Tok! tok!
Suara ketukan pintu itu membuyarkan lamunanku sesaat."Masuk aja Bu, nggak di kunci kok!" teriakku dari dalam.Ternyata Ibu menggendong Riana yang tertidur pulas di pangkuan Ibu sedari tadi, lalu di taruhnya ke tempat tidurku."Lucu banget Riana ya Bu, kalau lagi sedang tidur gemesin," ucapku sambil kucium pipinya yang gembul.""Seandainya ya Bu, Raina anak Arum, pasti Arum sangat menyayanginya sepenuh hati jiwa dan raga, tapi tetap sayang cuma agak beda sih Bu, jawabku sambil tertunduk lesu."Ibu nggak marah kan, kalau Arum nggak bisa kasih cucu kandung buat Ibu, apakah Arum termasuk wanita yang tidak sempurna ya, Bu? sebab kata orang jika belum melahirkan seorang anak dikatakan tidak sempurna menjadi Ibu," jawabku dengan mata yang sudah berkaca-kaca."Apa Ibu pernah marah ke kamu, apa pernah ibu ngungkit masalah anak selama kamu nikah dengan dia, nggak kan, lantas mengapa kamu ragukan kasih sayang ibu,Nak?" tanya ibu balik.Ibu mengulas senyuman di bibirnya, walaupun banyak kerutan dimana-mana tetapi wajahnya masih kelihatan manis dan cerah."Duh Ibu kok balik tanya sama Arum sih bu?" tanyaku dengan manja."Weh, ada yang sensi, jangan ngambek ah jelek tau ... hahaha ....sssssttt ... maaf-maaf Ibu merasa lucu aja, anak ibu satu-satunya ini padahal sudah nikah masih saja manja," jawab Ibu sambil berbisik takut Riana bangun dari tidur siangnya."Ya udah kita ngomong di luar yuk, takut Raina bangun, banyak yang mau Ibu tanyakan ke kamu, mumpung di sini," ucap Ibu sambil menggandeng tanganku keluar kamar.Kami pun duduk di teras rumah, sambil menikmati udara siang hari yang begitu panas, tetapi menyejukkan karena angin yang hilir mudik silih berganti."Sebentar tunggu sini dulu.""Ngapain masuk lagi toh Bu?""Ndak usah banyak tanya nikmati saja," lanjut Ibu yang bergegas masuk kedalam entah apa yang diambil.Setelah beberapa menit Ibu keluar membawakan makanan kesukaanku yaitu es serut rujak pedas level 10. Mataku berbinar seperti mendapat berlian dari suami padahal bohong."Kapan Ibu buat ini, emmhhh ... segarnya Bu, masih banyak 'kan, makasih ya Bu, tambah sayang full deh ... muachh..." sahutku tanpa perintah langsung aku mengambilnya dari tangan Ibu.Ibu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah lakuku yang masih ke kanak-kanakkan katanya.Es serut rujak adalah kegemaranku dari kecil, ibu pandai sekali mengolah semua jenis buah-buahan. Ibu sangat pintar memasak makanya untuk mengisi waktu luangnya ibu membuat catering dan menerima pesanan baik kue jajanan pasar sampai modern, dan berbagai macam masakan.Dari bakatnya Beliau lah aku juga bisa memasak, setiap ada menu baru aku selalu mempelajarinya dan tentu saja keluargaku sangat suka dengan masakanku.Aku manjakan mereka dengan masakanku, sekarang waktunya aku manjakan mereka dengan kemiskinannya sendiri.Ibu dan Aku duduk sambil memakan es es rujak itu ditemani oleh semilir angin yang tidak henti-hentinya lewat dihadapanku. Dan ibu membuka percakapannya."Ibu belum puas dengan penjelasanmu tadi, gimana pertemuanmu dengan Pak Alex, apa yang kalian bahas di sana? selidik Ibu yang sesekali menatapku yang masih asyik memakan es serut rujak itu."Sssshh ... sssshhh pedes Bu, nampol sampai