Saat ini Naresh sedang bersama pengacaranya melakukan pemindahan kuasa atas saham yang di miliki Kenzie. Cukup lama, karena memang ada banyak yang harus di persiapkan."Terima kasih, Pak," ucap Naresh."Sama-sama, Pak Naresh. Ini juga sudah menjadi tugas saya."Naresh mengangguk, setelahnya mereka semua melanjutkan acara dengan makan siang. Lelaki tampan itu sama sekali tidak melihat ponselnya, ia sengaja menyetel ponselnya dengan mode hening.Tanpa dirinya tahu bahwa kini istrinya tengah dalam keadaan ketakutan yang mencekam. Ah, entah apa yang akan Naresh lakukan nantinya jika tahu sepupunya berbuat kurang ajar kepada istrinya."Setelah ini kita jadi melihat proyek di luar kota, Bos?" tanya Delon, asisten pribadi kepercayaan Naresh."Iya," jawabnya singkat.Setelah menyelesaikan makan siang, Naresh beserta asistennya bergegas memasuki mobil. Namun, Delon sontak menghentikan langkah kakinya ketika merasakan ponselnya berdering kencang."Saya izin mengangkat telepon, Bos.""Iya," jawa
Clara membuka jendela dan menuju balkon saat mendengar deru mobil memasuki halaman kediaman utama, sejurus kemudian bibirnya melengkungkan senyuman ketika mendapati mobil milik suaminya sudah terparkir di bawah sana.Sementara Naresh langsung melangkah lebar memasuki rumah bersama Delon, pandangan matanya menatap tajam kepada Kenzie yang masih berdiri mondar mandir di depan pintu kamar Clara."Kenapa lagi pria bodoh itu?" gumamnya sembari terus melangkah menaiki tangga.Naresh melayangkan tatapan tajam saat dirinya sudah berhadapan langsung dengan sang sepupu yang di bencinya itu. Gegas saja tangannya menyeret kasar lengan kekar Kenzie agar menjauh dari sana "Kau sudah seperti orang gila saja mondar-mandir di depan kamar istriku, Ken!"Namun, Kenzie malah melepas gelak tawanya."Istri? Dia bukan istrimu. Kau saja tidak ada perasaan dengannya, Naresh!" Kenzie masih tertawa hingga dia tidak sadar Naresh sudah mengepalkan tangannya.Bugh!Bugh!Lelaki yang baru saja sembuh itu harus kem
"Maaf kalau kemarin aku mendiamkan kamu, Cla," ucap Naresh seraya mengelap jejak saliva di dagu Clara."Aku yang seharusnya minta maaf, Mas. Aku nggak nurut sama kamu, sampai akhirnya kayak gini.""Aku nggak akan nyuruh sesuatu kalau nggak ada gunanya, tapi kamu memang bandel. Kamu istri pembangkang yang suka sekali menguji kesabaranku, dan kamu juga wanita bodoh yang suka cari masalah. Tapi, nggak papa, semuanya karena aku mencintai kamu, Cla."Clara mengulas senyumnya, hatinya terenyuh mendengar kata-kata lembut yang melelehkan hatinya."Mulai sekarang aku nggak akan jadi pembangkang.""Yeah, kamu memang harus jadi penurut. Beruntung kamu pintar langsung ke rumah Mama.""Karena di sini banyak orang, kalau di rumah kamu cuma ada Bibi. Aku pikir dia nggak akan berani kalau di sini, ternyata tetep nekat.""Sudah tahu 'kan maksudku memintamu untuk menjauhi Kenzie?""Iya, Mas. Entah kenapa dia jadi seperti itu, dia bukan Kenzie yang aku kenal dulu.""Itu karena kamu selalu membukakan cel
"Tidak bisa kah kau menyebutkan namaku saja, heh?! Jangan sebut nama Naresh terus!"Deg!Bella sontak membuka matanya lebar-lebar, sedetik kemudian ia terperanjat saat mendapati Victor sudah menggerayangi dadanya. Oh, benar-benar sialan! Ia mengharapkan Naresh, tetapi malah Victor yang datang.Tunggu! Bukankah Victor sempat menolak untuk membantu Bella? kenapa sekarang pria yang ahli dalam bidang sadap-menyadap itu malah mendatangi Bella? "Tidak usah terkejut, Bell. Kau itu budak seks ku, sudah sewajarnya aku bebas mendatangimu kapan saja, dan kau harus siap," ucap Victor dengan kekehan kecil."Hentikan gerakan tanganmu, Victor! Sebentar lagi Naresh akan sampai. Lagi pula, bukankah aku sudah pernah melayani kamu?""Kau lupa perjanjian kita saat kau memintaku menghilangkan bukti kejahatanmu, Bell?"Hening! Bella tidak menjawab. Tubuhnya mendadak panas saat Victor mulai melepas kaitan kain penyangga dadanya. Ia ingin menolak, tetapi tubuhnya merespon di luar kendali."Aaahh..." Bella m
