"Loh, Naresh. Kamu dari mana, Sayang? Clara mana?" tanya Anne lambut."Aku nggak tahu, Mah."Wanita paruh baya itu tak ayal mengernyit bingung, tetapi beberapa saat kemudian dari arah luar muncul lah menantunya itu dengan langkah lemas dan wajah pucat."Clara," lirih Anne dan langsung melirik ke arah putranya yang hanya cuek.Anne bisa langsung menebak kalau anak dan menantunya pasti baru saja berselisih paham."Kamu dari mana, Cla? Kamu 'kan masih lemas.""Aku habis cari angin, mah." jawabnya singkat."Sendirian?"Clara melirik singkat kepada suaminya yang tengah asyik bermain ponsel seakan tidak peduli dengan kehadirannya. Dengan cepat wanita cantik itu kembali melihat mertuanya dan lekas menganggukkan kepala.Mereka lantas duduk di kursi tunggu sembari menunggu Dokter menangani kenzie. Tanpa ada yang tahu, bahwa sedari tadi tidak sedetikpun Clara memalingkan pandangannya dari Naresh. Ah, rupanya wanita cantik sangat menyesal.Menit berlalu...Dokter sudah keluar dari ruangan dengan
Beberapa hari kemudian.Naresh semakin mendiamkan Clara, ia hanya akan membuka suaranya jika di tanya, dan selebihnya keheningan lah yang Naresh tampakkan. Bahkan lelaki itu tidak lagi mau memakan masakan yang telah di siapkan oleh istrinya. Ia hanya akan memakan makanan yang telah di siapkan oleh Bibi, hal itu tak ayal membuat Clara bersedih.Namun, rasanya jauh berbeda di bandingkan saat awal pernikahan mereka, ini adalah kesalahannya. Oh, sungguh ini adalah situasi yang amat sulit bagi Clara."Mas, lima belas menit lagi ada meeting," ucapnya yang hanya di angguki singkat oleh Naresh.Jika boleh memilih, wanita cantik itu akan lebih memilih Naresh berbicara kasar dan meluapkan segala kekesalannya padanya, bukan malah mendiamkannya seperti ini. Bagi Clara, ini seribu kali lipat sakitnya di bandingkan bentakan paling keras yang pernah di lontarkan suaminya."Nanti siang mau makan di mana, Mas?""Aku sudah ada janji dengan asistenku.""Oh, ya sudah kalau begitu."Hening! Naresh tidak l
Saat ini Naresh sedang bersama pengacaranya melakukan pemindahan kuasa atas saham yang di miliki Kenzie. Cukup lama, karena memang ada banyak yang harus di persiapkan."Terima kasih, Pak," ucap Naresh."Sama-sama, Pak Naresh. Ini juga sudah menjadi tugas saya."Naresh mengangguk, setelahnya mereka semua melanjutkan acara dengan makan siang. Lelaki tampan itu sama sekali tidak melihat ponselnya, ia sengaja menyetel ponselnya dengan mode hening.Tanpa dirinya tahu bahwa kini istrinya tengah dalam keadaan ketakutan yang mencekam. Ah, entah apa yang akan Naresh lakukan nantinya jika tahu sepupunya berbuat kurang ajar kepada istrinya."Setelah ini kita jadi melihat proyek di luar kota, Bos?" tanya Delon, asisten pribadi kepercayaan Naresh."Iya," jawabnya singkat.Setelah menyelesaikan makan siang, Naresh beserta asistennya bergegas memasuki mobil. Namun, Delon sontak menghentikan langkah kakinya ketika merasakan ponselnya berdering kencang."Saya izin mengangkat telepon, Bos.""Iya," jawa
Clara membuka jendela dan menuju balkon saat mendengar deru mobil memasuki halaman kediaman utama, sejurus kemudian bibirnya melengkungkan senyuman ketika mendapati mobil milik suaminya sudah terparkir di bawah sana.Sementara Naresh langsung melangkah lebar memasuki rumah bersama Delon, pandangan matanya menatap tajam kepada Kenzie yang masih berdiri mondar mandir di depan pintu kamar Clara."Kenapa lagi pria bodoh itu?" gumamnya sembari terus melangkah menaiki tangga.Naresh melayangkan tatapan tajam saat dirinya sudah berhadapan langsung dengan sang sepupu yang di bencinya itu. Gegas saja tangannya menyeret kasar lengan kekar Kenzie agar menjauh dari sana "Kau sudah seperti orang gila saja mondar-mandir di depan kamar istriku, Ken!"Namun, Kenzie malah melepas gelak tawanya."Istri? Dia bukan istrimu. Kau saja tidak ada perasaan dengannya, Naresh!" Kenzie masih tertawa hingga dia tidak sadar Naresh sudah mengepalkan tangannya.Bugh!Bugh!Lelaki yang baru saja sembuh itu harus kem
