"Ada apa, Nak?" tanya Bibi Ayu.Wanita paruh baya itu membawa Clara masuk ke rumahnya, ia juga menyiapkan minuman panas dan beberapa camilan untuk menenangkan hati wanita cantik itu. Ah, Bibi Ayu begitu iba melihat kondisi Clara.. "Mereka tadi anak buah suamiku, Bi. Aku kabur dari rumah Mas Naresh, pernikahanku nggak seindah yang aku bayangkan. Aku sudah berjuang, tapi aku hanya di bohongi. Aku lelah, Bi. Aku mau menyerah.""Kenapa nggak coba bertahan satu kali lagi?""Beberapa kali aku bertahan dan berdoa, tapi hasilnya selalu mengecewakan. Mas Naresh memang nggak menyakiti fisikku, Bi. Tapi dia menyakiti hatiku.""Dia nggak melakukan kekerasan padamu?"Clara menggeleng dengan kepala yang masih menunduk."Kalau begitu, apa alasan dia mencarimu, Nak? Bisa saja dia sudah menyesal 'kan?"Clara lagi-lagi menggeleng, "aku nggak tahu."Bibi Ayu hanya bisa menghela napas, tangannya masih mengusuk-usuk bahu wanita cantik di sebelahnya itu. Pandangannya iba, pantas saja Clara datang ke desa
Clara menatap suaminya dari kaca pintu ruang ICU. Ia menatap sosok yang tengah tergolek lemah di ranjang pesakitan itu. Banyak alat medis terpasang di badannya, juga perban di sekujur kepala. Ingatannya masih merekam jelas kerasnya suara dentuman itu, pasti sangat sakit tabrakan pagi tadi."Maaf, Mas. Aku bingung! Aku harus percaya siapa? Maaf sudah menjadikanmu seperti ini," gumamnya lirih.Berbagai pertanyaan yang muncul di benaknya begitu mengganggu, pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban. Oh, Tuhan ... atau memang dirinya yang selama ini salah menduga? Pikir Clara."Nak."Clara menoleh, menatap kepada Bibi Ayu yang membelai lembut pundaknya."Sudah hubungi mertuamu?" tanyanya yang hanya di tanggapi gelengan lemah oleh Clara.Bibi Ayu lantas menghela napas."Kenapa?""Aku takut, Bi. Aku nggak bisa cerita.""Kenapa, Nak? Katakan saja apa yang terjadi, mertuamu berhak tahu, Nak."Clara menatap lurus ke dalam manik mata wanita yang sudah berumur separuh abad tersebut, beberapa menit kemu
Ceklek! Clara sontak menoleh, wanita cantik itu langsung menangis saat mendapati Mama mertuanya berada di ruangan ini. Wanita cantik itu langsung bangkit dan membiarkan Anne menghambur ke pelukan Naresh, sementara ia hanya mampu menatap nanar pemandangan di depannya."Bagaimana keadaan kamu, Sayang?" tanya Anne."Aku baik-baik saja, Mah." Clara langsung menunduk. Benar, hanya dia saja yang tidak di kenali suaminya. Apakah ingatan sang suami belum mengukir namanya? Huh, Clara hanya mampu menarik napas dalam beberapa kali. Hatinya sungguh sesak.Selanjutnya Anne beralih kepada Clara, wanita paruh baya itu memeluk tubuh mungil sang menantu. Beberapa kali ia juga melabuhkan banyak kecupan sayang di wajah sembab tersebut."Apa kabar, Sayang?""Aku baik-baik saja, Mah. Hanya saja ...," ucapnya terhenti."Hanya saja apa?""Mas Naresh nggak mengenali aku."Deg!Anne terhenyak, raut wajahnya syok mendengar penuturan menantunya. Ia tahu kalau kepala putranya mengalami benturan dahsyat, tetapi
"Eh, kamu belum sembuh, Mas!""Lalu, kau pikir aku lemah? Begitu?"Clara menggeleng sambil mengalungkan tangannya ke leher suaminya, sedangan Naresh menggendong sang istri ke bath up. Ruang rawat VIP bak hotel tersebut memiliki kamar mandi sangat mewah, fasilitas di dalamnya juga tidak main-main. Bahkan bisa di katakan setara dengan hotel.Naresh mulai menurunkan tubuh mungil tersebut ke dalam bath up yang masih kering. Jemarinya mulai melepas satu demi satu kancing baju sembari bibirnya terus memberikan kuluman hangat pada bibir manis sang istri. Hinnga semua kancing sudah berhasil dilepaskan, hanya tinggal membuang kain itu saja.Namun, tiba-tiba terdengar suara ketukan dari luar pintu kamar mandi.Tok! Tok! Tok!Naresh tidak peduli, ia tetap meneruskan kegiatannya memberikan remasan lembut pada dua gundukan favoritnya tersebut.Tok! Tok! Tok!"Naresh, kamu di dalam?""Mas, itu suara Mama," ujar Clara dengan suara berbisik."Beruntung itu Mama, kalau orang lain pasti aku sudah memat
