Keesokan harinya.Clara semakin tidak dapat menahan rasa pusingnya, wanita cantik itu bahkan sudah mengonsumsi banyak obat namun sama sekali tidak merasakan efek yang membantu. Apalagi saat mengecek panas tubuhnya di angka hampir empat puluh derajat."Mas Naresh sudah makan belum, ya?" gumamnya.Perlahan kakinya ia turunkan dari ranjang dan mulai mengenakan sandal yang lumayan tebal. Dengan perlahan wanita cantik itu melangkah menuruni tangga guna menuju dapur. Ia ingin memasak sup ayam kampung, salah satu menu yang sering di masakkan mendiang sang Ibu saat dirinya sakit.."Semoga Mas Naresh suka, ayam kampung 'kan juga bisa jadi obat."Clara memasak dengan perlahan, ia harus menahan mual saat aroma bumbu menyeruak memasuki indra penciumannya. Hingga setelah hampir satu jam berkutat di dapur, wanita cantik itu sudah merampungkan hidangannya.Clara meminta bantuan Bibi untuk menaruh sup tersebut di meja makan. Sementara dirinya menuju kamar sang suami.Tok! Tok! Tok!Ceklek!"Kenapa?"
Pagi ini Naresh sudah di dapur, lelaki tampan itu membantu Bibi menyiapkan sarapan khusus untuk Clara. Entah apa yang menyadarkannya, ataukah ia tersentuh melihat istrinya tidak berdaya seperti kemarin?"Ini sudah selesai, Mas Naresh. Obatnya juga sudah Bibi taruh di nampan," ucap Bibi."Makasih, Bi. Aku mau naik dulu, ya.""Iya, Mas Naresh. Hati-hati," jawab Bibi yang merasa senang dengan perubahan Tuan Mudanya. "Terima kasih, Tuhan. Akhirnya Mas Naresh mulai luluh dengan Non Clara, Nonaku memang pantas mendapatkan buah kesabarannya selama ini," gumamnya.***Sedangkan di dalam kamar, Clara tengah kesusahan ingin ke kamar mandi. Panas di tubuhnya memang sudah reda, namun rasa pusing itu masih menempel kuat di kepalanya.Ceklek!"Kamu ngapain, Cla?!" Naresh langsung menaruh nampan di atas meja dan langsung berlari ke arah Clara."Kamu mau ke kamar mandi?" tanya Naresh yang hanya di balas anggukan singkat oleh Clara."Kenapa nggak ngomong? Ayo aku bantu.""Aku mau pipis, Mas.""Iya, a
Clara menapaki tangga dengan hati-hati, niatnya tadi memang ingin ke bawah untuk melihat siapa yang bertamu siang-siang begini, dan ternyata ulat bulu peliharaan suaminya. Sementara Bella yang melihatnya hanya menampilkan senyum licik, apalagi saat melihat wajah pucat Clara."Ternyata ada tamu, Mas?""Eum, Cla..," Naresh tidak mampu melanjutkan ucapannya."Kenapa nggak di kamar saja, sih? Bikin polusi mata tahu nggak di sini," ucap Clara."Lebih polusi mana sama kamu yang tiba-tiba turun waktu kita enak-enak ciuman, padahal tadi pas panas-panasnya, jadi gagal 'kan gara-gara kamu," celetuk Bella.Clara memandang remeh pada wanita tidak tahu diri di depannya ini. Kemudian ia langsung menuju dapur tanpa mengindahkan Bella yang terus mengeluarkan umpatannya. Wanita cantik itu meraih gelas, kemudian mengisi air di sana, lalu menenggaknya sampai tandas.Kemudian Clara kembali mengisi gelas tersebut dengan air, lalu membawanya ke ruang tamu. Sepanjang langkahnya bibirnya terus menyunggingkan
Bella menghentikan mobilnya di depan kediaman mewah yang cukup ramai oleh penjaga. Wanita itu kemudian masuk ke dalam rumah dan mendudukkan dirinya di ruang tamu. Tidak seberapa lama kemudian keluarlah seorang laki-laki yang cukup di kenalnya."Hai, Bell. Kamu dari tadi?""Baru saja." Bella bangkit dan lantas menerima lumatan lembut bibir lelaki tersebut.Lelaki berperawakan tinggi tegap, berwajah tampan rupawan, dan kaya raya ini adalah seorang hacker ternama yang bekerja di dunia bawah tanah. Lelaki ini mengenal Bella lantaran mereka bertemu di sebuah club malam waktu itu.Lelaki tersebut adalah Victor Antonio, semua orang mengenal Victor sebagai pebisnis, jarang yang mengenalnya sebagai hacker. Saat bertemu dengan Bella, lelaki itu melihat wanita di depannya ini sangat rapuh dan terluka, sehingga hal itu mendorongnya untuk mengulurkan bantuan."Apa yang membawamu ke sini?""Aku butuh bantuanmu lagi, Victor. Aku ingin kau meretas perusahaan yang mana aku benci sekali dengan pemilikn