ke hati," sahutku walaupun pedas minta ampun tetapi tetap aku makan juga.Keringatku yang bercucuran deras melewati pelipis keningku sudah tak kuhiraukan, apalagi pertanyaan ibu yang membuat ku teringat kembali kejadian di caffe tadi pagi."Wes toh makannya, jawab dulu pertanyaan Ibu ini jangan buat penasaran," desak ibu."Bentar Bu nanggung nih, srruuuuut ah ...Alhamdulilllah kenyang Bu, kalau ada sisanya boleh dong Arum bawa ke rumah," ucapku dengan manja."Bolehlah, sama baskom-baskomnya juga kamu bawa nggak apa-apa," ledek ibu padaku.Huff... begini Bu, kata Pak Alex Arum harus belajar juga mengelola perusahaan almarhum papa Sugeng, tapi Arum kan nggak ngerti mulai darimana Bu?" jawabku santai."Huh ... dasar kamu Arum, 'kan sudah Ibu bilang dari dulu, harus belajar, belajar kalau sudah gini kamu sendiri kan yang rugi," jawab Ibu sewot."Mana Arum tahu emang paranormal. Arum pikir selama nggak ada masalah di kantor, ya nggak kepikiran kesitu, apalagi mamah dan mbak Sukma selalu kasih Arum segudang pekerjaan rumah, tuh lihat tangan Arum jadi kapalan, kasar nggak terawat," jelasku panjang lebar."Arum-Arum, kenapa kamu nggak bilang sama Ibu, kalau selama ini perbuatan mereka seperti itu, kenapa kamu mau saja disuruh-suruh, setiap Ibu telpon kamu bilang nggak ada apa-apa adem ayem, lalu Ibu mau ke rumahmu nggak bolehlah banyak banget alasannya, kamu itu oon apa lugu sih, pantas saja kamu dimanfaatin sama mereka, kelihatan banget oon nya," jawab ibu ketus."Ibu dari dulu sudah pernah bilang kalau Ibu punya firasat yang beda sama tuh anak, tampang oke, rajin iya tapi otak nol persen," lanjutnya."Iya dulu kan Arum pikir karena Mas Ariel agamanya diatas rata-rata, apalagi suaranya kalau lagi azan, indahnya bukan main, sampai hati ini klepek-klepek dibuatnya, wajar dong Arum mempersuamikan dia, eh ternyata zonk," kilahku."Lagian Bapak dan Papah Sugeng menjodohkan kami, ya Arum nurut aja, lagian juga Arum lihat Papah Sugeng super baik kelewatan, eh ternyata mamah mertua, kakak ipar dan Mas Ariel semua bersandiwara di depan Arum, di belakang mereka menertawakan Arum," jelasku lagi."Makanya mulai sekarang kamu harus bisa berubah, mungkin sudah waktunya kamu mengetahui ini, untung Pak Alex menghubungi kamu, semua serba kebetulan," ucap Ibu."Ibu masih penasaran, betul kata dokter kamu mandul, atau hanya karangan suamimu, mana coba lihat hasil laporannya?" tanya ibu lagi."Tadi Ibu bilang nggak masalah, sekarang kok dibahas sih," gerutuku."Bukan begitu, siapa tahu suamimu nggak mau punya anak dari kamu Arum, toh kalau kalian punya anak otomatis warisan pindah ketangan anakmu toh?""Kok Ibu tahu, sebentar Bu, Arum masuk dulu," ucapku sambil beranjak berdiri mengambil sesuatu dari dalam."Loh, kok Ibu di tinggal, piye toh nduk?""Sebentar, nggak lama paling satu jam hehhe..."Memang mau kemana?""Kebelet nih Bu," jawabku dengan muka merintih nggak karuan."Huh ... dasar semprul," jawab ibu sambil tertawa.Selang beberapa menit ..."Loh sudahan, cepat banget jangan-jangan ..."Apaan sih, Bu, nggak jadi kebelakang, cuma mau ambil HP Arum di kamar."Aku pun menyetel rekamanku dengan Pak Alex selama kami di caffe. Ibu terperangah semua perkataan Pak Alex.Ibu manggut-manggut