Pagi ini Clara sudah siap dengan seluruh makanan yang ia tata di meja makan. Ada nasi kuning lengkap dengan lauk pauknya, tidak lupa dengan susu segar sebagai pelengkap minumannya."Kamu banyak banget masaknya? Sudah kayak orang hajatan.""Aku hari ini memang hajatan, Mas."Naresh mengernyit bingung, "hajatan apa?""Aku 'kan hari ini ulang tahun."Naresh menghentikan gerakannya menyuap makanan ke dalam mulut. Ia memang tidak terlalu memperhatikan Clara, maklum jika dirinya tidak tahu hari ini ulang tahun istrinya.Netranya terus memperhatikan Clara yang tengah sibuk memasukkan nasi kuning ke dalam box makan, ingin membantu tetapi dia sungkan."Kamu bungkus segitu banyak mau buat apa?""Aku bagiin ke anak-anak di kantor, hitung-hitung sedekah.""Oh," jawab Naresh, singkat.Setelah menyelesaikan sarapan, keduanya lantas beranjak menuju mobil. Pagi ini pasangan suami istri itu memang berangkat bersama, tidak lagi sendiri-sendiri seperti sebelumnya.Sesekali Naresh melemparkan lirikan taj
Ceklek!"Mas," ucap Clara saat melihat suaminya sudah masuk ruangan.Naresh tidak menjawab, pria tampan dengan raut wajah yang masih di tekuk itu langsung mendudukkan dirinya di kursi kerjanya. Sementara Clara hanya mampu menatapnya saja."Ingat ini, Cla. Kamu jangan pernah dekat-dekat lagi dengan Kenzie setelah ini!""Kami memang dekat sejak dulu, Mas."Sret!Clara langsung menundukkan kepalanya saat Naresh melemparkan tatapan ngeri. Atmosfer di sekitarnya mendadak mencekam. Alhasil, wanita cantik itu hanya bisa pasrah sambil duduk di sofa dan mulai membuka laptop guna mengerjakan tugas.Seharusnya Naresh bisa sedikit lembut, mengingat ini adalah hari ulang tahunnya. Padahal saat suaminya itu bersama Bella, Clara tidak pernah ada masalah. Giliran sekarang ada yang mendekatinya, Naresh marah-marah.Memang apa salahnya? Bahkan Clara tidak merespon Kenzie, tapi tetap saja ia kena marah. Suami tampannya itu benar-benar tidak berperasaan.Menit berlalu...Waktu sudah menunjukkan jam makan
Clara masih terdiam, hingga Naresh menggandeng tangannya untuk bangkit pun wanita cantik itu masih membeku. Manik beningnya menyelami netra elang suaminya, mencari maksud sang suami mengajaknya seperti ini.Jujur saja, ia takut seperti yang sudah-sudah. Di kecewakan, di khianati, bahkan di bentak habis-habisan."Kenapa? Jangan pikirkan sesuatu yang malah membuatmu semakin bimbang, nikmati saja," bisik Naresh tepat di telinga Clara, yang mana itu semakin membuatnya meremang."A-Aku...,""Kenapa, Cla? Kamu mau bicara apa?""Aku nggak bisa berdansa."Naresh mengerutkan keningnya, "iya kah? Namun tidak masalah, aku akan membantumu. Kamu cukup mengalungkan tangan di leherku, Cla. Setelah itu, ikuti saja gerakanku."Clara mengangguk dan mulai mengikuti arahan dari Naresh."Jangan menunduk, lihat mataku dalam-dalam. Kamu bisa melihat bayanganmu di mataku 'kan?"Glek!Tenggorokannya tercekat. Sedekat ini dengan suaminya membuat jantungnya semakin tidak aman. Hembusan napas hangat Naresh menye
