"Ini aku Kenzie, Cla. Kamu jangan khawatirkan apapun, aku akan melindungi kamu," bisiknya.Tubuh Clara lemas seiring dengan bunyi sirine polisi yang membawa angin segar bagi pernapasannya. Ada dua mobil polisi dan satu mobil pribadi berhenti tepat di depan markas tempat ia di sekap. Wanita cantik itu baru menyadari jika di sekelilingnya adalah hutan."Kamu bisa jalan? Ayo kita keluar pelan-pelan, ada Tante Anne juga di sana.""Mama?""Iya, ayo kita ke sana."Kenzie mengandeng kedua bahu Clara, lelaki itu berjaga-jaga seandainya temannya itu akan pingsan. Di depannya telah banyak polisi dan beberapa bodyguard berpencar, tidak seberapa lama kemudian satu rombongan polisi ke luar dari markas tersebut dengan membawa seorang laki-laki yang beberapa saat lalu hendak melecehkannya."Dia yang telah membawaku ke sini, Ken. Dia juga hampir melecehkan aku," isak Clara."Dia akan mendapat balasan yang setimpal," balas Kenzie dan langsung membawa Clara masuk ke mobil.Di dalam mobil, Anne tengah d
Naresh terbangun saat mendengar deringan telepon yang memekakkan telinganya, tangannya meraba-raba meja, dengan mata yang masih sulit terbuka. Ia langsung menempelkan ponselnya ke telinga tanpa melihat siapa si penelpon."Halo," ucapnya serak."Turun, Naresh. Aku ada di lobi," jawab seseorang di seberang telepon.Deg!Naresh sontak membuka kedua matanya lebar-lebar, ia menatap layar pipih di tangannya. Di layar ponsel tersebut, terpampang nama Kenzie dan detik waktu yang terus berjalan."Kau ngapain di sini? ini masih jam dua, gila!""Cepat turun atau aku yang naik."Naresh menggeram kesal, "iya-iya. Tunggu sebentar."TUT!Naresh mematikan sambungan teleponnya dengan asal. Lelaki itu lantas bangun dan beranjak menuju kamar mandi guna membasuh tubuhnya yang lengket karena sisa percintaannya dengan Bella. Sekitar tiga puluh menit, Naresh sudah siap turun.Ia membangunkan kekasihnya untuk berpamitan, namun sayangnya wanita itu masih betah menutup mata. Dengan berat hati akhirnya Naresh m
"Argh..! SIAL..!"Belum selesai kebingungan Bella terbangun dari tidurnya dan tidak menemukan Naresh di sampingnya. Beberapa menit lalu wanita itu menerima telepon dari Sean yang mengabarkan bahwa lelaki itu sedang di kantor polisi.Benar-benar menyebalkan. Paginya harus di awali dengan suasana yang menjengkelkan. Bagaimana bisa Clara kabur? Bukankah Sean bilang akan mengikat wanita itu? Kalau sudah begini, ia bisa-bisa ikut terseret."Tidak! Aku tidak boleh terseret, aku harus ke kantor polisi dan meminta Sean menutup mulut."Bella bergegas turun setelah menyambar tas mininya, dirinya bahkan belum sempat membenahi penampilan. Pikirannya terlalu kacau memikirkan nasibnya ke depan.Setelah menempuh dua puluh menit perjalanan, Bella sudah menghentikan mobilnya di parkiran kantor polisi. Wanita itu berusaha mengatur deru napas juga detak jantungnya. "Tenang ... Aku harus tenang. Datang ke sana, minta Sean tutup mulut, dan pulang. Yeah, aku harus bisa!" gumamnya bermonolog.Bella keluar
Naresh berbalik badan dan mengurungkan niatnya menemui Clara. Padahal tadi niatnya adalah meminta maaf dan berbicara empat mata dengan istrinya itu. Moodnya langsung menurun melihat Kenzie dengan lancangnya mendekati Clara."Apa-apaan Kenzie tadi?! Menawarkan sesuatu seolah aku nggak bisa kasih buat Clara. Mana Clara juga diam saja, sama-sama sialan mereka," gerutunya sambil menjalankan mobil.Tujuannya kali ini adalah apartemen Bella, dirinya masih belum kapok menjalin hubungan dengan kekasihnya itu. Seperti biasa, Naresh langsung berjalan menuju unit milik kekasihnya setelah sampai di sana. Ting!Pintu terbuka. Naresh langsung melangkah menuju kamar dan merebahkan diri di ranjang. Ia tidak peduli kemana Bella saat ini, mungkin wanita itu tengah berbelanja, pikirnya."Aku nggak mau Clara dekat sama Kenzie, aku nggak suka melihat meraka akrab," gumamnya lagi.Netranya menatap ke langit-langit. Ia teringat ucapan Mamanya tentang warisan, berati menceraikan Clara sekarang ataupun sembi