mendengarkan rencana kami itu."Tumben kamu pintar Rum merekam semua percakapanmu dengan Pak Alex.""Arum ini sebenarnya pintar kaya ibu, cuma nggak di tampakkan.""Terus apa rencana kamu selanjutnya, Rum?""Arum ingin memasang cctv di rumah Bu, setiap sudut kecuali kamar mandi, nggak etis lah Bu masa tempat buang hajat juga di rekam?""Justru itu di situ banyak penunggunya, siapa tahu suami mu terima telpon langsung ke kamat mandi.""Pasang juga di mobil mereka, jadi tahu kemana saja mereka pergi," lanjutnya."Besok Ibu mau kerumahmu ya, Ibu akan memberikan mereka kejutan dengan kedatangan Ibu nanti," ucap ibu dengan tersenyum sinis." Mas-mas, kamu sih nggak pikir-pikir dulu mau mempermainkan aku, selama ini aku diam karena menghormati kalian.""Ya kamu juga sih Rum, memberikan kesempatan kepada mereka untuk berbuat seenaknya, kamu itu jangan taunya cuma cinta, buktinya cinta mu bertepuk sebelah tangan.""Namanya juga cinta, ini 'kan masalah hati Bu, nggak bisa langsung di lupakan," jelasku."Apa Arum kembali seperti dulu ya, Bu?""Hussh ... kalau ngomong jangan sembarangan, kamu 'kan sudah janji sama almarhum Bapakmu selalu bersikap feminin, kemayu layaknya seorang wanita bersikap.""Iya, tetapi Arum bosan Bu, bersikap seperti ini, seperti bukan diri Arum sendiri."Ting!Saat sedang bersantai ria dengan ibu, tiba-tiba ada pesan masuk dari temanku Shakira.Ku buka dengan cepat ternyata foto-foto pernikahan sepupunya yang aku minta dari tadi.Kuteliti satu-satu, nampak sangat cantik dan tampan mereka bersanding di pelaminan, begitu juga dengan teman-temanku satu geng waktu SMA ternyata mereka datang semua, memang betul kata Syakira hanya aku yang tidak berada di foto itu."Lagi ngelihatin apa sih, kok serius banget?" tanya Ibu."Iniloh foto-foto pernikahan sepupunya Shakira teman SMA dulu Bu, cuma waktu itu Arum nggak bisa kesana karena Riana lagi sakit, mamah kandungnya saja tidak perduli jadi Arum yang jagain," jawabku tanpa menoleh ke Ibu."Coba Ibu lihat."Ibu pun melihat satu persatu foto-foto itu, dan bertapa terkejutnya Ibu melihat foto terakhir.Emosi Ibu kian memuncak dan membuatku menjadi bingung."Ada apa sih Bu, kok jadi emosi gini?" tanyaku dengan heran."Dasar menantu nggak tau diri," ucap Ibu seketika.Segera ku rampas ponselku dari tangan ibu. "Astagfirullah, apa-apaan ini?""Tuh lihat suamimu katanya lulusan S1 tapi kelakuannya kaya nggak pernah sekolah saja.""Memang suamimu itu mau ngajak perang kayanya sama kita, belum tahu dia siapa kita," ucap Ibu dengan emosi."Gimana sih Bu, tadi katanya Arum harus santai nggak boleh terbawa emosi, tapi malah Ibu yang marah-marah," gerutuku."Gimana ndak emosi lihat foto suamimu lagi bermesraan dengan wanita lain, dan posenya itu loh, malah di tempat umum gitu, memang perlu di ajari lagi sopan santunnya ini," terang Ibu."Sabar Bu, banyak jalan menuju Roma, bentar lagi dia nggak bisa begituan, mana ada wanita yang mau dengan laki-laki yang kantongnya bolong alias kantong kempes." Suamiku mas Ariel terlihat jelas dia bergandeng tangan bersama wanita lain, ternyata betul adanya jika tadi yang kulihat di F******k hanya tangannya, sedangkan yang di kirim melalui temanku terlihat mesra bahkan sempat berfoto dengan pengantinnya.Ada tiga foto terakhir yang membuatku emosi, dengan fose yang begitu sensasional menurutku,