"Eum, kamar mandi di dalam rusak. Lebih baik kamu masuk di kamar mandi dapur saja, Sayang," ucap Bella memberi alasan.Naresh mengangguk, setelahnya tanpa membuang waktu lelaki itu lantas menuju dapur dan masuk ke salah satu kamar mandi di sana. Sementara Bella memilih masuk ke dalam kamar untuk menemui Victor.Ceklek!Matanya membelalak lebar saat mendapati hacker tampan itu tengah bersantai di sofa kamarnya. "Kamu ngapain di sini? Bukannya pintunya aku kunci?" ucap Bella terdengar lirih."Bukan masalah rumit bagiku," jawab Victor dengan santainya.Wajah tak berdosa itu hanya terkekeh melihat Bella yang sudah menjambak rambutnya dengan frustasi."Terserah! Pokoknya kamu jangan keluar, aku nggak mau Naresh tahu kamu ada di sini!"Victor hanya mengedikkan bahunya, ia malas membuka suara bahkan sampai Bella sudah menutup pintu. Wanita itu benar-benar di uji dengan Victor yang seolah mempermainkan nyawanya. Bella masih berdiri di depan pintu dengan meremas jemarinya, perasaan cemasnya
Naresh langsung bangkit dan membenarkan letak celananya. Ia benar-benar terkejut, bagaimana mungkin indra pendengarannya tidak menangkap bunyi mobil memasuki gerbang? Atau karena blow-job yang di berikan Bella sudah menghipnotisnya?Detak jantungnya berderu kian cepat, apalagi saat Clara beberapa kali menolak panggilan teleponnya. Suasana sudah hampir gelap, begitu pula hatinya yang memikirkan pasti sang istri tengah marah saat ini."Argh!" Naresh beberapa kali memukul stir dengan perasaan kesal. Ia sudah berjanji akan menjaga jarak dengan Bella, tetapi hari ini dia juga yang mengingkari janji tersebut. Demi apapun! Naresh sangat menyesalinya."Ah, itu dia mobilnya!" pekiknya saat mendapati mobil dengan plat nomor yang sangat ia kenali berjarak beberapa meter di depannya.Dengan cepat Naresh menyalip dan menghentikan mobilnya di depan mobil yang di tumpangi sang istri. Jemarinya lantas melepas tautan seat belt dan lantas keluar.Tok! Tok! Tok!"Buka pintu belakang, Pak!" perintahnya
Pagi hari.Clara bangun dan merasakan pusing di kepalanya lantaran terlalu banyak menangis, matanya juga sembab, bahkan hidungnya pilek. Ah, sungguh mengenaskan. "Kenapa banyak sekali cobaan pernikahanku? Atau karena aku hanya akan menikah selama satu tahun, makanya cobaannya banyak banget? Lalu, apa benar yang di katakan Kenzie dulu kalau Naresh sulit berubah? Aku bingung banget," ucapnya bermonolog.Wanita cantik itu memilih beranjak dan menuju dapur. Kondisinya akan semakin parah kalau hanya berdiam diri saja, lebih baik ia memutuskan memasak sarapan.Jemari lentiknya membuka kulkas guna mencari bahan masakan yang bisa di olah. Namun, entah kenapa lambungnya seakan naik ke kerongkongan.Huek!Huek!Clara langsung menuju wastafel untuk membuang isi perutnya. Beberapa kali ia menarik napas dalam hingga di rasa perutnya sudah mendingan. "Aku kok tiba-tiba mual lihat roti gandum? Padahal 'kan aku suka banget sarapan roti gandum," gumamnya.Wanita cantik itu kembali membuka kulkas, mat
Naresh sudah kembali dengan menenteng goodie bag besar berisi banyak makanan dan buah-buahan. Dengan telaten lelaki itu menatanya di piring dan lantas membawanya ke kamar Clara, tetapi ternyata istri cantiknya itu masih betah berjalan-jalan di alam mimpi.Naresh mendaratkan ciuman hangatnya di kening Clara, ia sedikit tertegun saat menyadari suhu tubuh sang istri sedikit panas. Hingga beberapa saat kemudian tubuh itu menggeliat dan kelopak matanya perlahan terbuka."M-Mas...""Aku bawa banyak makanan sama buah, sekalian tadi beli Vitamin dan juga susu. Ayo bangun dulu, masih pusing apa nggak?""Sedikit," jawabnya singkat.Clara bangkit dan menyandarkan tubuhnya pada bantal yang telah di tata Naresh. Mulutnya terbuka dan menurut saat suaminya terus menyuapi dengan bubur hangat, roti, dan buah-buahan. Tidak ada penolakan hingga semua makanan habis di lahapnya."Lapar? Tadi katanya nggak mau makan?""Kasihan saja sama kamu kalau nggak aku makan."Naresh melepas gelak tawanya."Nggak usah