Setelah kepergian Bella, kedua pasangan itu juga langsung menyelesaikan makannya. Lantas mereka berangkat ke kantor dengan menaiki mobil yang sama."Meetingnya jam berapa, Mas?" tanya Clara, saat ini keduanya sudah berada di dalam mobil."Jam sembilan," jawab Naresh, singkat. Netranya masih fokus pada layar laptop di pangkuannya."Nanti kamu sendiri atau sama aku?""Memangnya kamu mau ikut?""Aku nurut kamu saja, sih. Kalau boleh ikut, ya, ikut. Kalau nggak, ya, enggak."Naresh mendengus lirih, "nggak usah ikut. Ada Kenzie juga nanti."Clara mengangguk. Wanita cantik itu mengira Naresh sudah cukup dengan kehadiran Kenzie. Namun yang sebenarnya terjadi adalah, suami tampannya itu tidak mau sang istri berdekatan dengan sepupunya.Apalagi mengetahui Kenzie yang sering mencuri kesempatan mendekati Clara, hal itu semakin membuat Naresh jengah. Lelaki itu terus menggerutu di dalam hatinya hingga tidak sadar mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di gedung Mahendra Company.Keduanya lantas
Sebuah mobil mewah baru saja berhenti tepat di depan kantor polisi, selanjutnya dua orang dengan pengawalan ketat dari beberapa bodyguard tersebut turun, dan lantas berjalan masuk. Anne menenteng tas branded di tangannya, sementara Naresh menyeimbangi langkah sang Mama."Kita langsung masuk, mah?"Anne mengangguk. Wanita paruh baya itu langsung menuju ke salah satu ruangan yang telah di siapkan oleh pengacara kepercayaan keluarga Mahendra. Sedangkan para bodyguard berjaga di depan, berdampingan dengan polisi yang juga tengah menjaga sosok lelaki dengan kaos bertuliskan tersangka.Anne mengangkat kepalanya, pandangan matanya tajam menatap pada sosok laki-laki yang telah menculik menantunya tersebut."Nyonya Anne, ini adalah pelaku yang telah menculik Nona Clara. Menurut penyeledikan kami, pelaku ini juga berniat menjual Nona Clara ke luar negeri. Kami menemukan beberapa bukti pesan singkat di ponselnya," ucap pengacara kepercayaannya."Kalau begitu dia harus di hukum dengan dua pasal?"
Bugh!Bugh!Naresh langsung menghadiahkan bogeman mentahnya pada wajah tampan Kenzie."Belum kapok juga kau mendekati istriku?!" Dasar laki-laki gatal!"Plakkk!Darah segar mulai mengucur dari sudut bibir Kenzie seiring dengan tamparan keras yang Naresh layangkan, begitu pula bekas merah yang tercipta di wajah itu.Clara menutup matanya, ia tidak kuasa menyaksikan suaminya yang begitu membabi buta menghajar Kenzie. Wanita cantik itu sudah mengira akan seperti ini, namun temannya itu tidak mau mendengarkan."BANGUN, SIALAN!"Naresh meraih kerah baju sepupunya dan menariknya paksa. Tubuh Kenzie sudah terhuyung, kakinya tidak mampu lagi menahan beban tubuhnya.Bugh!Bugh!Naresh terus memukuli perut Kenzie hingga laki-laki itu mutah darah, namun semua itu masih belum membuatnya puas. Berbeda dengan Clara yang sudah menangis histeris."Ini peringatanku yang terakhir kalinya. Setelah ini jika kau tetap mendekati Clara, aku tidak lagi memandang mu sebagai sepupuku, dan itu artinya aku bisa
Naresh menuju club milik Raymond dengan kecepatan tinggi. Walaupun hari masih sore, namun tidak menyurutkan niatnya untuk ke sana. Sepeti biasa, lelaki tampan itu akan di kawal beberapa bodyguard saat masuk, ia memang mendapat perlakuan spesial dari Raymond."Ruang VIP," ucapnya."Baik, Tuan. Apa Anda menginginkan meraka untuk menemani?"Naresh paham maksudnya, mereka yang di maksudkan adalah wanita penghibur yang bekerja di club milik sahabatnya itu. Sementara dirinya sama sekali tidak tertarik, pria tampan itu hanya ingin menenangkan diri sejenak."Tidak.""Baiklah, Tuan. Mari, saya antarkan ke atas," ucap pegawai tersebut dengan penuh sopan santun.Naresh mengangguk, setelahnya ia mengikuti langkah pegawai tersebut. Di sepanjang koridor menuju lantai atas, tidak sedikit wanita yang menebar pesona kepadanya.Semua mata wanita mengerling manja kepadanya, bahkan tidak sedikit yang mencolek Naresh. Namun, lelaki itu hanya menimpalinya biasa saja. Setelah sampai di VIP room, Naresh lang