"Raina sayang kok ngomongnya gitu, memang Raina kenal dengan tante ini ?" tanyaku dengan hati-hati."Iya Mah, ini mamah Yaina katanya papah gitu,""Lah, terus mamahnya Raina "kan mamah Sukma, masa semua dipanggil mamah sih?" tanyaku dengan manja."Mamah Sukma bukan mamah kandung Yaina, jawabnya.Aku diam, dan terduduk lemas, namun kepalaku tiba-tiba pusing dan entah apa yang terjadi sehingga pandanganku menjadi gelap."Rum, Arum bangun nak.""Alhamdulillah, kamu sudah sadar, Nak.""Kenapa Arum, Bu?""Kamu tadi pingsan, gimana masih pusing?" tanya Ibu."Iya Bu, Arum nggak apa-apa kok."Aku mencoba duduk kembali walaupun kepala masih sedikit pusing."Mana Raina, Bu?" tanyaku sambil memcari-cari keberadaan Raina gadis kecilku."Mamah Ayum cayi Yaina ya,Yaina cayang Mamah Ayum. Mamah Liya nggak cuka cama Yaina, nggak cayang, jangan tinggalin Yaina ya Mah?" celoteh Raina yang menggemaskan."Sayang, Mamah Arum juga sayang sama Raina, pokoknya sampai kapan pun Raina tetap menjadi anak kesaya
Rum, memang sih kalau di lihat-lihat mukanya Raina memang mirip sih dengan wanita itu, coba kamu perhatikan deh, lihat senyuman punya lesung pipit pula, garis alis hidung dan bibirnya juga," ucap Ibu."Ah, Ibu kagetin aja," jawabku."Makanya jangan melamun."Itu loh Ibu bilang Raina itu memang mirip dengan wanita yang ada di foto itu.""Mau mirip kek, nggak kek, yang penting bagi Arum dia tetap anak kesayangan Arum, dari umur satu bulan Arum yang mengasuhnya.""Yang Arum masih bingung kok, bisa dikatakan anaknya Mba Sukma, sedangkan waktu itu dia hamil juga loh,Bu," ucapku."Berarti banyak teka teki yang harus dipecahkan ini," sahut Ibu."Kamu tenang aja Rum, Ibu juga sudah menyuruh anak buah Ibu mencari asal usul wanita itu, yang penting kamu bersikap seperti biasanya jangan sampai ada kesalahan kalau kamu sudah tau semuanya tinggal kita cari bukti otentik untuk memperkuat argumen kita.""Mereka pikir kita ini orang kampungan yang tidak berpendidikan, nol besar dia mah," jelas Ibu la
Setelah sampai di rumah ibu, kurebahkan tubuh ini yang lelah, tapi jangan tanya bagaimana dengan hati, terlalu sakit untuk di tata kembali seperti cermin yang hancur tidak bisa kembali utuh.Tidur sambil menatap Raina yang tertidur pulas di sampingku, merasa diri ini tenang sejenak sebagai pelipur lara.Aku bangun seperti biasa, setelah solat subuh, bergegas pergi ke dapur."Lagi buat apa, Bu?""Oh ini ada pesanan kue bolu pisang dari Bu Widya katanya pengen buat cemilan sore. Kalau mau makan sudah Ibu siapkan tuh di meja makan," sahut ibu yang sedang sibuk menyusun bahan kue itu."Iya bu.""Jam berapa Rum, Suamimu jemput?""Nggak ngasih tau jamnya, paling jam sembilan nan."Selesai makan, aku pergi ke kamar dan ternyata Raina pun sudah bangun, segera kumandikan dengan air hangat, dan makan. Tampak sekali keceriaan Raina gadis cilik itu terpancar dari wajahnya."Mah Ayum, Yaina udah cantik belum?" tanyanya dengan polos."Udah cantik dong Sayang, udah wangi lagi kan udah mandi, udah sa