Tok! Tok! Tok!Naresh yang tengah bersiap di kamarnya tak ayal tersentak kaget saat ada yang mengetuk pintu, ujung netranya melirik pada pintu kamar mandi, istrinya belum keluar dari sana. Alhasil dengan berat hati pria itu berjalan menuju pintu dan membukanya."Ada apa?""Maaf, Tuan. Di bawah ada Tuan Kenzie yang ingin bertemu dengan Nona Clara," ucap seorang pelayan."Hem, kau boleh pergi."Pelayan tersebut mengangguk, "permisi, Tuan."Naresh menutup pintu. Kepalanya melongok ke bawah, dan benar saja Kenzie tengah duduk di ruang tamu sendirian. Ia akhirnya melangkahkan kaki menuju tangga guna menemui Kenzie."Ada apa kau pagi-pagi mencari istriku, Ken?""Clara mana?"Naresh terkekeh. "Ada apa kau cari istriku? Kalau ada sesuatu bicara saja, nanti aku sampaikan.""Aku beliin dia mie nyemek kesukaannya, aku rasa moodnya bisa meningkat kalau makan mie ini.""Kami sudah sarapan bubur tadi pagi, lagian istriku itu masih sakit. Nggak baik terlalu banyak makan mie," tukas Naresh.Naresh se
Clara turun dari mobil dengan langkah tegap. Kaki jenjangnya melangkah perlahan melewati beberapa petak makam yang masih basah lantaran air hujan. Aroma bunga kenanga menguar terkena angin menambah sakral suasana sore ini, dress hitam yang melekat sempurna di tubuh Clara juga nampak melambai-lambai.Clara meletakkan setangkai bunga sedap malam kesukaan Papanya, memanjatkan doa, dan lantas menyiramkan air ke atas pusara. Wanita cantik berwajah sayu itu juga melakukan hal yang sama pada makam Mamanya.Setelahnya, Clara menekuk kaki dan duduk bersila dengan nyaman di tengah-tengah pusara. Kedua tangannya sama-sama menempel pada nisan orang tuanya."Papa, selamat ulang tahun. Di tanggal yang sama ini pula, Papa juga meninggalkan aku di dunia ini, dan memasrahkan aku pada Mama Anne. Beliau sangat baik padaku, namun putranya ... Ah, pasti Papa bisa melihatnya sendiri dari atas sana."Clara mengalihkan pandangan pada pusara sang Mama, "wejangan Mama sudah berhasil aku terapkan. Walaupun rasa
Naresh melajukan mobilnya dengan perasaan bimbang, ada rasa tidak puas saat Clara tidak lagi mengkhawatirkannya. Bahkan kini keinginannya bertemu Bella sudah sirna, dengan berat hati akhirnya Naresh memutar laju mobilnya ke sebuah club milik sahabatnya.Dentuman keras musik bertalu dengan gemerlapnya dunia malam. Suaranya memekakkan telinga, namun tidak bagi setiap insan yang menari-nari di bawahnya.Naresh memarkirkan mobil dan lantas menyerahkan kuncinya kepada salah satu bodyguard di sana untuk di parkirkan. Kemudian ia berjalan memasuki club dengan langkah tegap."Wah wah wah!" sapa seorang pria dengan postur tubuh tinggi kekar. Pria tersebut tidak henti-hentinya bertepuk tangan sampai jaraknya dengan Naresh benar-benar dekat."Sudahi tepuk tanganmu, Raymond. Aku pusing mendengarnya," ucap Naresh.Raymond Christense, sahabat baik sekaligus salah satu rekan Naresh di dunia pebisnis. Lelaki dengan tato di seluruh badan kecuali wajahnya itu juga pemilik club terbesar di pusat kota. P
Pagi ini Clara sudah siap dengan seluruh makanan yang ia tata di meja makan. Ada nasi kuning lengkap dengan lauk pauknya, tidak lupa dengan susu segar sebagai pelengkap minumannya."Kamu banyak banget masaknya? Sudah kayak orang hajatan.""Aku hari ini memang hajatan, Mas."Naresh mengernyit bingung, "hajatan apa?""Aku 'kan hari ini ulang tahun."Naresh menghentikan gerakannya menyuap makanan ke dalam mulut. Ia memang tidak terlalu memperhatikan Clara, maklum jika dirinya tidak tahu hari ini ulang tahun istrinya.Netranya terus memperhatikan Clara yang tengah sibuk memasukkan nasi kuning ke dalam box makan, ingin membantu tetapi dia sungkan."Kamu bungkus segitu banyak mau buat apa?""Aku bagiin ke anak-anak di kantor, hitung-hitung sedekah.""Oh," jawab Naresh, singkat.Setelah menyelesaikan sarapan, keduanya lantas beranjak menuju mobil. Pagi ini pasangan suami istri itu memang berangkat bersama, tidak lagi sendiri-sendiri seperti sebelumnya.Sesekali Naresh melemparkan lirikan taj