Pagi ini Clara sudah berdandan rapi, ia mengenakan dress selutut berwarna merah yang sangat kontras dengan kulit putihnya. Rambutnya sengaja di gerai, dengan sentuhan makeup natural di wajahnya yang semakin membuat cantik.Clara meraih tas mini dan lantas turun ke bawah menemui suaminya yang telah siap di ruang tamu. Di sana Naresh nampak fokus memandang ponselnya, bahkan tidak menyadari kehadiran sang istri di sampingnya."Ada pekerjaan, Mas?"Naresh tersentak kaget."Eh, kamu ngagetin saja. Iya, ini lagi ngecek beberapa perusahaan yang minta kerja sama. Kemarin asistenku lupa nggak kasih maksimal pendaftaran, jadi ini ada lima puluh lebih yang mencalonkan diri. Sedangkan aku hanya pilih satu," jelas Naresh."Nanti aku bantuin sisanya," ucap Clara yang langsung membawa angin segar bagi Naresh."Makasih sebelumnya. Oh, iya, kamu sudah siap?""Sudah, ayo berangkat sekarang biar nggak macet."Naresh mengangguk. Ia lantas beranjak dari duduknya dan melangkah berbarengan dengan Clara.Tib
"Eum, kebetulan istri saya sedang di kamar mandi, Pak. Mari kita berbicara di luar saja, nanti biar istri saya menyusul," ucap Naresh yang langsung mengajak seseorang itu pergi.Bella yang melihatnya semakin bertambah sebal. Kakinya menghentak ke lantai dengan sorot mata menukik tajam. Naresh mengatakan istrinya di kamar mandi? Yang benar saja?!"Aku nggak terima kalau harus saingan sama Clara," geramnya.***Menit berlalu...Bella sudah merampungkan kegiatannya berbelanja. Wanita cantik itu lantas membawa semua belanjaannya menuju mobil, di sepanjang jalan ia terus saja memberengut kesal. Bagaimana tidak? Bahkan saat ini ia tidak tahu kemana tadi perginya Naresh.Benar-benar menyebalkan. Naresh memang di kenal sebagai suaminya Clara, dan selamanya Bella akan tetap menjadi selingkuhan. Namun, jujur saja hatinya menginginkan lebih dari ini."Ayo cepat masuk mobil, jangan sampai ada yang lihat." Naresh langsung membuka kunci mobil, yang mana itu cukup membuat Bella tersentak."Kamu kena
Malam hari.Naresh tersentak saat baru saja memasuki rumah dan melihat Clara masih duduk di ruang tamu. Pandangan istrinya menatap lurus ke depan, bahkan ujung netranya tidak melirik sekalipun."Cla, kamu belum tidur?" tanya Naresh, ragu."Bukannya kalau aku tidur, aku akan selalu menunggumu pulang dulu, Mas? Meskipun kita juga nggak tidur bareng.""Aku nggak masalah kalau kamu tidur duluan, Cla. Nanti kamu capek."Clara lantas bangkit dari duduknya, "kalau kamu gimana, Mas? Capek nggak seharian nemenin Bella belanja?"Deg!"Cla, kamu tahu dari mana?""Kenapa kaget, sih, Mas? Memangnya kamu nggak tahu kalau Bella selalu mengirimkan foto saat kalian keluar bareng?""Kirim foto?"Clara menganggukkan kepala. Selanjutnya ia meraih ponsel dan lantas menunjukannya kepada Naresh, tak ayal suami tampannya itu langsung membelalakkan mata.Ia mana tahu kalau Bella seperti itu selama ini? Ia hanya terlalu memanjakan kekasihnya itu sehingga membuat Bella berlaku seenaknya."Aku nggak cemburu, Mas
Setelah kepergian Bella, kedua pasangan itu juga langsung menyelesaikan makannya. Lantas mereka berangkat ke kantor dengan menaiki mobil yang sama."Meetingnya jam berapa, Mas?" tanya Clara, saat ini keduanya sudah berada di dalam mobil."Jam sembilan," jawab Naresh, singkat. Netranya masih fokus pada layar laptop di pangkuannya."Nanti kamu sendiri atau sama aku?""Memangnya kamu mau ikut?""Aku nurut kamu saja, sih. Kalau boleh ikut, ya, ikut. Kalau nggak, ya, enggak."Naresh mendengus lirih, "nggak usah ikut. Ada Kenzie juga nanti."Clara mengangguk. Wanita cantik itu mengira Naresh sudah cukup dengan kehadiran Kenzie. Namun yang sebenarnya terjadi adalah, suami tampannya itu tidak mau sang istri berdekatan dengan sepupunya.Apalagi mengetahui Kenzie yang sering mencuri kesempatan mendekati Clara, hal itu semakin membuat Naresh jengah. Lelaki itu terus menggerutu di dalam hatinya hingga tidak sadar mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di gedung Mahendra Company.Keduanya lantas