"Bu, Arum pulang dulu, Assalamualaikum!"Walaikumsalam, hati-hati di jalan ya...."Iya, Bu."Kami pun pergi meninggalkan rumah ibu, dan tiba-tiba Lira ingin duduk di depan bersama Mas Ariel di dalam mobil itu."Arum, kamu duduk di belakang ya, biar aku duduk di depan sama Mas Ariel," ucap Lira dengan menyunggingkan senyuman sinisnya."Minggir, eh dengar ya situ cuma sepupu, saya loh istrinya jadi yang duduk di depan otomatis ya saya toh!" sahutku nggak kalah sinisnya."Aughh, sakit tahu kurang ajar banget sih nginjak kaki ku, nggak lihat apa kamu?" tanyanya dengan emosi."Enggak lihat maaf, makanya jadi orang tau diri dong," sahutku sambil menaruh bokongku duduk di depan bersama Raina tentu saja di samping Mas Ariel."Mas, tuh lihat Arum kata kamu dia lemah lembut mana, kaya bar-bar gitu orangnya?" ucapnya dengan manja.Lalu Mas Ariel menatapku dengan dingin. "Kamu tuh kenapa sih Rum, nggak baik berantem gitu, biar Lira duduk di depan saja," bentak suamiku dengan nada tinggi."Oh git
Berhubung hari ini hari Minggu, aku pun bersantai ria, segera ku aktifkan HP -ku yang terhubung langsung dengan CCTV. Aku tertawa geli melihat wajah mereka yangg sok menasehati orang lain tetapi tidak diterapkan pada dirinya sendiri.Karena belum puas dengan jawabanku, akhirnya Mas Ariel datang menemuiku di dalam kamar."Apa-apaan kamu Dek, kenapa kamuu menjadi seperti ini?" tanyanya dengan penasaran."Apa maksudnya, Mas?""Iya kamu, kok sekarang kamu susah di kasih tahu, apa salahnya sih tinggal pindah aja, toh di rumah ini banyak kamar, kamu tinggal pilih saja, nggak ribet 'kan?" tanyanya tanpa rasa bersalah."Nah itu tahu banyak kamar, ya tinggal pilih saja, nggak ribet 'kan?" aku balik bertanya."Sekarang kamu berani menjawab, sejak kapan kayak gini, hah?""Sejak kapan juga Mas, menjadi seperti ini, ngapain juga Arum harus pindah kamar, ini bukan masalah kamarnya Mas, tetapi etikanya, adabnya, apa salah Arum mempertahankan kamar ini yang selamai 5 tahun Arum tempati sekarang deng
Aku segera menghubungi Ibu di sana, dan dengan cepat beliau merespons panggilanku.{Ada apa, Rum?}{Betul kata Ibu, ternyata mereka memberikan sesuatu di minuman Arum Bu, pantas saja Arum selalu menurut apa kata mereka.}{Apa Ibu bilang toh Nduk? keluargamu itu ada yang tidak beres, Ibu juga sudah lama mencurigainya, tetapi kamu nggak percaya sama Ibu.}{Ya sudah itu suruhan Ibu sudah ke sana toh, mereka akan membantu kamu di sana, dan sekalian mencari informasi walaupun sudah ada CCTV tetap kita waspada Nduk.}{Besok Ibu akan ke rumahmu dan beberapa hari tinggal di sana, tapi kamu jangan bilang kalau ibu ke sana ya?}{Beres Bu, Assalamualaikum!}{Walaikumsalam.}Setelah selesai menelpon Ibu, hatiku sedikit tenang karena Ibu akan datang besok.Tiba saatnya beraksi kembali, aku harus menyiapkan makan malam seperti biasanya, karena bagaimanapun agar rencanaku berjalan dengan mulus harus perlahan-lahan agar tidak ketahuan kalau aku sudah tahu semuanya.Kusiapkan bahan masakan yang ada di