Setelah kepulangan sang Mama, Anne, dan juga Kenzie, Naresh langsung menggandeng tangan istrinya ke dalam rumah. Lelaki itu menampilkan raut yang tidak bersahabat, ia seolah mengacuhkan Clara yang masih sakit."Kamu yang nyuruh Mama siapin bulan madu buat kita?""Enggak, Mas. Mama malah nggak ngomong apa-apa sama aku.""Jangan bohong, Clara!""Apa, sih, Mas?! Orang aku nggak bilang apa-apa, kok. Kamu kenapa, sih? Kalau nggak mau, ya, tinggal di tolak saja, malah nyalahin aku."Naresh mengetatkan rahangnya."Pokoknya kamu bilang sama Mama buat batalin rencananya. Bulan madu nggak akan berguna buat kita, Cla.""Kamu saja yang bilang, aku pusing. Aku masih mual, kamu malah marah-marah." Clara langsung membalik badan dan hendak menuju tangga.Jelas saja Naresh merasa geram. Istrinya itu mulai berani melawan, padahal dulunya Clara selalu takut padanya. Ataukah ini gara-gara sikapnya yang mulai lembut? Oh, lelaki itu benar-benar menyesali kelembutannya beberapa hari lalu."CLARA! Aku belum
Hari berganti minggu, kini tibalah saatnya Clara dan Naresh berbulan madu. Tidak selayaknya pasangan yang bahagia, penuh wajah ceria, dan membayangkan akan memadu kasih. Pasangan suami istri itu sama-sama hening di sepanjang perjalanan. Setelah menempuh waktu yang cukup lama, pasangan tersebut telah menapakkan kakinya di Bandara. Baru setelahnya mereka menuju hotel menaiki mobil yang telah siap sedari tadi."Ini kunci kamar kamu, jangan sampai hilang. Kamar aku di depan kamu sini."Clara menatap datar pada suaminya, sekejap kemudian ia mengangguk."Jangan kira Mama nyuruh kita bulan madu lalu kita bisa satu kamar. Nggak, ya!""Siapa yang ngira gitu? Aku nggak ngira apa-apa, kok." Clara langsung meraih kunci yang di pegang Naresh dan lantas masuk ke dalam kamar.Brakkk!Naresh berjingkat kaget saat Clara menutup pintunya dengan keras. Namun, lelaki itu tidak mau peduli. Ia memilih turun dan menunggu Bella di lobi. Yeah, kekasihnya itu berangkat dengan pesawat yang berbeda dengannya.S
Clara merasakan ada yang menggeret tangannya untuk menepi, sementara matanya masih terus terpejam. Ia takut ingin membuka mata, tangisnya merintih pilu seiring dengan suara teriakan orang yang sedang berkelahi.Hingga beberapa menit kemudian, suasana sudah hening. Clara kembali merasakan tangannya di cekal oleh sebuah tangan besar. Ia tidak mampu melawan, tubuhnya gemetar hebat membayangkan dirinya akan di lecehkan."Jangan! Jangan sakiti aku ... A-Aku nggak punya siapa-siapa di dunia ini," isaknya pilu."Heh, bodoh! Buka matamu dan lihat aku!"Clara langsung membuka matanya. Air matanya langsung banjir saat mendapati suaminya yang berdiri di depannya dengan tampang datar. Wanita cantik itu langsung menghamburkan dirinya di pelukan Naresh, tangisnya semakin kencang, dan Naresh juga mendekapnya erat."A-Aku takut, Mas. Orang tadi mau melecehkan aku.""Iya, aku tahu. Mereka semua sudah aku buat patah tulang," jawab Naresh yang langsung membuat Clara mendongak."Kamu beneran?"Naresh men
Dua netra kembali beradu pandang, di lihat dari bahu dan dada Naresh yang kembang kempis, lelaki itu juga merasakan hal yang sama dengan Clara. Lelaki itu memandang wajah cantik yang berada di bawah kungkungannya, wajah yang entah sudah berapa kali ia bentak, dan kini bibirnya melabuhkan banyak ciuman basahnya di sana."Maaf," ucap Naresh.Deg!"Maaf kalau aku menyentuhmu tanpa kata romantis, bunga, musik, bahkan lilin. Maaf kalau kamu tidak mendapatkan kesan nyamannya."Clara menghela napas lega. Ia mengira malam penuh gairahnya kembali gagal."Aku menginginkanmu, Cla.""Yeah," jawab Clara singkat."Kamu bersedia?"Clara mengangguk."Kamu rela menyerahkannya untukku? Laki-laki yang seringkali membentakmu?""Aku akan menyerahkan semuanya untuk suamiku, Mas."Naresh mengulas senyum manis. Semua rasa benci yang menggunung di hatinya lebur begitu saja, seperti ada kekuatan maha dahsyat yang menggantikannya dengan cinta yang bertubi-tubi.Naresh tidak sadar bahwa ini adalah kekuatan doa d