Sebuah mobil mewah baru saja berhenti tepat di depan kantor polisi, selanjutnya dua orang dengan pengawalan ketat dari beberapa bodyguard tersebut turun, dan lantas berjalan masuk. Anne menenteng tas branded di tangannya, sementara Naresh menyeimbangi langkah sang Mama."Kita langsung masuk, mah?"Anne mengangguk. Wanita paruh baya itu langsung menuju ke salah satu ruangan yang telah di siapkan oleh pengacara kepercayaan keluarga Mahendra. Sedangkan para bodyguard berjaga di depan, berdampingan dengan polisi yang juga tengah menjaga sosok lelaki dengan kaos bertuliskan tersangka.Anne mengangkat kepalanya, pandangan matanya tajam menatap pada sosok laki-laki yang telah menculik menantunya tersebut."Nyonya Anne, ini adalah pelaku yang telah menculik Nona Clara. Menurut penyeledikan kami, pelaku ini juga berniat menjual Nona Clara ke luar negeri. Kami menemukan beberapa bukti pesan singkat di ponselnya," ucap pengacara kepercayaannya."Kalau begitu dia harus di hukum dengan dua pasal?"
Paris, Prancis."Aku tidak bisa menunggu lagi, Ray. Aku harus pulang!""Kondisimu sudah stabil?""Bahkan aku sudah merasa sehat dari satu minggu yang lalu."Seorang lelaki berbadan besar itu tak ayal terkekeh mendengar jawaban sahabatnya tersebut. Akhirnya ia memutuskan mengantarkan sahabatnya ke Bandara pagi ini."Jangan lupa hubungi aku kalau kau sudah sampai, Naresh," ucapnya."Aku akan langsung menghubungimu. Terima kasih atas bantuannya," jawab Naresh seraya memeluk erat tubuh besar Raymond.Yeah! Setelah kejadian kebakaran itu Naresh mengalami luka bakar lumayan parah dan juga benturan yang membuatnya tidak sadarkan diri. Sedangkan Raymond juga mengalami luka bakar, tetapi masih tergolong ringan. Itulah yang membuat Raymond berinisiatif membawa sahabatnya ke Prancis.Naresh mengalami koma selama satu Minggu, lelaki tampan itu meraih kesadarannya pada Minggu kedua, dan itu bertepatan saat Clara meninggalkan Italia. Makanya Raymond masih menahan sahabatnya.Namun, Raymond tetap me
Clara menuju ruang meeting bersama dengan Anne, kedua wanita berbeda usia itu sepakat untuk melantik petinggi perusahaan yang baru. Sebenarnya ini adalah tugas Naresh, tetapi lagi-lagi Clara yang harus melakukannya.Beberapa kali wanita cantik itu tampak menghela napas. Bohong kalau ia tidak rapuh. Justru saat ini hatinya sudah hancur berkeping-keping, dan kepingannya pula yang menusuknya hingga berdarah-darah."Kamu baik-baik saja, Cla?" tanya Kenzie yang turut hadir dalam rapat ini."Iya," jawab Clara, singkat."Kalau dulu, mungkin aku akan mengatakan kamu harus mengikhlaskan Naresh dan mulailah menata hidup baru denganku. Namun, sekarang ... aku ingin mengatakan kamu harus kuat. Jika kamu percaya Naresh akan kembali, maka tidak ada yang mustahil. Semesta pasti mendengar doamu, Cla. Dan setiap doa pasti dikabulkan. Jika bukan sekarang, berarti nanti."Clara mengulas senyum tipis. Lelaki yang sempat membuatnya trauma ini sudah berubah menjadi lebih baik. Bahkan beberapa minggu lalu K