Tak lama Lira masuk ke dalam kamarku tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu."Heh, apa-apaan kamu, kenapa semua barang-barangmu di keluarkan lagi, sudah jelaskan aku sudah siapkan di koper tinggal angkat tuh barangmu pindah ke kamar lain, masih bagus tidak aku berantakin," tanya Lira dengan ketus."Ini orang nggak tau diri ya, ini kamar siapa, dan suruh siapa pindahin barang-barangku tanpa seizin yang punya, nggak sopan jadi orang ya," jawabku tak kalah ketusnya juga."Ini yang suruh Mas Ariel kok, kalau nggak percaya tanya aja sama dia," terangnya lagi."Ada apa sih Rum, nggak apalah dia di kamar ini toh masih banyak kamar yang lain, orang baik itu selalu mengalah saja," timpal Mamah mertua yang sok menasehati."Iya Rum, cuma perkara kamar aja sampe ribut begini, ngalah aja kenapa sih susah amat?" ujar Mbak Sukma yang tambah bikin aku jadi darah tinggi.Mas Ariel pun menghampiriku yang masih berisi tegang dengan mereka. Bukan menasehati mereka malah aku yang terkena kemarahan Mas Ariel
Hari ini aku sangat bahagia karena. Aku sudah menemukan tambatan hati yang aku mau. Ya namaku Devan Fahrizi Sanjaya. Aku seorang pengusaha dan aku cukup di kenal banyak orang. Pengalaman hidup bersama ibuku yang miskin dan dicemooh oleh orang lain telah mengantarkanku menuju gerbang kesuksesan.Namanya Arumbi Lestari, kami bertemu di sebuah masjid saat aku menjadi marbot di sana, ya karena dari menjadi tukang marbot lah aku bisa sukses seperti sekarang ini.Pandangan pertama aku sudah mulai suka dengannya, cantik, sederhana dan jutek dan itu yang aku suka dengannya. Aku pikir dia akan terpesona dengan ketampananku yang paripurna ini nyatanya tidak dia sangat acuh tetapi itu membuatku menjadi lebih penasaran dengannya.Biasanya wanita yang melihatku langsung meminta perkenalan dan langsung bermain itu, tetapi aku bukan pria seperti ya ... “Aku diajarkan oleh orang tua yang aku panggil mama itu untuk tidak menyakiti seorang wanita dan aku juga tidak mau berhubungan lebih jika
Aku menemukan Lira dan Raina. Ibu dan anak itu akhirnya selamat. Lira memelukku dengan hangat, dia menangis bahagia akhirnya bisa terlepas dari jeratan Lingga.Selama ini ternyata Mas Lingga sudah menjual Lira ke tempat hiburan menjijikkan ini, jika melawan maka Raina akan menjadi tumbalnya. Raina memelukku dengan hangat, dia sangat takut dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Dia masih menangis dan belum bisa menenangkan pikirannya.Anak seumur Lina tahun itu mengalami trauma dia harus segera di sembuhkan.“Maafkan Mama Sayang, maafkan Mama.”“Sekarang semua sudah berakhir tidak ada yang akan menyakiti Raina lagi, mereka sudah di tangkap,” ucapku berusaha menenangkan Raina.Raina tetap menangis tetapi tetap memelukku dengan erat. Aku tahu Lira sangat ingin memeluk Raina karena dia ibu kandungnya sendiri.“Mama jangan tinggalkan Raina lagi ya, Raina takut kehilangan Mama, hanya Mama yang Lira punya,” ucapnya dengan penuh haru.Iya Sayang, Mama akan selalu ada buat Rainya,
“Apa maksud semua ini Arum? Kamu tahu kan aku menjabat sebagai wakil direktur tetapi kenapa bukan aku yang menggantikan posisi kamu?” tanyanya dengan emosi.Aku masih bersikap tenang menghadapi orang itu untuk menghilangkan rasa takutku. Lalu aku mengambil semua berkas dan bukti tentang kecurangan yang dia lakukan di perusahaan.“Apa ini Arum?”“Apakah aku harus menjelaskan semuanya sat-satu Mas Lingga, masih syukur aku tidak membeberkan masalah ini ke rapat tadi, karena aku masih mempunyai hati untuk tidak mempermalukan kamu di hadapan mereka. Wajahnya kembali pucat ketika semua bukti yang dikumpulkan memang dia pelakunya, selama ini mencuri uang perusahaan.“Aku tidak menyangka Mas Lingga bisa melakukan hal ini denganku?” “Jangan katakan kamu khilaf ya Mas, aku sudah muak dengan kepintaranmu bersilat lidah. Aku selalu mengikuti arahan kamu tetapi apa yang kamu perbuat, kamu sengaja melakukannya kan?” “Apa yang ada di pikiranmu, aku tidak tahu semua ini, aku bodoh begitu?”“Ma