"Eugh..." Clara menggeliat, sekejap kemudian wanita cantik itu tersentak saat mendapati Naresh sudah membuka mata dan menatap ke arahnya."Mas, kamu sudah bangun?""Kamu ngapain tidur di sini?" Naresh bertanya balik.Clara tertegun. Wanita cantik yang masih berusaha mengumpulkan nyawanya itu nampak terkejut dengan pertanyaan yang di lontarkan suaminya."Kamu semalam nggak sadar, Mas. Aku takut kamu butuh sesuatu, makanya aku temenin.""Halah, aku nggak percaya. Lagian aku juga butuh bantuan kamu.""Aku nggak bohong, Mas. Semalam kamu di anterin temen kamu, katanya namanya Raymond. Pakaian kamu juga berantakan."Naresh terdiam mendengarkan penjelasan istrinya, sementara Clara memberengut kesal. Ia hanya bisa pasrah saat Naresh sudah kembali ke mode awal."Sana keluar, kenapa masih di sini?!""Kamu nggak butuh apa gitu, Mas?" tanya Clara."NGGAK!"Clara memejamkan mata. Akhirnya ia memilih keluar kamar dari pada malah memperkeruh suasana. Wanita cantik itu memutuskan menuju dapur untuk
Keesokan harinya.Clara semakin tidak dapat menahan rasa pusingnya, wanita cantik itu bahkan sudah mengonsumsi banyak obat namun sama sekali tidak merasakan efek yang membantu. Apalagi saat mengecek panas tubuhnya di angka hampir empat puluh derajat."Mas Naresh sudah makan belum, ya?" gumamnya.Perlahan kakinya ia turunkan dari ranjang dan mulai mengenakan sandal yang lumayan tebal. Dengan perlahan wanita cantik itu melangkah menuruni tangga guna menuju dapur. Ia ingin memasak sup ayam kampung, salah satu menu yang sering di masakkan mendiang sang Ibu saat dirinya sakit.."Semoga Mas Naresh suka, ayam kampung 'kan juga bisa jadi obat."Clara memasak dengan perlahan, ia harus menahan mual saat aroma bumbu menyeruak memasuki indra penciumannya. Hingga setelah hampir satu jam berkutat di dapur, wanita cantik itu sudah merampungkan hidangannya.Clara meminta bantuan Bibi untuk menaruh sup tersebut di meja makan. Sementara dirinya menuju kamar sang suami.Tok! Tok! Tok!Ceklek!"Kenapa?"
Pagi ini Naresh sudah di dapur, lelaki tampan itu membantu Bibi menyiapkan sarapan khusus untuk Clara. Entah apa yang menyadarkannya, ataukah ia tersentuh melihat istrinya tidak berdaya seperti kemarin?"Ini sudah selesai, Mas Naresh. Obatnya juga sudah Bibi taruh di nampan," ucap Bibi."Makasih, Bi. Aku mau naik dulu, ya.""Iya, Mas Naresh. Hati-hati," jawab Bibi yang merasa senang dengan perubahan Tuan Mudanya. "Terima kasih, Tuhan. Akhirnya Mas Naresh mulai luluh dengan Non Clara, Nonaku memang pantas mendapatkan buah kesabarannya selama ini," gumamnya.***Sedangkan di dalam kamar, Clara tengah kesusahan ingin ke kamar mandi. Panas di tubuhnya memang sudah reda, namun rasa pusing itu masih menempel kuat di kepalanya.Ceklek!"Kamu ngapain, Cla?!" Naresh langsung menaruh nampan di atas meja dan langsung berlari ke arah Clara."Kamu mau ke kamar mandi?" tanya Naresh yang hanya di balas anggukan singkat oleh Clara."Kenapa nggak ngomong? Ayo aku bantu.""Aku mau pipis, Mas.""Iya, a
Clara menapaki tangga dengan hati-hati, niatnya tadi memang ingin ke bawah untuk melihat siapa yang bertamu siang-siang begini, dan ternyata ulat bulu peliharaan suaminya. Sementara Bella yang melihatnya hanya menampilkan senyum licik, apalagi saat melihat wajah pucat Clara."Ternyata ada tamu, Mas?""Eum, Cla..," Naresh tidak mampu melanjutkan ucapannya."Kenapa nggak di kamar saja, sih? Bikin polusi mata tahu nggak di sini," ucap Clara."Lebih polusi mana sama kamu yang tiba-tiba turun waktu kita enak-enak ciuman, padahal tadi pas panas-panasnya, jadi gagal 'kan gara-gara kamu," celetuk Bella.Clara memandang remeh pada wanita tidak tahu diri di depannya ini. Kemudian ia langsung menuju dapur tanpa mengindahkan Bella yang terus mengeluarkan umpatannya. Wanita cantik itu meraih gelas, kemudian mengisi air di sana, lalu menenggaknya sampai tandas.Kemudian Clara kembali mengisi gelas tersebut dengan air, lalu membawanya ke ruang tamu. Sepanjang langkahnya bibirnya terus menyunggingkan