Clara menyembunyikan alat tes kehamilannya di dalam tas, kemudian ia lekas keluar kamar guna mencari Hilda. Beruntung pengawalnya itu masih duduk di ruang tamu. "Hilda ...."Wanita itu terperanjat saat melihat Nona-nya sedang berlari menuruni tangga. "Hati-hati, Nona!" ucapnya dan langsung menghampiri Clara."Kenapa wajahmu?" tanya Clara."Saya khawatir kalau Nona jatuh.""Ah, kamu ini. Sudah, ayo antarkan aku ke rumah sakit."Hilda membelalakkan mata."Nona sakit?!" tanyanya dengan nada serius."Ish! Apaan, sih?! Sudahlah nggak usah banyak tanya. Lebih baik kamu cepat siapkan mobil, mumpung Mama lagi tidur.""Baik, Nona," sahutnya dan lantas berlari menuju parkiran.Clara yang melihatnya tak ayal tersenyum, meskipun hanya senyuman tipis. Karena wanita cantik tentu juga memikirkan kondisi janinnya. Kasihan kalau ikut stres.•Beberapa menit kemudian, Clara sudah sampai di rumah sakit. Ia langsung menuju Dokter Kandungan tanpa ditemani oleh Hilda. Sengaja, karena wanita cantik itu be
Keadaan berubah gaduh saat beberapa Polisi kembali masuk ke dalam restoran, sementara Clara sudah tidak sadarkan diri. Namun, Hilda dengan sigap memberitahukan kepada teman-temannya untuk segera mencari jawaban atas cincin itu.Clara membuka mata dan mendapati bahwa dirinya sedang terbaring di kamar hotel. Perlahan wanita cantik itu berusaha menegakkan tubuhnya, sesekali netranya menelisik ke sekeliling."Hilda ...!"Hening! Sama sekali tidak ada jawaban."Hilda ...!" Clara kembali berteriak lebih lantang.Sekejap kemudian pengawal wanitanya itu masuk kamar dengan napas terengah-engah dan langsung menuju ke dekatnya."Ada apa, Nona? Ada sesuatu yang Anda butuhkan?""Bagaimana pencariannya? Apa ada titik terang?!" tanyanya dengan raut penuh harap."Maaf, Nona. Mereka mengatakan belum mendapatkan apa-apa," jawabnya dengan kepala menunduk."Apa?! Dari tadi masih belum mendapatkan apa-apa?! Sebenarnya kalian bisa bekerja tidak?!"Hilda semakin dalam menundukkan kepalanya. Sementara Clara
Clara terbangun dengan kepala yang masih terasa pusing, bola mata coklatnya mengedar ke sekeliling, dan hanya menemukan Hilda yang duduk di samping ranjangnya. Wanita cantik itu menekan sisi pelipis dengan sebelah tangan, sekejap kemudian tangisnya kembali meledak saat teringat Naresh."Nona, apa ada yang sakit? Sebentar, saya akan panggilkan Dokter.""Aku mau suamiku, Hilda."Deg!Hilda yang tadinya hendak beranjak, langsung mendudukkan dirinya di kursi, tangannya menggenggam erat lengan Clara."Para bodyguard dan kepolisian sudah mencari Tuan Naresh dan Tuan Raymond, tapi kebanyakan korban tidak dikenali, Nona. Saat ini mereka sedang menunggu hasil DNA, dan semoga saja Tuan Naresh tidak termasuk salah satu korban. Semoga Tuan Naresh selamat," ucap Hilda berusaha menenangkan."Tapi kemana perginya suamiku kalau dia masih selamat, Hilda?!""Nona, besok kita akan mencari tahu. Ini masih gelap, dan mereka berjanji subuh nanti hasil DNA korban sudah keluar. Jika tidak ada yang cocok den
Matahari tepat berada di atas kepala, Clara melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, dan jarumnya menunjukkan pukul setengah dua belas. Pesawat yang ia dan Naresh tumpangi baru saja mendarat di Bandara.Naresh dan Clara langsung menuju mobil yang menjemputnya, keduanya langsung dibawa ke sebuah hotel yang terletak di kawasan ellite pusat kota. Hotel bintang lima ini berdiri menjulang di tengah-tengah hiruk pikuk dan gemerlapnya Ibu kota Italia.Yeah! Negara itu menjadi tujuan bulan madu mereka. Clara sudah membayangkan akan mengunjungi banyak tempat wisata dan tempat bersejarah. Ia juga ingin mencoba banyak restoran pasta bersama suaminya."Mau istirahat sekarang?" tanya Naresh.Clara menggeleng. Ia lantas menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk berwarna putih itu dan memejamkan matanya sejenak."Aku nggak capek, kok, Mas. Lagian aku tadi udah tidur di pesawat.""Yakin? Atau kamu mau bercinta?" Naresh langsung mengungkung tubuh mungil itu, hal itu tak ayal membuat Clara ter