Sekitar pukul sembilan pagi, mobil mewah keluaran terbaru tersebut baru saja terparkir di halaman kediaman utama. Naresh dan Clara langsung keluar dan melangkah bersama ke dalam kediaman mewah tersebut. "Tenang, Mas. Nggak akan terjadi sesuatu yang bahaya kepada Mama. Pikirkan saja yang baik-baik, kamu 'kan juga baru sembuh," ujar Clara saat melihat suaminya masih gelisah."Iya. Maaf sudah membuatmu khawatir," jawab Naresh.Clara lantas mengangguk, selanjutnya ia menggamit lengan lelaki tampan itu dan meneruskan lagi langkahnya. Hingga saat keduanya tiba di pintu, banyak pelayan yang menghampiri, dan menuntun keduanya menuju ruang tengah.Naresh dan Clara tidak ada yang menolak, keduanya menurut tanpa berbicara apapun, hingga sampailah mereka berdua di ruang tengah. Ternyata di sana sudah ada Anne dan beberapa jajaran petinggi perusahaan."Tuan Naresh," ucap Delon, asisten pribadinya yabg sedari tadi ada di ruangan tersebut."Ada apa, Delon?"Delon melirik sebentar kepada Anne, semen
Matahari bersinar dengan gagahnya di angkasa, siang ini cuaca sangat panas. Kendati demikian sama sekali tidak menyurutkan tekad Clara untuk menguak misteri penanam virus di perusahan Mama Mertuanya.'Setidaknya aku bisa melakukan hal baik untuk perusahaan ini sebelum aku pergi dari sini. Semoga setelah ini Mahendra Company nggak akan kebobolan lagi, aku akan minta hacker terbaik buat tanam pelindung super canggih. Yeah ... anggap saja ini hadiah terindahku untuk perusahaan ini, karena beberapa minggu lagi genap satu tahun pernikahan. Itu artinya, aku akan pergi dari sisi Mas Naresh dan keluarga Mahendra,' batin Clara.Pandangannya terus menatap lurus ke jalanan di depannya, saat ini ia sedang berada di dalam mobil bersama sang suami. Tujuan mereka kali ini adalah gedung perusahaan Mahendra Company, karena beberapa saat lalu Delon telah berhasil menghubungi Victor.Yeah, hacker tampan itu masih ada hubungan kerabat dengan Mahendra Group. Wajar saja meskipun sedang sibuk, Victor tetap
"Akh ...!" pekik pria tersebut saat Naresh langsung mencekik lehernya.Naresh berjalan cepat memasuki kamar dengan tangan yang masih mencengkeram kuat leher pria itu, sementara Delon langsung mengunci pintu, dan menyalakan alat kedap suara."Katakan! Apa mau mu mengacaukan sistem perusahaan ku!"Pria tersebut masih batuk-batuk, sesekali tangannya mengusap leher. Namun, sejurus kemudian senyuman aneh terbit di bibirnya."Kau lupa siapa aku, Tuan Naresh?!" tanyanya penuh penekanan.Hening! Naresh tidak bergeming."Aku adalah pegawai yang beberapa bulan lalu kau rekrut. Aku ini jajaran petinggi perusahaan! Jadi, siapa yang salah? Kau yang terlalu polos dan bodoh, atau aku yang terlalu pintar berkamuflase?!""Sialan! Kau menipu ku!"Bugh!Satu pukulan melayang bersama darah segar mengalir dari hidung mancung pria itu. Matanya memerah, sekejap kemudian ia mengalihkan pandangannya kepada Clara yang juga berdiri di samping Naresh."Kita sudah berkenalan, Bu Clara. Kau pasti masih ingat namak
Mobil sport keluaran terbaru tersebut melaju cepat membelah jalanan raya, panasnya aspal sama sekali tidak membuat Naresh mengurangi laju kendaraannya, yang ada kakinya malah semakin menekan pedal gas. Sedangkan Clara, sedari tadi wanita cantik itu sudah menghubungi Delon dan Victor. Ia meminta dua pria itu segera menuju ke suatu lokasi yang di yakini tempat Anne disekap."Beruntung mereka tidak mengetahui gps di kalung Mama, Cla. Kalau tidak, aku akan frustasi karena kehilangan jejak Mama.""Yeah, Mama adalah wanita pintar. Beliau selalu bisa tenang dan memanfaatkan keadaan sebaik mungkin. Semoga Mama dalam keadaan baik-baik saja di sana.""Mama akan baik-baik saja, kalau terdapat luka di tubuhnya maka aku akan memenggal kepala perusuh itu. Semuanya!"Clara mengangguk. Selanjutnya ia kembali menatap jalanan di depannya. Tampak jalanan yang lebih sempit dari jalan utama, sekelilingnya hutan, tetapi beruntung sudah aspal. Clara mengalihkan pandangannya pada pohon-pohon yang tumbuh ting