Semua pria sama saja nggak peka, ya pastilah cemburu, apalagi kami mau menikah dan dia tergoda dengan wanita lain, tentu saja aku tidak akan membiarkannya.Aku meninggalkan Mas Fahri dan tetap di tempat itu dan aku segera ingin menemuinya. Aku mau lihat bagaimana ekspresi nya saat bertemu denganku dengan gaya sok alimnya.Aku melangkah dengan penuh percaya diri untuk menghampirinya yang masih sibuk mencari gaun pengantin itu.“Halo, Kiran, apa kabar, masih ingat denganku?” tanyaku dengan tegas.Tampak wajahnya menegang, kedua matanya melotot kearah, dia terdiam terpaku melihat kedatanganku yang secara tiba-tiba menghampirinya. Mungkinkah aku sepeti hantu baginya?“Kenapa Kiran, kenapa kamu terkejut, apakah kamu melihat hantu di sini?” Aku menatap tajam ke arahnya, berani sekali dia membohongi ibu dan berputar -pura teraniaya padahal dia sendiri ikut andil dalam rencana busuk Mas Lingga. “A—Arum, kamu di sini?” “Syukurlah kamu masih mengingatku Kiran dan apa ini? Kamu sekejap me
Aku masih tidak percaya di dalam hidupku akan terjadi pernikahan yang kedua kalinya. Ada rasa bahagia sekaligus rasa takut.Entah kenapa aku merasa di lema, tetapi aku tidak mau menikah dengan Mas Lingga, orang yang pernah aku cintai ternyata hanya memanfaatkan aku sebenarnya. Dia masih berpikir kalau aku tidak mengetahui semuanya, tinggal menunggu waktu dan semuanya akan selesai.Aku juga belum bisa menemukan Lira, entah di mana dia sekarang. Nomor ponselnya sudah tidak aktif, apakah aku harus bertanya dengan Mas Lingga atau Shakira, kedua orang itu pasti tahu di mana Lira sekarang. Sudah seminggu ini semua berjalan dengan lancar, semua persiapan memang Mas Fahri yang melakukan bersama Ibu dan mam Yuni. Karena kami sudah bekerja sama, sehingga ada beberapa orang kepercayaan Mas Fahri ada di kantor ini untuk memastikan kalau Mas Lingga tidak melakukan apa-apa kepadaku.Mas Lingga juga tampak acuh kepadaku, tetapi sikapnya ini membuatku menjadi penasaran, apakah dia merencanakan ses
Aku sangat terkejut dan terdiam sesaat, mataku melotot untung saja tidak keluar. Pria tampan itu lalu menjentikkan jarinya agar aku tersadar.“Ma-Mas Fahri, kok ada di sini, jangan bercanda Mas, aku harus memberi sambutan kepada klien kami dari Kanada,” ucapku ragu tetapi kenapa penampilan Mas Fahri sangat berbeda dengan tampilan seperti orang kaya pada umumnya.“Hei kamu, ngapain lagi kamu di sini siapa yang menyuruhnya masuk ke ruangan ini, kamu itu orang luar Fahri, mau seperti orang kaya makanya kamu berpenampilan seperti ini hah?” hardiknya dengan nada mengejek.“Mas Lingga jaga ucapan kamu, jika kalau mau mengundurkan diri sekarang itu lebih baik dari pada kamu menghina orang lain.”“Ya bela saja tukang marbot itu dasar mental miskin!”“Pak Lingga begini cara kamu menyambut kami untuk menjalin kerja sama?” “Dengarkan baik-baik Pak Lingga. Orang yang kamu rendahkan ini adalah Tuan Devan dari Kanada,” sahutnya dengan meyakinkan. “A-apa maksud Pak Aldi, Anda pasti bercandak