"Maaf kalau kemarin aku mendiamkan kamu, Cla," ucap Naresh seraya mengelap jejak saliva di dagu Clara."Aku yang seharusnya minta maaf, Mas. Aku nggak nurut sama kamu, sampai akhirnya kayak gini.""Aku nggak akan nyuruh sesuatu kalau nggak ada gunanya, tapi kamu memang bandel. Kamu istri pembangkang yang suka sekali menguji kesabaranku, dan kamu juga wanita bodoh yang suka cari masalah. Tapi, nggak papa, semuanya karena aku mencintai kamu, Cla."Clara mengulas senyumnya, hatinya terenyuh mendengar kata-kata lembut yang melelehkan hatinya."Mulai sekarang aku nggak akan jadi pembangkang.""Yeah, kamu memang harus jadi penurut. Beruntung kamu pintar langsung ke rumah Mama.""Karena di sini banyak orang, kalau di rumah kamu cuma ada Bibi. Aku pikir dia nggak akan berani kalau di sini, ternyata tetep nekat.""Sudah tahu 'kan maksudku memintamu untuk menjauhi Kenzie?""Iya, Mas. Entah kenapa dia jadi seperti itu, dia bukan Kenzie yang aku kenal dulu.""Itu karena kamu selalu membukakan cel
"Tidak bisa kah kau menyebutkan namaku saja, heh?! Jangan sebut nama Naresh terus!"Deg!Bella sontak membuka matanya lebar-lebar, sedetik kemudian ia terperanjat saat mendapati Victor sudah menggerayangi dadanya. Oh, benar-benar sialan! Ia mengharapkan Naresh, tetapi malah Victor yang datang.Tunggu! Bukankah Victor sempat menolak untuk membantu Bella? kenapa sekarang pria yang ahli dalam bidang sadap-menyadap itu malah mendatangi Bella? "Tidak usah terkejut, Bell. Kau itu budak seks ku, sudah sewajarnya aku bebas mendatangimu kapan saja, dan kau harus siap," ucap Victor dengan kekehan kecil."Hentikan gerakan tanganmu, Victor! Sebentar lagi Naresh akan sampai. Lagi pula, bukankah aku sudah pernah melayani kamu?""Kau lupa perjanjian kita saat kau memintaku menghilangkan bukti kejahatanmu, Bell?"Hening! Bella tidak menjawab. Tubuhnya mendadak panas saat Victor mulai melepas kaitan kain penyangga dadanya. Ia ingin menolak, tetapi tubuhnya merespon di luar kendali."Aaahh..." Bella m
"Eum, kamar mandi di dalam rusak. Lebih baik kamu masuk di kamar mandi dapur saja, Sayang," ucap Bella memberi alasan.Naresh mengangguk, setelahnya tanpa membuang waktu lelaki itu lantas menuju dapur dan masuk ke salah satu kamar mandi di sana. Sementara Bella memilih masuk ke dalam kamar untuk menemui Victor.Ceklek!Matanya membelalak lebar saat mendapati hacker tampan itu tengah bersantai di sofa kamarnya. "Kamu ngapain di sini? Bukannya pintunya aku kunci?" ucap Bella terdengar lirih."Bukan masalah rumit bagiku," jawab Victor dengan santainya.Wajah tak berdosa itu hanya terkekeh melihat Bella yang sudah menjambak rambutnya dengan frustasi."Terserah! Pokoknya kamu jangan keluar, aku nggak mau Naresh tahu kamu ada di sini!"Victor hanya mengedikkan bahunya, ia malas membuka suara bahkan sampai Bella sudah menutup pintu. Wanita itu benar-benar di uji dengan Victor yang seolah mempermainkan nyawanya. Bella masih berdiri di depan pintu dengan meremas jemarinya, perasaan cemasnya
Naresh langsung bangkit dan membenarkan letak celananya. Ia benar-benar terkejut, bagaimana mungkin indra pendengarannya tidak menangkap bunyi mobil memasuki gerbang? Atau karena blow-job yang di berikan Bella sudah menghipnotisnya?Detak jantungnya berderu kian cepat, apalagi saat Clara beberapa kali menolak panggilan teleponnya. Suasana sudah hampir gelap, begitu pula hatinya yang memikirkan pasti sang istri tengah marah saat ini."Argh!" Naresh beberapa kali memukul stir dengan perasaan kesal. Ia sudah berjanji akan menjaga jarak dengan Bella, tetapi hari ini dia juga yang mengingkari janji tersebut. Demi apapun! Naresh sangat menyesalinya."Ah, itu dia mobilnya!" pekiknya saat mendapati mobil dengan plat nomor yang sangat ia kenali berjarak beberapa meter di depannya.Dengan cepat Naresh menyalip dan menghentikan mobilnya di depan mobil yang di tumpangi sang istri. Jemarinya lantas melepas tautan seat belt dan lantas keluar.Tok! Tok! Tok!"Buka pintu belakang, Pak!" perintahnya