutnya dengan meyakinkan. “A-apa maksud Pak Aldi, Anda pasti bercandak
Mas Lingga mengikuti kami pergi makan, aku semakin jengah dibuatnya, entah apa yang ada di pikirannya sekarang.“Aku ingin segera mengakhiri sandiwara ini yang pura-pura tidak mengetahui siapa Mas Lingga sebenarnya.Aku semakin takut dengan kehadiran Mas Lingga atau mencelakai Mas Fahri melalui anak buahnya mungkin saja kan, dia bertindak nekat? “Ada apa Arum, kenapa kamu begitu tegang?” tanyanya yang cukup beralasan.“Mas, itu Mas Lingga masih mengikuti kita bagaimana ini?” “Kamu maunya bagaimana?” “Kok malah bertanya denganku sih, yang kumau dia tidak mengikuti kita makan, bete tahu,” aku merajuk sedikit.“Biaklah, sesuai keinginanmu ,” jawabnya santai. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Mas Fahri saat ini, yang jelas dia berusaha menghilangkan ketakutanku kepada Mas Lingga. Aku menatap wajah Mas Fahri agar terus menerus membuat hatiku tenang.“Sudah Rum, jangan melihat saya seperti itu terus apakah saya seperti cokelat yang siap kamu makan?” “Iya nggak salah lagi,” jawa
Aku beranjak dari tempat dudukku dan menjauh dari tatapan Mas Lingga yang mengiba.“Maaf Mas untuk sekarang aku tidak bisa menjawabnya, karena sekarang kita berada di kantor, bukannya kamu tidak ingin masalah pribadi di campuradukkan di kantor untuk di bahas?”“Hari ini kita fokus tentang proyek kita bersama investor dari Kanada itu bukan?” tanyaku dibalikkan ke dia.“Dan ini apa maksud dari ini?’ kenapa kamu mengambil uang sebanyak ini tanpa persetujuan dariku, dan mulai hati ini Surat Kuasa itu sudah tidak bisa di gunakan lagi.”“Katakan untuk apa uang sebanyak itu?” “Kamu tidak percaya denganku, Rum?” “Kamu tinggal memberikan perincian untuk laporannya, apakah itu sulit?”Mas Lingga kembali menatapku, seolah-olah aku telah menekannya, dia lalu keluar dari ruanganku.Tak lama kemudian dia kembali datang dengan membawa sebuah mam dan melemparkannya di meja kerjaku.“Itu yang kamu mau kan, baiklah.”“Sepertinya aku tidak dibutuhkan lagi di sini, kamu ingin mengambil keputusan send
“Maaf Ibu tidak apa-apa?” Yola langsung memberikan tisu untuk membersihkan mulutku.“Kenapa kamu tidak memberitahukan saya?” “Maaf Bu, ponsel Ibu tidak aktif.”“Oh ya kamu benar, saya lupa memberikan nomor ponsel saya yang baru.”“Sebentar, mumpung saya ingat.” Aku langsung mengeluarkan ponsel milikku tepatnya punya Mas Fahri seketika kulihat wajah Yola sedikit bingung dengan ponsel yang aku pegang.“Kenapa wajahmu, kok begitu?” “Maaf Bu, itu ponsel lama Ibu?” “Iya kenapa, ada yang salah dengan bentuknya?” “Tidak Bu, siapa pun yang memberikan ponsel itu ke Ibu berarti orang itu sayang dan mencintai Ibu sepenuh hati.”“Kok kamu tahu kalau ini adalah pemberian dari orang lain?”“Sepertinya itu bukan dari Pak Lingga kan Bu?” “Kamu tuh ya dok tahu, tetapi kamu sudah siapkan semuanya kan tidak ada yang ketinggalan?” “Ibu tenang saja semua sudah saya siapkan sampai makanan camilan, tidak perlu khawatir.”“Dan ini semua proposal yang Ibu minta dan itu sesuai dengan Pak Lingga minta