Mas Lingga mengikuti kami pergi makan, aku semakin jengah dibuatnya, entah apa yang ada di pikirannya sekarang.“Aku ingin segera mengakhiri sandiwara ini yang pura-pura tidak mengetahui siapa Mas Lingga sebenarnya.Aku semakin takut dengan kehadiran Mas Lingga atau mencelakai Mas Fahri melalui anak buahnya mungkin saja kan, dia bertindak nekat? “Ada apa Arum, kenapa kamu begitu tegang?” tanyanya yang cukup beralasan.“Mas, itu Mas Lingga masih mengikuti kita bagaimana ini?” “Kamu maunya bagaimana?” “Kok malah bertanya denganku sih, yang kumau dia tidak mengikuti kita makan, bete tahu,” aku merajuk sedikit.“Biaklah, sesuai keinginanmu ,” jawabnya santai. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Mas Fahri saat ini, yang jelas dia berusaha menghilangkan ketakutanku kepada Mas Lingga. Aku menatap wajah Mas Fahri agar terus menerus membuat hatiku tenang.“Sudah Rum, jangan melihat saya seperti itu terus apakah saya seperti cokelat yang siap kamu makan?” “Iya nggak salah lagi,” jawa
Aku beranjak dari tempat dudukku dan menjauh dari tatapan Mas Lingga yang mengiba.“Maaf Mas untuk sekarang aku tidak bisa menjawabnya, karena sekarang kita berada di kantor, bukannya kamu tidak ingin masalah pribadi di campuradukkan di kantor untuk di bahas?”“Hari ini kita fokus tentang proyek kita bersama investor dari Kanada itu bukan?” tanyaku dibalikkan ke dia.“Dan ini apa maksud dari ini?’ kenapa kamu mengambil uang sebanyak ini tanpa persetujuan dariku, dan mulai hati ini Surat Kuasa itu sudah tidak bisa di gunakan lagi.”“Katakan untuk apa uang sebanyak itu?” “Kamu tidak percaya denganku, Rum?” “Kamu tinggal memberikan perincian untuk laporannya, apakah itu sulit?”Mas Lingga kembali menatapku, seolah-olah aku telah menekannya, dia lalu keluar dari ruanganku.Tak lama kemudian dia kembali datang dengan membawa sebuah mam dan melemparkannya di meja kerjaku.“Itu yang kamu mau kan, baiklah.”“Sepertinya aku tidak dibutuhkan lagi di sini, kamu ingin mengambil keputusan send
“Maaf Ibu tidak apa-apa?” Yola langsung memberikan tisu untuk membersihkan mulutku.“Kenapa kamu tidak memberitahukan saya?” “Maaf Bu, ponsel Ibu tidak aktif.”“Oh ya kamu benar, saya lupa memberikan nomor ponsel saya yang baru.”“Sebentar, mumpung saya ingat.” Aku langsung mengeluarkan ponsel milikku tepatnya punya Mas Fahri seketika kulihat wajah Yola sedikit bingung dengan ponsel yang aku pegang.“Kenapa wajahmu, kok begitu?” “Maaf Bu, itu ponsel lama Ibu?” “Iya kenapa, ada yang salah dengan bentuknya?” “Tidak Bu, siapa pun yang memberikan ponsel itu ke Ibu berarti orang itu sayang dan mencintai Ibu sepenuh hati.”“Kok kamu tahu kalau ini adalah pemberian dari orang lain?”“Sepertinya itu bukan dari Pak Lingga kan Bu?” “Kamu tuh ya dok tahu, tetapi kamu sudah siapkan semuanya kan tidak ada yang ketinggalan?” “Ibu tenang saja semua sudah saya siapkan sampai makanan camilan, tidak perlu khawatir.”“Dan ini semua proposal yang Ibu minta dan itu sesuai dengan Pak Lingga minta