Matahari sudah tenggelam sepenuhnya di ujung barat, Naresh dan Clara baru saja keluar dari kamar lantaran pelayan yang memanggilnya atas perintah Anne. Ternyata wanita paruh baya itu sudah bersiap di meja makan."Mama ternyata sudah menunggu kita, Mas," ucap Clara saat hendak menuruni tangga."Memang sudah jamnya makan malam 'kan? Wajar kalau Mama menunggu kita.""Ih! Dasar nggak peka. Aku tuh nggak enak sama Mama," ucap Clara dengan berbisik."Kenapa memangnya?""Harusnya kita duluan yang hadir di meja makan, bukan malah Mama yang menunggu. Ini semua gara-gara kamu!"Naresh menoleh dengan pandangan tidak terima. Bisa-bisanya dirinya malah disalahkan."Kok malah aku?""Iya, lah. Kamu dari tadi nahan aku buat keluar, dan akhirnya kita telat 'kan? Sudahlah, aku mau turun duluan."Naresh masih melongo melihat Clara yang meninggalkannya seorang diri di sini. Lelaki itu menatap punggung istrinya yang semakin jauh dengan pandangan penuh tanda tanya.Memangnya apa salahnya? Bukankah Clara ta
"Eugh ..."Clara melenguh sambil mengerjapkan kelopak matanya. Wanita cantik itu merasakan sesuatu yang berbeda pada area sensitifnya, sebuah sentuhan yang membuatnya sontak bergairah. Benar saja. Saat ia membuka lebar kelopak matanya, suami tampannya itu tengah bermain-main di puncak dadanya. Layaknya bayi yang kelaparan, lelaki tampan itu menyusu dengan begitu lahap."M-Mas ...""Kenapa, Cla?" tanya Naresh dengan masih terus menyusu di sana."Kamu nggak tidur?"Naresh menggeleng. Mulutnya masih penuh dengan buah kenyal itu, sementara tangan sebelahnya asyik memelintir buah stroberi ranum pada buah satunya."Aaaahh ...."Desahan itu tak dapat terelakkan. Clara sungguh menikmatinya, apalagi saat merasakan celana dalamnya lembab. Iris coklat itu menoleh ke arah meja, keningnya mengerut saat mendapati masih jam satu siang. Berarti dirinya hanya tidur tiga puluh menit."Mas, a-aku masih ngantuk," ujar Clara."Tidur saja, Cla. Kenapa malah bangan kalau masih ngantuk?""Aku mau pipis, mak
Clara meraup bibir merah alami milik Naresh. Menyesapnya dan sesekali memberikan gigitan manjanya di bibir kenyal itu. Naresh yang terhenyak tentu saja kelabakan, apalagi saat Clara memasukkan lidah hangatnya, dan menyapu seluruh rongga mulut lekaki itu."Aku juga mencintaimu, Mas. Sangat mencintaimu. Aaahh ... kita akan memulainya lagi. Yeah, kau dan aku. Kita akan memulai lagi dari awal," ucap Clara saat baru saja melapas pagutannya."I-Itu artinya?""Kita tidak akan bercerai, karena kita saling mencinta. Bukankah tugas dua orang yang saling mencintai adalah saling menjaga? Kita juga saling menyayangi 'kan, Mas? Itu artinya kita harus bersama-sama melewati badai ini. Kita juga akan membuat Naresh junior dan Clara junior lagi," ujar Clara dengan suara lirih.Naresh sontak tergelak mendengarnya, tidak terasa air matanya juga menetes. Seluruh beban yang menghimpit dadanya beberapa saat lalu telah terangkat. Semua ketakutan akan perpisahan yang menghantuinya beberapa saat lalu juga tela